Anda di halaman 1dari 18

DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2

ANALISIS DETERMINAN DEGRADASI LINGKUNGAN: PENGUJIAN EKC DI 9


NEGARA ASEAN PERIODE 2000-2017
ANALYSIS OF DETERMINANTS OF ENVIRONMENTAL DEGRADATION: TESTING
EKC IN 9 ASEAN COUNTRIES PERIOD 2000-2017
1
Nur Faizah, 2Lorentino Togar Laut, 3Gentur Jalunggono
Fakultas Ekonomi, Universitas Tidar, Magelang, Indonesia
Nurfaiza1998@gmail.com
Abstrak
Kehidupan manusia di bumi sangat erat kaitannya dengan lingkungan. Namun,
lingkungan bisa menjadi rusak karena aktivitas manusia salah satunya karena pertumbuhan
ekonomi. ASEAN adalah sebuah perhimpunan negara di Asia yang memiliki pertumbuhan
ekonomi yang pesat namun diiringi dengan degradasi lingkungan yang terus meningkat seperti
kabut asap lintas negara karena kebakaran hutan di Indonesia tahun 2015, deforestasi dan alih
fungsi lahan menjadi kebun kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia sejak tahun 2000, polusi
air di Thailand tahun 2013, dan sebagainya yang akan menyebabkan masalah baru yaitu
perubahan iklim. ASEAN merupakan wilayah yang terdampak akan perubahan iklim seperti
bencana alam, kelangkaan air, bahkan kelaparan. Kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan
degradasi lingkungan menghadirkan sebuah hipotesis yang dikenal sebagai Environmental
Kuznets Curve (EKC) yang memiliki bentuk kurva U terbalik. Penelitian ini bertujun untuk
menganalisis apakah EKC secara teori terbukti, menganalisis pengaruh keterbukaan
perdagangan, intensitas energi, dan jumlah penduduk terhadap emisi CO2 serta menganalisis
apakah terdapat perbedaan sebelum dan setelah perapan Sustainable Development Goals
(SDGs) terhadap emisi CO2 di 9 negara ASEAN periode 2000-2017. Data sekunder berupa
data panel digunakan pada penelitian ini dan dianalisis dengan regresi data panel menggunakan
pendekatan Fixed Effect Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EKC akan terjadi di 9
negara ASEAN dengan titik balik 7,098%, intensitas energi serta jumlah penduduk
berpengaruh positif dan signifikan pada peningkatan emisi CO2, sedangkan keterbukaan
perdagangan berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada peningkatan emisi CO2.
Terdapat perbedaan yang negatif dan signifikan sebelum dan setelah penerapan SDGs terhadap
emisi CO2 di 9 negara ASEAN periode 2000-2017. Secara simultan, variabel pertumbuhan
ekonomi, keterbukaan perdagangan, intensitas energi, jumlah penduduk, dan penerapan SDGs
memiliki pengaruh terhadap emisi CO2 di 9 negara ASEAN periode 2000-2017.

Kata kunci: lingkungan, pertumbuhan ekonomi, EKC, ASEAN

Abstract
Human life on earth is related to the environment. However, the environment can be
damaged due to human activities, one of them is economic growth. ASEAN is an association of
countries in Asia that have rapid economic growth but accompanied by increasing
environmental degradation such as transboundary haze pollution due to forest fire in
Indonesia on 2015, deforestation and land conversion to oil palm plantations in Malaysia and
Indonesia since 2000, water pollution in Thailand on 2013, and so on whish will cause new
problems, called climate change. ASEAN is a region that is affected by this such as natural

463
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)

disaster, water scarcity, even hunger. The relationship between economic growth and
environmental degradation presents a hypothesis known as the Environmental Kuznets Curve
(EKC) with inverted U curve shape. This study aims to analyze whether the EKC is proven, to
analyze the impact of trade openness, energy intensity, and population to CO2 emissions and to
analyze whether there are differences in CO2 emissions before and after the implementation of
the Sustainability Development Goals (SDGs) in 9 ASEAN countries in 2000-2017. Secondary
data in the form of panel data is used and analyzed by panel data regression using the Fixed
Effect Model. The results showed that EKC would occur in 9 ASEAN countries with a turning
point on 7,098%, energy intensity and population had a positive and significant effect on
increasing CO2 emissions, while trade openness had a negative but insignificant effect on
increasing CO2 emissions. There is a negative and significant difference between before and
after the implementation of the SDGs on CO2 emissions in 9 ASEAN countries in 2000-2017.
Simultaneously, economic growth, trade openness, energy intensity, population, and the
application of SDGs affect CO2 emissions in 9 ASEAN countries for the period 2000-2017.

Keywords: environment, economic growth, EKC, ASEAN

PENDAHULUAN Pada awal pertumbuhan ekonomi,


Kehidupan manusia selalu berkaitan sebuah negara akan berfokus pada
dengan keberadaan lingkungan yang peningkatan pertumbuhan ekonomi
menyediakan sumber daya alam. Menurut sehingga akan menyebabkan degradasi
Suparmoko (2016: 7), sumber daya alam lingkungan. Salah satu akibat dari
merupakan faktor yang menentukan bagi degradasi lingkungan adalah meningkatnya
proses pertumbuhan ekonomi di sebuah gas rumah kaca (GRK) di atmosfer yang
negara. Produksi barang serta jasa yang mengakibatkan pemanasan global dan pada
menggunakan sumber daya alam apabila akhirnya menimbulkan perubahan iklim.
tidak memerhatikan lingkungan maka akan Berbagai kesepakatan dan kerjasama
berdampak buruk bagi lingkungan dan dilakukan untuk menangani masalah ini.
mengganggu pertumbuhan ekonomi. Dietz Salah satunya adalah Sustainable
dan Rosa (1997) dalam Kusumawardani Development Goals (SDGs). SDGs adalah
(2011: 38) mengatakan bahwa terdapat lima agenda pembangunan berkelanjutan guna
faktor antropogenik yang menjadi faktor mencapai kesejahteraan rakyat dan bumi
pendorong dari perubahan lingkungan yaitu menurut hak asasi manusia serta
kegiatan perekonomian, jumlah penduduk, keseimbangan antara pembangunan
teknologi, politik dan lembaga ekonomi, ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial
serta sikap dan keyakinan masyarakat. yang lebih baik (Bainus dan Rachman,
2018: 1). Dari 17 tujuan SDGs, terdapat

464
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2

sebuah tujuan yaitu mengambil tindakan dalam Nikensari, Destilawati, dan


untuk penanganan perubahan iklim. Nurjanah, 2019: 14).
Perubahan iklim muncul karena Tidak bisa dipungkiri bahwa
pemanasan global yang disebabkan karena pertumbuhan ekonomi adalah sesuatu yang
meningkatnya GRK. Menurut para ahli, penting untuk setiap negara. ASEAN
terdapat enam gas yang berperan dalam (Association of Southeast Asian Nations)
menyusun GRK namun gas karbon merupakan sebuah perhimpunan negara di
dioksida (CO2) adalah gas yang memiliki wilayah Asia yang perekonomiannya
kontribusi tertinggi dalam GRK sehingga mengalami kemajuan selama satu dekade
gas CO2 bisa disebut menjadi pemicu terakhir. Pencapaian ini menjadikan
utama dari pemanasanuglobal (Sukadri, ASEAN sebagai perhimpunan dengan
2012: 13). Emisi gas CO2 banyak perekonomian terbesar pada peringkat
disebabkan karena kegiatan manusia salah kelima pada tingkat dunia dan peringkat
satunya adalah pertumbuhan ekonomi. ketiga pada tingkat Asia di tahun 2017.
Beberapa ahli berpendapat bahwa Namun, peningkatan perekonomian
lingkungan dan pertumbuhan ekonomi tersebut diikuti oleh degradasi lingkungan
mempunyai hubungan “trade-off”. Hal ini yaitu emisi CO2 yang meningkat. Hal ini
berarti peningkatan pertumbuhan ekonomi mendukung hipotesis EKC yang
akan diikuti oleh kerusakan lingkungan menjelaskan bahwa di pertumbuhan
karena kelangkaan sumber daya alam dan ekonomi pada fase awal, sebuah negara
degradasi lingkungan (Kusumawardani, akan mengalami degradasi lingkungan.
2011: 38). Berdasarkan latar belakang di atas,
Hubungan tersebut menghasilkan maka peneliti memiliki beberapa tujuan
sebuah hipotesis yang dikenal sebagai yang ingin dicapai, antara lain:
Environmental Kuznets Curve (EKC) yang 1. Menganalisis apakah Environmental
memiliki bentuk kurva U terbalik. EKC Kuznets Curve (EKC) secara teori
menunjukkan bahwa perkembangan terbukti di 9 negara ASEAN periode
ekonomi harus menghadapi degradasi 2000-2017.
lingkungan pada tahap awal pertumbuhan 2. Menganalisis pengaruh keterbukaan
ekonomi (Adu dan Denkyirah, 2017: 1-2). perdagangan terhadap emisi CO2 di 9
Namun, saat pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode 2000-2017.
mencapai titik puncaknya maka degradasi 3. Menganalisis pengaruh intensitas
lingkungan akan menurun karena energi terhadap emisi CO2 di 9 negara
perubahan struktur ekonomi (Galeotti, 2007 ASEAN periode 2000-2017.
465
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)

4. Menganalisis pengaruh jumlah 2016: 3). Lingkungan menyediakan sumber


penduduk terhadap emisi CO2 di 9 daya alam untukomanusia guna memenuhi
negara ASEAN periode 2000-2017. kebutuhan hidup. Namun, lingkungan serta
5. Menganalisis perbedaan sebelum dan sumber daya alam bukanlah suatu hal yang
setelah penerapan Sustainable bebas adanya sehingga untuk
Development Goals (SDGs) terhadap memperolehnya diperlukan sebuah
emisi CO2 di 9 negara ASEAN periode pengorbanan. Apabila fungsi lingkungan
2000-2017. dimanfaatkan melampaui daya dukung dan
6. Menganalisis pengaruh pertumbuhan daya tampungnya akan berakibat pada
ekonomi, keterbukaan perdagangan, ekonomi yang akan kehilangan kemampuan
intensitas energi, jumlah penduduk, untuk berkembang. Sehingga, lingkungan
dan penerapan SDGs secara bersama- merupakan hal yang utama dalam
sama terhadap emisi CO2 di 9 negara pembangunan karena lingkungan menjadi
ASEAN periode 2000-2017. dasar seluruh piramida kesejahteraan
Berkaitan dengan latar belakang yang (Burhanuddin, 2016: 14).
telah dijelaskan, penelitian yang dilakukan Pertumbuhan Ekonomi
membahas tentang “Analisis Determinan Menurut Boediono dalam
Degradasi Lingkungan: Pengujian EKC di Lumbantoruan dan Hidayat (2014: 16),
9 Negara ASEAN Periode 2000-2017”, pertumbuhan ekonomi merupakan proses
dengan variabel dependen yaitu emisi CO2, kenaikan output dalam jangka panjang.
variabel independen yaitu pertumbuhan Pertumbuhan ekonomi sebuah negara akan
ekonomi, dan variabel kontrol yaitu terus mengalami perubahan terus menerus
keterbukaan perdagangan, intensitas energi, dan akan membentuk sebuah pola tertentu.
jumlah penduduk, dan penerapan SDGs. Menurut W. W. Rostow terdapat 5 tahapan
pertumbuhan ekonomi yaitu tahap
LANDASAN TEORI masyarakat tradisional, tahap prasyarat
Lingkungan untuk lepas landas, tahap lepas landas,
Lingkungan memiliki arti gabungan tahap gerakan kedewasaan, dan tahap masa
antara keadaan fisik serta kelembagaan. konsumsi tinggi (Rachim, 2015: 10).
Keadaan fisik mencakup seluruh keadaan Paradigma Pembangunan Berkelanjutan
sumber daya alam sedangkan Menurut Van Den Berg, pembangunan
kelembangaan merupakan ciptaan dari ekonomi adalah sebuah proses perubahan
manusia meliputi keputusan dalam dalam jangka waktu tertentu ditandai
menggunakan kondisi fisik (Suparmoko, dengan perubahan struktural yaitu
466
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2

perubahan pada fundamen kegiatan diterapkan pada 2000. MDGs bertekad


ekonomi ataupun kerangka susunan untuk serempak melawan kemiskinan serta
ekonomi masyarakat. (Daengs, 2020: 5). kelaparan, mendorong pendidikan,
Seiring berjalannya waktu, pembangunan mendorong kesetaraan gender, mengurangi
eknomi mengalami berbagai hal baik yang angka kematian bayi, memperbaiki
menyebabkan kegagalan maupun kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS,
kesuksesan. Sehingga akan terbentuk malaria, dan penyakit lainnya, mendorong
paradigma-paradigma pembangunan yang keberlanjutan lingkungan, dan mendorong
baru. kerjasama global dalam pembangunan.
Menurut Emil Salim, paradigma yang MDGs mulai diterapkan pada tahun 2000
banyak diimplementasikan oleh banyak dan berakhir pada 2015.
negara yaitut pertumbuhan atau Setelah berakhirnya MDGs, SDGs
pembangunan konvensional yang terfokus mulai diberlakukan paska tahun 2015
pada pertumbuhan output (Azis dkk, 2010: sampai 2030. Seluruh target tujuan SDGs
21). Paradigma pertumbuhan mendapatkan mempertimbangkan perubahan situasi
berbagai kritikan karena seringkali global seperti isu penurunan jumlah sumber
mengorbankan lingkungan. Pada akhirnya daya alam, degradasi lingkungan,
munculah sebuah paradigma pembangunan perubahan iklim, perlindungan sosial,
baru yang peduli pada lingkungan yaitu ketahanan pangan dan energi, dan
pembangunan berkelanjutan (Burhanuddin, pembangunan yang berpihak pada kaum
2016: 12). Pembangunan berkelanjutan miskin (Wahyuningsih, 2017: 391-392).
merupakan pembangunan yang mencukupi Pada usaha menjaga keseimbangan tiga
kebutuhan sekarang dengan tidak memberi dimensi pembangunan (ekonomi, sosial,
risiko pada hak pemenuhan kebutuhan dan lingkungan), maka SDGs mempunyai
keturunan di masa depan (Suryono, 2010: lima landasan utama yaitu people
21). Pembangunan berkelanjutan (masyarakat), planet (planet bumi),
membutuhkan tiga aspek antara lain aspek prosperity (kesejahteraan), peace
lingkungan, sosial, serta ekonomi. (perdamaian), dan partnership (kemitraan).
Salah satu organisasi dunia, Tujuan akhir SDGs adalah mengakhiri
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemiskinan, mencapai kesejahteraan, serta
melakukan usaha agar pembangunan mengatasi perubahan iklim. SDGs memiliki
berkelanjutan dapat merata di dunia. Usaha 17 tujuan global untuk mencapai tujuan
tersebut adalah kesepakatan Millenium tersebut (Ishartono dan Raharjo, 2016: 163-
Development Goals (MDGs) yang mulai 165).
467
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)

Emisi CO2 dibutuhkan oleh pembangunan. Sehingga,


Emisi gas CO2 adalah zat sisa berupa investasi sumber daya manusia mampu
gas yang terbuang ke alam akibat kegiatan meningkatkan kemajuan teknologi yang
manusia maupun faktor alam. Emisi gas akan menaikkan produktivitas-penduduk
CO2 merupakan gas yang memiliki (Idris, 2016: 61).
kontribusi tertinggi dalam gas rumah kaca Intensitas Energi
(Sukadri, 2012: 13). Menurut World Energi adalah sebuah faktor produksi
Meteorological Organization (WMO) pada penting dalam produksi. Bentuk energi
tahun 2018, komposisi emisi gas rumah dapat dibagi menjadi dua macam, antara
kaca terdiri gas karbonodioksida (CO2) lain energi primer dan energi akhir atau
sebesar 66% sehingga gas CO2 dapat sekunder. Salah satu indikator untuk
disebut sebagai sebab utama pemanasan melihat pemanfaatan energi adalah nilai
global. Produksinya sering dikaitkan intensitas energi. Intensitas energi mengacu
dengan aktivitas masyarakat atau disebut pada seberapa besar energi yang digunakan
juga faktor antropogenik. atau dibutuhkan per unit output. Indikator
Environmental Kuznets Curve (EKC) peningkatan efisiensi energi adalah
Environmental Kuznets Curve (EKC) mengurangi intensitas energi menjadi
adalah kurva hubungan pertumbuhan (Fitriyanto dan Iskandar, 2019: 93).
ekonomi dengan degradasi lingkungan
yang memiliki bentuk kurva U-terbalik. METODOLOGI PENELITIAN
EKC dipopulerkan oleh Grossman dan Penelitian kali ini menggunakan desain
Krueger pada tahun 1991 yang atau metode deskriptif kuantitatif dengan
mengembangkan kurva Kuznets untuk metode analisis regresi data panel.
menjelaskan hubungan antara pendapatan Variabel Penelitian
per kapita dengan kualitas lingkungan. Peneliti menggunakan tiga variabel
Kependudukan yaitu variabel dependen (terikat), variabel
Kependudukan adalah sebuah faktor independen (bebas), dan variabel kontrol.
penting pada proses pembangunan Emisi CO2 sebagai variabel dependen,
ekonomi. Hal ini disebabkan adanya pertumbuhan ekonomi sebagai variabel
penambahan hasil yang menurun dalam independen, serta jumlah penduduk,
penggunaan modal atau marginal keterbukaan perdagangan, intensitas energi,
diminishing return of capital pada kegiatan dan penerapan SDGs sebagai variabel
akumulasi modal fisik, sedangkan kontrol.
kelangsungan dalam jangka panjang Teknik Pengumpulan Data
468
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2

Metode pengumpulan data yang 0 = koefisien intersep atau konstanta


digunakan adalah metode studi pustaka atau X1 = pertumbuhan ekonomi
dokumenter. Data sekunder berupa data X12 = kuadrat dari pertumbuhan ekonomi
panel digunakan dalam penelitian ini dan X2 = keterbukaan perdagangan
berasal dari 9 negara yang tergabung dalam X3 = intensitas energi
ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Filipina, X4 = jumlah penduduk
Indonesia, Kamboja, Malaysia, Myanmar, D = dummy variabel penerapan SDGs
Singapura, Thailand, dan Vietnam dari 0 untuk periode data sebelum
tahun 2000 sampai 2017. Laos tidak masuk penerapan SDGs (2000-2015)
ke dalam penelitian karena kurangnya data 1 untuk periode data setelah
yang ada. Data yang digunakan diperoleh penerapan SDGs (2016-2017)
dalam bentuk data yang telah diolah dari i = negara, 9 negara ASEAN
laman World Bank (World Development t = waktu, tahun 2000 sampai 2017
Indicator), International Energy Agency t = variabel pengganggu
(IEA), dan Global Carbon Atlas. Berkaitan dengan hipotesis EKC maka
Teknik Analisis Data di tambahkan kuadrat dari variabel
Penelitan kali ini menggunakan pertumbuhan ekonomi untuk
analisis kuantitatif dengan metode regresi menggambarkan hubungan kuadratik guna
data panel. Pengujian yang digunakan melihat hubungan dalam bentuk kurva.
dalam menentukan pendekatan estimasi Metode variabel dummy digunakan dalam
model regresi yang paling sesuai diantara penelitian ini guna melihat perbedaan emisi
tiga pendekatan yaitu Model Common CO2 antara sebelum diterapkannya SDGs
Effect (CEM), Model Fixed Effect (FEM), dan setelah diterapkannya SDGs. Karena
dan Model Random Effect (REM) melalui terdapat perbedaan besaran dan satuan
tiga uji yaitu Uji Chow, Uji Hausman, dan variabel yang menyebabkan
Uji Lagrange Multiplier. persamaan_regresi perlu ditransformasi
Model dalam penelitian ini menjadi bentuk ln atau logaritma natural.
menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 (𝑙𝑛𝑋1𝑖𝑡 ) + 𝛽2 (𝑙𝑛𝑋1𝑖𝑡 )2 HASIL DAN PEMBAHASAN
+ 𝛽3 𝑋2𝑖𝑡 + 𝛽4 (𝑙𝑛𝑋3𝑖𝑡 ) Hasil Uji Kesesuaian Model
+ 𝛽5 (𝑙𝑛𝑋4𝑖𝑡 ) + 𝛽6 𝐷𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡 Uji Chow
Keterangan:
Y = emisi CO2 per kapita

469
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)

Tabel 1. Hasil Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 9.298123 (8,147) 0.0000


Cross-section Chi-square 66.334240 8 0.0000

Sumber: Data diolah dengan Eviews 10 cross section chi-square lebih kecil dari
taraf signifikansi, maka hipotesis nul
Hasil uji Chow menunjukkan bahwa ditolak artinya FEM adalah model terbaik.
nilai probabilitas cross section chi-square Uji Hausman
sebesar 0,0000 artinya nilai probabilitas Tabel 2. Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 35.787391 6 0.0000

Sumber: Data diolah dengan Eviews 10 LM dikarenakan model terbaik sudah


ditentukan yaitu dengan FEM.
Hasil Uji Hausman menunjukkan Analisis Regresi Data Panel
bahwa nilai probabilitas sebesar 0,0000 Regresi data panel merupakan teknik
artinya nilai probabilitas lebih kecil dari regresi yang memadukan data time series
taraf signifikansi, maka hipotesis nul dan cross-section. Setelah dilakukan uji
ditolak artinya FEM adalah model terbaik. kesesuaian model, didapatkan bahwa FEM
Uji Lagrange Multiplier (LM) merupakan model terbaik. Hasil regresi
Uji LM berfungsi untuk memilih data panel dengan FEM sebagai berikut.
model terbaik antara REM dan CEM. Tabel 3. Hasil Regresi Data Panel dengan
Dalam penelitian ini tidak digunakan uji FEM

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -307.9158 52.31217 -5.886123 0.0000


LNX1 13.63414 3.532456 3.859678 0.0002
LNX12 -0.960405 0.250614 -3.832201 0.0002
X2 -0.003381 0.007146 -0.473186 0.6368
LNX3 3.739405 0.879588 4.251316 0.0000
LNX4 16.21183 3.019549 5.368958 0.0000

470
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2

D1 -0.892558 0.425235 -2.098975 0.0375

Sumber: Data diolah dengan Eviews 10 β


Titik Balik = − 2β1
2

13,63414
= − 2 (– 0,960405)
Dari tabel 3 yang menunjukkan hasil
regresi menggunakan program pengolah = 7,09812
data Eviews 10, diperoleh persamaan EKC 9 negara ASEAN periode 2000-
sebagai berikut: 2017 memiliki titik balik pada pertumbuhan
Y = – 307.9158 + 13.63414 (lnX1it) – ekonomi pada 7,098%. Hal ini berarti pada
0.960405 (lnX1it)2 – 0.003381 X2it + awal pertumbuhan ekonomi di 9 negara
3.739405 (lnX3it) + 16.21183 (lnX4it) ASEAN akan meningkatkan emisi CO2
– 0.892558 D1it it namun setelah mencapai pertumbuhan
ekonomi sebesar 7,098% maka
PEMBAHASAN pertumbuhan ekonomi akan memperbaiki
Environmental Kuznets Curve (EKC) di 9 kualitas lingkungan dengan melaksanakan
Negara ASEAN berbagai upaya dan kebijakan. Hal ini
Hasil analisis data menunjukkan bahwa dikarenakan pertumbuhan ekonomi di 9
EKC secara teori terjadi di 9 negara negara ASEAN terus mengalami
ASEAN. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan yang artinya aktivitas ekonomi
koefisien regresi untuk pertumbuhan juga meningkat dan berakibat pada
ekonomi bernilai positif sebesar 13.63414 bertambahnya kadar emisi CO2 di udara.
dengan thitung > ttabel (3.532456 > 1.65474) Namun, rata-rata pertumbuhan ekonomi di
dan probabilitas thitung X1 < (0,0002 < 9 negara ASEAN belum mencapai titik
0,05), sedangkan koefisien regresi untuk baliknya sebesar 7,098 %. Hal ini berarti
pertumbuhan ekonomi kuadrat bernilai EKC yang diharapkan belum terjadi di
negatif sebesar – 0.960405 dengan thitung > ASEAN, namun dalam jangka panjang
ttabel (3.832201 > 1.65468) dan probabilitas EKC dapat terjadi. Hal ini dikarenakan
thitung X12 < (0,0002 < 0,05). mayoritas negara di ASEAN masih berada
Adapun titik balik EKC 9 negara pada tahap pra ekonomi industri atau
ASEAN periode 2000-2017 sebagai pertanian dan perkebunan dan industri
berikut, dimana β1 dan β2 merupakan dimana pertumbuhan ekonomi dan emisi
koefisien dari pertumbuhan ekonomi (X1) CO2 mengalami peningkatan secara
dan kuadrat dari pertumbuhan ekonomi bersama-sama.
(X12) yang didapat dari tabel 3.

471
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)

Alasan EKC akan tercapai di ASEAN menginginkan lingkungan yang lebih bersih
adalah adanya upaya serius para anggota dan ekonomi berorientasi pada teknologi
ASEAN dalam menangani gas rumah kaca yang ramah lingkungan.
penyebab perubahan iklim. Negara anggota Pengaruh Keterbukaan Perdagangan
ASEAN menjadi bagian dari UNFCCC Terhadap Emisi CO2 9 Negara ASEAN
atau Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Hasil analisis data menunjukkan bahwa
Perubahan Iklim pada tahun 1992 serta keterbukaan perdagangan tidak
turut menjalankan Protokol Kyoto di tahun berpengaruh secara signifikan terhadap
1997dan Perjanjian Paris di tahun 2015 emisi CO2 di 9 negara ASEAN periode
serta membentuk kelompok kerja untuk 2000-2017, hal ini ditunjukkan dengan
perubahan iklim yang disebut ASEAN thitung < ttabel (0.473186 < 1.65468) dan
Working Group on Climate Change probabilitas thitung X2 >
(AWGCC) pada tahun 2009 (Pramudianto, 0,05). Hasil tersebut menjelaskan bahwa
2016: 87-89). keterbukaan ekonomi tidak berdampak baik
Hasil ini selaras dengan penelitian maupun buruk terhadap lingkungan di 9
Trianto dan Pirwanti (2018) yang negara ASEAN. Hal ini dikarenakan tidak
menunjukkan adanya kaitan antara semua komoditas perdagangan mengalami
pertumbuhan ekonomi dengan kerusakan penciptaan perdagangan. Mayoritas
lingkungan berbentuk kurva U-terbalik di komoditas ekspor 9 negara ASEAN
ASEAN periode 2002-2016 karena kultur merupakan sektor pertanian dan
penduduk di beberapa negara ASEAN yang manufaktur khususnya perakitan mesin,
sangat menjaga lingkungan. Hanif dan suku cadang, dan kendaraan dimana sektor
Gago-de-Santos (2017) juga menemukan tersebut adalah sektor yang tidak
kurva berbentuk U terbalik antara berkontribusi besar dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan emisi CO2 di 86 emisi CO2.
negara berkembang periode 1972-2011. Hasil tersebut selaras dengan penelitian
Dalam jangka pendek, pemerintah negara oleh Gilbert (2017) di Indonesia yang
berkembang memiliki fokus pada menyatakan bahwa pengaruh keterbukaan
pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga perekonomian yang menggambarkan
terjadilah degradasi lingkungan sebab biaya AFTA tidak berpengaruh secara signifikan
perbaikan lingkungan membutuhkan biaya terhadap kualitas lingkungan hidup
yang besar. Namun, pada jangka panjang Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi mayoritas sektor perdagangan AFTA
degradasi lingkungan karena penduduk adalah sektor berbasis perakitan dan
472
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2

pertanian serta sektor padat karya yang Hasil ini sesuai dengan penelitian
meningkatkan kegiatan perekonomian Shahbaz et al (2015) di beberapa negara
namun cenderung tidak signifikan dalam Afrika. Intensitas energi berpengaruh
menurunkan kualitas lingkungan. Begitu positif terhadap emisi CO2 di beberapa
pula dengan penelitian oleh Oh dan Bhuyan negara di Afrika karena besarnya konsumsi
(2018) di Bangladesh. Hasil penelitian energi khususnya bahan bakar fosil
menjelaskan bahwa keterbukaan meningkatkan kadar emisi CO2 di udara.
perdagangan memiliki pengaruh yang tidak Selaras pula dengan penelitian oleh Danish,
signifikan terhadap emisi CO2 dikarenakan Ulucak, dan Khan (2020) di Amerika
sektor industri pakaian jadi mendominasi Serikat. Ketidakpastian kebijakan ekonomi
perdagangan ekspor di Bangladesh. juga memperkuat dampak merugikan
Kegiatan yang dilakukan pada sektor ini intensitas energi terhadap peningkatan
adalah jasa CMT (Cut, Make, and Trim) emisi CO2 di Amerika Serikat karena dapat
yang merupakan sektor padat karya mendorong transfer teknologi yang intensif
sehingga sektor ini masih relatif bersih dan energi melalui aliran masuk investasi asing
rendah emisi CO2. langsung yang dapat merusak kualitas
Pengaruh Intensitas Terhadap Emisi lingkungan.
CO2 9 Negara ASEAN Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap
Hasil analisis data menunjukkan bahwa Emisi CO2 9 Negara ASEAN
intensitas energi berpengaruh positif dan Hasil analisis data menunjukkan bahwa
signifikan terhadap emisi CO2 di 9 negara jumlah penduduk berpengaruh positif dan
ASEAN periode 2000-2017, hal ini signifikan terhadap emisi CO2 di 9 negara
ditunjukkan dengan thitung < ttabel (0.4251316 ASEAN periode 2000-2017, hal ini
< 1.65468) dan probabilitas thitung X3 > ditunjukkan dengan thitung > ttabel (5.368958
(0.0000 > 0,05). Hasil tersebut > 1.65468) dan probabilitas thitung X4 <
menunjukkan bahwa penggunaan energi di (0,0000 < 0,05). Hal ini dikarenakan jumlah
9 negara ASEAN belum efisien sehingga penduduk di 9 negara ASEAN mengalami
menyebabkan peningkatan emisi CO2 atau kenaikan walaupun pertumbuhan
dengan kata lain teknologi yang digunakan penduduknya menurun. Mayoritas
masih rendah. Tingkat intensitas energi penduduk di 9 negara ASEAN adalah
yang tinggi dikarenakan oleh konsumsi penduduk usia produktif dimana tenaga
energi atas bahan bakar fosil yang masih kerja bertambah banyak sehingga
besar di negara anggota ASEAN. produktivitas akan meningkat yang
berakibat pada degradasi lingkungan.
473
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)

Selain itu, dengan bertambahnya penduduk dengan thitung > ttabel (2.098975 > 1.65468)
juga menimbulkan ledakan penduduk dan probabilitas thitung D1 < (0,0375 <
sehingga meningkatkan kebutuhan energi, 0,05). Nilai koefisien regresi untuk
sumber daya alam dan pangan, perubahan penerapan SDGs sebesar -0.892558 artinya
gaya hidup dan tingkat konsumsi, serta setelah diterapkannya SDGs, jumlah emisi
lahan untuk tempat tinggal. CO2 lebih rendah 0.892558 tCO2/orang
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian dibandingkan dengan sebelum
Aye dan Edoja (2017) yang meneliti 31 diterapkannya SDGs.
negara berkembang di dunia, mengatakan Hal ini disebabkan karena negara
bahwa peningkatan populasi penduduk anggota ASEAN berkomitmen untuk
dapat menyebabkan peningkatan konsumsi menjalankan SDGs yang menggantikan
energi sehingga mengakibatkan polusi yang MDGs (Millenium Development Goals) di
lebih besar. Sejalan pula dengan penelitian tahun 2016. Untuk mencapai target SDGs,
Nikensari, Destilawati, dan Nurjanah ASEAN menciptakan sinergi yang saling
(2019) di negara high income dan low mendukung antara ASEAN Community
middle income di Asia yang menyatakan Vision 2025 (ASEAN 2025) dan SDGs.
peningkatan populasi pada negara high Sinergi ini menunjukkan bahwa ASEAN
income juga akan meningkatkan emisi CO2. 2025 di tingkat regional dan SDGs di
Pola hidup masyarakat yang tidak ramah tingkat global saling melengkapi dalam
lingkungan seperti peningkatan kuantitas mewujudkan tujuan dan target yang ingin
kendaraan bermotor, peningkatan konsumsi dicapai.
energi, penurunan ruang terbuka, serta Hasil tersebut sama dengan penelitian
ketergantungan akan minyak bumi sebagai Pratama (2020) di Indonesia yang
sumber energi menyebabkan peningkatan menyatakan bahwa terdapat perbedaan
jumlah emisi CO2. pengaruh sebelum dan sesudah
Perbedaan Sebelum dan Setelah disepakatinya konsensus kemitraan global
Penerapan Sustainable Development PBB yaitu MDGs dan SDGs di Indonesia
Goals (SDGs) terhadap Emisi CO2 9 dalam jangka panjang. MDGs dan SDGs
Negara ASEAN terbukti berpengaruh negatif pada emisi
Hasil analisis data menunjukkan bahwa CO2 dalam jangka panjang. Penelitian dari
ada perbedaan yang negatif dan signifkan Dinnata dan Nuraeni (2020) yang
sebelum dan setelah penerapan SDGs menyatakan bahwa ASEAN ikut dalam
terhadap emisi CO2 di 9 negara ASEAN kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular
periode 2000-2017, hal ini ditunjukkan dalam tujuan mencapai agenda
474
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2

pembangunan SDGs yang dikeluarkan oleh dan intensitas energi secara bersama-sama
PBB. memengaruhi emisi CO2.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Keterbukaan Perdagangan, Intensitas KESIMPULAN
Energi, Jumlah Penduduk, dan Dummy Berdasarkan hasil analisis yang telah
Variabel Penerapan SDGs secara dibahas di atas, maka dapat ditarik
Bersama-samaterhadap Emisi CO2 9 kesimpulan sebagai berikut.
Negara ASEAN 1. Environmental Kuznets Curve (EKC)
Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara teori terbukti di 9 negara
variabel pertumbuhan ekonomi, ASEAN periode 2000-2017 dengan
keterbukaan perdagangan, intensitas energi, titik balik pertumbuhan ekonomi
populasi penduduk, dan penerapan SDGs sebesar 7,098%. Namun, secara
berpengaruh secara bersama-sama dan keseluruhan 9 negara ASEAN belum
signifikan terhadap emisi CO2 di 9 negara mencapai titik balik pertumbuhan
ASEAN periode 2000-2017, hal ini ekonomi tersebut. Hal ini berarti EKC
ditunjukkan dengan Fhitung > Ftabel yang diharapkan saat ini belum terjadi
(169.2894 > 2.16) dan probabilitas Fhitung < di 9 negara ASEAN, namun dalam
α (0 < 0.05) dan koefisein determinasi R2 jangka panjang EKC dapat terjadi.
sebesar 93,60 % . Hasil tersebut didukung Berlakunya EKC ini memiliki arti
oleh penelitian Pratama (2020) di Indonesia bahwa pada masa yang akan datang,
yang menyatakan bahwa PDB per kapita, setelah melalui titik balik pertumbuhan
pertumbuhan penduduk, kosumsi energi ekonomi, 9 negara ASEAN akan
total, dan dummy variabel penerapan mampu menurunkan emisi CO2.
MDGs dan SDGs secara bersama-sama 2. Keterbukaan perdagangan tidak
memengaruhi emisi CO2. Selarasa dengan mempunyai pengaruh secara signifikan
penelitian oleh Nikensari, Destilawati, dan terhadap emisi CO2 di 9 negara
Nurjanah (2019) di beberapa negara Asia ASEAN periode 2000-2017. Hal ini
yang menyatakan bahwa konsumsi energi, berarti kenaikan ataupun penurunan
PDB per kapita, populasi penduduk, dan keterbukaan perdagangan tidak
penerapan MDGs secara bersama-sama berpengaruh terhadap emisi CO2 di 9
memengaruhi emisi CO2. Dan juga negara ASEAN periode 2000-2017.
penelitian dari Shahbaz et al (2015) di Hal tersebut dikarenakan mayoritas
beberapa negara benua Afrika yang komoditas ekspor 9 negara ASEAN
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan sektor pertanian dan
475
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)

manufaktur khususnya perakitan yang signifikan terhadap emisi CO2 di


mesin, suku cadang, dan kendaraan 9 negara ASEAN periode 2000-2017.
dimana sektor tersebut adalah sektor Saran
yang tidak berkontribusi besar dalam Berdasarkan hasil penelitian di atas,
peningkatan emisi CO2. peneliti menyampaikan saran sebagai
3. Intensitas energi tidak mempunyai berikut.
pengaruh negatif dan signifikan 1. Masing-masing negara di kawasan
terhadap emisi CO2. Hasil uji hipotesis ASEAN harus menjaga EKC tetap
menunjukkan bahwa intensitas energi berbentuk kurva U terbalik dan
memiliki pengaruh yang positif dan menghindari bergerak secara linear
siginifikan terhadap emisi CO2. Hal ini antara pertumbuhan ekonomi dan
berarti kenaikan intensitas energi akan degradasi lingkungan. Salah satu
menaikkan emisi CO2 di 9 negara kebijakan yang dapat diwujudkan
ASEAN periode 2000-2017. Hal ini adalah pengenaan pajak lingkungan
disebabkan karena konsumsi energi yaitu pajak karbon yang harus
atas bahan bakar fosil yang masih dibayarkan oleh sektor-sektor
besar. penghasil emisi CO2 di masing-masing
4. Jumlah penduduk mempunyai negara ASEAN yang diperkuat dengan
pengaruh positif dan signifikan perundangan dan penagakan hukum.
terhadap emisi CO2. Hal ini berarti Selain itu, setiap pemerintah negara
kenaikan jumlah penduduk akan berkembang di ASEAN mampu
menaikkan emisi CO2 di 9 negara mengejar pertumbuhan ekonomi
ASEAN periode 2000-2017. dengan meningkatkan skala
5. Terdapat perbedaan sebelum dan ekonominya dengan diiringi dorongan
setelah penerapan SDGs terhadap perubahan struktur ekonomi yang
emisi CO2 di 9 negara ASEAN periode semula sektor industri menjadi sektor
2000-2017 yaitu setelah penerapan jasa dan penerapan teknologi yang
SDGs jumlah emisi CO2 lebih rendah ramah lingkungan.
0.897871 tCO2/orang dibandingkan 2. Keterbukaan perdagangan perlu
dengan sebelum diterapkannya SDGs. digalakkan di kawasan ASEAN dengan
6. Pertumbuhan ekonomi, keterbukaan meningkatkan kualitas dan daya saing
perdagangan, intensitas energi, jumlah dari komoditas unggulan masing-
penduduk, dan penerapan SDGs secara masing negara. Pelaksanaan
bersama-sama mempunyai pengaruh keterbukaan perdagangan perlu
476
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2

memperhatikan aspek lingkungan baru dan terbarukan di kawasannya


supaya tidak berdampak buruk bagi terutama Indonesia yang masih
lingkungan. Pemerintah di setiap bergantung pada bahan bakar fosil
negara anggota ASEAN diharapkan yaitu batu bara. Selain itu, pemerintah
terus melakukan dorongan dan setiap negara anggota ASEAN dapat
pengawasan terhadap spesialisasi memberikan keringanan pajak bagi tiap
komoditas ekspor yang tidak berbasis sektor industri yang telah
sumber daya alam, rendah emisi CO2, menggunakan energi baru dan
dan clean and service-intensive terbarukan.
product serta diharapkan tidak 5. Kesepakatan SDGs yang telah
mengimpor pollution-intensive diintregasikan dengan ASEAN 2025
product. harus selalu diterapkan pada semua
3. Pemerintah setiap negara anggota negara di kawasan ASEAN. Target
ASEAN mengatur tentang penggunaan emisi CO2 di tahun 2030 harus menjadi
sumber daya alam dan mengolahnya perhatian bagi para pemerintah negara
dengan memerhatikan aspek anggota ASEAN karena besarnya
lingkungan serta dialokasikan kepada emisi CO2 saat ini masih jauh dari
masyarakat. Selain itu, pemerintah target. Peningkatan kerjasama
setiap negara anggota ASEAN organisasi intra ASEAN dan
menggalakkan lagi pendidikan internasional serta lembaga keuangan
kependudukan dan lingkungan hidup sebaiknya dilakukan agar tujuan SDGs
baik formal maupun informal untuk tercapai dengan baik karena
mengubah cara berpikir dan gaya hidup pencapaian tujuan SDGs memerlukan
masyarakat terhadap lingkungan kepemimpinan global dan
supaya lebih sadar akan kelestarian tanggungjawab bersama.
lingkungan. Program keluarga 6. Rekomendasi kepada peneliti
berencana dan peningkatan pendidikan selanjutnya adalah melakukan
pada wanita juga harus diperhatikan penelitian tentang hubungan
lagi oleh pemerintah setiap negara pertumbuhan ekonomi dan degradasi
anggota ASEAN agar jumlah lingkungan berdasarkan EKC lebih
penduduk dapat dikendalikan. dalam lagi dengan menambah periode
4. Pemerintah di setiap negara anggota waktu dan secara individu tiap negara
ASEAN sebaiknya segera di ASEAN serta menggunakan rasio
merealisisikan pemanfaatan energi ekspor dalam menggambarkan
477
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)

keterbukaan perdagangan karena Jurnal EduTech, Vol. 2, No.1, Hal.


ekspor merupakan aktivitas 11-17.
perekonomian yang menghasilkan Daengs, Achmad. (2020). Pembangunan
emisi CO2 yang lebih komprehensif Ekonomi Jawa Timur Berbasis
sehingga dapat terlihat pengaruhnya Investasi. Surabaya: Unitomo Press.
terhadap emisi CO2. Danish, Recep Ulucak, dan Salah-Ud-Din
Khan. (2020). Relationship Between
DAFTAR PUSTAKA Energy Intensity and CO2
Adu, Derick Taylor and Elisha Kwaku Emissions: Does Economic Policy
Denkyirah. (2017). Economic Matter?. Journal Sustainable
Growth and Environmental Development, Hal. 1-8.
Pollution in West Africa: Testing Dinnata, Hanifa Zama dan Nuraeni. (2020).
the Environmental Kuznets Curve Kerjasama Selatan-Selatan dan
Hypothesis. Kasetsart Journal of Triangular dalam Implementasi
Social Sciences, Vol. 30, Page 1-8. Sustainable Development Goals
Aye, C. Goodness and Prosper Ebruvwiyo 2030 oleh ASEAN (2015-2019).
Edoja. (2017). Effect of economic Padjajaran Journal of International
growth on CO2 emission in Relations, Vol. 2, No. 2, Hal. 187-
developing countries: Evidence 207.
from a dynamic panel threshold Fitriyanto, Fajar dan Deden Dinar Iskandar.
model. Cogent Economics & (2019). An Analysis on
Finande, Vol. 5, No. 1, Hal 1-22. Determinants of Energy Intensity in
Azis, Iwan J. dkk. (2010). Pembangunan ASEAN Coutries. Jurnal Ekonomi
Berkelanjutan: Peran dan dan Studi Pembangunan. Vol. 11
Kontribusi Emil Salim. Jakarta: No. 1 Hal. 90-103.
Kepustakaan Populer Gramedia. Gilbert, Michael. (2017). AFTA dan
Bainus, Arry dan Junita Budi Rachman. Kualitas Lingkungan Hidup di
(2018). Editorial: Sustainable Indonesia. Bina Ekonomi, Vol. 21,
Development Goals. Intermestic: No. 2, Hal. 181-202.
Journal of Internatioanl Studies, Global Carbon Atlas. (2019). CO2
Vol. 3, No. 1, Hal. 1-8. Emissions.
Burhanuddin. (2016). Integrasi Ekonomi Hanif, Imran and Pilar Gago-de-Santos.
dan Lingkungan Hidup dalam (2017). The importance of
Pembangunan yang Berkelanjutan. population control and
478
DINAMIC: Directory Journal of Economic Volume 3 Nomor 2

macroeconomic stability to reducing Millenium Development Goals.


environmental degradation: An Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,
empirical test of the environmental Vol. 27 No. 2 Hal. 11-25.
Kuznets curve for developing Oh, Keun-Yeob dan Md Iqbal Bhuyan.
countries. Environmental (2018). Trade Openness and CO2
Development, Vol. 23, Hal. 1-9. Emissions: Evidence of Bangladesh.
Idris, Amiruddin. (2016). Pengantar Asian Journal of Atmospheric
Ekonomi Sumber Daya Manusia. Environment, Vol. 12, No. 1, Hal.
Yogyakarta: Deepublish. 30-36.
International Energy Agency. (2020). Pramudianto, Andreas. (2016). Dari Kyoto
Energy Intensity. Protocol 1997 hingga Paris
Ishartono dan Santoso Tri Raharjo. (2016). Agreement 2015: Dinamika
Sustainable Development Goals Diplomasi Perubahan Iklim Global
(SDGs) dan Pengentasan dan ASEAN Menuju 2020. Global:
Kemiskinan. Social Work Jurnal. Jurnal Politik Internasional, Vol.
Vol. 6 No. 2 Hal. 154-272. 18, No. 1, Hal. 76-94.
Kusumawardani, Deni. (2011). Economic Pratama, Yoga Putra. (2020). Konsensus
Development And Environmental Kemitraan Global PBB (MDGs &
Quality: An Environmental Kuznets SDGs), Hipotesis Environmental
Curve (EKC) Investigation Using Kuznets Curve (EKC), dan
Cross-Countries Data. Majalah Degradasi Kualitas Udara di
Ekonomi, Vol. 21, No.1, Hal. 38-48. Indonesia Periode 1980-2018.
Lumbatoruan, Eka Pratiwi dan Paidi Diponegoro Journal of Economics,
Hidayat. (2014). Analisis Vol. 9, No. 4, Hal. 1-15.
Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Rachim, Abdul. 2015. Ekonomi
Pembangunan Manusia (IPM) Pembangunan. Yogyakarta:
Provinsi-Provinsi di Indonesia Penerbit Andi.
(Metode Kointegrasi). Jurnal Shahbaz, Muhammad et al. (2015). Does
Ekonomi dan Keungan, Vol. 2, Energy Intensity Contributes to CO2
No.2, Hal. 14-27. Emissions? A Trivariate Analysis in
Nikensari, Sri Indah, Sekar Destilawati, dan Selected African Countries. Munich
Siti Nurjanah. (2019). Studi Personal RePEc Archive, No.
Environmental Kuznets Curve di 64335, Hal. 1-23.
Asian: Sebelum dan Setelah
479
Analisis Determinan Degradasi (Nur Faizah, Lorentino Togar Laut, Gentur Jalunggono)

Sukadri, D. S. (2012). REDD dan


LULUCF: Panduan Untuk Negosiator.
Jakarta.
Suparmoko, M. (2016). Ekonomi Sumber
Daya Alam dan Lingkungan (Suatu
Pendekatan Teoritis)/Edisi Keempat
Revisi, Cetakan Ketujuh.
Yogyakarta: BPFE.
Suryono, Agus. (2010). Dimensi-Dimensi
Prima Teori Pembangunan.
Malang: UB Press.
Trianto, Muhammad Fajri Setia dan Evi
Yulia Pirwanti. (2018).
Pertumbuhan Penduduk, Inflasi, dan
Korupsi: Analisis Empiris
Environmental Kuznets Curve
(EKC) di Kawasan ASEAN Periode
2002-2016. Jurnal Dinamika
Ekonomi Pembangunan (JDEP),
Vol. 1, No.3, Hal. 71-81.
World Bank. (2020). GDP Per Capita
(constant 2010 US$). World
Development Indicators. (2020).
Population Total. World
Development Indicators.
World Meteorogical Organization. (2019).
WMO Greenhouse Gas Buletin: The
State of Greenhouse Gases in The
Atmosphere Based on Global
Observations through 2018.

480

Anda mungkin juga menyukai