Anda di halaman 1dari 91

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, KUALITAS UDARA DAN

TOLERANSI BERAGAMA TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL


DI INDONESIA

Akmal
Agus Prio Utomo
Wahid Mongkito
Yusni Novithasari

ABSTRAK

Pembangunan nasional merupakan dampak positif dari pertumbuhan


ekonomi. Semakin tinggi GDP per kapita maka akan meningkatkan pembangunan
nasional. Selain pertumbuhan ekonomi kualitas udara dan toleransi beragama juga
merupakan variabel pendukung dari pembangunan nasional. Tujuan penelitian ini
adalah untuk meneliti pengaruh pertumbuhan ekonomi, kualitas udara dan
toleransi beragama terhadap pembangunan nasional yang mengacu kepada
Millenium Development Goals (MDGs).
Penelitian ini menggunakan teknik estimasi Error Correction Model
(ECM) Domowitz-Elbadawi untuk mengetahui hubungan jangka pendek dan
jangka panjang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel GDP memiliki pengaruh
yang sangat signifikan terhadap pembangunan nasional, hal ini karena GDP per
kapita merupakan variabel penting dalam pembangunan nasional. Variabel
kualitas udara tidak berpengaruh pada terhadap pembangunan nasional. variabel
toleransi beragama juga berpengaruh terhadap pembangunan nasional tetapi tidak
signifikan, karena konflik yang dilatar belakangi oleh agama hanya terjadi disaat
mendekati pesta demokrasi.

Kata Kunci: Pertumbuhan ekonomi, kualitas udara, toleransi beragama,


Millenium Develpoment Goals (MDGs)
A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan produktivitas negara

dalam menghasilkan barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai

kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang apakah kenaikan itu

lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk dan apakah terjadi

perubahan struktur ekonomi atau tidak (Arsyad, 1999).

Pertumbuhan ekonomi suatu negara terus mengalami perubahan

membentuk sebuah pola tertentu yang kemudian muncul adanya teori tahapan

pembangunan ekonomi. Tahun 1840 Friedrich List mengemukakan bahwa tahap

pembangunan ekonomi dengan cara produksi meliputi: tahap primitif; tahap

beternak; tahap pertanian; tahap pertanian dan industri pengolahan; dan tahap

pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan (Bastien, 1997). Kemudian Walt

Whitman Rostow (1960) menyempurnakan teori tahap pembangunan ekonomi

yaitu: tahap masyarakat tradisional (traditional society), tahap prasyarat tinggal

landas (preconditions for take off), tahap tinggal landas (take off), tahap menuju

kedewasaan (drive to maturity), dan tahap konsumsi tinggi (high mass

consumption).

Pertumbuhan ekonomi yang pesat pada umumnya diikuti dengan

kerusakan lingkungan. Pertumbuhan ekonomi menuntut adanya peningkatan

produksi barang atau jasa sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan
dapat menjangkau kebutuhan masyarakat global. Di sisi lain, pertumbuhan

ekonomi menyebabkan berkurangnya sumber daya alam dan menyebabkan

kerusakan lingkungan seperti polusi. Polusi merupakan eksternalitas negatif

sebagai konsekuensi dari memproduksi barang atau jasa. Pada hampir semua

kasus kegiatan ekonomi, teknologi produksi dan konsumsi secara otomatis

menghasilkan polusi (Lipsey & dkk, 1994). Sedangkan, Daly (1997)

berargumentasi bahwa pertumbuhan ekonomi akan mendorong perekonomian

dunia menuju batasnya atau daya dukung lingkungan semakin terbatas.

Negara maju seperti China dan Amerika Serikat memiliki tingkat polusi

udara yang jauh lebih tinggi dari negara lainnya. Hal ini disebabkan karena

dominasi sektor industri dan jasa yang menghasilkan polusi udara lebih banyak.

Tahun 2015 jumlah emisi karbondioksida di China mencapai 10,26 miliar ton

disusul dengan Amerika Serikat sebesar 6,135 miliar ton. China memiliki GDP

sebesar USD 10,8 trilyun yang didominasi dengan sektor industri dan manufaktur

sebesar 40%. Sedangkan Amerika Serikat memiliki GDP sebesar USD 17,94

trilyun yang didominasi dengan sektor jasa sebesar 77,6% dan sektor industri

sebesar 20,8% (Indexmundi, 2015). Menurut data dari The Statistic Portal (2015)

negara dengan emisi karbondioksida terbesar adalah China (28,03%), Amerika

Serikat (15,9%), India (5,81%), Rusia (4,79%), Jepang (3,84%), dan Jerman

(2,23%). Angka ini menunjukkan bukti bahwasanya negara maju dengan

dominasi sektor industri dan jasa pada umumnya memiliki emisi karbondioksida

yang jauh lebih tinggi pula.

2
Negara maju seperti Australia dan Finlandia justru memiliki kualitas udara

yang baik. Tahun 2015 kualitas udara di Australia sebesar 96,38 dan merupakan

negara nomor lima dengan kualitas udara terbaik di dunia. GDP Australia sebesar

USD 1,41 trilyun yang didominasi dengan sektor jasa sebesar 59,9% (Bakhtiari,

Bardley, & Cotching, 2015). Pemerintah Australia menerapkan kebijakan

lingkungan seperti: alokasi dana untuk pengurangan emisi, legislasi energi ramah

lingkungan, dan membangun solar town (Australian Government, 2015).

Sedangkan Finlandia memiliki nilai kualitas udara sebesar 92,21 dan merupakan

negara nomor 15 dengan kualitas udara terbaik di dunia. Finlandia memiliki GDP

sebesar USD 2,298 trilyun yang didominasi dengan sektor jasa sebesar 71,9%

(Global-Finance, 2015). Finlandia memperbaiki lingkungan melalui penerapan

pajak lingkungan. Faktanya 2,9% dari GDP berasal dari pajak lingkungan dan

merupakan kontribusi pajak terbesar di Finlandia. Pemerintah Finlandia telah

menaikkan pajak lingkungan terutama pajak emisi karbondioksida dari

pembakaran, pembangkit listrik, mesin, dan pajak sampah (European-Commision,

2016).

Peningkatan produksi barang dan jasa meningkatkan intensitas polusi

udara melalui proses produksi dan mobilitas. Tingginya tingkat polusi udara juga

disebabkan karena struktur ekonomi suatu negara. Faktanya konsentrasi CO 2 naik

dua kali lipat dari masa praindustri. Sejak dimulainya revolusi industri, emisi

karbondioksida meningkat dan menebalkan gas rumah kaca dengan laju

peningkatan yang sangat signifikan (UNFCC, 2007). Indonesia masuk dalam 10

3
negara penghasil emisi karbondioksida terbesar di dunia sebesar 1,32% dari total

global emissions. Angka ini setara dengan 479.365 kiloton karbondioksida di

langit Indonesia (World Bank, 2016). Polusi udara menyebabkan pemanasan

global di mana emisi gas rumah kaca di Indonesia didominasi oleh

karbondioksida (CO2) sebesar 76,7%. Emisi karbondioksida 80 persen berasal

dari sektor ekonomi yang memerlukan energi seperti industri, transportasi,

permukiman, dan komersial. Sedangkan 20 persen emisi karbondioksida berasal

dari rumah tangga dan sektor lainnya (Napitupulu, 2012).

Salah satu pendekatan untuk mengkaji permasalahan pertumbuhan

ekonomi dan degradasi lingkungan adalah hipotesis Environmental Kuznets

Curve (EKC). Hipotesis ini menemukan hubungan jangka panjang bagaimana

ekonomi mampu mengembalikan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat

aktivitas ekonomi.

Hipotesis Kuznet sebenarnya mengidentifikasi pertumbuhan ekonomi

sebagai faktor yang menentukan perubahan distribusi pendapatan dalam jangka

panjang. Kuznet berpendapat bahwa ketidakmerataan pendapatan naik seiring

dengan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi setelah mencapai titik tertentu

ketidakmerataan itu akan menurun seiring dengan pembangunan ekonomi yang

lebih baik lagi. Oleh karena itu, hubungan antara

ketidakmerataan pendapatan dan GDP per kapita membentuk kurva U- terbalik

(Kuznets, 1955).

Tahun 1991 Grossman dan Krueger mengembangkan konsep


4
Environmental Kuznet Curve (EKC) di mana mereka mengaplikasikan hipotesis

Kuznet untuk mengetahui hubungan pertumbuhan ekonomi dengan kualitas

lingkungan. Hipotesis EKC memperlihatkan kontribusi pertumbuhan ekonomi

terhadap emisi yang lebih tinggi tetapi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut

kemudian mampu menurunkan degradasi lingkungan. Hal ini dikarenakan

kemajuan teknologi dan pergeseran ke ekonomi berbasis jasa (Grossman &

Krueger, 1991).

EKC banyak dikembangkan untuk meneliti hubungan pertumbuhan

ekonomi dengan karbondioksida. Akan tetapi penelitian EKC mengenai

karbondioksida masih bersifat kontroversi terlihat dari terbuktinya EKC pada

beberapa penelitian dan tidak terbukti di penelitian lainnya. Penelitian yang

mendukung hipotesis Kuznet seperti yang dilakukan oleh Amjad Ali (2015) dalam

menguji EKC di Pakistan. Variabel dependen yang digunakan adalah emisi

karbondioksida, sedangkan variabel independennya adalah pertumbuhan ekonomi

dengan konsumsi energi sebagai variabel kontrol. Hasilnya menunjukkan kurva

bentuk U-terbalik dalam jangka panjang. Keberhasilan pengujian ini tidak terlepas

dari peran perbankan dan lembaga keuangan sejak reformasi keuangan tahun 1990

yang menekan pinjaman pada beberapa aktivitas yang membutuhkan konsumsi

energi yang besar.

Konsep Millenium Development Goals (MDGs) dibutuhkan untuk

mendukung penelitian untuk menguji hipotesis EKC. Millenium Development

Goals (MDGs) merupakan paradigma pembangunan global demi kesejahteraan


5
dunia. Konsep ini disepakati oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) pada Konferensi Tingkat Tinggi di New York pada 6-8 September

2000. Deklarasi Millenium menghimpun komitmen dunia untuk menangani isu

perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi, dan kebebasan fundamental

dalam satu paket (United Nation, 2007).

MDGs menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama

pembangunan serta memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang terukur. Arah

pembangunan yang disepakati secara global meliputi : (1) menghapuskan

kemiskinan dan kelaparan, (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang,

(3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, (4)

menurunkan kematian anak, (5) meningkatkan kesehatan maternal, (6) melawan

penyebaran HIV/AIDS dan penyakit kronis lainnya, (7) menjamin

keberlangsungan lingkungan dan (8) mengembangkan kemitraan global untuk

pembangunan (United Nation, 2007).

Indonesia dalam pembangunan nasionalnya menjadikan MDGs sebagai

acuan karena tujuan MDGs telah mencakup semua hal-hal penting dimulai dari

pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi bahkan lingkungan pun menjadi

salah satu tujuan MDGs. Oleh karena itu dengan dijadikannya MDGs sebagai

acuan penting sehingga nantinya pertumbuhan ekonomi bisa sejalan dengan

terciptanya lingkungan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan Indonesia telah

menjadikan Millenium Development Goals (MDGs) sebagai acuan penting dalam

penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN 2005-2025),


6
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2004-2009 dan

2010-2014), Rencana Program Kerja Tahunan (RKP), serta dokumen Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Untuk menyempurnakan pembangunan nasional dengan menggunakan

konsep MDGs maka perlu disandingkan dengan konsep Maqashid Syariah.

Maqashid syariah adalah sebuah konsep yang memuat hukum-hukum yang

berikan Allah SWT untuk manusia agar mereka percaya dan mengamalkannya

demi kepentingan mereka di dunia dan akhirat (Ali al-Sayis, 1970:8). Ada lima

hal yang paling mendasar dalam maqashid syariah yaitu memelihara agama,

memelihara jiwa, memelihara akal pikiran, memelihara kehormatan dan

keturunan, serta memelihara harta benda. Dari lima hal yang paling mendasar

memelihara agama adalah hal yang paling utama. Memelihara agama dalam hal

ini berhubungan dengan ibadah-ibadah yang dilakukan seorang muslim dan

muslimah, serta saling menghormati antar umat beragama dalam hal ini adalah

toleransi beragam.

Toleransi adalah sikap melindungi dan saling tolong menolong tanpa

mempersoalkan perbedaan keyakinan. Toleransi beragama merupakan salah satu

faktor penting dalam mendukung suksesnya pembangunan nasional. Konflik yang

sering terjadi selalu dilatar belakangi oleh toleransi beragama salah satu

contohnya adalah peristiwa 212 yang terjadi pada tahun 2016. Itulah sebabnya

mengapa pentingnya toleransi beragama beragama untuk menciptakan

pembangunan yang bebas dari konflik yang bisa merusak sarana dan prasaran.
7
Berdasarkan latar belakang diatas penulis melakukan penelitian dengan

menambahkan variable toleransi beragama dengan judul “Pengaruh

Pertumbuhan Ekonomi, kualitas udara dan toleransi beragama terhadap

pencapaian Pembangunan Nasional”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut, pertanyaan yang ingin dijawab dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan

nasional?

2. Apakah terdapat pengaruh kualitas udara terhadap pembangunan

nasional?

3. Apakah terdapat pengaruh toleransi beragama terhadap pembangunan

nasional?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan, maka

tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apakah terdapat pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap

pembangunan nasional.

2. Mengetahui apakah terdapat pengaruh kualitas udara terhadap

pembangunan nasional

3. Mengetahui apakah terdapat pengaruh toleransi beragama terhadap

pembangunan nasional.

8
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang jelas

mengenai situasi perekonomian, kualitas udara dan toleransi beragama

di Indonesia serta pencapaian dari kesepakatan MDGs dalam

menyeleraskan pembangunan nasional.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi penelitian

yang akan datang dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan ekonomi lingkungan, toleransi beragama dan

pembangunan nasional.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mempertimbangkan

pengambilan keputusan dan kebijakan dalam rangka menerapkan

pembangunan berkelanjutan.

b. Memperluas pengetahuan peneliti serta mengasah daya analisis dalam

memecahkan masalah terkait dengan ekonomi lingkungan, toleransi

beragama dan pembangunan nasional.

9
BAB II

KAJIAN RELEVAN

A. Penelitian Relevan

Pertama, penelitian Eryan Dwi Susanti (2018) dengan judul

Environmental Kuznets Curve: Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Kualitas

Udara dalam Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia.

Dengan hasil penelitian menunjukan bahwa EKC tidak terbukti baik dalam jangka

panjang maupun jangka pendek. EKC tidak terbukti dalam jangka panjang karena

penurunan emisi karbondioksida membtuhkan waktu yang lama. Variable dummy

tidak signifikan karena dalam kesepakatan MDGs Indonesia bukan merupakan

negara yang wajib menurunkan emisi karbondioksida. Perbedaan dengan

penelitian ini adalah peneliti menambahkan variabel toleransi beragama dan

pembangunan nasional dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa EKC

terbukti dalam jangka panjang.

Kedua, Muhammad Burhanuddin (2016) dengan judul Toleransi Antar

Umat Beragama Islam dan “Tri Dharma” di Desa Karangturi Kecamatan Lasem

Kabupaten Rembang. Hasil penelitian yaitu umat TITD, masih diragukan

nasionalismenya terhadap negara ini, sebab masih memegang tradisi dan ciri khas

Cina, dan menguasai lahan ekonomi. Umat Islam, berkasta rendah sebab yang

berpendidikan agama dari golongan rendah. Terjadinya toleransi antar umat

beragama Islam dan “Tri Dharma” tidak lepas dari faktor pendukung dan

penghambat. Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti menggunakan

10
konsep Maqashid Syariah untuk melihat tingkat toleransi beragama di Indonesia.

Ketiga, Penelitian oleh Sugiawan dan Managi (2016) periode 1971-2010

tentang hubungan pertumbuhan ekonomi dan emisi CO2 dengan variabel control

adalah energi terbarukan menggunakan metode Autoregressive Distribution Lag

(ARDL). Dengan hasil penelitian bahwa EKC terbukti dalam jangka panjang pada

saat titik balik pendapatan perkapita sebesar USD 7,729. Perbedaan dengan

penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Error Correction Model

(ECM) Domowitz Elbadawi untuk mengetahui hubungan jangka panjang dan

jangka pendek di dapatkan hasil bahwa EKC berpengaruh dalam jangka panjang.

B. Kajian Teori

1. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Rostow, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai

suatu proses yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan masyarakat,

yaitu perubahan politik, struktur sosial, nilai sosial, dan struktur kegiatan

perekonomiannya. Sedangkan Menurut Prof. Simon Kuznets,

pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan jangka panjang

dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis

barang-barang ekonomi kepada penduduknya dimana kemampuan ini

tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan

dan ideologis yang diperlukannya. Selain itu dalam bukunya yang lebih

awal Modern Economic Growth tahun 1966, ia mendefinisikan

pertumbuhan ekonomi sebagai suatu kenaikan terus menerus dalam

11
produk per kapita atau per pekerja, seringkali diikuti dengan kenaikan

jumlah penduduk dan biasanya dengan perubahan struktural.

Menurut Smith bahwa perkembangan penduduk akan mendorong

pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas

pasar dan perluasan pasar akan mempertinggi tingkat spesialisasi dalam

perekonomian tersebut. Sebagai akibat dari spesialisasi yang terjadi, maka

tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah tinggi. Perkembangan

spesialisasi dan pembagian pekerjaan diantara tenaga kerja akan

mempercepat proses pembangunan ekonomi karena spesialisasi akan

mempertinggi tingkat produktifitas tenaga kerja dan mendorong

perkembangan teknologi.

a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik (Adam Smith)

Adam Smith merupakan ahli ekonomi yang pertama kali

mengemukakan kebijaksanaan laissez-faire, dan merupakan ahli

ekonomi yang banyak berfokus pada permasalahan pembangunan.

Dalam bukunya An Inquiry into the Natural and Causes of the Wealth

of Nation (1776) ia menemukan tentang proses pertumbuhan ekonomi

dalam jangka panjang yang sistematis. Inti dari proses pertumbuhan

ekonomi menurut Adam Smith dibagi menjadi dua aspek utama yaitu

pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk.

1) Pertumbuhan Output

Sistem produksi nasional suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok,

12
yaitu:

a) Sumber daya alam (faktor produksi tanah)

b) Sumber daya manusia (jumlah penduduk)

c) Stok kapital yang tersedia.

Sumber daya alam merupakan faktor pembatas (batas atas) dari

pertumbuhan ekonomi. Selama sumberdaya alam belum

sepenuhnya dimanfaatkan maka yang memegang peranan penting

dalam pertumbuhan ekonomi adalah sumberdaya manusia (tenaga

kerja) dan stok kapital. Namun, jika sumberdaya alam telah

dimanfaatkan sepenuhnya (dieksploitir) atau dengan kata lain batas

atas daya dukung sumberdaya alam telah dicapai maka

pertumbuhan ekonomi akan berhenti. Sumber daya manusia atau

jumlah penduduk dianggap mempunyai peranan yang pasif di

dalam pertumbuhan output. Artinya, jumlah penduduk akan

menyesuaikan diri dengan kebutuhan tenaga kerja di suatu

masyarakat, berapapun tenaga kerja yang dibutuhkan akan dapat

terpenuhi. Dengan demikian, faktor tenaga kerja bukan kendala di

dalam proses produksi nasional. Faktor kapital merupakan faktor

yang aktif dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu akumulasi

kapital sangat berperanan dalam proses pertumbuhan ekonomi.

2) Pertumbuhan Penduduk

Mengenai peranan penduduk dalam pembangunan ekonomi, Adam

13
Smith berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan

mendorong pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah

akan memperluas pasar, maka akan meningkatkan spesialisasi

dalam perekonomian tersebut. Perkembangan spesialisasi dan

pembagian kerja akan mempercepat proses pembangunan ekonomi

karena adanya spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga

kerja dan mendorong perkembangan teknologi (Sukirno, 2010).

a) Pandangan David Ricardo

Pandangan Ricardo mengenai proses pertumbuhan ekonomi

berfokus pada laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan

output. Selain itu Ricardo juga mengungkapkan adanya

keterbatasan faktor produksi tanah yang bersifat tetap sehingga

akan menghambat proses pertumbuhan ekonomi (the law of

demishing return). Proses pertumbuhan ekonomi menurut

David Ricardo dalam Sukirno (2010) yaitu :

(1) Pada permulaannya jumlah penduduk rendah dan

kekayaan alam masih melimpah sehingga para pengusaha

memperoleh keuntungan yang tinggi. Karena

pembentukan modal tergantung pada keuntungan, maka

laba yang tinggi tersebut akan diikuti dengan

pembentukan modal yang tinggi pula. Pada tahap ini maka

14
akan terjadi kenaikan produksi dan peningkatan

permintaan tenaga kerja.

(2) Pada tahapan kedua, karena jumlah tenaga kerja

diperkerjakan bertambah, maka upah akan naik dan

kenaikan upah tersebut akan mendorong pertambahan

penduduk. Karena luas tanah tetap, maka makin lama

tanah yang digunakan mutunya akan semakin rendah.

Akibatnya, setiap tambahan hasil yang diciptakan oleh

masing-masing pekerja akan semakin berkurang. Dengan

semakin terbatasnya jumlah tanah yang dibutuhkan, maka

harga sewa lahan akan semakin tinggi. Hal ini akan

mengurangi keuntungan pengusaha yang menyebabkan

pengusaha tersebut mengurangi pembentukan modal dan

menurunkan permintaan tenaga kerja yang berakibat pada

turunnya tingkat upah.

(3) Tahap ketiga ditandai dengan menurunnya tingkat upah

dan pada akhirnya akan berada pada tingkat minimal. Pada

tingkat ini, perekonomian akan mencapai stationary state.

Pembentukan modal baru tidak akan terjadi lagi karena

sewa tanah yang sangat tinggi menyebabkan pengusaha

tidak memperoleh keuntungan.

b. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo-Klasik (Yoseph Schumpeter)

15
Ahli ekonomi Neo-Klasik yang terkenal, yaitu Yoseph

Schumpeter, dalam bukunya The Theory of Economics Development

menekankan tentang peranan pengusaha dalam pembangunan.

Menurutnya pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang

harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan

terputus-putus (discountinuos). Pembangunan ekonomi disebabkan oleh

karena adanya perubahan-perubahan terutama dalam lapangan industri

dan perdagangan. Sebagai kunci dari teori Schumpeter adalah bawa

untuk perkembangan ekonomi, faktor yang terpenting adalah

entrepreneur, yaitu orang yang memiliki inisiatif untuk perkembangan

produk nasional.

Yoseph Schumpeter berkeyakinan bahwa pembangunan ekonomi

diciptakan oleh inisiatif golongan pengusaha yang inovatif, yaitu

golongan masyarakat yang mengorganisasikan barang-barang yang

diperlukan masyarakat secara keseluruhan. Merekalah yang

menciptakan inovasi dan pembaharuan dalam perekonomian.

Pembaharuan yang diciptakan para pengusaha itu dalam bentuk

(Suryana, 2000) :

1) Memperkenalkan barang baru.

2) Menggunakan cara-cara baru dalam memproduksi barang.

3) Memperluas pasar barang ke daerah-daerah baru.

4) sumber bahan mentah yang baru.

16
5) Mengadakan reorganisasi dalam suatu perusahaan atau industri.

Menurut teori Schumpeter, semakin tinggi tingkat kemajuan

perekonomian, maka makin terbatas kemungkinan untuk mengadakan

inovasi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan menjadi

bertambah lambat dan pada akhirnya akan terjadi keadaan yang tidak

berkembang (stationary state). Namun, berbeda dengan pandangan

Klasik, dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu

dicapai pada tingkat pertumbuhan yang tinggi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yaitu jumlah

dan kualitas penduduk, sumber daya modal dan teknologi, sistem sosial

dan sikap masyarakat, sumber daya alam, luas pasar atau pangsa pasar.

Adanya perkembangan teknologi, menurut pandangan Neo-Klasik

merupakan salah satu faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional,

yang dimaksud dengan perkembangan teknologi dalam teori ini adalah

penemuan-penemuan baru yang relatif lebih bersifat penghematan

buruh sehingga dengan adanya kemajuan teknis akan menciptakan

permintaan yang kuat akan barang-barang kapital. Proses

perkembangan ekonomi menurut teori ini adalah sebagai hasil dari

hubungan harmonis antara faktor internal dan faktor eksternal ekonomi.

Faktor internal ekonomi timbul karena adanya kenaikan skala produksi

sebagai akibat adanya efisiensi (hasil dari adanya mesin-mesin baru,

spesialisasi, pasar yang lebih luas, dan manajemen yang lebih baik),
17
sedangkan eksternal ekonomi timbul sebagai akibat adanya

perkembangan industri yang saling ketergantungan dan komplementer

dari berbagai sektor produksi dalam perekonomian.

2. Udara

Udara merupakan hal yang sangat vital bagi kelangsungan hidup

makhluk hidup. Tanpa adanya udara, makhluk hidup tidak akan bisa

bertahan hidup lama, bahkan hanya beberapa menit saja. Hal ini karena

udara yang ada di bumi ini mengandung banyak gas-gas yang dibutuhkan,

terutama untuk kepentingan bernafas, yakni gas oksigen. Oleh karena

oksigen ini sangat dibutuhkan untuk bernafas, maka dari itulah udara ini

dianggap sebagai komponen yang sangat dibutuhkan disetiap saat.

Tidak sembarang udara bisa dikonsumsi oleh makhluk hidup.

Makhluk hidup memerlukan keadaan udara yang bersih dan sehat untuk

memenuhi kebutuhannya sehari-hari, terutama untuk bernafas. Banyak

pihak yang membutuhkan keadaan udara yang bersih dan sehat ini

terutama manusia. Manusia membutuhkan udara yang bersih untuk

bernafas yang mana dihirup paru-paru. Ketika udara yang dihirup oleh

manusia tidak dalam keadaan yang bersih, maka hal itu bisa

membahayakan kesehatan paru-paru manusia tersebut.

a. Pencemaran Udara

Menurut Swati (2014) Pencemaran udara merupakan segala bentuk

perubahan atau gangguan pada atmosfer yang dirasa harus dihapuskan

18
atau menjadi tidak diinginkan (Swati Tyagi, R.P, 2014). Pencemaran

udara timbul ketika manusia mulai membakar bahan bakar. Dengan

kata lain, semua emisi akibat aktivitas manusia yang dikeluarkan ke

udara disebut pencemaran udara karena mengubah komposisi kimia di

atmosfir. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan

Hidup No.KEP-03/MENKLH/II/1991 menyatakan bahwa pencemaran

udara adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi, dan atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia

atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat

tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat

berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Menteri Negara

Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1991).

Menurut United Nations Framework Convention on Climate

Cange (UNFCC) Sumber Pencemar Udara Naiknya konsentrasi CO2

ini dipengaruhi oleh jumlah populasi, pertumbuhan ekonomi,

perkembangan teknologi, dan faktor lainnya (UNFCC, 2007).

Pertumbuhan ekonomi telah banyak menebang pohon, merusak lahan,

membanjiri sungai, dan jalur air serta atmosfir dengan lebih banyak

polutan. Emisi karbondioksida 60 persen berasal dari sektor ekonomi

yang memerlukan energi seperti industri, transportasi, permukiman, dan

komersial. Sedangkan 25 persen berasal dari sektor kehutanan, dan 15%

dari sektor pertanian (World Resource Institute). Henry Perkins

19
menjelaskan sumber-sumber pencemaran udara sebagai berikut:

1) Transportasi. Sumber emisi polusi udara dari transportasi

seperti kendaraan bermotor baik yang berbahan bakar bensin

maupun diesel, pesawat dengan bahan bakar avtur, kereta api,

dan kapal.

2) Pembakaran bahan bakar yang meliputi batubara, minyak

bumi, gas alam, dan bahan bakar kayu.

3) Proses industri

4) Pembuangan limbah padat

5) Lain-lain. Sumber lain-lain meliputi: kebakaran hutan,

kebakaran struktural, kebakaran sampah batubara, dan

kebakaran sektor pertanian.

Ichsan dan Muchsin menyebutkan bahwa sumber pencemaran

udara pada dua hal, yaitu:

1) Biogenik (proses alam), dalam hal ini alam itu sendiri yang

menimbulkan ketidakseimbangan komposisi unsur-unsur

udara, seperti: debu dari letusan gunung berapi, berbagai

jenis spora tumbuh-tumbuhan yang diterbangkan angin

2) Antropogenik (perbuatan manusia)

a) Pembakaran yang menetap yang menghasilkan asap,

debu ringan, sulfur, dan nitrogen oksida.

20
b) Kendaraan dengan sistem pembakaran yang

menghasilkan asap, hidrokarbon, karbonmonoksida,

karbondioksida, dan nitrogen.

c) Proses industri yang menghasilkan jenis gas dan partikel-

partikel yang berbahaya terutama bagi saluran

pernafasan.

d) Pembakaran sampah/kotoran Sumber pencemaran udara

menurut Soedomo (2001: 96) terbagi menjadi dua yaitu:

Natural (sumber pencemaran dari proses yang bersifat

alami) seperti letusan gunung berapi, kebakaran hutan,

dekomposisi biotik, debu, dan spora tumbuhan dan

antropogenik (sumber pencemaran akibat aktivitas

manusia) seperti transportasi, industri, pembakaran

sampah dan aktivitas rumah tangga yang banyak

diakibatkan oleh proses pembakaran untuk keperluan

pengolahan makanan.

Jenis pencemaran udara seperti:

1) Partikel. Environmental Protection Agency (EPA)

menjelaskan bahwa sumber emisi partikel berasal dari

kebakaran hutan, pembakaran batubara, dan penggunaan

listrik. Partikel dapat berupa debu, asap, asbestos, metal,

21
minyak, dan garam sulfat. Partikel memiliki berbagai

macam ukuran dengan diameter antara 0,005-100 micro.

2) Gas

a) Karbonmonoksida. Polutan ini banyak terjadi di

perkotaan padat yang memiliki konsentrasi 10-15 ppm.

Penurunan tingkat CO di daerah perkotaan dapat

dilakukan dengan mengurangi kendaraan atau

mengendalikan proses pembakaran pada permesinan.

b) Sulfuroksida. Polutan ini lebih banyak disebabkan oleh

penggunaan listrik (50%) dan adanya aktivitas

pertanian. Polutan ini juga banyak disebabkan oleh

penggunaan energi .

c) Nitrogenoksida. Dua penyebab utama emisi polutan ini

adalah kendaraan bermotor dan pusat pembangkit

listrik. Sumber signifikan lainnya berasal dari produksi

asam adipis yang digunakan dalam industri nilon dan

asam nitrik (Singh, 2010)

d) Hidrokarbon. Polutan ini memiliki banyak komposisi

seperti metana, butana, propana, dan sebagainya.

Sumber terbanyak dari emisi adalah kendaraan

bermotor. Hidrokarbon dapat menjadi sangat berbahaya

22
jika bereaksi kimia yang kompleks dan

berkesinambungan yang terjadi di atmosfir.

e) Karbondioksida. Polutan jenis ini sangat mendominasi

sebesar 80% dari polusi udara. Konsentrasi

karbondioksida di udara bergantung pada banyak

sumber yang terjadi seperti modernisasi dimana

tanaman cenderung berkurang. Bahan bakar fosil

merupakan faktor primer yang meningkatkan emisi

karbondioksida secara cepat. Karbondioksida memiliki

tingkat pertumbuhan sebesar 0,7 ppm per tahun.

3. Toleransi

Toleransi (Arab: tasamuh, as-samahah) adalah konsep modern

untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama

di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis,

bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan

konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari

ajaran agama-agama, termasuk agama Islam. Dalam konteks toleransi

antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada

paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama

kami” adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Toleransi bukan

saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta,

binatang, dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas

23
semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam

memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi beragama

adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap

Allah. Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik

sehingga menyedot perhatian besar dari Islam. Saling menghargai dalam

iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif.

Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama.

Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di

antara umat manusia. Abu Ju’la dengan amat menarik mengemukakan,

“Al-khalqu kulluhum ‘iyālullāhi fa ahabbuhum ilahi anfa’uhum li’iyālihi”

(“Semua makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintainya

adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”).

Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga

menyatakan, “irhamuu man fil ardhi yarhamukum man fil samā”

(sayangilah orang yang ada di bumi maka akan sayang pula mereka yang

di lanit kepadamu). Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi

yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-

hak orang lain dan diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam.

Dalam persaudaraan universal juga terlibat konsep keadilan, perdamaian,

dan kerja sama yang saling menguntungkan serta menegaskan semua

keburukan.

Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa

24
mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis

dan praktik Nabi. Bahkan sikap ini dianggap sebagai bagian yang

melibatkan Tuhan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan

dalam Syu’ab al-Imam, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi,

dikatakan: “Siapa yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka

Allah (nanti) pasti akan membongkar aibnya di hari pembalasan”.

Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia

muncul dari pemahaman bahwa umat manusia adalah satu badan, dan

kehilangan sifat kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain.

Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi, menajdi prinsip yang

sangat kuat di dalam Islam. Namun, prinsip yang mengakar paling kuat

dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi toleransi adalah

keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua

manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari

prinsip ini.

4. Pembangunan Nasional

Menurut Alexander (1994) Pembangunan (development) adalah

proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik,

ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,

kelembagaan, dan budaya. Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan

sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah

25
proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek

kehidupan masyarakat. Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa

pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi,

sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju

arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya,

dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat

di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan

nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan

menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan

industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat

melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh

akses terhadap sumber daya sosial - ekonomi, seperti pendidikan,

kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam

proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya

sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan

nasionalisme. Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua

aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang

berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group).

Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan

(progress), pertumbuhan dan diversifikasi.

Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas,

pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui

26
upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah

proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya

pembangunan. Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan

masyarakat yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang

modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri,

melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi

kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi diartikan sebagai

proses trasformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala

aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya. Oleh

karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang

mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan

menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi proses

perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada awal

mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern,

menggantikan alat-alat yang tradisional.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya

pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa

pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan

pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal

ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau

peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu

komunitas masyarakat.

27
5. Environmental Kuznet Curve

Pada pertemuan tahunan ke-67 dari The American Economic

Association di tahun 1954, Simon Kuznets memberikan sambutan

presiden asosiasi dengan judul Economic Growth and Income

Inequality. Kuznets menduga bahwa dengan semakin meningkatnya

pendapatan per kapita, ketimpangan pendapatan juga akan meningkat

pada awalnya, akan tetapi pada suatu titik balik (turning point) tertentu

ketimpangan tersebut akan mulai menurun (Kuznets, 1955). Kuznets

percaya bahwa distribusi pendapatan menjadi tidak merata pada tahap-

tahap awal pertumbuhan ekonomi akan tetapi kemudian distribusi

pendapatan ini mulai berbalik semakin merata seiring berlanjutnya

pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan analisis empiris yang

dilakukannya, didapat basil bentuk kurva yang sering disebut Kurva U

Terbalik atau Kurva Kuznets.

Gambar 1. Tahapan dalam Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan


28
Kualitas Lingkungan

Model EKC gambar 1 menjelaskan hubungan perubahan struktur

ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Penjelasan pertama dari

hubungan kurva U-terbalik Kuznet adalah tahapan pertumbuhan

ekonomi melalui transisi dari pertanian ke industri kemudian pasca-

industri dengan sistem berbasis jasa. Kerusakan lingkungan cenderung

naik karena perubahan struktur ekonomi dari pedesaan ke perkotaan

dan dari pertanian ke industri sebagai produksi masal dan pertumbuhan

konsumsi. Hal ini kemudian menurun dengan perubahan struktur

ekonomi yang kedua dari industri berat berbasis energi menjadi industri

dan jasa berbasis teknologi (Panayotou, 1993). Pada tahap pertama dari

industrialisasi, polusi bertambah dengan cepat karena orang lebih

tertarik dalam pekerjaan dan pendapatan daripada udara dan air bersih.

Masyarakat terlalu miskin untuk membayar pengendalian dan regulasi

lingkungan pun tidak bertanggungjawab (Dasgupta, Laplante, Wang, &

Wheeler, 2002).

Pada tahun 1991, Kurva Kumets mendapatkan eksistensi baru.

Konsep ini menjadi alat baru untuk menjelaskan hubungan antara

pendapatan per kapita dan kualitas lingkungan. Hasil penelitian empiris

Grossman & Krueger ( 1991) dalam Stem (2004) secara khusus

memperlihatkan bahwa terdapat temuan bahwa tingkat degradasi

lingkungan dari beberapa polutan dan pendapatan per kapita

29
mempunyai hubungan yang sama dengan bentuk Kurva Kumets. Kurva

baru yang menggambarkan hubungan pendapatan per kapita dengan

kualitas lingkungan ini disebut Environmental Kuznets Curve (EKC).

Hipotesis EKC pertama kali berkembang pada tahun 1990an saat

Grossman & Krueger mempublikasikan hasil penelitian mengenai

hubungan pendapatan per kapita dengan polusi S02, dark matter, dan

suspended particles (SPM) sebagai studi dampak lingkungan dari

penerapan North American Free Trade Agreement (Stem, 2004 ).

Karyanya merupakan analisis data panel dari The Global

Environmental Monitoring System di 52 kota dan 32 negara selama

periode 1977-1988. Hasilnya adalah bentuk kurva U Terbalik dengan

turning point pendapatan per kapita sebesar $4,772-$5,965 untuk S02

dan dark matter. Shafik & Bandyopadhyay ( 1992) kemudian meneliti

berbagai kualitas lingkungan mulai dari kesulitan air bersih dan sanitasi

perkotaan, S02, laju deforestasi tahunan, sampah perkotaan, serta emisi

karbon dengan pendapatan per kapita yang hasilnya melandasi

pembuatan World Development Report 1992. Stem (2004)

menyebutkan bahwa hipotesis EKC ini dipopulerkan dalam World

Development Report 1992 terbitan Bank Dunia yang memandang

bahwa kegiatan ekonomi yang lebih besar tidak terelakkan lagi akan

merusak lingkungan. Menurut Barbier (2005) ketika pendapatan

meningkat, permintaan akan lingkungan yang lebih baik meningkat

30
seiring dengan investasi yang tersedia bagi lingkungan dan teknologi

yang telah berkembang lebih baik. Munculnya literatur mengenai EKC

mempunyai implikasi penting dalam pemikiran pembangunan

berkelanjutan.

Penelitian EKC terhadap hubungan pendapatan per kapita dan

deforestasi dalam analisis antar negara pertama kali dilakukan oleh

Shafik & Bandyopadhyay (1992) dengan data panel sekitar 149 negara

menggunakan deforestasi antara tahun 1961-1986. Akan tetapi,

penelitian ini secara statistik tidak mendapatkan basil yang signifikan

sehingga bentuk EKC deforestasi tidak ditemukan. Penelitian yang

dilakukan Cropper & Griffiths ( 1994) akhimya menyimpulkan adanya

EKC deforestasi hutan dan laban untuk data Afrika dan Amerika Latin

dengan turning point pendapatan per kapita senilai masing-masing

$4,760 dan $5,420. Selanjutnya penelitian Bhattarai & Hammig (2004)

juga menemukan hal yang serupa untuk pengujian EKC deforestasi

global pada hutan alam tropis. Mereka menggunakan data dari World

Resources Institute periode 1980-1995 dengan berbagai variasi variabel

yang kemudian menghasilkan turning point pendapatan per kapita

bervariasi antara $5,940-$7,140. Hipotesis EKC telah berkembang

menjadi salah satu alat analisis utama dalam meneliti kualitas

lingkungan terkait pembangunan ekonomi. Akan tetapi, menurut

Panayotou (2001), hipotesis EKC ini harus terus didukung dengan

31
bukti-bukti dan analisis empiris. Hal ini dikarenakan dalam kasus-kasus

EKC, beberapa isu yang mengemuka antara lain: 1) pada level

pendapatan per kapita berapakah terjadi turning point?, 2) seberapa

parahkah kerusakan lingkungan tersebut dan dapatkan dikurangi?, 3)

apakah perbaikan lingkungan pada pendapatan yang lebih tinggi ini

bersifat otomatis atau memerlukan perbaikan kebijakan?, dan 4)

bagaimana mempercepat pembangunan di negara berkembang (miskin)

sehingga dapat merasakan kondisi lingkungan dan ekonomi yang sama

seperti yang dirasakan oleh negara maju (kaya)?

6. Maqashid Syariah

Maqâshid al-Syarî‘ah merupakan kata majmuk (idlafî) yang terdiri

dari dua kata yaitu Maqâshid dan al-Syarî‘ah. Secara etimologi, Maqâshid

merupakan bentuk jamak (plural) dari kata maqshid (Muhammad Idris al-

Marbawiy, 36). Yang terbentuk dari huruf qâf, shâd dan dâl, yang berarti

kesengajaan atau tujuan. Sedangkan kata al-syarî’ah secara etimologi

berasal dari kata syara’a yasyra’u syar’an yang berarti membuat shari’at

atau undang-undang, menerangkan serta menyatakan. Dikatakan syara’a

lahum syar’an berarti ia telah menunjukkan jalan kepada meraka atau

bermakna sanna yang berarti menunjukkan jalan atau peraturan (Hasbi

Umar, 2007:36). Sedangkan syarî’ah secara terminologi ada beberapa

pendapat. Menurut Asaf A.A. Fyzee menjelaskan bahwa syarî’ah adalah

canon law of Islam, yaitu keseluruhan perintah Allah yang berupa nas-nas

32
(Asaf A.A. Fyzee, 1981:19-20). Sedangkan Satria Effendi menjelaskan

bahwa syarî’ah adalah al-nushûsh al-muqaddasah yaitu nash yang suci

yang terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Hadits al-Mutawâtirah, yang belum

tercampuri oleh pemahaman manusia. Sehingga cakupan syarî’ah ini

meliputi bidang i’tiqâdiyyah,‘amaliyah dan khuluqiyah. Demikianlah

makna syarî’ah, akan tetapi menurut ulama-ulama mutaakhirin telah

terjadi penyempitan makna syarî’ah. Mahmud Syalthûth memberikan

uraian tentang makna syarî’ah, bahwa syarî’ah adalah hukum-hukum dan

tata aturan yang dishari’atkan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya agar

dipedomani manusia dalam mengatur hubungan dengan Tuhan, dengan

sesama antar manusia, alam dan seluruh kehidupan (Mahmud Syalthûth,

1966:22). Sedangkan Ali al-Sayis menjelaskan bahwa syarî’ah adalah

hukum-hukum yang diberikan oleh Tuhan untuk hamba-hamba-Nya agar

mereka percaya dan mengamalkanya demi kepentingan mereka di dunia

dan akhirat (Ali al-Sayis, 1970:8).

Imam asy-Syathibi berpandangan bahwa tujuan utama dari

maqashid asy syari’aha dalah untuk menjaga dan memperjuangkan tiga

kategori hukum yaitu antara lain :

1) Daruriyyat. Secara bahasa berarti kebutuhan yang mendesak

atau darurat. Dalam kategori ini ada lima hal yang perlu

diperhatikan, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa,

memelihara akal pikiran, memelihara kehormatan dan

33
keturunanan, serta memelihara harta benda. Dalam kebutuhan

Daruriyyat, apabila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi,

maka akan mengancam keselamatan umat manusia di dunia

maupun di akhirat. Ada lima hal yang paling utama dan

mendasar yang masuk dalam jenis ini, yang kepentingan nya

harus selalu di jaga atau dilindungi : (1) Melindungi Agama

(al-Din)- untuk perseorangan ad-Din berhubungan dengan

ibadah-ibadah yang dilakukan seorang muslim dan muslimah,

membela Islam dari pada ajaran-ajaran yang sesat, membela

Islam dari serangan orang-orang yang beriman kepada agama

lain. (2) Melindungi Nyawa (al-Nafs)- Dalam agama Islam

nyawa manusia adalah sesuatu yang sangat berharga dan

harus di jaga dan di lindungi. Seorang Muslim di larang

membunuh orang lain atau dirinya sendiri. (3) Melindungi

Akal. Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akal,

oleh karena itu kita wajib menjaga dan melindunginya. Islam

menyarankan kita untuk menuntut Ilmu sampai ke ujung

dunia manapun dan melarang kita untuk merusak akal sehat

kita, seperti meminum alkohol. (4) Melindungi

Keluarga/garis keturunan. Menjaga garis keturunan dengan

menikah secara agama dan Negara. Punya anak di luar nikah,

misal nya akan berdampak pada warisan dan kekacaun dalam

34
keluarga dengan tidak jelas nya status anak tersebut, yang

perlu dibuktikan dengan tes darah atau DNA. (5) Melindungi

Harta. Harta adalah hal yang sangat penting dan berharga,

namun Islam, melarang kita untuk mendapatkan harta kita

secara illegal, dengan mengambil harta orang lain dengan

cara mencuri atau korupsi. Ke lima hal yang penting di atas

di dapat dari syariah sebagai essensi dari pada existensi

manusia. Oleh karena itu semua golongan sosial sudah

selayak nya melindunginya, karena jika tidak, kehidupan

manusia di dunia akan menjadi kacau, brutal, miskin dan

menderita, baik di dunia dan di akhirat nanti nya

2) Hajiyyat. Secara bahasa berarti kebutuhan-kebutuhan

sekunder. Apabila kebutuhan ini tidak terwujud tidak sampai

mengancam keselamatan, namun akan mengalami

kesulitan.Untuk menghilangkan kesulitan tersebut, dalam

Islam terdapat hukum rukhsa (keringanan) yaitu hukum yang

dibutuhkan untuk meringankan beban, sehingga hukum dapat

dilaksanakan tanpa rasa tertekan dan terkekang.

3) Tahsiniyyat. Secara bahasa berarti hal-hal penyempurna.

Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap. Apabila

kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka tidak akan mengancam

dan tidak pula menimbulkan kesulitan.

35
Dalam konteks fiqih, lingkungan sangat berkesinambungan

dengan maqashid syariah, dimana didalamnya kontes lingkungan

hidup ini berkaitan dengan konsep maslahah. Dalam pengertian

sederhana maslahah merupakan sarana untuk merawat maqashid

syariah.

a) Maqashid Syariah Sebagai Optik Untuk Pertumbuhan Ekonomi

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa tujuan

diturunkannya syari‘ah adalah untuk mencapai kemaslahatan dan

menghindari kemudaratan pada dua dimensi waktu yang berbeda,

dunia dan akhirat. Hal ini berarti bahwa semua aspek dalam ajaran

Islam, harus mengarah pada tercapainya tujuan tersebut, tidak

terkecuali aspek ekonomi. Oleh karenanya Ekonomi Islam harus

mampu menjadi solusi terhadap akutnya problem ekonomi kekinian.

Konsekuensi logisnya adalah, bahwa untuk menyusun sebuah

bangunan Ekonomi Islam maka tidak bisa dilepaskan dari teori

Maqashid seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Bahkan Syaikh

Muhammad Thahir ibn Asyur pernah mengatakan bahwa melupakan

pentingnya sisi maqasid dalam syariah islam adalah faktor utama

penyebab terjadinya stagnasi pada fiqh. Menghidupkan kembali

Ekonomi Islam yang telah sekian lama terkubur dan nyaris menjadi

sebuah fosil, merupakan lahan ijtihadi. Ini artinya bahwa dituntut

kerja keras (ijtihad) dari para ekonom muslim untuk mencari nilai-

36
nilai yang terkandung dalam al-Qur‘an dan Sunnah yang terkait

dengan ekonomi. Untuk selanjutnya nilai-nilai ideal tersebut

diderivasikan menjadi teori-teori ekonomi yang kemudian dapat

dijadikan rumusan/kaidah di dataran praksis Dalam hal ini Syed

Nawab Heidar Naqvi menyatakan bahwa kaidah perilaku ekonomi

dalam Ekonomi Islam tidak dapat dipisahkan dari nilai etik.

Selanjutnya ia mengelaborasi lebih jauh peran etika dalam banyak hal,

diantaranya etika dan perilaku rasional; etika pada perilaku konsumen;

penolakan atas teori Optimum Pareto karena menafikan nilai etik;

etika dalam keadilan distributif; dan etika yang dikaitkan dengan

peran pemerintah.

Variabel etika, yang dikaitkan dengan maslahah sebagai

keyword-nya, tampaknya memang sangat urgen dalam proses ijtihad

di wilayah Ekonomi Islam. Sebagaimana yang dinyatakan Said Aqiel

Siradj, bahwa dalam mengembangkan metode yang menekankan

wawasan etis dengan harapan bisa memenuhi maksud di atas,

maslahah sebagai salah satu metode ushul al fiqh selama ini dengan

rekonstruksi, perlu dinaikkan derajat dan posisinya menjadi metode

sentral ushul al fiqh (al-Manhaj al- Asasiyyah li Ushul al-Fiqh).

Ekonomi Islam yang dalam banyak hal adalah reinkarnasi dari fiqh

mu‘amalat sudah semestinya mengembalikan kelenturan dan

elastisitas fiqh dengan menjadikan maqashid syari’ah sebagai the

37
ultimate goal dalam proses tersebut. Mengutip pendapat Masdar F.

Mas‘udi, bahwa dalam masalah mu‘amalat, irama teks tidak lagi

dominan, tetapi yang dominan adalah irama maslahat. Pendapat (al-

qawl) yang unggul bukan hanya memiliki dasar teks tapi juga bisa

menjamin kemaslahatan dan menghindar dari kerusakan (al-

mafsadah). Oleh karenanya menggunakan kaca mata Fiqh Maqashid

untuk mengoperasionalisasikan nilai-nilai kemanusiaan universal,

seperti kemaslahatan, keadilan dan kesetaraan ke dalam Ekonomi

Islam menjadi sebuah keniscayaan.

7. Millenium Development Goals (MDGs)

a) Apa itu MDGs?

Millenium Development Goals (MDGs) merupakan paradigma

pembangunan global demi kesejahteraan dunia. Konsep ini disepakati

oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada

Konferensi Tingkat Tinggi di New York pada 6-8 September 2000.

Deklarasi Millenium menghimpun komitmen dunia untuk menangani

isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi, dan kebebasan

fundamental dalam satu paket (United Nation, 2007).

b) Tujuan MDGs

MDGs menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus

utama pembangunan serta memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang

terukur. Arah pembangunan yang disepakati secara global meliputi: (1)

38
menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat, (2) mewujudkan

pendidikan dasar untuk semua orang, (3) mempromosikan kesetaraan

gender dan pemberdayaan perempuan, (4) menurunkan kematian anak,

(5) meningkatkan kesehatan maternal, (6) melawan penyebaran

HIV/AIDS dan penyakit kronis lainnya, (7) menjamin keberlangsungan

lingkungan, dan (8) mengembangkan kemitraan global untuk

pembangunan (United Nation, 2007)

Target ketujuh dari delapan arah pembangunan yang disepakati

adalah menjamin keberlangsungan lingkungan. Target utama dari

tujuan ini adalah memadukan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya

lingkungan yang hilang. Indikator untuk mengukur keberhasilan target

ini salah satunya jumlah emisi karbondioksida. Hal ini berarti bahwa

pemerintah harus menerapkan pembangunan berkelanjutan untuk

menjamin kelestarian lingkungan di masa sekarang dan yang akan

datang terutama mengendalikan jumlah emisi karbondioksida (OECD,

2015)

Indonesia telah menjadikan pencapaian MDGs sebagai salah

satu acuan penting terhadap penyusunan Dokumen Perencanaan

Pembangunan Nasional. Oleh karena itu, komitmen Indonesia untuk

mencapai target-target yang terdapat dalam MDGs harus sesuai dengan

komitmen negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya serta

39
memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat

dunia (Lisbet, 2013:129).

Pemanfaatan sumber daya alam kaitannya dengan pertumbuhan

ekonomi memiliki dua pandangan. Pandangan pertama mengatakan

bahwa pertumbuhan ekonomi dengan sumber daya alam mempunyai

hubungan yang negatif atau tidak searah. Pandangan kedua semakin

tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara akan mendorong

ditemukannya sumber daya alam baru, sehingga hubungan sumber daya

alam dengan pertumbuhan ekonomi merupakan hubungan searah.

Kegiatan ekonomi baik ekstraksi, fabrikasi, maupun konsumsi akan

mempengaruhi kemampuan alam dalam menyediakan sumber daya.

Daya dukung lingkungan tidak hanya diukur dari kemampuan

lingkungan dan sumberdaya alam dalam mendukung kehidupan

manusia, tetapi juga kemampuan dari menerima beban pencemaran dan

bangunan. Pertumbuhan aktivitas ekonomi (produksi dan konsumsi)

membutuhkan input lebih banyak dan secara umum meningkatkan

kuantitas polusi. Peningkatan penggunaan sumber daya alam,

akumulasi limbah, dan konsentrasi polusi akan memenuhi biosfer yang

menyebabkan degradasi kualitas lingkungan serta penurunan

kesejahteraan manusia disamping peningkatan pendapatan. Pada tingkat

pembangunan yang rendah, kuantitas dan intensitas degradasi

lingkungan terbatas pada dampak aktivitas ekonomi berbasis sumber

40
daya. Karena pembangunan ekonomi dipercepat dengan intensifikasi

pertanian, ekstraksi sumber daya, dan industrialisasi, tingkat penipisan

sumber daya mulai melebihi tingkat regenerasi sumber daya, dan

peningkatan jumlah limbah dalam kuantitas dan toksisitas. Pada tingkat

pembangunan yang lebih tinggi, perubahan struktural terhadap industri

dan layanan yang intensif, ditambah dengan kesadaran lingkungan yang

meningkat, penegakan peraturan lingkungan, teknologi yang lebih baik,

dan pengeluaran lingkungan yang lebih tinggi, berakibat pada

penurunan degradasi lingkungan secara bertahap.

Hubungan U-terbalik antara pertumbuhan ekonomi dengan

degradasi lingkungan dikenal sebagai Environmental Kuznet Curve

(EKC) dari analogi hubungan pendapatan dan ketimpangan yang

diformulasikan oleh Kuznet.

Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dengan GDP dan degradasi

kualitas udara ditunjukkan dengan emisi karbondioksida menunjukkan

tren yang hampir seragam. Kenaikan GDP per kapita hampir selalu

diikuti pula oleh kenaikan emisi karbondioksida per kapita. Sedangkan

laju pertumbuhan GDP per kapita cenderung lebih stabil daripada emisi

karbondioksida yang membentuk kurva yang lebih fluktuatif. Emisi

karbondioksida dari sektor energi tumbuh dengan kuat seiring

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Emisi sektor ini pertumbuhannya

melebihi emisi dari perubahan penggunaan lahan dan kehutanan dalam

41
beberapa dekade.

c) Target Millenium Development Goals (MDGs) dalam Menjamin

Kelestarian Lingkungan

Salah satu tujuan MDGs adalah memastikan kelestarian

lingkungan hidup. Tujuan ini memiliki tiga target utama yaitu

memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan

kebijakan program nasional serta mengembalikan sumber daya

lingkungan yang hilang, menurunkan proporsi penduduk tanpa akses

terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas

sanitasi dasar, dan mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan

penduduk miskin di pemukinan kumuh.

Tabel 1.Indikator Target MDGs 2015 dalam Menjamin Kelestarian

Lingkungan

Tujuan MDGs Target

a. Rasio luas kawasan tertutup Meningkat

pepohonan berdasarkan hasil

pemotretan citra satelit dan survey

foto udara terhadap luas daratan

b. Jumlah emisi karbondioksida (CO2) Berkurang 26% pada 2020

c. Jumlah konsumsi energy primer (per Menurunkan dari kondisi BAU

kapita) 6,99

42
d. Intensitass energy Menurun

e. Elastisitas energy Menurun

f. Jumlah konsumsi bahan perusak ozon 0 CFCs dengan mengurangi

(BPO) dalam metric ton HCFCs

g. Proporsi tangkapan ikan yang berada Tidak melebihi batas

dalam batasan biologis yang aman

h. Rasio luas kawasan lindung untuk Meningkat

menjaga kelestarian keanekaragaman

hayati terhadap total luass kawasan

hutan

i. Rasio kawasan lindung perairan Meningkat

terhadap total luas perairan teritorial

Upaya pengurangan emisi GRK telah disepakati secara

international melalui Protokol Kyoto dan Indonesia telah meratifikasi

protocol tersebut melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004

tentang Ratifikasi Protokol Kyoto. Indonesia bukan merupakan negara

yang wajib menurunkan emisi GRK, akan tetapi memiliki kepentingan

untuk ikut melakukan pengurangan emisi GRK. Hal ini mengingat

potensi hutan di Indonesia yang berperan sebagai penyerap

43
karbondioksida. Di samping itu, proses industrialisasi akan

menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca bahkan lebih banyak

daripada yang mampu diserap oleh hutan Indonesia. Target dalam

kerangka MDGs adalah Indonesia mampu mengurangi 26% emisi

karbondioksida pada tahun 2020 (United Nation, 2007).

B. Kerangka Teori

Pertumbuhan ekonomi memberikan dampak positif sekaligus dampak

negatif secara bersamaan. Dilematika ini ditunjukkan dengan tuntutan kebutuhan

manusia yang semakin kompleks sehingga terfokus pada peningkatan produksi.

Di sisi lain, peningkatan produksi akan mengurangi kemampuan alam dalam

menyediakan faktor produksi dan menyebabkan degradasi kualitas udara sebagai

akibat dari pembuangan limbah. Sedangkan kualitas udara dicerminkan melalui

emisi karbondioksida yang merupakan 76,6% dari akibat pemanasan global.

Pemerintah dalam menangani isu lingkungan telah menyepakati Millenium

Development Goals (MDGs). Salah satu dari target MDGs adalah menjamin

keberlangsungan lingkungan dengan indikatornya adalah jumlah emisi

karbondioksida (CO2). MDGs telah mencapai batas waktunya di tahun 2015 di

mana Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target MDGs

terutama dalam mereduksi emisi karbondioksida. Pertumbuhan ekonomi yang

mulai terdominasi dengan sektor industri dan jasa diharapkan mampu membayar

kerusakan lingkungan akibat polusi yang ditimbulkan. Salah satu pendekatan

untuk mengkaji pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan adalah

44
Environmental Kuznets Curve (EKC).

45
46
B. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan

baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir

yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.

Berdasarkan teori yang mendasari, hipotesis penelitian ini adalah:

1. Di duga pertumbuhan ekonomi, emisi karbondioksida dan toleransi

beragama berpengaruh secara simultan terhadap pembangunan nasional

2. Di duga pertumbuhan ekonomi, emisi karbondioksida dan toleransi

beragama tidak berpengaruh secara simultan terhadap pembangunan

nasional

47
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Cresweel

(2010) menyatakan bahwa pendekatan kuantitatif adalah pengukuran data

kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari

sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah

pertanyaan tentang survey untuk menentukan frekuensi dan prosentase

tanggapan mereka. Pendekatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini

adalah pendekatan analisis kuantitatif berdasarkan informasi statistika.

Penelitian ini berusaha mencari hubungan antara satu variabel

dengan variabel lain dalam hal ini adalah pertumbuhan ekonomi (GDP per

kapita), kualitas udara (CO2 per kapita) dan Toleransi beragama periode

2010-2019. Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui

hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dalam jangka pendek

adalah Error Correction Model (ECM) Domowitz-Elbadawi. Analisis

dalam bentuk kurva estimasi terhadap variabel GDP per kapita terhadap

emisi CO2 di udara dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

Eviews 8.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Indonesia. Adapun waktu penelitian

dilaksanakan pada tanggal 14 desember 2019 – 12 februari 2020.

48
C. Populasi

Arikunto menjelaskan bahwa populasi merupakan jumlah keseluruhan

subjek penelitian (Suharsimi, 2011). Demikian pula Singarimbun dan Effendi

mengemukakan bahwa populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang

akan diduga (Effendi, 2010). Populasi penelitian ini adalah seluruh dari

pertumbuhan ekonomi, kualitas udara dan toleransi beragama dari tahun 2010-

2019.

D. Desain Penelitian

Desain penelitian teoritik dituangkan pada gambar sebagai berikut :

Pertumbuhan ekonomi (X1)


Teori EKC
Pembangunan Nasional
Kualitas udara (X2) (Y)

Teori Maqashid
Syariah Toleransi Beragam (X3)
Gambar 3. Desain penelitian

Desain penelitian diatas menggambarkan pengaruh antara variabel

independen yaitu (X1) pertumbuhan ekonomi, (X2) Kualitas udara, (X3)

Toleransi beragama terhadap variabel dependen (Y) yaitu pembangunan

nasional.

49
E. Sumber dan Jenis Data

1. Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu data dari Badan Pusat

Statistik (BPS, ditinjau dari cara perolehannya dan jika berlandaskan waktu

pengumpulan berupa data panel yang merupakan data runtun waktu (time series).

Data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai

pemanjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam

bentuk dokumen-dokumen (Sumadi Suryabrata, 1987:94).

2. Jenis Data

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, dalam hal ini adalah

laporan Gros Domestik Product (GDP) harga berlaku tahun 2010-2019, Emisi

karbondioksida 2010-2019,pembangunan nasional 2010-2019, dan indeks umat

beragama 2010-2019.

F. Hubungan Antar Variabel

Adapun hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah terdiri dari

variabel Pertumbuhan Ekonomi (X1), Kualitas Udara (X2), Toleransi Beragama

(X3) sebagai variabel bebas, dan Pembangunan Nasional (Y) sebagai variabel

terikat.

Pertumbuhan β1
ekonomi
α (X1) α1

Toleransi
50 α3 Pembangunan
beragama (X3) nasional (Y)
α2

β2
Kualitas udara
(X2) α1
H1 = X1 X3

H2 = X2 α2 X3

H3 = X3 α3 Y

H4 = X1 α1 X3 α3Y

H5 = X2 α2 X3 α3Y

H6 = X1 Y
β1
H7 = X2 Y
β2

G. Persamaan Direduksi (Reduced-form)

Reduced-form adalah persamaan dimana variabel endogen hanya

dipengaruhi variabel predetermined dan gangguan stokastik.Model reduced form

adalah model yang menyajikan variabel-variabel endogen sebagai fungsi dari

variabel-variabel predetermined.(Sumodiningrat, 2002)

Analisis ekonometrika dalam penelitian ini menggunakan Model

Persamaan Simultan (Simultaneous Equations Models) oleh karena variabel yang

diteliti saling berkaitan satu sama lain.(Jonaidi, 2012)

Bentuk Persamaan struktural dalam penelitian ini secara matematis

dirumuskan sebagai berikut:

Y = f (x)

= f (α0X0 + α1X1 + ε...) (1)

51
= f (α0X0 + α1X1 + α2X2 + ε...) (2)

= f (α0X0 + α1X1 + α2X2 + α2X2 + Y + ε...) (3)

Y = f (x)

= f (α0X0 + α1X1 + α1X2 + α1X3 + α3X1 + α3X2 + α3X3 +Y + ε...) (4)

= f (α2X2 + α2X3 + X1α3 + X2α3 + X3α3 + Y + ε...) (5)

= f (β0X0 + β 1X1 + Y + ε...) (6)

= f (β0X0 + β 1X1 + β 2X2 +Y + ε...) (7)

Dimana :

X1 = Pertumbuhan ekonomi

X2 = Kualitas udara

X3 = Toleransi beragama

Y = Pembangunan nasional

ε = Disturbansi

Dimana Y merupakan variabel dependen. X1 (Pertumbuhan ekonomi), X2

(Kualitas udara), dan X3 (Toleransi beragama), merupakan variabel independen

sementara ε adalah disturbansi atau gangguan stokastis.

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi.

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di

dalam melaksanankan metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, catatan harian

dan sebagainya(Arikanto, 2006).

52
I. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data

a. Uji Stasionaritas (Unit Root Test)

Stasioner berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang drastis

pada data. Pendekatan time series menghendaki data yang stasioner

atau tidak mengandung random walk (akar unit). Pengujian akar unit

ini menggunakan Augmented Dickey Fuller test (ADF test).

Hipotesis nol dan hipotesis alternatif untuk unit root dalam variabel

adalah sebagai berikut:

H0 : ada unit root

Ha : tidak ada unit root

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

1) Jika statistik uji ADF > nilai kritis ADF pada taraf

signifikansi dan nilai prob > taraf signifikansi 5% maka Ho

diterima atau ada unit root sehingga data tidak stationer

2) Jika statistik uji ADF < nilai kritis ADF pada taraf

signifikansi dan nilai prob < taraf signifikansi 5% maka Ho

ditolak atau tidak ada unit root sehingga data stationer.

b. Uji Derajat Integrasi

53
Uji derajat integrasi dilakukan apabila uji stasioner

menunjukkan hasil bahwa data bersifat nonstasioner. Hal ini

bertujuan agar diperoleh hasil regresi yang tidak baik. Stasioneritas

data dilakukan dengan melakukan uji DF maupun uji ADF pada

perbedaan tingkat satu atau derajat integrasi satu. Nilai probabilitas

yang tidak melebihi taraf signifikansi (5%) menunjukkPan bahwa

hipotesis nol adanya unit root test dapat ditolak.

c. Uji Kointegrasi

Sekumpulan variabel dikatakan memiliki kointegrasi apabila

mempunyai hubungan keseimbangan pada jangka panjang.

Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi metode Engel Granger

yang mendeteksi adanya kointegrasi melalui uji stasioner pada nilai

residual (eror) hasil regresi.

Ho: terdapat kointegrasi antara variabel bebas dan variabel

terikat

Ha: tidak terdapat kointegrasi antara variabel bebas dan variabel

terikat Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

1) Jika nilai absolut ADF > nilai kritis (1%, 5% atau 10%)

maka Ho ditolak, tidak terdapat kointegrasi antara

variabel bebas dan variabel terikat.

2) Jika nilai absolut ADF < nilai kritis (1%, 5% atau 10%)

maka Ho diterima, terdapat kointegrasi antara variabel

54
bebas dan variabel terikat.

2. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi variabel terikat dan variabel bebas berdistribusi normal atau

tidak. Pengambilan keputusan dengan Jarque-Bera test atau JB test.

Ho : residual berdistribusi normal

Ha : residual tidak berdistribusi normal

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1) Jika prob. JB > 0,05 maka Ho diterima berarti bahwa residual

berdistribusi normal.

2) Jika prob. JB < 0,05 maka Ho ditolak berarti bahwa residual

tidak berdistribusi normal. Uji

b. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model ada

korelasi antara kesalahan pengganggu atau tidak. Autokorelasi

terjadi karena observasi yang muncul secara berurutan sepanjang

waktu berkaitan satu sama lain. Data yang baik adalah data yang

tidak terjadi autokorelasi (non-autokorelasi). Pengujian ini

menggunakan LM test.

Ho: model tidak terjadi aukorelasi

Ha: model terjadi aukorelasi

55
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1) Jika nilai Obs*R-squared > 0.05 maka Ho diterima berarti

bahwa model tidak terjadi korelasi

2) Jika nilai Obs*R-squared < 0.05 maka Ho ditolak berarti

bahwa model terjadi autokorelasi

c. Uji Homoskedastisitas

Uji homoskedastisitas untuk menguji apakah model regresi

terjadi kesamaan varians dari residual. Model yang baik adalah

model yang bersifat homoskedastisitas di mana varians dan nilai

residu antar pengamatan sama sehingga memenuhi asumsi BLUE.

Pengujian untuk mendeteksi heteroskedastisitas menggunakan

White Heteroscedasticity

Ho : model bersifat homoskedastisitas

Ha : model tidak bersifat homoskedastisitas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1) Jika nilai Obs*R-squared > 0,05 maka Ho diterima berarti

bahwa model bersifat homoskedastisitas.

2) Jika nilai Obs*R-squared < 0,05 maka Ho ditolak berarti

bahwa model tidak bersifat homoskedastisitas.

56
d. Uji Linearitas

Uji linieritas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model

yang digunakan sudah benar atau tidak. Pengujian ini dapat

dilakukan dengan Ramsey RESET test.

Ho: model terhindar dari kesalahan spesifikasi

Ha: model terdapat kesalahan spesifikasi

Pengambilan keputusan dengan kriteria:

1) Jika nilai F > 0.05 maka Ho diterima, model terhindar

kesalahan spesifikasi

2) Jika nilai F < 0.05 maka Ho ditolak, model terdapat

kesalahan spesifikasi

e. Uji Stabilitas Model

Uji stabilitas menggunakan cusum test. Uji ini mendasarkan

pada uji stabilitas dengan menggunakan recursive residual dengan

estimasi standar deviasi dalam observasi yang digunakan. Apabila

plot yang dihasilkan melebihi batas signifikansi uji, maka parameter

pada model yang diamati tidak stabil.

f. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

linier antara variabel independen di dalam regresi berganda.

Pengujian multikolinearitas menggunakan metode deteksi klien.

Pengujian ini melihat hubungan secara individual antara satu

57
variabel independen dengan variabel independen yang lain. Deteksi

klien membandingkan koefisien determinasi auxiliary (r2 ) dengan

koefisien determinasi (R2 ) model regresi asli. Jika r2 lebih kecil

daripada R2 maka terhindar dari gejala multikolinearitas.

3. Uji Signifikansi

a. Uji Parsial (Uji t)

Uji parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh variabel bebas secara individual dalam menjelaskan

variabel terikat. Uji ini dilakukan dengan melihat probabilitas t

hitung, ketika prob kurang dari taraf signifikansi sebesar 5% maka

variabel bebas tersebut signifikan mempengaruhi variabel terikat.

b. Uji Simultan (Uji F)

Uji simultan digunakan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh variabel bebas secara bersama sama mampu menjelaskan

variabel terikat. Uji ini dengan melihat probabilitas F lebih kecil

dari nilai kritis pada taraf signifikansi 5% maka dikatakan bahwa

variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat.

58
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Republik Indonesia atau yang lebih umum dikenal Indonesia adalah

negara yang terletak di Asia Tenggara yang dilalui oleh garis Khatulistiwa dan

berada di antara benua Asia dan benua Australia serta samudera Hindia dan

Pasifik. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau

sebanyak 17.504 pulau yang berpenghuni maupun tidak yang tersebar di sekitar

garis Khatulistiwa yang memberikan cuaca tropis pada negara Indonesia.

Indonesia terletak pada koordinat 6 derajat lintang utara hingga 11 derajat lintang

selatan, serta 95 sampai 141derajat bujur timur. Indonesia diapit oleh dua benua

dan dua samudera. Indonesia terbentang sepanjang 3977 mil diantara 2 samudera

yaitu Pasifik dan Hindia. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km persegi dan

luas lautannya adalah 3.257.483 km persegi. Dengan populasi sebanyak 263 juta

lebih, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke

4 di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Bentuk pemerintahan

Indonesia adalah republik, dengan DPR dan presiden dipilih secara langsung oleh

rakyat setiap lima tahun sekali. Ibukota dari negara Indonesia adalah Jakarta, yang

menjadi pusat pemerintahan sekaligus menjadi pusat ekonomi (perpustakaan.id).

Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan

masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:

59
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ini adalah kompromi antara gagasan negara Islam

dan negara sekuler. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif

terhadap politik, ekonomi dan budaya. Menurut hasil Sensus Penduduk Indonesia

2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam

(Nusantara merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia,

6,96% Kristen, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Konghucu,

0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan (Badan

Pusat Statistik).

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk

diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan

"menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau

kepercayaannya"(Undang-Undang Dasar 1945). Dalam Penetapan Presiden No 1

Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama,

bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan,

Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Baru-baru ini, aliran kepercayaan

(agama asli Nusantara) telah diakui pula sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia tertanggal 7 November 2017 (Trisno Sutanto, 2018).

Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965

Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1,

"Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen

(Protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)" (Undang-

undang Dasar 1945). Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang

60
ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu,

kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan

antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung

telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.

B. Deskripsi Data Penelitian

1. Emisi Karbondioksida per Kapita

Emisi karbondioksida per kapita secara keseluruhan mengalami

peningkatan sepanjang tahun 1986 sampai 2015 dan beberapa mengalami

fluktuasi yang cukup mencolok. Perkembangan emisi karbondioksida per

kapita seperti pada gambar 3

CO2

sumber: World Bank 2016, diolah

Gambar 3. Perkembangan Emisi Karbondioksida per Kapita Indonesia

Tahun 1990an terjadi peningkatan emisi karbondioksida

dikarenakan adanya liberalisasi perdagangan serta industrialisasi secara

besar-besaran. Liberalisasi perdagangan menyebabkan kegiatan ekspor


61
impor baik barang maupun jasa meningkat yang menyebabkan kegiatan

distribusi barang juga meningkat. Distribusi tidak terlepas dari emisi

karbondioksida yang dihasilkan kendaraan semakin besar pula. Kebijakan

Pelita yang dicanangkan oleh Pemerintah menyebabkan mulai bergesernya

stuktur ekonomi pertanian menjadi industri sehingga tren emisi

karbondioksida di tahun 1990an mengalami kenaikan.

Industrialisasi terus mengalami kenaikan hingga tahun 1998 saat

terjadi krisis finansial Asia. Pertengahan 1997 Rupiah terdepresiasi

terhadap Dollar yang menyebabkan perusahaan terutama skala besar yang

tergantung pada impor dan pinjaman luar negeri terpaksa mengurangi

bahkan menghentikan kegiatan produksi (Tambunan, 2006). Lumpuhnya

kegiatan ekonomi menyebabkan emisi karbondioksida juga menurun

drastis hingga negatif 25%.

Ekonomi Indonesia mengalami guncangan kembali pada tahun

2009-2010. Dampak lanjutan dari krisis keuangan adalah PHK besar-

besaran dalam aktivitas industri yang mencapai 57.000 karyawan

(Sugema, 2012). Selain itu, penurunan konsumsi batubara akibat krisis

moneter mengakibatkan emisi karbondioksida saat krisis tahun 2010

mengalami pertumbuhan negatif 5,2%. Tahun 2011 emisi karbondioksida

mencapai 2,342 metric kg per kapita. Sebagian besar emisi karbondioksida

ini berasal dari listrik, industri manufaktur, dan sektor transportasi. Tahun

2013, pembakaran minyak bertanggungjawab atas setengah dari emisi

62
karbondioksida. Sedangkan batubara berkontribusi sepertiga dari total

emisi (Olivier, Janssens-Maenhout, Muntean, & Peters, 2016).

2. GDP Per Kapita

GDP per kapita secara keseluruhan mengalami peningkatan

sepanjang tahun 2010 sampai 2019. Perkembangan GDP per kapita seperti

pada tabel 1.

Tabel 1. GDP Per kapita

Harga Konstan (Rp.) Tahun


Harga Berlaku (Rp.)
Dasar 2010
Tahun
PDB Perubahan PDB Perubahan
(Milyar) (%) (Milyar) (%)
2019 0,00 0,00 0,00 0,00
2.818.875,20 3,06 4.067.775,30 2,63
2.735.245,50 4,20 3.963.394,90 4,75
2.625.118,40 -0,52 3.783.810,40 -0,39
10.425.316,3 14.837.357,5
2018 0 5,17 0 9,20
2.638.894,30 -1,69 3.798.675,20 -1,12
2.684.185,60 3,09 3.841.755,20 4,25
2.603.748,20 4,21 3.685.273,40 4,94
2.498.488,20 -0,41 3.511.653,70 0,62
13.587.212,6
2017 9.912.703,60 5,07 0 9,56
2.508.871,50 -1,70 3.489.915,40 -0,39
2.552.301,60 3,19 3.503.438,90 4,08
2.473.433,20 4,01 3.366.096,20 4,29
2.378.097,30 -0,30 3.227.762,10 1,06
12.401.728,5
2016 9.434.613,40 5,03 0 7,59
2.385.186,80 -1,81 3.193.903,80 -0,35
2.429.260,60 3,13 3.205.019,00 4,28
2.355.445,00 4,01 3.073.536,70 4,93
2.264.721,00 -0,36 2.929.269,00 -0,35

63
11.526.332,8
2015 8.982.517,10 4,88 0 9,05
2.272.929,20 -1,73 2.939.558,70 -1,71
2.312.843,50 3,31 2.990.645,00 4,28
2.238.704,40 3,74 2.867.948,40 5,12
2.158.040,00 -0,16 2.728.180,70 1,13
10.569.705,3
2014 8.564.866,60 5,01 0 10,72
2.161.552,50 -2,07 2.697.695,40 -1,79
2.207.343,60 3,27 2.746.762,40 4,88
2.137.385,60 3,83 2.618.947,30 4,49
2.058.584,90 0,04 2.506.300,20 1,18
2013 8.156.497,80 5,56 9.546.134,00 10,80
2.057.687,60 -2,18 2.477.097,50 -0,56
2.103.598,10 3,28 2.491.158,50 6,34
2.036.816,60 4,00 2.342.589,50 4,80
1.958.395,50 0,49 2.235.288,50 3,07
2012 7.727.083,40 6,03 8.615.704,50 10,01
1.948.852,20 -2,25 2.168.687,70 -2,47
1.993.632,30 3,35 2.223.641,60 2,85
1.929.018,70 3,96 2.162.036,90 4,89
1.855.580,20 0,80 2.061.338,30 2,28
2011 7.287.635,30 6,17 7.831.726,00 14,10
1.840.786,20 -2,18 2.015.392,50 -1,87
1.881.849,70 3,61 2.053.745,40 6,51
1.816.268,20 3,86 1.928.233,00 5,12
1.748.731,20 0,64 1.834.355,10 3,66
2010 6.864.133,10 0,00 6.864.133,10 0,00
1.737.534,90 -2,12 1.769.654,70 -0,93
1.775.109,90 3,86 1.786.196,60 4,79
1.709.132,00 4,07 1.704.509,90 6,28
1.642.356,30 0,00 1.603.771,90 0,00
Sumber: BPS 2019, diolah

3. Toleransi Beragama

Tabel 2. Indeks KUB

Tahun Indeks KUB (%)


2010 72.76
2011 73.21
64
2013 74.87
2014 72.54
2015 75.36
2016 75.47
2017 72.27
2018 70.90
2019 73.83
Sumber: Detik.com, tirto ide

Berdasarkan indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) diatas dapat dilihat bahwa

terjadi peningkatan dari 2010-203, tetapi pada tahun 2014 mengalami penurunan

karena dipengaruhi oleh Pemilu. Dalam hal ini dinamika politik menjadi variabel

kontrol yang mempengaruhi indeks KUB. Jadi semakin kondusif kondisi politik

nasional, maka akan semakin tinggi indeks KUB yang diperoleh.

4. Pembangunan Nasional

600000

500000

400000

2010 2011 2012 2013 2014


300000 Pembangunan nasional (%)
459.66 690.096 479.757
435.592 462.64
200000

100000

0
1 2 3 4 5

Sumber: Bappenas, 2018


Gambar 2. Indeks Pembangunan Nasional

Berdasarkan grafik diatas dapatt disimpulkan bahwa pembangunan nasional


65
dari tahun 2013-2015 terus mengalami kenaikan tetapi tidak signifikan,

kemadian ditahun 2016 mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh

peristiwa yang terjadi di tahun 2016 yaitu peristiwa 212 yang dimana dilatar

belakangi oleh agama peristiwa 212.

C. Hasil Analisis Data

1. Analisis Data

a. Uji Stasionaritas

Pendekatan time series menghendaki data bersifat stationer yang artinya

tidak terjadi perubahan yang drastis dalam data. Pengujian akar unit

menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF test) dengan hasil

sebagaiberikut:

Tabel 3. Hasil Uji Stasionaritas


Intercept Trend and None
Variabel
Intercept
PN * ** *
GDP * * *
CO2 *** ** *
KUB * * *
Keterangan: *stasioner pada signifikansi0.10
**stasioner pada signifikansi0.05
***stasioner pada signifikansi 0.01
Sumber: Output Eviews 8
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari variabel PN dan CO2

memiliki angka yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Maka

variabel PN dan CO2 stasioner. Sedangkan GDP dan KUB memiliki

probabilitas lebih dari 0.05. Hipotesis nul bahwa ada unit root ditolak.

Sehingga variabel GDP dan KUBbersifat non-stasioner.

b. Uji Derajat Integrasi


66
Penggunaan data yang tidak stasioner memerlukan perlakuan khusus untuk

menghindari spurious regression di mana suatu persamaan regresi yang

diestimasi memiliki signifikansi yang cukup baik, namun demikian secara

esensi tidak memiliki arti. Variabel penelitian menunjukkan data tidak

stasioner pada tingkat level. Maka, data perlu untuk didiferen satu kali

dalam menguji stasionaritas.

Tabel 4. Hasil Uji Integrasi Derajat Satu


Intercept Trend and None
Variabel
Intercept
D(PN) *** *** ***
D(GDP) * *** ***
D(CO2) *** *** ***
D(KUB) *** *** ***
Keterangan: *stasioner pada signifikansi0.10
**stasioner pada signifikansi0.05
***stasioner pada signifikansi0.01
Sumber: Output Eviews 8
Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel PN, CO2, GDP,

dan KUB memiliki angka lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 pada

derajat tingkat satu. Hipotesis nul bahwa ada unit root ditolak. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel penelitian telah stasioner pada data derajat

integrasi satu untuk semua variabel.

c. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi merupakan pengujian ada atau tidaknya hubungan

jangka panjang antara variabel bebas dengan variabel terikat. Tujuan


67
pengujian ini untuk mengetahui apakah residual terintegrasi atau tidak.

Apabila variabel terintegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam

jangkapanjang.

Tabel 5. Hasil Uji Kointegrasi


RESID01 (None) t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.527416 0.0010


Sumber: Output Eviews 8
Hasil pengujian menunjukkan nilai probabilitas 0.0010 di mana kurang

dari signifikansi 0.05. Ho yang menyatakan bahwa tidakterdapat

kointegrasi ditolak. Maka, persamaan yang diujikan memiliki hubungan

keseimbangan dalam jangka panjang. Hal ini berarti bahwa langkah

selanjutnya dalam mengestimasi hubungan jangka panjang menggunakan

Ordinary Least Square (OLS) terhindar dari spurious regresssion

(Paraskevopoulos, 2009).

2. Estimasi Data

a. Estimasi Error Correction ModelDomowitz-Elbadawi

Model dasar EKC diterapkan dalam model dinamis ECM

Domowitz-Elbadawi untuk melihat respon variabel GDP per kapita,

emisi karbondioksida, dan toleransi beragama terhadap pembangunan

nasional. Ringkasan hasil estimasi sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Estimasi Model


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.516195 0.795622 -1.905671 0.0728


D00 0.042450 0.088940 0.477285 0.6389
D(GDP) -0.315249 0.810895 -0.388767 0.7020
D(GDP2 0.041754 0.064228 0.650092 0.5238
)
68
D(CO2) -0.053862 0.073338 -0.734435 0.4721
D(KUB) -0.553438 0.341225 -1.621917 0.1222
BGDP -0.300134 0.216778 -1.384518 0.1831
BGDP2 -0.782792 0.182414 -4.291295 0.0004
BCO2 -0.580351 0.193803 -2.994536 0.0078
BKUB -0.608280 0.426796 -1.425224 0.1712
ECT 0.761045 0.175394 4.339057 0.0004

R-squared 0.732044 Mean dependent var 0.049205


Adjusted R-squared 0.583179 S.D. dependent var 0.175361
S.E. of regression 0.113216 Akaike info criterion -1.237338
Sum squared resid 0.230722 Schwarz criterion -0.718708
Log likelihood 28.94140 Hannan-Quinn criter. -1.074910
F-statistic 4.917517 Durbin-Watson stat 1.659997
Prob(F-statistic) 0.001699

UJI DIAGNOSTIK
Normalitas Prob. Jarque-Bera 0.752814
Non-Autokorelasi LM Test 0.4323
Homoskedastisitas White Test 0.1410
Linearitas Ramsey Reset Test 0.3829
Stabilitas Cusum Test Plot dalam 5%
Multikollinearitas Deteksi Klien PN R2 0.906561
GDP r2 0.184156
CO2 r2 0.193513
KUB r2 0.162520

Sumber: Output Eviews 8


Hubungan jangka panjang menghendaki nilai ECT memiliki nilai positif

dan signifikan. Hasil pengujian ECM memperlihatkan nilai signifikansi

0.0004 yang berarti model memiliki keseimbangan jangka panjang. Uji

diagnostik menunjukkan bahwa model terhindar dari asumsi klasik.

Dengan demikian, parameter yang didapat lolos uji ekonometrika

sehingga dapat diinterpretasikan secaraekonomi.

a. Koefisien Jangka Pendek dan JangkaPanjang

Error Correction Mechanism (ECM) Domowitz-Elbadawi dapat

mengestimasi hubungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

69
Berikut adalah hasil penentuan koefisien jangka pendek dan jangka

panjang:

Tabel 7. Koefisien Jangka Pendek dan Jangka Panjang


Variabel Koefisien t-statistik
Jangka Pendek
C -1.516195 -1.905671
D00 0.042450 0.477285
GDP -0.315249 -0.388767
GDP2 0.041754 0.650092
CO2 -0.053862 -0.734435
KUB -0.553438 -1.621917

Jangka Panjang
C -1,992254 -0,991946
D00 0,055779 0,243854
GDP 0,605629 2,591110
GDP2 -0,028575 -1,207747
CO2 0,237429 2,046364
KUB 0,200731 0,591511
Keterangan: *stasioner pada signifikansi0.1
**stasioner pada signifikansi0.05
***stasioner pada signifikansi0.01
Sumber: Output Eviews 8

Hasil penghitungan koefisien dan uji t menunjukkan bahwa dalam jangka

pendek tidak ada variabel yang signifikan. Koefisien dan uji t dalam

jangka panjang menunjukkan bahwa variabel GDP dan CO2 signifikan.

Tetapi variabel GDP2 tidak signifikan.

D. Pembahasan dan Analisis Hasil

1. Variabel GDP Per Kapita

Variabel GDP per kapita secara linier memiliki pengaruh terhadap

70
pembangunan nasional secara signifikan. Hasil estimasi menunjukkan

koefisien GDP sebesar 0.605629 yang berarti kenaikan 1 juta rupiah GDP

per kapita akan meningkatkan 0.6055629 % Pembangunan nasional.

Sedangkan variabel GDP per kapita kuadrat (GDP2) memiliki koefisien

bertanda negatif (-0.028575) tetapi tidak signifikan.

Koefisien GDP positif signifikan dan GDP2 negatif tidak

signifikan mengimplikasikan bahwa kenaikan pembangunan nasional

sebagai konsekuensi pertumbuhan ekonomi.

2. Variabel CO2

Variabel emisi karbondioksida berpengaruh secara signifikan

terhadap pembangunan nasional. Koefisien variabel CO2 sebesar 0.237429

berarti kenaikan 1 metric kg emisi karbondioksida akan meningkatkan

0.237429 pembangunan nasional. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

peningkatan populasi akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan.

Pemenuhan kebutuhan dengan memproduksi barang dan jasa lebih banyak

sehingga menuntut semakin banyaknya emisi CO2.

3. Variabel KUB

Variabel toleransi beragama (KUB) berpengaruh secara signifikan

terhadap pembangunan nasional. Koefisien KUB sebesar 0,200731 berarti

kenaikan 1% toleransi beragama akan meningkatkan 0,200731

pembangunan nasional.

71
72
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Variabel GDP per kapita secara linier memiliki pengaruh terhadap

emisi karbondioksida secara signifikan. Hasil estimasi menunjukkan

koefisien GDP sebesar 0.605629 yang berarti kenaikan 1 GDP per kapita

akan meningkatkan sebesar 0.6055629 pembangunan nasional. Sedangkan

variabel GDP per kapita kuadrat (GDP2) memiliki koefisien bertanda

negatif (-0.028575) tetapi tidak signifikan. Hal ini menggambarkan EKC

tidak terbukti dalam jangka panjang. Kenaikan GDP per kapita justru akan

meningkatkan pembangunan nasional.

Variabel emisi karbondioksida berpengaruh secara signifikan

terhadap pembangunan nasional. Koefisien variabel CO2 sebesar 0.237429

berarti kenaikan 1 emisi karbondioksida akan meningkatkan 0.237429

pembangunan nasional.

Variabel toleransi beragama (KUB) berpengaruh secara signifikan

terhadap pembangunan nasional. Koefisien KUB sebesar 0,200731 berarti

kenaikan 1% toleransi beragama akan meningkatkan 0,200731

pembangunan nasional.

B. Saran

Pemerintah perlu lebih memperhatikan pembangunan nasional

dengan menggunakan MDGs sebagai acuan dasar, karena MDGs


73
merupakan sebuah acuan yang sempurna untuk melakukan pembangunan

di negara berkembang.

74
DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Sumadi. Suryabrata, (1987). Metode Penelitian .Jakarta: Rajawali.

JURNAL :

Cochrane, J. H. (2016, Maret 16). Economic Growth: The Presidential Debates


Initiative. Diakses pada 19 September 2019. https://faculty.chicagobooth.edu
/john.cochrane/research/papers/cochrane_growth.pdf.

Damayanthi, V. R. (2008). Proses Industrialisasi di Indonesia dalam Perspektif


Ekonomi Politik. Journal of Indonesian Applied Economics
Eva Muzlifa. (2013) Maqashid Syariah Sebagai Paradigma Dasar Ekonomi Islam.
Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2
Grossman, & Krueger, A. (1991). Environmental Impacts of a North American
Free Trade Agreement. NBER Working Paper Series.
Kuznets, S. (1995).Economic Growth and Income Inequality. The American
Economic Review.Journal
Opoku, E. E. (2013). Effects of Trade Openness and Economic Growth on
Carbondioxide Emissions in Ghana. Thesis.
Singh.(2010). Environmental and Natural Resources: Ecological & Economic
Perspective. New Delhi: Nehu.Journal
Swati Tyagi R. P. (2014). Environmental Degradation: Causes and Consequences.
European Researcher Vol.81.
WEBSITE :
Essays, U. (2015, Maret 23). Positive and Negative Impacts of Economic Growth.
Diakses pada 19 September 2019, dari UKEssays:
https://www.ukessays.com /essays/economics/positive-and-negative-impacts-
of-economic-growth-economics-essay.php.
OECD. Survei Ekonomi OECD Indonesia. Diakses 19 September 2019,
https://www.oecd.org/economy/Overview-Indonesia-2015- Bahasa.pdf .
UNFCC. (2007). United Nations Framework Convention on Climate Cange.
Diakses pada 19 September 2019, unfccc.int: https://unfccc.int/files/meetings
United-Nation. (2007). Perkembangan Pencapaian MDGs Indonesia. Diakses 19
September 2019, https://www.un.org/milleniumgoals/pdf/mdg2007.pdf
Wijono, W. W. (2005). Mengungkap Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia dalam Lima Tahun Terakhir. Di akses 19 September 2019, dari
Indonesia Economics
Intelligence:http://www.iei.or.id/publicationfiles/Sumber2%20Pertumbuhan
%20Ekonomi.pdf.
World Bank. (2016). CO2 Emissions. Diakses 18 September 2019 dari Website:
http://data.worldbank.org /indicator/EN.ATM.CO2E.KT.

75
LAMPIRAN 1

STATISTIK DESKRIPTIF

PN GDP CO2 KUB


Mean 1.400203 7.409600 1.566145 0.604886
Median 1.374442 6.721607 1.607913 0.543807
Maximum 2.417130 11.93177 2.710821 0.895935
Minimum 0.718415 4.698208 0.737691 0.424269
Std. Dev. 0.479003 2.160923 0.364885 0.153192
Skewness 0.441667 0.673345 0.482362 0.656934
Kurtosis 2.408179 2.212012 5.087119 1.991513

Jarque-Bera 1.413164 3.043123 6.608445 3.429120


Probability 0.493327 0.218371 0.036728 0.180043

Sum 42.00609 222.2880 46.98435 18.14659


Sum Sq. Dev. 6.653881 135.4181 3.861093 0.680563

Observations 10 10 10 10

76
LAMPIRAN 2
UJI STATIONARITAS DATA

1. Uji Stationaritas PN

a. Intercept

Null Hypothesis: PN has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.516235 0.8732


Test critical values: 1% level -3.699871
5% level -2.976263
10% level -2.627420

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

b. Trend and Intercept

Null Hypothesis: PN has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.639286 0.0437


Test critical values: 1% level -4.309824
5% level -3.574244
10% level -3.221728

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

c. None

Null Hypothesis: PN has a unit root


Exogenous: None
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic 2.250923 0.9924


Test critical values: 1% level -2.653401
5% level -1.953858
10% level -1.609571

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

77
2. Uji Stationaritas GDP

a. Intercept

Null Hypothesis: GDP has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic 1.288899 0.9979


Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

b. Trend and Intercept

Null Hypothesis: GDP has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.048635 0.9930


Test critical values: 1% level -4.356068
5% level -3.595026
10% level -3.233456

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

c. None

Null Hypothesis: GDP has a unit root


Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic 4.024507 0.9999


Test critical values: 1% level -2.647120
5% level -1.952910
10% level -1.610011

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

78
3. Uji Stationaritas CO2

a. Intercept

Null Hypothesis: CO2 has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.699849 0.0095


Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

b. Trend and Intercept

Null Hypothesis: CO2 has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.182020 0.0134


Test critical values: 1% level -4.309824
5% level -3.574244
10% level -3.221728

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

c. None

Null Hypothesis: CO2 has a unit root


Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.786288 0.3664


Test critical values: 1% level -2.650145
5% level -1.953381
10% level -1.609798

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

79
4. Uji Stationaritas KUB

a. Intercept

Null Hypothesis: KUB has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.741549 0.4007


Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

b. Trend and Intercept

Null Hypothesis: KUB has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.406835 0.8374


Test critical values: 1% level -4.309824
5% level -3.574244
10% level -3.221728

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

c. None

Null Hypothesis: KUB has a unit root


Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.498961 0.4913


Test critical values: 1% level -2.647120
5% level -1.952910
10% level -1.610011

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

80
LAMPIRAN 3

UJI DERAJAT INTEGRASI

1. Uji Derajat Integrasi PN

a. Intercept

Null Hypothesis: D(PN) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.343340 0.0000


Test critical values: 1% level -3.699871
5% level -2.976263
10% level -2.627420

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

b. Trend and Intercept

Null Hypothesis: D(PN) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.209818 0.0001


Test critical values: 1% level -4.339330
5% level -3.587527
10% level -3.229230

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

c. None
Null Hypothesis: D(PN) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.199096 0.0000


Test critical values: 1% level -2.653401
5% level -1.953858
10% level -1.609571

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

81
2. Uji Derajat Integrasi GDP

a. Intercept

Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.517906 0.5083


Test critical values: 1% level -3.724070
5% level -2.986225
10% level -2.632604

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

b. Trend and Intercept

Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.957685 0.0026


Test critical values: 1% level -4.356068
5% level -3.595026
10% level -3.233456

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

c. None

Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root


Exogenous: None
Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.662494 0.4199


Test critical values: 1% level -2.660720
5% level -1.955020
10% level -1.609070

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

82
3. Uji Derajat Integrasi CO2

a. Intercept

Null Hypothesis: D(CO2) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.305463 0.0000


Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

b. Trend and Intercept

Null Hypothesis: D(CO2) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.144728 0.0000


Test critical values: 1% level -4.323979
5% level -3.580623
10% level -3.225334

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

c. None

Null Hypothesis: D(CO2) has a unit root


Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.433975 0.0000


Test critical values: 1% level -2.650145
5% level -1.953381
10% level -1.609798

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

83
4. Uji Derajat Integrasi KUB

a. Intercept

Null Hypothesis: D(KUB) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.216252 0.0000


Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

b. Trend and Intercept

Null Hypothesis: D(KUB) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.368878 0.0001


Test critical values: 1% level -4.323979
5% level -3.580623
10% level -3.225334

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

c. None

Null Hypothesis: D(KUB) has a unit root


Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.332773 0.0000


Test critical values: 1% level -2.650145
5% level -1.953381
10% level -1.609798

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

84
LAMPIRAN 4

UJI KOINTEGRASI

Null Hypothesis: RESID01 has a unit root


Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3527416 0.0010


Test critical values: 1% level -2.647120
5% level -1.952910
10% level -1.610011

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

LAMPIRAN 5

HASIL ESTIMASI ECM

1. Model ECM

Dependent Variable: D(PN)


Method: Least Squares
Date: 02/02/20 Time: 20:57
Sample (adjusted): 2010 2019
Included observations: 10 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.516195 0.795622 -1.905671 0.0728


D00 0.042450 0.088940 0.477285 0.6389
D(GPD) -0.315249 0.810895 -0.388767 0.7020
D(GDP2 0.041754 0.064228 0.650092 0.5238
)
D(CO2) -0.053862 0.073338 -0.734435 0.4721
D(KUB) -0.553438 0.341225 -1.621917 0.1222
BGDP -0.300134 0.216778 -1.384518 0.1831
BGDP2 -0.782792 0.182414 -4.291295 0.0004
BCO2 -0.580351 0.193803 -2.994536 0.0078
BKUB -0.608280 0.426796 -1.425224 0.1712
ECT 0.761045 0.175394 4.339057 0.0004

R-squared 0.732044 Mean dependent var 0.049205


Adjusted R-squared 0.583179 S.D. dependent var 0.175361
S.E. of regression 0.113216 Akaike info criterion -1.237338
Sum squared resid 0.230722 Schwarz criterion -0.718708
Log likelihood 28.94140 Hannan-Quinn criter. -1.074910
F-statistic 4.917517 Durbin-Watson stat 1.659997
Prob(F-statistic) 0.001699

85
2. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

12
Series: Residuals Sample
2010 2019
10 Observations 10

Mean9.80e-15
8
Median-0.008696
Maximum0.192390
6 Minimum-0.239734
Std. Dev.0.090775
Skewness0.022333
4 Kurtosis3.684083

2
Jarque-Bera0.567873
Probability0.752814

0
-0.25 -0.20 -0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

2. Uji Non-Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.491065 Prob. F(2,16) 0.6209


Obs*R-squared 1.677163 Prob. Chi-Square(2) 0.4323

3. Uji Homoskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.866407 Prob. F(10,18) 0.1197


Obs*R-squared 14.76263 Prob. Chi-Square(10) 0.1410
Scaled explained SS 7.632706 Prob. Chi-Square(10) 0.6647

4. Uji Linearitas

Ramsey RESET Test


Equation: ECM2000
Specification: D(PN) C D00 D(GDP) D(GDP2) D(CO2) D(KUB) BGDP BGDP2
BCO2 BKUB ECT

Omitted Variables: Squares of fitted values

Value df Probability
t-statistic 0.895651 17 0.3829
F-statistic 0.802190 (1, 17) 0.3829

86
Likelihood ratio 1.337136 1 0.2475

5. Uji Stabilitas Model


12

-4

-8

-12
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15

CUSUM 5% Significance

6. Uji Multikolinearitas

Variabel R2
PN 0.906561
GDP 0.184156
CO2 0.193513
KUB 0.162520

87
LAMPIRAN 6
KOEFISIEN JANGKA PANJANG DAN UJI T

Koefesien Jangka Pendek dan Panjang


Koefesien Jangka
Output Eviews 9 Koefesien Jangka Pendek Panjang
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Variable Coefficient Variable Coefficient
C -1,516195 0.795622 -1,905671 0.0728 C 0,000000 C -1,9923
D00 0,042450 0.088940 0.477285 0.6389 D00 0,0000 D00 0,0558
D(GDP) -0,315249 0.810895 -0.388767 0.7020 GDP 0,00000 GDP 0,6056
D(GDP2) 0,041754 0.064228 0.650092 0.5238 GDP2 0,00000 GDP2 -0,0286
D(CO2) -0,053862 0.073338 -0.734435 0.4721 CO2 0,0000 CO2 0,2374
D(KUB) -0,553438 0.341225 -1,621917 0.1222 KUB 0,0000 KUB 0,2007

BGDP -0,300134 0.216778 -1,384518 0.1831


BGDP2 -0,782792 0.182414 -4,291295 0.0004
BCO2 -0,580351 0.193803 -2,994536 0.0078
BKUB -0,60828 0.426796 -1,425224 0.1712
ECT 0,761045 0.175394 4,339057 0.0004
Matriks Parsial

C 1,3140 2,6178
D00 1,3140 -0,0733
GDP 1,3140 0,5182
GDP2 1,3140 1,3515
CO2 1,3140 1,0020
D(KUB) 1,3140 1,0502

Matriks Varians-Kovarians

C D00 D(GDP) D(GDP2 D(CO2) D(KUB) BGDP BGDP2 BCO2 BKUB ECT
)
C 0,6330 0,0100 -0,0795 0,0051 -0,0173 0,1540 -0,1301 0,0619 0,0156 0,2197 -0,0519

D00 0,0100 0,0079 -0,0079 0,0003 0,0013 -0,0085 -0,0060 -0,0043 -0,0027 -0,0085 0,0043

D(GDP) -0,0795 -0,0079 0,6576 -0,0519 0,0175 0,0412 0,0012 0,0376 0,0629 0,0995 -0,0334

D(GDP2) 0,0051 0,0003 -0,0519 0,0041 -0,0015 -0,0032 0,0003 -0,0029 -0,0050 -0,0080 0,0026

D(CO2) -0,0173 0,0013 0,0175 -0,0015 0,0054 -0,0021 -2,5491 -0,0018 0,0033 -0,0009 0,0018

D(KUB) 0,1540 -0,0085 0,0412 -0,0032 -0,0021 0,1164 -0,0304 0,0304 0,0223 0,1076 -0,0270

BGDP -0,1301 -0,0060 0,0012 0,0003 -2,5491 -0,0304 0,0470 0,0057 0,0111 -0,0394 -0,0082

BGDP2 0,0619 -0,0043 0,0376 -0,0029 -0,0018 0,0304 0,0057 0,0333 0,0304 0,0556 -0,0319

BCO2 0,0156 -0,0027 0,0629 -0,0050 0,0033 0,0223 0,0111 0,0304 0,0376 0,0492 -0,0294

BKUB 0,2197 -0,0085 0,0995 -0,0080 -0,0009 0,1076 -0,0394 0,0556 0,0492 0,1822 -0,0503

ECT -0,0519 0,0043 -0,0334 0,0026 0,0018 -0,0270 -0,0082 -0,0319 -0,0294 -0,0503 0,0308

88
Mencari Varian dan Standar Deviasi

Var C 1,3140 2,6178 0,0308 -0,0519 1,3140


-0,0519 0,6330 2,6178
-0,0955 1,5889 -0,0955 1,5889 1,3140
2,6178
Var C 4,0338 4,0338 4,0338
Std Dev C 2,0084 2,0084 2,0084

Var D00 1,3140 -0,0733 0,0308 0,0043 1,3140


0,0043 0,0079 -0,0733
0,0401 0,0051 0,0401 0,0051 1,3140
-0,0733
Var D00 0,0523 0,0523 0,0523
Std Dev D00 0,2287 0,2287 0,2287

Var GDP 1,3140 0,5182 0,0308 -0,0082 1,3140


-0,0082 0,0470 0,5182
0,0362 0,0136 0,0362 0,0136 1,3140
0,5182
Var GDP 0,0546 0,0546 0,0546
Std Dev GDP 0,2337 0,2337 0,2337

Var GDP2 1,3140 1,3515 0,0308 -0,0319 1,3140


-0,0319 0,0333 1,3515
-0,0027 0,0030 -0,0027 0,0030 1,3140
1,3515
Var GDP2 0,0006 0,0006 0,0006
Std Dev GDP2 0,0237 0,0237 0,0237

Var CO2 1,3140 1,0020 0,0308 -0,0294 1,3140


-0,0294 0,0376 1,0020
0,0110 -0,0010 0,0110 -0,0010 1,3140
1,0020
Var CO2 0,0135 0,0135 0,0135
Std Dev CO2 0,1160 0,1160 0,1160

Var KUB 1,3140 1,0502 0,0308 -0,0503 1,3140


-0,0503 0,1822 1,0502
-0,0124 0,1252 -0,0124 0,1252 1,3140

89
1,0502
Var KUB 0,1152 0,1152 0,1152
Std Dev KUB 0,3394 0,3394 0,3394

T-Statistik
Variabel Koef J.Panjang Std Dev t-Statistic
C -1,9923 2,0084 -0,9919
D04 0,0558 0,2287 0,2439
GDP 0,6056 0,2337 2,5911 ***
GDP2 -0,0286 0,0237 -1,2077
CO2 0,2374 0,1160 2,0464 **
KUB 0,2007 0,3394 0,5915

90

Anda mungkin juga menyukai