NPM : 2106763253
Mata Kuliah : Promosi Kesehatan
Kelas :A
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Konsep Kolaborasi
Pada lingkup keperawatan komunitas, kolaborasi berarti interaksi yang memiliki tujuan yang
melibatkan perawat, profesi lain, klien serta anggota komunitas lain berdasarkan kesamaan
nilai, usaha dan partisipasi (Kozier, 2015). Sehingga, kolaborasi memiliki dua kunci utama
yakni adanya kesamaan tujuan dan keterlibatan beberapa pihak. Terdapat penjelasan
mengenai praktik kolaborasi, menurut (Pender, 2015) bahwa praktik kolaborasi dapat terjadi
saat penyedia layanan kesehatan bekerjasama dengan orang-orang se-profesi, antar profesi
dan pasien beserta keluarganya. Dalam menjalankan praktik kolaborasi dibutuhkan rasa
saling percaya diantara individu yang terlibat.
Kolaborasi memiliki beberapa karakteristik, sehingga dapat dibedakan dari interaksi lainnya.
Karakteristik tersebut menurut DeLaune, S. C., dan Ladner, P. K. (2011) yakni:
1. Kesamaan tujuan 4. Partisipasi yang saling menguntungkan
2. Tanggung jawab yang jelas 5. Ada batasan yang jelas yang telah ditentukan
3. Maksimalisasi penggunaan sumber daya
Selain karakteristik, kolaborasi juga memiliki strategi demi mencapai kolaborasi yang efektif.
Strategi menurut (Pender, 2015) adalah:
1. Menentukan tujuan serta kegunaan dari sebuah tim dengan jelas
2. Pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas
3. Berkomunikasi secara berkala
4. Saling mempercayai, menghormati, memahami dan mendukung satu sama lain
5. Memberikan pengakuan dan apresiasi terhadap segala kontribusi yang dilakukan oleh
seluruh anggota tim
6. Kepemimpinan yang efektif
7. Mengatur mekanisme serta strategi dalam menyelesaikan tugas
8. Mengadakan pertemuan secara rutin
Terdapat elemen kunci efektifitas dalam kolaborasi. Elemen tersebut menurut (Pender, 2015)
yakni sebagai berikut:
1. Kerjasama 4. Komunikasi
2. Asertifitas 5. Otonomi
3. Tanggung jawab 6. Koordinasi
Dengan demikian, dalam proses panjang upaya berhenti merokok seseorang, keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting untuk turut memelihara dan memotivasi niat
perokok agar meninggalkan kebiasaannya, dalam rangka penyembuhan penyakit yang
diderita. Keadaan ini sangat disadari oleh informan klinisi bahwa edukasi yang diberikan
kepada pasien tidak akan ada hasilnya, bila dari keluarga sendiri tidak peduli untuk
mengingatkan. Selanjutnya, salah satu faktor yang mempengaruhi keberhentian merokok
pada perokok adalah faktor sosial, seperti pengaruh pasangan, dukungan keluarga dan
teman sebaya17. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang sangat besar bagi
keberhasilan upaya berhenti merokok. Selain itu, gerakan anti merokok sangat sulit bila
hanya ditegakkan dengan promosi anti merokok, tetapi untuk dapat berhenti merokok
seseorang harus mempunyai niat atau tekad sendiri dan dibantu dengan dukungan
lingkungannya, terutama dalam keluarga.
Menurut informan petugas kesehatan, keadaan semacam ini sudah berlangsung lama
karena adanya komitmen dari petugas, sehingga ketika menjumpai perilaku merokok di
puskesmas biasanya ditegur. Puskesmas selain berfungsi sebagai pusat pelayanan
kesehatan masyarakat, juga sebagai pusat komunikasi masyarakat dalam bidang
kesehatan, sehingga selain menjalankan upaya kuratif, puskesmas juga menjalankan
upaya promotif dan preventif.26 Dalam melaksanakan upaya promotif dan preventif ini,
puskesmas secara institusi dituntut untuk dapat menjadi contoh tempat dan lingkungan
yang sehat, termasuk dalam hal ini menjadi contoh tempat dan lingkungan yang bebas
dari asap rokok.
Referensi
Kozier, B., Erb., Berman, A. & Snyder, J.S. (2015). Fundamental of nursing: vol 1 / Berman
(and 10 others). Third edition. Australia: Pearson Education, Inc.
Muhammad Daroji, dkk. (2011). Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 27, No. 2, UGM,
Yogyakarta
Murdaugh, C.L., Parsons, M.A., Pender, N.J. (2015). Health promotion in nursing practice.
7th ed. New Jersey: Pearson Education Inc