Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS PELANGGARAN ETIKA PROMOSI KESEHATAN

DAN SOLUSINYA

A. Kasus
JAKARTA - Dalam rangka memeringati Hari Anak Sedunia dan Hari Kesehatan
Nasional, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)
menginisiasi kampanye Anak Indonesia Hebat Tanpa Rokok di Gedung Kementerian
ESDM, saat car free day, Minggu (19/11/2017) pagi.

KPPPA juga melibatkan kementerian/lembaga terkait serta lembaga swadaya


masyarakat (LSM) agar kampanye ini menjadi gerakan bersama dan
berkesinambungan. Acara diawali dengan jalan sehat seluruh peserta, kemudian
dimeriahkan juga oleh penampilan berbagai komunitas seni dan olahraga serta
testimoni dari anak-anak berprestasi tanpa rokok dari berbagai bidang.

Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Lenny N Rosalin mengatakan,


rokok merupakan bahaya laten bagi anak yang dapat merenggut kesehatan anak di
masa depan. Dampak konsumsi rokok baru akan dirasakan 15-20 tahun mendatang,
saat anak-anak mencapai usia produktif.

Jika permasalahan ini terus dibiarkan maka Indonesia akan terus mendapatkan
berbagai ancaman bagi masa depan bangsanya. Yaitu ancaman kesehatan dan juga
ancaman untuk tidak dapat menikmati bonus demografi pada tahun 2020-2030 dan
kehilangan Generasi Emas pada tahun 2045, ujar Lenny.

Data Atlas Pengendalian Tembakau di ASEAN mengungkapkan lebih 30% anak


Indonesia mulai merokok sebelum usia 10 tahun. Jumlah itu mencapai 20 juta anak.
Jumlah fantastis itu merunut pada data jumlah anak Indonesia usia 0-14 tahun pada
sensus 2010, sudah melebihi 67 juta orang.

Hasil Survei Indonesia Kesehatan Nasional (SIRKESNAS) 2016 menunjukan


Prevalensi perokok usia anak (di bawah usia 18 tahun) meningkat dari 7,2% tahun
2013 menjadi 8,8% pada tahun 2016. Dari jumlah anak 87 juta, sekitar 43 juta (49%)
terpapar asap rokok atau perokok pasif; dan dari 43 juta sekitar 11,4 juta (27%) adalah
anak usia di bawah 5 tahun, kata Lenny.

Sementara itu, Data Kementerian Kesehatan tahun 2016 menunjukan 97 juta orang
Indonesia terpapar asap rokok atau perokok pasif dengan 43 juta di antaranya
merupakan anak-anak yang 11,4 juta di antaranya baru berusia 0-4 tahun.

Menurut Lenny, gerakan bersama ini ditujukan untuk pemenuhan hak anak atas
kesehatan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan kabupaten/kota layak anak
(KLA) menuju Indonesia Layak Anak (IDOLA) pada tahun 2030.

Hingga Oktober 2017 terdapat 346 kabupaten/kota yang telah menginisiasi dan
berkomitmen untuk menjadikan wilayahnya menjadi KLA. Dan salah satu dari 24
Indikator KLA adalah terkait rokok, kata Lenny.

Sementara itu di tempat terpisah, hari yang sama, di Museum Olahraga Taman Mini
Indonesia Indang, Jakarta, sejumlah LSM yang dimotori YAICI, DWP Kemenpora, PP
Muslimat NU, dan pemerintah yang diwakili Kementerian Kesehatan, Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menandatangani petisi untuk melindungi anak
Indonesia dari pangan yang tidak sehat.
Petisi dilatarbelakangi keprihatinan terhadap semakin maraknya pangan yang tidak
layak dikonsumsi anak, namun diberikan sebagai pangan sehari-hari. Ketua Pengurus
Harian YAICI Arif Hidayat mencontohkan saat ini banyak perusahaan yang
memanfaatkan anak-anak dalam iklan produk mereka. Padahal produk tersebut tidak
diperuntukan untuk anak-anak. Misalnya iklan dan label susu kental manis (SKM).

Label dan iklan ini sudah tentu menyesatkan para orang tua, SKM diperuntukan
sebagai topping makanan dan minuman sekarang beralih menjadi minuman
menyehatkan, padahal kandungan gulanya melebihi 50%, kata Arif.

https://nasional.sindonews.com/read/1258850/15/digelar-kampanye-anak-tanpa-
rokok-dan-pangan-sehat-1511139715
B. Analisis kasus
C. Solusi
1. Dalam proses pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk dapat mengenali
masalah kesehatan, mencegah dan menanggulangi, diperlukan adanya promosi
kesehatan (promkes) sebagai salah satu upaya yang wajib ada di Puskesmas dan
menjadi tanggung jawab bersama baik dari petugas Puskesmas, pengunjung, serta
masyarakat itu sendiri.
2. Kegiatan promosi kesehatan dan pemberdayaan kesehatan yang dilakukan oleh
petugas promkes di pelayanan kesehatan belum optimal, oleh sebab itu dilakukan
monitoring dan evaluasi. Maksud dari kegiatan monev ini adalah mengidentifikasi
hambatan dan kendala apa saja yang menjadi permasalahan pelaksanaan program,
disamping ituuntuk membantu perencanaan strategi program yang akan
dilaksanakan dimasa mendatang.
3. Pengelolaan promosi kesehatan khusunya terkait program ditingkat pusat perlu
mengembangkan tugas dan juga tanggung jawab antara lain:
a. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang
terkait dengan kegiatan promosi kesehatan secara nasional.
b. Mengkaji metode dan teknik-teknik promosi kesehatan uang efektif untuk
pengembangan model promosi kesehatan didaerah
c. Mengkoordinasikan dan mengsinkronisasi pengelolaan promosi kesehatan
ditingkat pusat
d. Menggalang kemtiraan dengan berbagai pemangku kepentingan lain yang
terkait
e. Melaksanakan kampanye sehat serta bimbingan teknis, fasilitasi, monitoring
dan evaluasi.
4. Menerbitkan buletin secara berkala segala sesuatu yang berkaitan dengan bahaya
rokok dan perilaku merokok serta upaya untuk berhenti merokok.
5. Memberikan penyuluhan secara berkesinambungan ke berbagai institusi seperti
institusi pemerintah, swasta termasuk juga berbagai institusi pendidikan.
6. Mendukung dan melakukan berbagai penelitian yang berkaitan dengan bahaya
rokok dan perilaku merokok.
7. Mendirikan klinik berhenti merokok yang melayani berbagai hal yang berkaitan
dengan upaya berhenti merokok pada masyarakat. Salah satu klinik yang berdiri
adalah klinik berhenti merokok yang didirikan atas kerjasama antara Yayasan
Jantung Indonesia dengan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Klinik ini berlokasi
di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
8. Salah satu upaya yang lain yang cukup menarik perhatian masyarakat pada tahun
2003 adalah gugatan publik legal standing bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Pihak penggugat yang menamakan dirinya dengan Tim Advokasi Gerakan
Penanggulangan Masalah Merokok
9. Kepercayaan klien tentang kesehatan, kepercayaan tentang agama yang dianut,
dan peran gender merupakan faktor penting dalam mengembangkan rencana
promosi kesehatan. Kepercayaan yang penting digali pada klien, contohnya adalah
kepercayaan tidak boleh menerima tranfusi darah, tidak boleh menjadi donor organ
tubuh, dan tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi.
10. Keadaan ekonomi klien dapat berpengaruh terhadap proses belajar klien.
Bagaimanapun, perawat harus mengkaji hal ini dengan baik, karena perencanaan
promosi kesehatan dirancang sesuai dengan sumber-sumber yang ada pada klien
agar tujuan tercapai. Jika tidak, rancangan tidak akan sesuai dan sulit untuk
dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai