Anda di halaman 1dari 3

Degradasi lingkungan di negara berkembang menjadi isu yang penting bagi

perekonomian global. Hal tersebut dikarenakan emisi CO 2 yang dihasilkan di negara


berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju (Wu et al., 2018). Hal tersebut dikarenakan
negara berkembang berupaya mengejar ketertinggalan pertumbuhan ekonomi dengan kegiatan
industrialisasi (Wu et al., 2018). Selanjutnya menurut Wu et al. (2018), aktivitas industrialisasi di
negara berkembang membutuhkan modal besar sehingga sulit untuk mengggunakan teknologi
baru yang mampu meminimalkan emisi CO2 (Elikplimi Kolma Agbloyor et al., 2021). Oleh
karenanya pada awal kegiatan industri peningkatan produksi cenderung meningkatkan emisi
CO2.
Menurut Wu, Zhu, and Zhu (2018), negara berkembang berupaya mengejar ketertinggalan
pertumbuhan ekonomi dengan kegiatan industrialisasi. Kegiatan industrialisasi yang dilakukan di
negara berkembang menyebabkan emisi co2 yang lebih tinggi dibandingkan negara maju. Hal
tersebut dikarenakan peningkatan aktivitas produksi akan semakin tinggi ketika negara
memutuskan untuk memulai kegiatan industri (Elikplimi Kolma Agbloyor et al. 2021). Lebih
lanjut menurut penelitian tersebut, perusahaan-perusahaan baru tersebut membutuhkan modal
besar sehingga sulit untuk mengggunakan teknologi baru yang mampu meminimalkan emisi
CO2. Oleh karenanya pada awal kegiatan industri peningkatan produksi cenderung
meningkatkan emisi CO2. Menurut Divisi Statistik PBB - UNSD (2016), Indonesia merupakan salah
satu dari 1o negara yang menghasilkan emisi karbondioksida tervesar. Cari steatement lain yang
menggambarkan Indonesia penghasil CO2 terbesar!!!
Apa itu ketimpangan pendapatan??? Abagaimana di Indonesia apakah gap antara kaya dan miskin
tinggi???

Menurut beberapa literature, kemiskinan dan CO2 memiliki hubungan yang erat. Demir et
al., (2019) ketimpangan pendapatan mengarah pada ketidaksetaraan pendapatan masyarakat.
Menurut (Ravallion et al., 2000) pengurangan ketidaksetaraan menyebabkan peningkatan
pemasan global. Peningkatan pendapatan menyebabkan peningaktan emisi co2. Emisis rata-rata
merupakan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan rata2 disuatu negara (positif), penurunan
inequality (turun), dan populasi masyarakat. Baca Pigou-Dalton effect
(Lawson et al., 2012)berppendapat bahwa masyarakat miskin yang tergantung pada
sumberdaya alam sebagai smbermata pencaharian cenderung mengekspoitasi sumberdaya alam yang
menyebabkan kerusakan/degradasi lingkungan yang sulit untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya
yang berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak ketimpangan pendapatan dan emisi
CO2 di Indonesia. Menurut Kusumawardahnia, kpeningkatan emisi co2 dan ketimpangan adalah
masalah yang krusial di Indonesia. Variabel ketimpangan pendapatan diproxy dengan indeks gini
(Hao)
Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya upaya untuk penurunan emisis CO2. Hal tersebut
ditunjukkan dengan adanya komitment pemerintah Indonesia dalam Paris Aggrement tahun 2016
dan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021. Peraturan tersebut merupakan
dasar penyelenggaraan nilai ekonomi karbon dan pedoman pengurangan emisi gas rumah kaca.
Target pengurangan emisi yang ditetapkan adalah 29% - 41% pada tahun 2030 dalam rangka
pembangunan rendah emisi dan ketahanan iklim pada tahun 2050.
I. Landasan Teoritis
Perubahan iklim merupakan salah satu fenomena membahayakan bagi kehidupan.
Perubahan iklim dapat dilihat dari perubahan pola curah hujan, pencairan es, naiknya permukaan
air laut. ( wu & zhu). Menurut (Özokcu & Özdemir, 2017), perubahan tersebut terjadi akibat gas
rumah kaca yaitu uap air, CO2, Metana (CH4), Nitrous Oxide (N2O), dan Chlorofluocarbons
(CFCs) berada dalam jumlah tinggi. Jika terus berlanjut, hal ini menyebabkan peningkatan suhu
permukaan bumi (wu & zhu ; Özokcu and Özdemir, 2017). Kondisi ini tentu akan menyebabkan
risiko pada kehidupan manusia, properti, ekonomi (Wu et al., 2018)
Perubahan iklim salah satunya disebabkan oleh aktivitas para agen ekonomi. Özokcu &
Özdemir (2017) dan Wu et al. (2018) berpendapat bahwa kegiatan agen ekonomi untuk
meningkatkan pendapatan membawa dampak buruk bagi lingkungan, khususnya kegiatan
tradisional yang mengkonsumsi energi fossil. Kegiatan mengkonsumsi energi fosil salah satunya
adalah kegiatan industrialisasi. Semakin tinggi aktivitas produksi maka semakin tinggi
peningkatan emisi CO2. Peningkatan aktivitas produksi akan semakin tinggi ketika negara
memutuskan untuk memulai kegiatan industri (Elikplimi Kolma Agbloyor et al., 2021). Lebih
lanjut menurut penelitian tersebut, perusahaan-perusahaan baru tersebut membutuhkan modal
besar sehingga sulit untuk mengggunakan teknologi baru yang mampu meminimalkan emisi
CO2. Oleh karenanya pada awal kegiatan industri peningkatan produksi cenderung
meningkatkan emisi CO2.
.
Negara-negara turut menandatangani perjanjian paris tentang perubahan iklim global, tak
terkecuali Indonesia. Pentingnya lingkungan untuk menjaga kestabilan perekonomian
mendorong pemerintah Indonesia ikut serta dalam Paris Agreement. Keikutsertaan Indonesia
dalam Paris Aggrement yang ditandatangani pada 22 April 2016 bentuk kesaradan untuk
menjaga kehidupan yang berkelanjutan (Khairunnessa et al., 2021). Lebih lanjut kesepakatan
dalam Paris Aggrement dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the united nations framework convention on
climate change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Perubahan Iklim).
(Hao et al., 2016) menggunakan data panel dengan data cross section yaitu data 23 provinsi di
Tiongkok dan data time series berupa data tahunan mulai 1995-2012. Data tersebut dianalisa dengan
metode GMM. Hasilnya empirismenunjukkan bahwa emisi karbon per kapita meningkat seiring
kesenjangan pendapatan meluas untuk nasional dan di wilayah timur dan non-timur Cina. Penggunaan
variabel control :
(1) PDB per kapita riil
Banyak penelitian menunjukkan bahwa emisi CO2 per kapita sangat berkorelasi dengan pendapatan
per kapita dan kebutuhan publik -menentukan kualitas lingkungan. Dibandingkan dengan total PDB,
pendapatan perkapita merupakan cerminan yang lebih baik dari pendapatan riil dan tingkat
pertumbuhan ekonomi, yang secara jelas menunjukkan pengaruh ekonomi terhadap kualitas
lingkungan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan bentuk logaritmik dari
PDB riil per kapita (1978 harga sebagai konstan) dan komponen kuadratnya untuk mengungkapkan
hubungan antara pendapatan per kapita dan emisi CO2 per kapita.
(2) Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk sering digunakan sebagai faktor yang berpengaruh
dalam studi emisi CO2. Namun, hubungan antara kepadatan penduduk dan pencemaran lingkungan
tidak pasti. Kepadatan penduduk yang tinggi biasanya menunjukkan tingkat industrialisasi dan
urbanisasi yang lebih tinggi, sehingga lebih banyak emisi CO2 yang ada. Sebaliknya, kepadatan
penduduk yang tinggi memungkinkan penggunaan energi yang lebih efisien dan intensif. Selain itu,
karena tingkat pencemaran lingkungan sangat penting untuk keselamatan dan kesehatan
masyarakat, mereka yang tinggal di daerah dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi
(terutama di kota-kota besar dengan daerah yang berkembang secara ekonomi) seringkali lebih
sadar akan pencemaran lingkungan, yang mengarah pada keinginan publik yang lebih besar untuk
perbaikan lingkungan.

Penelitian di Indonesia telah dilakukan oleh (Kusumawardani & Dewi, 2020) menganalisa penagruh
ketimpangan pendapatan terhadap karbon dioksida tahun 1975-2017 dengan menggunakan
autoregressive distributed lag (ARDL). Mengikutsertakan variabel PDB per kapita, urbanisasi dan rasio
ketergantungan, serta variabel interaksi antara koefisien gini dan GDP per kapita. Hasilnya menunjukkan
bahwa ketimpangan berpengaruh negative terhadap emisi CO2 baik jangka panjang maupun jangka
pendek. Hal tersebut menandakan bahwa peningkatan ketimpangan (semakin besar perbedaan antara
masyarakat berpendapatan tinggi dan masyarakat berpenddapatan rendah) menyebabkan penurunan
emisi co2. Namun kondisi ini juga dipengaruhi oleh tingkat PDB per kapita. Selain itu penelitian ini
menunjukkan variabel interaksi antara ketimpangan pendapatan dan PDB per kapita berhubungan
positif terhadap emisi CO2, yang menandakan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi akibat
ketimpangan pendapatan yang tinggi menyebabkan tingginya emisi CO2 dan sebaliknya. Penelitian ini
juga membuktikan bahwa hubungan antara PDB per kapita dan emisi CO2 berbentuk U terbalik.

Ravalion menggunakan

Data

Penelitian ini menggunakan data time series Indonesia tahun 1991-2019. Penggunaan data tersebut
berdasarkan data yang tersedia.

Anda mungkin juga menyukai