Anda di halaman 1dari 16

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

56 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI


KESEHATAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PENCANTUMAN
PERINGATAN KESEHATAN DAN INFORMASI KESEHATAN PADA
KEMASAN PRODUK TEMBAKAU.

Pembahasan

1. Identifikasi aktor
a. Kementerian kesehatan sebagai aktor resmi bertanggung jawab untuk membuat
kebijakan, menyusun regulasi, dan melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan
tersebut
b. Industri tembakau sebagai aktor tidak resmi memiliki kewajiban untuk
mencantumkan peringatan kesehatan dan informasi kesehatan pada kemasan produk
tembakau karena masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang
jelas, benar, dan jujur tentang bahaya merokok.
c. Lembaga swadaya masyarakat sebagai aktor tidak resmi berperan dalam
mengkampanyekan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan ini.

2. Identifikasi isi
a. Tujuan kebijakan
Kebijakan pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan pada kemasan
produk tembakau bertujuan untuk mengurangi konsumsi tembakau dan mencegah
perokok pemula. Isi kebijakan ini antara lain:
 Peringatan kesehatan harus mencantumkan gambar dan tulisan yang
informatif dan mudah dipahami.
 Peringatan kesehatan harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti ukuran,
posisi, dan komposisi warna.
 Peringatan kesehatan harus ditinjau secara berkala untuk memastikan
efektivitasnya.
b. Strategi kebijakan
Strategi untuk mengatasi tantangan dalam penegakan kebijakan peringatan kesehatan
dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau di Indonesia:
 Memperkuat kolaborasi dengan industri tembakau :
Membangun mekanisme formal untuk dialog dan kolaborasi antara
Kementerian Kesehatan dan industri tembakau. Libatkan perwakilan industri
tembakau untuk memahami kekhawatiran dan perspektif mereka. Jelajahi
peluang untuk kemitraan yang saling menguntungkan, seperti pendanaan
bersama untuk kampanye kesehatan masyarakat.
 Meningkatkan kampanye pendidikan Masyarakat :
Mengembangkan dan menerapkan kampanye pendidikan publik yang
ditargetkan dan disesuaikan dengan demografi yang berbeda. Memanfaatkan
berbagai saluran komunikasi, antara lain media massa, media sosial, dan
program penjangkauan masyarakat. Tekankan dampak negatif merokok
terhadap kesehatan, khususnya bagi kaum muda dan kelompok rentan.
 Memberdayakan organisasi masyarakat sipil :
Berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil (CSO) untuk meningkatkan
kesadaran tentang kebijakan dan tujuannya. Mendukung OMS dalam
melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi untuk menilai efektivitas
kebijakan. Memberi OMS akses terhadap sumber daya dan keahlian untuk
meningkatkan upaya advokasi mereka.
 Memperkuat mekanisme penegakan hukum :
Meningkatkan jumlah pengawas yang bertanggung jawab memantau
kepatuhan terhadap kebijakan. Terapkan hukuman yang lebih ketat bagi
ketidakpatuhan, termasuk denda dan larangan produk. Meningkatkan
kolaborasi dengan lembaga penegak hukum untuk mencegah dan mengadili
pelanggaran.
 Mempromosikan mata pencaharian alternatif bagi petani tembakau:
Memberikan bantuan keuangan dan teknis kepada petani tembakau untuk
beralih ke tanaman alternatif. Mengembangkan dan mempromosikan praktik
pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan pendapatan bagi petani
tembakau. Mendukung pembentukan koperasi petani dan hubungan pasar
untuk produk-produk alternatif.
 Mendorong kerja sama internasional :
Berbagi praktik terbaik dan pembelajaran dengan negara lain yang
menghadapi tantangan serupa. Berpartisipasi dalam forum dan inisiatif
internasional untuk mengatasi masalah pengendalian tembakau. Mendukung
peraturan internasional yang lebih kuat mengenai kemasan produk tembakau.

Dengan menerapkan strategi komprehensif ini, pemerintah Indonesia dapat secara


efektif mengatasi tantangan dalam menegakkan kebijakan peringatan kesehatan dan
informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau, sehingga berkontribusi terhadap
masyarakat yang lebih sehat dan bebas rokok.
c. Aturan kebijakan
 Jenis Peringatan Kesehatan
 Jenis Peringatan Kesehatan terdiri atas 5 (lima) jenis gambar dan tulisan
sebagai berikut :

 Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan


Terkecil dengan Dua Sisi Lebar yang Sama

 Peringatan Kesehatan dengan rasio 7:5 dan tidak boleh diubah.


 Satu jenis gambar yang sama untuk tiap kemasan terkecil
 Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan
Terkecil dengan Empat Sisi Lebar yang Sama

 Peringatan Kesehatan dengan rasio 9:5 dan tidak boleh diubah.

 Satu jenis gambar yang sama untuk tiap kemasan terkecil


 Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan
Berbentuk Silinder
 Peringatan Kesehatan dengan rasio 6:1 dan tidak boleh diubah
 Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan
Lebih Besar (Slop)
 Peringatan Kesehatan dengan rasio 4:1 dan tidak boleh diubah.
 Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan
Lain-Lain
 Peringatan Kesehatan dengan rasio 7:5 dan tidak boleh diubah.
d. Langkah langkah kebijakan
Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mewujudkan kebijakan
tersebut:
 Perlindungan masyarakat
 Meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya tembakau
 Meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi dan layanan kesehatan
terkait tembakau
 Melakukan sosialisasi dan edukasi tentang bahaya tembakau
 Menerapkan peraturan yang melindungi masyarakat dari bahaya tembakau
 Pencegahan konsumsi tembakau
 Melakukan intervensi pada kelompok-kelompok rentan, seperti remaja dan
anak-anak
 Meningkatkan implementasi larangan iklan, promosi, dan sponsor produk
tembakau
 Meningkatkan harga tembakau
 Peningkatan kualitas hidup masyarakat
 Meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan
 Meningkatkan kualitas hidup masyarakat, termasuk melalui peningkatan
pendidikan, ekonomi, dan sosial

Berikut adalah beberapa contoh langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan :


 Perlindungan masyarakat:
 Menyosialisasikan bahaya rokok melalui media massa, sekolah, dan
komunitas
 Membangun pusat konseling dan rehabilitasi bagi perokok
 Menerapkan larangan merokok di tempat umum
 Pencegahan konsumsi tembakau:
 Mengadakan kampanye antirokok di sekolah dan tempat-tempat umum
 Meningkatkan tarif cukai rokok
 Melarang iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau

 Peningkatan kualitas hidup masyarakat:


 Meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan primer
 Meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya
tembakau
 Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan ekonomi dan
sosial

Penerapan langkah-langkah tersebut memerlukan kerja sama dari berbagai pihak,


termasuk pemerintah, masyarakat, dan swasta. Dengan kerja sama yang kuat,
diharapkan dapat mewujudkan tujuan Permenkes No. 56 Tahun 2017, yaitu
menurunkan prevalensi perokok di Indonesia dan melindungi masyarakat dari
dampak buruk konsumsi tembakau.

3. Identifikasi konteks
a. Faktor Geografis

Karena Indonesia mempunyai iklim tropis, suhu dan alam yang cocok untuk tanaman
tembakau. Oleh karena itu Indonesia menjadi negara penghasil tembakau terbesar ke
6 setelah China, Brazil, India, USA dan Malawi dengan jumlah produksi sebesar
164.851 ton / tahun.

b. Faktor Sosial

Karena rokok sering kali di gunakan sebagai sarana untuk bersosialisasi dan menjalin
hubungan. Misalnya, dalam acara - acara sosial, rokok sering kali menjadi sarana
untuk mempererat tali silaturahmi.
c. Faktor Budaya

Dalam beberapa budaya di Indonesia, merokok dianggap sebagai tanda kedewasaan dan
kemandirian. Oleh karena itu diadakannya kebijakan Permenkes Nomor 56 Tahun 2017
agar terdapat informasi mencakup gambar dan tulisan tentang bahaya merokok bagi anak
anak maupun orang dewasa.

4. Proses
 Identifikasi masalah

Tingginya prevalensi perokok di Indonesia

Tingginya prevalensi perokok di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan


masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2021, prevalensi perokok dewasa di Indonesia mencapai
34,3%. Angka ini berarti bahwa sekitar 3 dari 10 orang dewasa di Indonesia adalah
perokok.
Tingginya prevalensi perokok di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain:
 Pengaruh budaya dan lingkungan. Merokok merupakan hal yang umum di
Indonesia, terutama di kalangan pria. Selain itu, akses terhadap rokok juga
relatif mudah, baik di warung-warung maupun di tempat-tempat umum.
 Peran iklan rokok. Iklan rokok yang sering ditayangkan di media massa dapat
mendorong orang untuk merokok, terutama anak-anak dan remaja
 Kurangnya efektivitas peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau
yang berlaku sebelumnya yang hanya berupa teks peringatan kesehatan
dengan ukuran kecil dan gambar peringatan kesehatan yang kurang menarik
perhatian. Hal ini menyebabkan peringatan kesehatan tersebut kurang efektif
dalam menyampaikan informasi tentang bahaya merokok kepada masyarakat.

Jadi tingginya prevalensi perokok di Indonesia dapat berdampak buruk bagi


kesehatan masyarakat. Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama berbagai
penyakit, termasuk penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), dan penyakit pernapasan lainnya. Selain itu, merokok juga dapat berdampak
buruk bagi kesehatan anak-anak dan ibu hamil.
 Identifikasi solusi dari masalah

Solusi :

 Peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok. Edukasi tentang


bahaya merokok perlu dilakukan secara masif, baik melalui media massa,
sekolah, maupun komunitas.
 Pembatasan akses terhadap rokok, seperti dengan menaikkan harga rokok dan
melarang iklan rokok. Pembatasan akses terhadap rokok dapat membuat rokok
menjadi lebih mahal dan sulit didapatkan, sehingga dapat mengurangi minat
orang untuk merokok.
 Pemberdayaan masyarakat untuk berhenti merokok. Pemerintah perlu
menyediakan layanan konseling dan terapi berhenti merokok yang mudah
diakses oleh masyarakat.
 Meningkatkan efektivitas peringatan kesehatan pada kemasan produk
tembakau

 Identifikasi faktor keberhasilan


Berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, kebijakan ini dapat
dikatakan berhasil jika prevalensi merokok di Indonesia menurun dan kesadaran
masyarakat akan bahaya merokok meningkat. Berdasarkan hasil penelitian, kebijakan
ini telah berhasil menurunkan prevalensi merokok di Indonesia yang di dasari oleh
data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan,
prevalensi merokok pada penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia menurun dari
36,3% pada tahun 2013 menjadi 31,7% pada tahun 2022.Selain itu, kebijakan ini juga
telah berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya merokok.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Indonesia, 93% responden menyatakan bahwa mereka mengetahui
bahwa merokok dapat menyebabkan kanker.Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa kebijakan ini telah berhasil mencapai tujuannya.
 Apakah kebijakan berhasil / tidak
Berhasil
 Hambatan implementasi kebijakan
Beberapa hambatan terhadap kebijakan pencantuman peringatan kesehatan dan
informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau, antara lain:
 Hambatan dari industri tembakau :
Industri tembakau memiliki kepentingan untuk meningkatkan penjualan
produknya. Oleh karena itu, industri tembakau sering kali berupaya untuk
melemahkan atau bahkan membatalkan kebijakan ini.
 Hambatan dari masyarakat :
Ada sebagian masyarakat yang tidak percaya atau tidak peduli dengan bahaya
merokok. Oleh karena itu, mereka mungkin tidak terpengaruh oleh peringatan
kesehatan dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau.
 Hambatan dari pemerintah :
Pemerintah mungkin tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk
mengawasi pelaksanaan kebijakan ini secara efektif.
 Rekomendasi untuk perbaikan kebijakan
 Kementerian Kesehatan perlu meningkatkan kerja sama dengan industri
tembakau untuk memastikan bahwa kebijakan ini dilaksanakan dengan baik.
 Kementerian Kesehatan perlu melakukan kampanye edukasi yang lebih
intensif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok.
 Kementerian Kesehatan perlu memperkuat pengawasan pelaksanaan
kebijakan ini dengan melibatkan aparat penegak hukum.
 Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan ini juga perlu dilakukan secara
berkala untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan baru dan mencari solusi
untuk mengatasinya.

Anda mungkin juga menyukai