Anda di halaman 1dari 8

Penerapan Carbon Tax Untuk Mengatasi

Maslah Tingginya Emisi Karbon di Indonesia

Disusun Oleh:

Rohman Riadi

1906290094

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Indonesia

Depok

2022
Statement of Authorship

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah
murni hasil pekerjaan saya sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan
untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa saya
menyatakan menggunakannya. Saya memahami bahwa tugas yang saya kumpulkan ini dapat
diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama: Rohman Riadi

NPM : 1906290094

Tandatangan :

Mata Kuliah : Ekonomi Lingkungan

Judul makalah/tugas: Penerapan Carbon Tax Untuk Mengatasi Maslah Tingginya Emisi Karbon
di Indonesia

Tanggal: 9 Januari 2023

Dosen :Berly Martawardaya S.E., M.Sc.


Pendahuluan

Pada akhir abad ke-18 terjadi revolusi industri yang menjadi titik balik dalam sejarah
dunia. Dalam kurun waktu 200 tahun terjadi pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan
peningkatan pendapatan rata-rata yang terus meningkat dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Populasi dan produkasi yang terus berkembang ini membuutuhkan energi yang lebih besar dari
energi yang selama ini dipakai yang berasal dari pembakaran kayu ataupun dari tenaga hewan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut munculah inovasi untuk menggunakan energi alternatif
yang berasal dari batubara dan produksi yang berbasis menggunakan bahan bakar fosil. Namun,
terdapat konsekuensi dari pembakaran batubara dan juga penggunan bahan bakar fosil yaitu
meningkatnya gas karobondioksida atau CO2 yang naik ke atmosfer secara terus menerus dan
akhirnya menimbulkan pencemaran udara dan juga perubahan iklim.

Pencemaran udara ini tentunya membawa dampak negattif bagi manusia mengingat
bahwa udara merupakan penunjang utama dalam kehidupan manusia. Mengacu pada hasil
penelitian yang dilakukan United Nation Environment Programme tahun 1996 diperoleh data
pencemaran udara di jakarta yang mana menempati posisi ke tiga terburuk setelah Mexsico dan
Bangkok. Kemudian pada tahun 2011, berdasarkan data dari World Resources Institute Indonesia
merupakan negara peringkat ke-6 dari 10 negara penghasil karbon terbanyak di dunia. Tentunya
hal ini sangat memperihatinkan mengingat bahwa pentingnya udara sebagai unsur utama
penunjang kehidupan manusia.

Untuk mengatasi permasalahan ini tentunya diperlukan intervensi pemerintah untuk


mengurangi emisi karbon yang ditimbulkan di suatu negaara. Seperti halnya di indonesia yang
diamana pada Konfrensi Perubahan Iklim, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan level
emisi karbon sebesar 26% pada tahun 2020. Namun, hal ini masih belum bisa tercapai mengingat
bahwa emisi karbon di indonesia pada tahun 2020 masih belum bisa mencapai target dan
diperoyeksikan target penurunan emisi karbon akan meningkat sebesar 29,13% pada tahun 2030.
Maka dari itu diperlukan sebuah kebijakan yang dapat memfasilitasi target penurunan level emisi
karbon yang sudah ditargetkan.

Salah satu cara yang dapat digunkan untuk mengurangi emisi karbon adalah dengan
menerapkan Carbon tax. Seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa negara maju seperti
Swedia dan Finlandia yang telah berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 7-26% dengan
menggunakan carbon tax. Sehingga muncul sebuah pertanyaan bagaimana rumusan kebijakan
carbon tax yang ideal di indonesia? Bagaimana mekanisme penerapan kebijakan carbon tax
untuk mengatasi tingginya emisi karbon di Indonesia?

Studi Literartur

Carbon tax adalah pajak yang dikenakan atas polusi yang ditimbulkan akibat dari
penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilakan emisi karbon, selain itu carbon tax juga
digunakan untuk mengatasi kegagalan pasar. Kegagalan pasar sering kali terjadi pada produk
yang menggunakan bahan bakar fosil yang mana menimbulkan eksternalitas negatif seperti
halnya polusi udara dan perubahan yang terjadi akibat emisi karbon yang berlebihan. Ketika
carbon tax tidak ada maka konsumen dan produsen tidak akan menanggung biaya atas
penggunan produk, yang merupakan jumlah dari produksi, biaya distribusi dan juga biaya sosial
seperti kerugian ekonomi akibat dari polusi udara dan peeubahan iklim.

Dalam hal ini maka dengan tidak adanya carbon tax akan menimbulkan konsumsi yang
berlebihan atas penggunan bahan bakar fosil dan juga tentunya akan meningkatkan emisi karbon
yang berdampak pada pencemaran udara dan perubahan iklim. Maka dari itu diterapkannya
carbon tax ini bertujuan untuk mengatasi masalah kegagalan pasar tersebut dengan memasukkan
berbagai biaya sosial atas eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan bakar
fosil. Dengan dimasukkannya biaya sosial tersebut membuat harga jual bahan bakar fosil
menjadi lebih tinggi, dan dengan peningkatan harga tersebut maka akan membuat konsumen
untuk menurunkan permintaan akan bahan bakar fosil dan memaksa produsen untuk menerapkan
metode produksi barang dan jasa yang lebih ramah lingkungan.

Kebijakan carbon tax ini merupakan metode yang sangat efektif untuk menurunkan emisi
karbon, yang mana merupakan langkah penting dalam mengatasi dampak yang ditimbuklkan
akibat dari pencemaran udara dan perubahan iklim. Penerapan carbon tax ini pada dasarnya tidak
memerlukan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah. Akan tetapi terdapat kemungkinan
bahwa penerapan carbon tax akan memperlambat pertumbuhan ekonomi karena adanya
kenaikan biaya secara tidak langsung bagi berbagai industri yang menghasilkan emisi karbon
dalam jumlah yang cukup signifikan.
Penjelasan Topik

Carbon tax merupakan pajak yang dikenakan terhadap setiap emisi karbon yang dapat
memberikan dampak buruk bagi lingkungan hidup. Emisi karbon yang dimaksudkan ini adalah
gas karbondioksida, gas metana dan gas rumah kaca lainnya. Carbon tax pada umumnya akan
dikenakan pada setiap kegiatan ekonomi yang dapat menghasilakan emisi karbon, baik itu
kegitan produksi ataupun kegiatan konsumsi. Dari segi produksi, carbon tax akan dikenakan
kepada industri-industri yang menghasilkan emisi karbon yang berlebihan dalam proses
manufaktur. Sedangkan dari segi konsumsi, carbon tax akan dikenakan kepada konsumen atas
penggunaan barang atau jasa yang digunakan yang menghasilakan emisi karbon

Pemerintah indonesia telah menetapkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang


Harmonisai Peraturan Perpajakan yang mana dalam UU tersebut juga mengatur terkait carbon
tax. Akan tetapi kebijakan ini baru diterapkan pada tanggal 1 juli 2022 pada berbagai sektor
industri yang ada seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan tarip sebesar
Rp.30/kg atau sebesar Rp.30.000 per ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Akan tetapi tarif ini
dinilai masih terlalu rendah jika dibandingkan dengan recomendasi Bank Dunia dan IMF yaitu
sebesaar Rp.300/kg atau sebesar Rp.300.000 per ton CO2e.

Berdasarkan dengan kondisi Indonesia saat ini, penerapan tarif yang disarankan adalah
dengan menggunakan persamaan marginal benefit of abatement = marginal cost of abatement.
Berdasarkan persamaan tersebut maka tarif yang ideal agar indonesia bisa mencapai target
pengurangan emisi adalah dengan menetapkan tarif seperti yang telah ditetapkan sesuai
recomendasi Bank Dunia dan IMF yaitu sebesar Rp.300.000 per ton CO2e.

Untuk mengurangi tingginya emisi karbon, pendapatan dari pajak karbon tersebut dapat
digunakan sebagai dana untuk melakukan penelitian dan pengembangan energi terbarukan dan
juga pengurangan emisi gas rumah kaca. Pendapatan tersebut juga bisa dialokasikan untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh emisi karbon serta untuk pengendalian pencemaran
udara dan perubahan iklim. Selain itu, penggunaan pendapatan juga dapat digunakan sebagai
efisiesni energi yang mana dapat mendorong peneurunan emisi karbon di indonesia.
Kompaaratif Dengan Negara Lain

Diberbagai negara tentunya juga sudah menerapkan kebijakan carbon tax dengan
berbagai metode perpajakan yang dilakukan. Salah satunya adalah Swedia yang merupakan
negara yang berhasil dalam menerapkan carbon tax. Swedia berhasil merancang metode yang
mampu menekan emisi karbon dan tidak memberikan dampak yang buruk bagi prekonomian
Swedia. Diketahui bahwa Swedia telah menerapkan carbon tax sejak tahun 1991 hingga tahun
2018 dan telah berhasil menekan emisi karbon sebesar 27% yang dimana penurunan terbesar
terjadi pada awal tahun 2000. Penurunan yang signifikan ini dipercaya terjadi karena kenaikan
tarif carbon tax yang cukup signifikan di Swedia pada tahun 2000.

Meskipun Swedia menekan emisi karbon dengan melakukan berbagai pungutan, yang
dimana penerapan carbon tax memiliki tarif yang sangat tinggi. Akantetapi, prekonomian
Swedia terbukti tidak terpengaruh oleh kebijakan ini. Bahkan sejak diterapkannya kebijakan ini
pada tahun 1990 hingga tahun 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) Swedia telah mengalmi
pertumbuhan hingga 105% berdasarkan data dari World Bank. Inilah yang menjadi alasan
mengapa penerapan carbon tax di swedia dapat dikatakan berhasil.

Kemudian di Finlandia yang juga menerapkan carbon tax dengan berbagai kebijakan
yang dirancang, pemerintah Finlandia juga terbukti berhasil menekan emisi karbon sejak tahun
1990 hingga tahun 1998. Finlandia telah berhasil menekan emisi karbon sebesar 7% dari total
emisi yang dihasilkan. Keberhasilan ini tentunya berasal dari penerapan carbon tax dan juga
penerapan pajak lingkungan lainnya yang dilakukan oleh pemerintah Finlandia. Sama halnya
dengan yang dilakukan oleh Swedia, Finlandia juga melakukan berbagai penguatan lain yang
diterapkan untuk mengatasi masalah lingkungan, berbagai penguatan lain yang dilakukan seperti
penerapan pajak energi, pajak sumber daya dan pajak transfortasi. Dimana kombinasi antara
carbon tax dan pajak lainnya ini terbukti berhasil menekan emisi karbon yang ada di Finlandia.
Rekomendasi

Pemerintah Indonesia perlu menerapkan kebijakan carbon tax sebagai salah satu
alternatif untuk mengurangi tingginya emisi karbon yang ada di Indonesia seperti halnya yang
dilakukan oleh Swedia dan Finladia. Namun, sebelum kebijakan ini dilakukan pemerintah
indonesia sebaiknya melakukan sosialisai agar masyarakat indonesia paham dan sadar akan
pentingnya kebijakan baru ini. Selain itu, dengan diterapkannya carbon tax ini diyakni akan
memberikan kenaikan biaya ekonomi secara luas. Maka dari itu, untuk mencegah hal tersebut
pemerintah dapat melakukan berbagi upaya agar penerapan carbon tax ini bisa berjalan dengan
lancar, yaitu dengan cara memberikan keringanan pada kebijakan pajak lainnya. Seperti
pengurangan pada pajak penghasilan dan pengurangan tarif pajak bagi industri energi terbarukan
Referensi

Elbaum, J. D. (2021). The effect of a carbon tax on per capita carbon dioxide emissions:
evidence from Finland (No. 21-05). IRENE Working Paper.

Khastar, M., Aslani, A., & Nejati, M. (2020). How does carbon tax affect social welfare and
emission reduction in Finland?. Energy Reports, 6, 736-744.

Maghfirani, H. N., Hanum, N., & Amani, R. D. (2022). Analisis Tantangan Penerapan Pajak
Karbon Di Indonesia. Juremi: Jurnal Riset Ekonomi, 1(4), 314-321.

Pratama, B. A., Ramadhani, M. A., Lubis, P. M., & Firmansyah, A. (2022). Implementasi Pajak
Karbon Di Indonesia: Potensi Penerimaan Negara Dan Penurunan Jumlah Emisi
Karbon. JURNAL PAJAK INDONESIA (Indonesian Tax Review), 6(2), 368-374.

Ratnawati, D. (2016). Carbon Tax Sebagai Alternatif Kebijakan Untuk Mengatasi Eksternalitas
Negatif Emisi Karbon di Indonesia. Indonesian Treasury Review: Jurnal
Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik, 1(2), 53-67.

Anda mungkin juga menyukai