Abstract
Human life on earth is related to the environment. However, the environment can be
damaged due to human activities, one of them is economic growth. ASEAN is an association of
countries in Asia that have rapid economic growth but accompanied by increasing
environmental degradation such as transboundary haze pollution due to forest fire in
Indonesia on 2015, deforestation and land conversion to oil palm plantations in Malaysia and
Indonesia since 2000, water pollution in Thailand on 2013, and so on whish will cause new
problems, called climate change. ASEAN is a region that is affected by this such as natural
463
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)
disaster, water scarcity, even hunger. The relationship between economic growth and
environmental degradation presents a hypothesis known as the Environmental Kuznets Curve
(EKC) with inverted U curve shape. This study aims to analyze whether the EKC is proven, to
analyze the impact of trade openness, energy intensity, and population to CO2 emissions and to
analyze whether there are differences in CO2 emissions before and after the implementation of
the Sustainability Development Goals (SDGs) in 9 ASEAN countries in 2000-2017. Secondary
data in the form of panel data is used and analyzed by panel data regression using the Fixed
Effect Model. The results showed that EKC would occur in 9 ASEAN countries with a turning
point on 7,098%, energy intensity and population had a positive and significant effect on
increasing CO2 emissions, while trade openness had a negative but insignificant effect on
increasing CO2 emissions. There is a negative and significant difference between before and
after the implementation of the SDGs on CO2 emissions in 9 ASEAN countries in 2000-2017.
Simultaneously, economic growth, trade openness, energy intensity, population, and the
application of SDGs affect CO2 emissions in 9 ASEAN countries for the period 2000-2017.
464
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2
469
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)
Sumber: Data diolah dengan Eviews 10 cross section chi-square lebih kecil dari
taraf signifikansi, maka hipotesis nul
Hasil uji Chow menunjukkan bahwa ditolak artinya FEM adalah model terbaik.
nilai probabilitas cross section chi-square Uji Hausman
sebesar 0,0000 artinya nilai probabilitas Tabel 2. Hasil Uji Hausman
470
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2
13,63414
= − 2 (– 0,960405)
Dari tabel 3 yang menunjukkan hasil
regresi menggunakan program pengolah = 7,09812
data Eviews 10, diperoleh persamaan EKC 9 negara ASEAN periode 2000-
sebagai berikut: 2017 memiliki titik balik pada pertumbuhan
Y = – 307.9158 + 13.63414 (lnX1it) – ekonomi pada 7,098%. Hal ini berarti pada
0.960405 (lnX1it)2 – 0.003381 X2it + awal pertumbuhan ekonomi di 9 negara
3.739405 (lnX3it) + 16.21183 (lnX4it) ASEAN akan meningkatkan emisi CO2
– 0.892558 D1it it namun setelah mencapai pertumbuhan
ekonomi sebesar 7,098% maka
PEMBAHASAN pertumbuhan ekonomi akan memperbaiki
Environmental Kuznets Curve (EKC) di 9 kualitas lingkungan dengan melaksanakan
Negara ASEAN berbagai upaya dan kebijakan. Hal ini
Hasil analisis data menunjukkan bahwa dikarenakan pertumbuhan ekonomi di 9
EKC secara teori terjadi di 9 negara negara ASEAN terus mengalami
ASEAN. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan yang artinya aktivitas ekonomi
koefisien regresi untuk pertumbuhan juga meningkat dan berakibat pada
ekonomi bernilai positif sebesar 13.63414 bertambahnya kadar emisi CO2 di udara.
dengan thitung > ttabel (3.532456 > 1.65474) Namun, rata-rata pertumbuhan ekonomi di
dan probabilitas thitung X1 < (0,0002 < 9 negara ASEAN belum mencapai titik
0,05), sedangkan koefisien regresi untuk baliknya sebesar 7,098 %. Hal ini berarti
pertumbuhan ekonomi kuadrat bernilai EKC yang diharapkan belum terjadi di
negatif sebesar – 0.960405 dengan thitung > ASEAN, namun dalam jangka panjang
ttabel (3.832201 > 1.65468) dan probabilitas EKC dapat terjadi. Hal ini dikarenakan
thitung X12 < (0,0002 < 0,05). mayoritas negara di ASEAN masih berada
Adapun titik balik EKC 9 negara pada tahap pra ekonomi industri atau
ASEAN periode 2000-2017 sebagai pertanian dan perkebunan dan industri
berikut, dimana β1 dan β2 merupakan dimana pertumbuhan ekonomi dan emisi
koefisien dari pertumbuhan ekonomi (X1) CO2 mengalami peningkatan secara
dan kuadrat dari pertumbuhan ekonomi bersama-sama.
(X12) yang didapat dari tabel 3.
471
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)
Alasan EKC akan tercapai di ASEAN menginginkan lingkungan yang lebih bersih
adalah adanya upaya serius para anggota dan ekonomi berorientasi pada teknologi
ASEAN dalam menangani gas rumah kaca yang ramah lingkungan.
penyebab perubahan iklim. Negara anggota Pengaruh Keterbukaan Perdagangan
ASEAN menjadi bagian dari UNFCCC Terhadap Emisi CO2 9 Negara ASEAN
atau Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Hasil analisis data menunjukkan bahwa
Perubahan Iklim pada tahun 1992 serta keterbukaan perdagangan tidak
turut menjalankan Protokol Kyoto di tahun berpengaruh secara signifikan terhadap
1997dan Perjanjian Paris di tahun 2015 emisi CO2 di 9 negara ASEAN periode
serta membentuk kelompok kerja untuk 2000-2017, hal ini ditunjukkan dengan
perubahan iklim yang disebut ASEAN thitung < ttabel (0.473186 < 1.65468) dan
Working Group on Climate Change probabilitas thitung X2 >
(AWGCC) pada tahun 2009 (Pramudianto, 0,05). Hasil tersebut menjelaskan bahwa
2016: 87-89). keterbukaan ekonomi tidak berdampak baik
Hasil ini selaras dengan penelitian maupun buruk terhadap lingkungan di 9
Trianto dan Pirwanti (2018) yang negara ASEAN. Hal ini dikarenakan tidak
menunjukkan adanya kaitan antara semua komoditas perdagangan mengalami
pertumbuhan ekonomi dengan kerusakan penciptaan perdagangan. Mayoritas
lingkungan berbentuk kurva U-terbalik di komoditas ekspor 9 negara ASEAN
ASEAN periode 2002-2016 karena kultur merupakan sektor pertanian dan
penduduk di beberapa negara ASEAN yang manufaktur khususnya perakitan mesin,
sangat menjaga lingkungan. Hanif dan suku cadang, dan kendaraan dimana sektor
Gago-de-Santos (2017) juga menemukan tersebut adalah sektor yang tidak
kurva berbentuk U terbalik antara berkontribusi besar dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan emisi CO2 di 86 emisi CO2.
negara berkembang periode 1972-2011. Hasil tersebut selaras dengan penelitian
Dalam jangka pendek, pemerintah negara oleh Gilbert (2017) di Indonesia yang
berkembang memiliki fokus pada menyatakan bahwa pengaruh keterbukaan
pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga perekonomian yang menggambarkan
terjadilah degradasi lingkungan sebab biaya AFTA tidak berpengaruh secara signifikan
perbaikan lingkungan membutuhkan biaya terhadap kualitas lingkungan hidup
yang besar. Namun, pada jangka panjang Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi mayoritas sektor perdagangan AFTA
degradasi lingkungan karena penduduk adalah sektor berbasis perakitan dan
472
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2
pertanian serta sektor padat karya yang Hasil ini sesuai dengan penelitian
meningkatkan kegiatan perekonomian Shahbaz et al (2015) di beberapa negara
namun cenderung tidak signifikan dalam Afrika. Intensitas energi berpengaruh
menurunkan kualitas lingkungan. Begitu positif terhadap emisi CO2 di beberapa
pula dengan penelitian oleh Oh dan Bhuyan negara di Afrika karena besarnya konsumsi
(2018) di Bangladesh. Hasil penelitian energi khususnya bahan bakar fosil
menjelaskan bahwa keterbukaan meningkatkan kadar emisi CO2 di udara.
perdagangan memiliki pengaruh yang tidak Selaras pula dengan penelitian oleh Danish,
signifikan terhadap emisi CO2 dikarenakan Ulucak, dan Khan (2020) di Amerika
sektor industri pakaian jadi mendominasi Serikat. Ketidakpastian kebijakan ekonomi
perdagangan ekspor di Bangladesh. juga memperkuat dampak merugikan
Kegiatan yang dilakukan pada sektor ini intensitas energi terhadap peningkatan
adalah jasa CMT (Cut, Make, and Trim) emisi CO2 di Amerika Serikat karena dapat
yang merupakan sektor padat karya mendorong transfer teknologi yang intensif
sehingga sektor ini masih relatif bersih dan energi melalui aliran masuk investasi asing
rendah emisi CO2. langsung yang dapat merusak kualitas
Pengaruh Intensitas Terhadap Emisi lingkungan.
CO2 9 Negara ASEAN Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap
Hasil analisis data menunjukkan bahwa Emisi CO2 9 Negara ASEAN
intensitas energi berpengaruh positif dan Hasil analisis data menunjukkan bahwa
signifikan terhadap emisi CO2 di 9 negara jumlah penduduk berpengaruh positif dan
ASEAN periode 2000-2017, hal ini signifikan terhadap emisi CO2 di 9 negara
ditunjukkan dengan thitung < ttabel (0.4251316 ASEAN periode 2000-2017, hal ini
< 1.65468) dan probabilitas thitung X3 > ditunjukkan dengan thitung > ttabel (5.368958
(0.0000 > 0,05). Hasil tersebut > 1.65468) dan probabilitas thitung X4 <
menunjukkan bahwa penggunaan energi di (0,0000 < 0,05). Hal ini dikarenakan jumlah
9 negara ASEAN belum efisien sehingga penduduk di 9 negara ASEAN mengalami
menyebabkan peningkatan emisi CO2 atau kenaikan walaupun pertumbuhan
dengan kata lain teknologi yang digunakan penduduknya menurun. Mayoritas
masih rendah. Tingkat intensitas energi penduduk di 9 negara ASEAN adalah
yang tinggi dikarenakan oleh konsumsi penduduk usia produktif dimana tenaga
energi atas bahan bakar fosil yang masih kerja bertambah banyak sehingga
besar di negara anggota ASEAN. produktivitas akan meningkat yang
berakibat pada degradasi lingkungan.
473
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)
Selain itu, dengan bertambahnya penduduk dengan thitung > ttabel (2.098975 > 1.65468)
juga menimbulkan ledakan penduduk dan probabilitas thitung D1 < (0,0375 <
sehingga meningkatkan kebutuhan energi, 0,05). Nilai koefisien regresi untuk
sumber daya alam dan pangan, perubahan penerapan SDGs sebesar -0.892558 artinya
gaya hidup dan tingkat konsumsi, serta setelah diterapkannya SDGs, jumlah emisi
lahan untuk tempat tinggal. CO2 lebih rendah 0.892558 tCO2/orang
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian dibandingkan dengan sebelum
Aye dan Edoja (2017) yang meneliti 31 diterapkannya SDGs.
negara berkembang di dunia, mengatakan Hal ini disebabkan karena negara
bahwa peningkatan populasi penduduk anggota ASEAN berkomitmen untuk
dapat menyebabkan peningkatan konsumsi menjalankan SDGs yang menggantikan
energi sehingga mengakibatkan polusi yang MDGs (Millenium Development Goals) di
lebih besar. Sejalan pula dengan penelitian tahun 2016. Untuk mencapai target SDGs,
Nikensari, Destilawati, dan Nurjanah ASEAN menciptakan sinergi yang saling
(2019) di negara high income dan low mendukung antara ASEAN Community
middle income di Asia yang menyatakan Vision 2025 (ASEAN 2025) dan SDGs.
peningkatan populasi pada negara high Sinergi ini menunjukkan bahwa ASEAN
income juga akan meningkatkan emisi CO2. 2025 di tingkat regional dan SDGs di
Pola hidup masyarakat yang tidak ramah tingkat global saling melengkapi dalam
lingkungan seperti peningkatan kuantitas mewujudkan tujuan dan target yang ingin
kendaraan bermotor, peningkatan konsumsi dicapai.
energi, penurunan ruang terbuka, serta Hasil tersebut sama dengan penelitian
ketergantungan akan minyak bumi sebagai Pratama (2020) di Indonesia yang
sumber energi menyebabkan peningkatan menyatakan bahwa terdapat perbedaan
jumlah emisi CO2. pengaruh sebelum dan sesudah
Perbedaan Sebelum dan Setelah disepakatinya konsensus kemitraan global
Penerapan Sustainable Development PBB yaitu MDGs dan SDGs di Indonesia
Goals (SDGs) terhadap Emisi CO2 9 dalam jangka panjang. MDGs dan SDGs
Negara ASEAN terbukti berpengaruh negatif pada emisi
Hasil analisis data menunjukkan bahwa CO2 dalam jangka panjang. Penelitian dari
ada perbedaan yang negatif dan signifkan Dinnata dan Nuraeni (2020) yang
sebelum dan setelah penerapan SDGs menyatakan bahwa ASEAN ikut dalam
terhadap emisi CO2 di 9 negara ASEAN kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular
periode 2000-2017, hal ini ditunjukkan dalam tujuan mencapai agenda
474
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2
pembangunan SDGs yang dikeluarkan oleh dan intensitas energi secara bersama-sama
PBB. memengaruhi emisi CO2.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Keterbukaan Perdagangan, Intensitas KESIMPULAN
Energi, Jumlah Penduduk, dan Dummy Berdasarkan hasil analisis yang telah
Variabel Penerapan SDGs secara dibahas di atas, maka dapat ditarik
Bersama-samaterhadap Emisi CO2 9 kesimpulan sebagai berikut.
Negara ASEAN 1. Environmental Kuznets Curve (EKC)
Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara teori terbukti di 9 negara
variabel pertumbuhan ekonomi, ASEAN periode 2000-2017 dengan
keterbukaan perdagangan, intensitas energi, titik balik pertumbuhan ekonomi
populasi penduduk, dan penerapan SDGs sebesar 7,098%. Namun, secara
berpengaruh secara bersama-sama dan keseluruhan 9 negara ASEAN belum
signifikan terhadap emisi CO2 di 9 negara mencapai titik balik pertumbuhan
ASEAN periode 2000-2017, hal ini ekonomi tersebut. Hal ini berarti EKC
ditunjukkan dengan Fhitung > Ftabel yang diharapkan saat ini belum terjadi
(169.2894 > 2.16) dan probabilitas Fhitung < di 9 negara ASEAN, namun dalam
α (0 < 0.05) dan koefisein determinasi R2 jangka panjang EKC dapat terjadi.
sebesar 93,60 % . Hasil tersebut didukung Berlakunya EKC ini memiliki arti
oleh penelitian Pratama (2020) di Indonesia bahwa pada masa yang akan datang,
yang menyatakan bahwa PDB per kapita, setelah melalui titik balik pertumbuhan
pertumbuhan penduduk, kosumsi energi ekonomi, 9 negara ASEAN akan
total, dan dummy variabel penerapan mampu menurunkan emisi CO2.
MDGs dan SDGs secara bersama-sama 2. Keterbukaan perdagangan tidak
memengaruhi emisi CO2. Selarasa dengan mempunyai pengaruh secara signifikan
penelitian oleh Nikensari, Destilawati, dan terhadap emisi CO2 di 9 negara
Nurjanah (2019) di beberapa negara Asia ASEAN periode 2000-2017. Hal ini
yang menyatakan bahwa konsumsi energi, berarti kenaikan ataupun penurunan
PDB per kapita, populasi penduduk, dan keterbukaan perdagangan tidak
penerapan MDGs secara bersama-sama berpengaruh terhadap emisi CO2 di 9
memengaruhi emisi CO2. Dan juga negara ASEAN periode 2000-2017.
penelitian dari Shahbaz et al (2015) di Hal tersebut dikarenakan mayoritas
beberapa negara benua Afrika yang komoditas ekspor 9 negara ASEAN
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan sektor pertanian dan
475
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)
480