Abstrak
Pencemaran lingkungan dapat menurunkan kesejahteraan subyektif (subjective well-being). Studi ini bertujuan
membuktikan berlakunya hipotesis Environmental Kuznets Curve (EKC) di negara-negara berpendapatan tinggi
dan menengah Asia, juga untuk menganalisis perbedaan pengaruh GDP per kapita, konsumsi energi, dan populasi
penduduk pada emisi CO2 di wilayah yang sama pada periode sebelum dan setelah MDGs. Data diperoleh dari
World Bank dengan periode waktu 1987-2014, di mana analisisnya menggunakan metode kuantitatif dan expose
facto, dan melalui persamaan regresi data panel guna mencapai tujuan penelitian. Hasil penelitian membuktikan
bahwa sampai 2014 hipotesis EKC yang berbentuk U-terbalik belum terjadi di negara-negara high income yang
diteliti, namun akan terjadi ketika GDP per kapita sudah mencapai USD 51.44 ribu. Sedangkan di negara-negara
lower middle income, pola hubungan antara GDP per kapita dan emisi CO2 masih membentuk kurva U, atau
dengan kata lain hipotesis EKC belum akan terjadi di negara-negara ini, karena di beberapa negara tersebut masih
dalam tahap awal pembangunan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebelum MDGs (tahun 2000), GDP
per kapita, konsumsi energi dan jumlah penduduk di negara-negara high income berkontribusi atas naiknya emisi
CO2, namun pasca MDGs ditetapkan, meningkatnya GDP per kapita mampu menurunkan emisi CO2. Sedangkan
di negara-negara low middle income, di awal penelitian sebelum MDGs, data menunjukkan bahwa CO2 sudah
tinggi pada saat GDP per kapita masih rendah, dan pasca MDGs, kenaikan GDP per kapita masih berkontribusi
atas meningkatnya emisi CO2.
Kata kunci: subjective well-being, environmental economics, Kuznets Curve,GDP per capita
Abstract
The environmental pollution can reduce subjective well-being.Thus study aims to prove the validity of the
Environmental Kuznets Curve (EKC) hypothesis in high and middle income countries in Asia, also to analyze the
differences in the effect of GDP per capita, energy consumption, and population on CO2 emissions in the same region
before and after the MDGs. Data obtained from the World Bank for the period 1987-2014, where the analysis uses
quantitative methods and expose facto, and through panel data regression equations to achieve research objectives.
The results show that until 2014 the EKC hypothesis in the form of U-reversal has not occurred in the high income
countries studied, but will occur when GDP per capita has reached USD 51.44 thousand. Whereas in the lower
middle income countries, the pattern of the relationship between GDP per capita and CO2 emissions still forms
a U curve, or in other words the ECC hypothesis will not occur in these countries, because in some countries it is
still in the early stages of development. The results also showed that prior to the MDGs (2000), GDP per capita,
energy consumption and population in high income countries contributed to the increase in CO2 emissions, but
after the MDGs, rising GDP per capita was able to reduce CO2 emissions. Whereas in low middle income countries,
at the beginning of the study before the MDGs, the data showed that CO2 was already high at a time when GDP
per capita was still low, and after MDGs, increases in GDP per capita still contributed to rising CO2 emissions.
Keywords: Subjective well-being, environmental economics, Kuznets Curve, GDP per capita
11
PENDAHULUAN adalah memadukan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dengan kebijakan dan program
Dalam beberapa dekade terakhir, percepatan
nasional serta mengembalikan sumber daya
industrialisasi, konsumsi energi, populasi
lingkungan yang hilang (Susanti, 2018). Indikator
penduduk, dan perubahan perilaku hidup telah
yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
memicu permasalahan lingkungan (Maryam,
target ini salah satunya adalah jumlah emisi
Mittal, & Sharma, 2017). Penurunan kualitas
CO2. Hal ini berarti bahwa pemerintah harus
lingkungan telah diakui secara global, dan
menerapkan pembangunan berkelanjutan untuk
menjadi bagian dari isu perubahan iklim dunia.
menjamin kelestarian lingkungan di masa
Organisasi internasional World Economic Forum
sekarang dan yang akan datang, terutama
(WEF) menyatakan bahwa perubahan iklim adalah
mengendalikan jumlah emisi CO2 (OECD, 2015).
masalah terserius yang mempengaruhi dunia
(WEF, 2017). Selama tahun 1880 sampai 2015 World Meteorological Organization
perubahan suhu permukaan bumi mengalami tren (WMO) menyatakan bahwa CO2 ialah penyebab
yang meningkat yaitu sebesar 0,07oC per dekade utama pemanasan global yang terjadi (WMO,
(Pratama, 2016). Masalah perubahan iklim, diakui 2017). Emisi CO2 melonjak tajam dalam abad
dunia sebagai ekternalitas negatif akibat kegiatan terakhir karena aktivitas manusia, terutama oleh
ekonomi tiap negara, yang dilakukan secara tidak penggunaan konsumsi bahan bakar fosil seperti
berkelanjutan. batubata, minyak dan gas, kegiatan manufaktur,
transportasi, serta konsumsi barang dan jasa yang
Pembangunan menjadi tidak berkelanjutan
secara langsung terkait dengan pertumbuhan
bila fokusnya hanya untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi. Sehingga terdapat hubungan sistematis
ekonomi yang tinggi. Dalam proses mendorong
antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas
laju pertumbuhan yang tinggi, pengabaian aspek
lingkungan, yang dikenal sebagai Environment
lingkungan menyebabkan menurunnya kualitas
Kuznet Curve (EKC) yang membentuk kurva
lingkungan (Phimphanthavong, 2013). Kualitas
U-terbalik. Hipotesis EKC hadir sebagai
lingkungan yang rendah, khususnya polusi udara,
pengembangan Grossman dan Krueger (1995) atas
menyebabkan menurunnya kesehatan (Landrigan
teori Kuznets pada tahun 1991 mengenai kurva
2017), menurunnya kebahagian (Goetzke and
U-terbalik yang menjelaskan hubungan antara
Rave 2015), dan menurunnya kesehatan dan
ketimpangan pendapatan dengan pertumbuhan
kesejahteraan subyektif (Zhang, Zhang, and
ekonomi, dimana pada awal pertumbuhan
Chen 2017). Kesejahteraan subyektif (subjective
ekonomi ketimpangan meningkat, namun
well-being) yang antara lain berkaitan dengan
ketimpangan akan menurun seiring dengan
kebahagiaan, kepuasan hidup dan pengaruh
meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
positif, merupakan salah satu dari tiga dimensi
pembangunan berkelanjutan, yaitu lingkungan, Setelah ditemukan, hipotesis EKC kemudian
sosial, dan ekonomi. dipopulerkan dalam World Development Report
1992 oleh Bank Dunia yang memandang
Urgensi pencapaian pertumbuhan ekonomi,
bahwa kegiatan ekonomi yang lebih besar
dan kelestarian lingkungan adalah dua hal
tidak terelakkan lagi akan merusak lingkungan.
yang sama pentingnya. Hal ini sejalan dengan
Setelah itu, hipotesis EKC menjadi bahan riset
disepakatinya program MDGs (Millennium
yang menarik, seiring dengan menguatnya isu
Development Goals) oleh 189 negara anggota
penurunan kualitas lingkungan global.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada
Konferensi Tingkat Tinggi di New York pada 6-8 Berbagai riset telah dilakukan, akan tetapi,
September tahun 2000, dan berakhir tahun 2015, hipotesis EKC sebagai bentuk analisis empiris
yang kemudian dilanjutkan dengan Sustainable masih dipertanyakan konsistensinya. Hal ini
Development Goals (SDG) mulai 2016. MDGs terkait dengan variasi temuan penelitian pada
sendiri memiliki delapan target, target ke tujuh model EKC. Beberapa penelitian di berbagai
dari delapan arah pembangunan yang disepakati kawasan ada yang dapat membuktikan berlakunya
adalah menjamin keberlangsungan lingkungan. hipotesis EKC dengan bentuk kurva U-terbalik
Tujuan tersebut memiliki target utama diantaranya dalam jangka panjang, salah satunya adalah
Studi Environmental Kuznets ... (Sri Indah N., Sekar Destilawati., Siti Nurjanah) │ 13
perkembangan teknologi, dan faktor lainnya akan menurunan degradasi lingkungan (Shaharir
(UNFCC, 2007). Pertumbuhan ekonomi & Alinor, 2013).
telah banyak menebang pohon, merusak Berdasarkan Gambar 1 yang menjelaskan
lahan, membanjiri sungai, dan jalur air serta tahapan yang terjadi dalam hubungan pertumbuhan
atmosfir dengan banyak polutan. Emisi ekonomi dan kualitas lingkungan, terlihat bahwa
karbondioksida 60 persen berasal dari sektor tahapan EKC terbagi menjadi tiga. Penjelasan
ekonomi yang memerlukan energi seperti pertama dari hubungan kurva U-terbalik Kuznet
industri, transportasi, permukiman, dan adalah tahapan pertumbuhan ekonomi melalui
komersial. Sedangkan 25 persen berasal dari transisi dari pertanian ke industri, kemudian
sektor kehutanan, dan 15 persen dari sektor pasca-industri dengan system perekonomian
pertanian (World Resource Institute, 2016). berbasis jasa. Kerusakan lingkungan cenderung
naik karena perubahan struktur ekonomi dari
Konsumsi energi ialah salah satu faktor yang
pedesaan ke perkotaan, dan dari pertanian ke
mampu mempengaruhi emsi CO2. Lean & Smyth
industri sebagai produksi masal, dan pertumbuhan
(2010) menjelaskan bahwa satu persen kenaikan
konsumsi. Hal ini kemudian menurun dengan
pada konsumsi energi listrik perkapita, dapat
perubahan struktur ekonomi yang kedua dari
mempengaruhi peningkatan emisi CO2 per kapita.
industri berat berbasis energi menjadi industri
Selanjutnya Zhu dan Peng, mendapatkan hasil
dan jasa berbasis teknologi (Panayotou, 1993).
penelitian bahwa perubahan tingkat konsumsi
Pada tahap pertama dari industrialisasi, polusi
energi dan populasi penduduk merupakan faktor
bertambah dengan cepat karena orang lebih
pengaruh utama terhadap jumlah intensitas emisi
tertarik dalam pekerjaan dan pendapatan daripada
karbon (Zhu & Peng, 2012). Dengan studi kasus
udara dan air bersih. Berkaitan dengan itu,
tempat yang berbeda, melalui penelitiannya juga
masyarakat terlalu miskin untuk membayar
membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi,
pengendalian dan regulasi lingkungan pun tidak
dan konsumsi energi mempengaruhi emisi
bertanggungjawab (Dasgupta, Laplante, Wang,
karbondioksida (Pao & Tsai, 2011).
& Wheeler, 2002).
Pertumbuhan ekonomi dan emisi CO 2
Pada tingkat pendapatan yang rendah,
dijelaskan dalam sebuah hipotesis bernama
negara akan beralih dari pertanian ke industri
Environmental Kuznets Curve (EKC). Hipotesis
dan intensitas polusi naik sebagai limbah dari
EKC memperlihatkan kontribusi pertumbuhan
bertumbuhnya produksi dan konsumsi masal.
ekonomi terhadap emisi yang lebih tinggi tetapi
Hal ini dikarenakan penggunaan sumber daya
pertumbuhan ekonomi lebih lanjut kemudian
alam yang lebih besar, emisi polusi yang lebih
mampu menurunkan degradasi lingkungan.
banyak, dan tuntutan kenaikan output. Sedangkan
Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dan
pada tingkat pendapatan yang tinggi, kemajuan
pergeseran ke ekonomi berbasis jasa (Galeotti,
pembangunan ekonomi didominasi pada pasca-
2007).
industri atau perekonoman jasa. Pada tahap ini
Hipotesis EKC menjelaskan bahwa kesadaran linkungan naik, pengeluaran untuk
pertumbuhan ekonomi awalnya akan lingkungan lebih tinggi, efisiensi teknologi,
meningkatkan degradasi lingkungan. Hal ini dan kenaikan permintaan barang/jasa ramah
dikarenakan negara akan berfokus pada peingkatan lingkungan (Mrabet, Achairi, & Ellouze, 2014).
produksi tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Pergerakan kurva yang mulai seimbang membawa
Proses produksi yang dilakukan secara terus- sektor industri menjadi lebih bersih, orang
menerus kemudian akan mengakibatkan degradasi menghargai lingkungan lebih tinggi, dan regulasi
lingkungan berupa pencemaran baik terhadap menjadi lebih efektif (Dasgupta et al., 2002).
tanah, air, maupun udara. Pertumbuhan ekonomi
Bukti empiris memercayai pada bentuk regresi
pada titik tertentu kemudian akan menyadarkan
dari kualitas lingkungan hubungannya dengan
masyarakat bahwa kebutuhan akan kualitas
pendapatan dan variabel lainnya. Hubungan
lingkungan yang baik menjadi sanga penting.
empiris ini berpendapat bahwa pertumbuhan
Titik inilah yang disebut sebagai titik balik
ekonomi dengan sendirinya merupakan obat
(turning point) dimana pertumbuhan ekonomi
mujarab bagi degradasi lingkungan. Beckerman dan populasi penduduk diperoleh dari World
menuliskan bahwa “in the end the best – and Bank Development Indicators. Emisi CO 2
probably the only – way to attain a decent diukur dalam satuan metrik ton per kapita dalam
environment in most countries is to become ribuan, pertumbuhan ekonomi diukur dengan
rich”. Artinya, akhir jalan terbaik untuk mencapai PDB per kapita konstan 2010 US$ dalam
lingkungan yang layak bagi banyak negara adalah ribuan, populasi penduduk diukur dengan satuan
menjadi kaya (Beckerman, 1992). Hal ini berarti juta penduduk total per tahun, dan konsumsi
bahwa menjadikan lingkungan yang layak atau energi diukur sebagai energy use in kg of oil
kualitas lingkungan yang bagus slah satu caranya equivalent per capita dalam ribuan. Penelitian
dengan menjadikan sebuah negara yang kaya. ini juga menggunakan dummy tahun 2000 untuk
Negara yang kaya dicerminkan dari GDP yang mengetahui perbedaan pengaruh variabel bebas
tinggi akan memiliki kemampuan membayar terhadap variabel terikat sebelum dan setelah
kerusakan lingkungan yang lebih tinggi pula, disepakatinya MDGs.
sehingga kualitas lingkungan akan terjamin. Untuk menjawab tujuan penelitian,
digunakan metode kuantitatif dan metode
METODE PENELITIAN expose facto. Metode kuantitatif dipakai
Peneliti menggunakan data panel tahun 1987- untuk menjelaskan penyajian data berupa
2014 pada 10 negara kelompok high income table dan grafik, sedangkan metode expose
dan 10 negara kelompok low middle income facto digunakan untuk menguji hipotesis
di Asia. Negara-negara dalam kategori high EKC, serta melihat perubahan pengaruh
income meliputi Singapura, Jepang, Korea pertumbuhan ekonomi, populasi, dan
Selatan, Hongkong, Brunei Darussalam, Bahrain, konsumsi energi antara sebelum dan setelah
Israel, Saudi Arabia, United Emirates Arab, berlakunya MDGs di Asia.
dan Oman. Sedangkan negara-negara dalam Penelitian menggunakan model
kategori lower middle income meliputi Vietnam, persamaan kuadratik, untuk dapat mengetahui
Philipina, Myanmar, Indonesia, India, Sri Lanka, pola U-terbalik yang terbentuk dari hubungan
Banglades,Tunisia, Mongolia, dan Morocco. pertumbuhan ekonomi dan emisi CO 2 .
Variabel yang digunakan dalam penelitian Untuk itu peneliti menambahkan variabel
terdiri dari 5 variabel, yaitu emisi CO2 sebagai pertumbuhan ekonomi kuadrat. Berikut
variabel terikat, pertumbuhan ekonomi, populasi ini adalah persamaan yang digunakan
penduduk, dan konsumsi energi sebagai variabel peneliti untuk menjawab permasalahan dalam
bebas. Data PDB per kapita, konsumsi energi, penelitian ini.
Studi Environmental Kuznets ... (Sri Indah N., Sekar Destilawati., Siti Nurjanah) │ 15
CO2 it= α + β1 PDB it + β2 PDB2 it + β3 POP it Lagrange Multiplier. Setelah mendapatkan model
+ β4 KE it + β5 D00*PDBit + β6 D00*KE it + β7 terbaik, langkah selanjutnya adalah melakukan
D00*POP it + ɛit
(1) beberapa uji, yakni uji normalitas dan uji asumsi
klasik (untuk persamaan regresi model OLS).
Keterangan:
Uji normalitas residual dalam penelitian ini
CO2 it = Emisi gas CO2 untuk negara i pada tahun t menggunakan uji Jarque –Bera (JB). Jika hasil
PDB it = PDB per kapita untuk negara i pada tahun t dari JB statistik > Chi Square tabel, maka data
PDB2 it = PDB per kapita kuadrat untuk negara i pada tidak berdistribusi secara normal. Sedangkan jika
tahun t hasil dari JB statistik < Chi Square tabel, maka data
POP it = Populasi untuk negara i pada tahun t berdistribusi secara normal (Gujarai, 2010). Masih
KE it = Konsumsi energi untuk negara i pada tahun menurut Gujarati, multikolinearitas dapat dilihat
t dari nilai koedisien korelasi antar sesama variabel
D00 it = Dummy program MDGs untuk negara i pada bebas. Jika nilai probabilitasnya lebih kecil dari
tahun t 0,8 maka tidak ada masalah multikolinearitas,
(0=Sebelum MDGs, 1=Setelah MDGs)
namun jika probabilitasnya lebih besar dari 0,8
α = konstanta
maka ada masalah multikolinearitas. Terakhir,
β1,2 = koefisien
heteroskedastisitas dapat diuji dengan uji
ɛ = residual (error term)
Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara
meregresikan variabel-variabel bebas terhadap
Berdasarkan persamaan diatas, untuk residual absolut. Heteroskedastisitas terjadi
mengestimasi berlakunya hipotesis EKC di apabila nilai residual dari model tidak memiliki
negara-negara high income dan negara-negara varians yang konstan. Heterokedastisitas biasanya
lower middle income di Asia, didasarkan pada terjadi pada data cross-section sehingga tidak
syarat-syarat berikut: menutup kemungkinan terjadi heteroskedastisitas
a. Jika β2 < 0, terjadi hubungan berbentuk U- pada data panel. Berkaitan dengan hal tersebut,
terbalik permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
b. Jika β2 ≥ 0, terjadi hubungan berbentuk U dengan penggunaan estimasi Generalized
c. Turning point = Least Square (GLS), metode ini mampu
mempertahankan sifat efisiensi estimatornya,
Berdasarkan syarat-syarat diatas, dapat tanpa harus menghilangkan sifat ketidakbiasan
diartikan bahwa hipotesis EKC terjadi apabila (unbiased) dan konsistensi estimator.
secara signifikan variabel PDB per kapita
bernilai positif dan kuadrat PDB per kapita HASIL DAN PEMBAHASAN
bernilai negatif. Selanjutnya, untuk mengetahui
perubahan pengaruh pertumbuhan ekonomi, Pemilihan model terbaik menggunakan uji
populasi penduduk, dan konsumsi energi terhadap likelihood ratio dan uji Hausman, di negara-negara
emisi CO2 antara sebelum dan setelah berlakunya high income dan negara lower middle income
program MDGs, dapat dilihat dari nilai dummy dengan menggunakan aplikasi E-Views 9. Hasil
tiap variabel bebas. Apabila dummy signifikan pengujian menunjukkan bahwa model terbaik
berarti terdapat perubahan yang terjadi pada dalam penelitian ini adalah fixed effect model
variabel tersebut setelah berlakunya MDGs. (FEM). FEM dipilih sebagai model estimasi
terbaik karena mendukung tujuan peneliti, dan
Sebelum melakukan estimasi, persamaan
juga memiliki Adj-R2 tertinggi dan signifikan
data panel harus melalui beberapa tahapan
dengan taraf nyata 5% untuk seluruh bariabel
analisis data. Pertama adalah menentukan model
bebas yang digunakan dalam model penelitian
terbaik, antara Common Effects Model (CEM),
ini. Selain itu, penelitian ini juga melakukan
Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect
pembobotan cross section weight (GLS dengan
Model (REM). Untuk mengetahui model terbaik,
menggunakan estimasi varians residual cross
maka dilakukan Chow Test, Hausman Test, dan
Studi Environmental Kuznets ... (Sri Indah N., Sekar Destilawati., Siti Nurjanah) │ 17
Tabel 1 menunjukkan bahwa secara parsial Hipotesis Environmental Kuznets Curve
(uji t) diketahui bahwa setiap variabel bebas (EKC) di Asia
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Hipotesis Environmental Kuznets Curve (EKC)
variabel terikatnya. Siginifikansi tiap variabel ini dikemukakan oleh Grossman & Krueger
bebas terhadap variabel terikat dapat terlihat dari pada tahun 1995. Dalam hipotesis tersebut
nilai probabilitas t-statistik kurang dari 0.05. dijelaskan hubungan pertumbuhan ekonomi
Sedangkan bila dilihat secara simultan (uji F), dengan kerusakan lingkungan yang membentuk
diketahui bahwa seluruh variabel bebas dalam model kurva U terbalik. Model kurva terbentuk
setiap model tersebut secara bersama-sama akibat pertumbuhan ekonomi pada awalnya
memiliki pengaruh signifikan terhadap emisi CO2. meningkatkan kerusakan lingkungan, namun
Kesimpulan tersebut didapat dari nilai Prob. F dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi itu
statistik yang nilainya kurang dari 0.05. sendirilah yang mampu menurunkan kerusakan
Berdasarkan tabel 1 diatas, diketahui pula lingkungan (Grossman & Krueger, 1995).
hasil pengujian koefisien determinasi (R2) baik Hipotesis ini dikenal sebagai EKC karena
di high income countries maupun lower middle kemiripannya dengan Kurva Kuznets U terbalik
income countries, menunjukkan bahwa variabel yang menjelaskan hubungan antara ketimpangan
bebas yang dipakai dalam penelitian ini mampu pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
menjelaskan variabel terikat dengan sangat baik Tabel 2 yang merupakan ringkasan hasil
karena nilai R2 yang melebihi 90 persen. Secara uji, yang menunjukkan adanya perbedaan hasil
umum dapat dikatakan bahwa hasil pengujian R2 pengujian hipotesis EKC di Asia, baik di negara-
dalam penelitian ini mendekati nilai 100 persen, negara high income ataupun di negara-negara
yang berarti variabel bebas mutlak menjelaskan lower middle income. Hipotesis EKC dinyatakan
variabel terikat secara sempurna. Besarnya nilai berlaku apabila variabel GDP per kapita memiliki
R2 dalam penelitian ini dapat dipengaruhi oleh nilai koefisien positif dan variabel GDP2 per
pemilihan metode FEM, yang memungkinkan kapita kuadrat memiliki nilai koefisien negatif.
nilai koefisien determinasi menjadi lebih besar. Berdasarkan perhitungan statistik, di negara-
Perlu diketahui, kelemahan mendasar metode negara high income Asia (Singapura, Jepang,
FEM pada koefisien determinasi yaitu bias Korea Selatan, Hongkong, Brunei Darussalam,
terhadap jumlah variabel independen yang masuk Bahrain, Israel, Saudi Arabia, United Emirates
ke dalam model. Arab, dan Oman), hipotesis EKC saat ini belum
Berdasarkan besaran pengaruh tiap variabel terjadi, namun dalam jangka panjang hipotesis
bebas yang menunjukkan pengaruh signifikan EKC dapat terjadi. Dengan asumsi ceteris paribus,
terhadap variabel terikat, dapat dibuktikan tentang nilai pada Tabel 2 secara umum menunjukkan
hipotesis EKC di negara-negara berpendapatan bahwa setiap kenaikan GDP per kapita sebesar
tinggi dan negara-negara berpendapatan menengah USD 1,000 pada negara high income akan
rendah di Asia, dan menjelaskan perbedaan meningkatkan emisi CO2 sebesar 3.498 metrik
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat ton per kapita. Peningkatan ini terus menerus
antara sebelum dan setelah berlakunya program berlangsung sampai pada negara-negara tersebut
MDGs.
Nilai Koefisien
Sampel Turning Point Terjadinya EKC
GDP GDP2
Akan terjadi ke depan
High Income Countries 3.498 -0.034 USD 51.44 rb
Gambar 2. Emisi CO2 dan GDP per capita di high income Asia
Studi Environmental Kuznets ... (Sri Indah N., Sekar Destilawati., Siti Nurjanah) │ 19
Ada beberapa kemungkinan mengapa pembangunan ekonominya. Ketiga, adanya
hipotesis EKC belum akan terjadi di negara- ketidaksamaan atas besarnya emisi CO2 setiap
negara lower middle income. Pertama, negara- negara dalam kelompok lower middle income.
negara lower middle income masih berada dalam Namun secara individu, ada negara-negara ketika
awal-awal pembangunan ekonomi dibandingkan GDP per kapita naik bersamaan dengan emisi CO2
dengan negara-negara high income, kedua awal yang menurun, misalnya terjadi di Indonesia pada
pembangunan ekonomi di masing-masing negara periode 2010-2012 (lihat Gambar 3). Hasil yang
tidak sama, misalnya Vietnam, Myanmar dan bervariasi dalam studi empiris hipotesis EKC
Banglades yang lebih belakangan melakukan ini dapat terjadi karena perbedaan pendekatan
pembangunan dibandingkan dengan Indonesia dalam objek studi dan periode penelitian (Beck
dan India yang sudah lebih dahulu melakukan & Joshi, 2015).
Kurva U juga ditemukan oleh penelitian suatu negara, negara tersebut semakin menguras
sebelumnya (Abdurahman, 2012), untuk melihat sumber daya alamnya untuk memperoleh output
pengaruh pertumbuhan dan keterbukaan ekonomi perekonomian yang lebih besar, yang secara sadar
terhadap emisi CO2 dalam jangka panjang. Hasil atau tidak sadar telah mengorbankan kualitas
yang sama juga pernah dikaji berkaitan dengan lingkungan. Dengan demikian, hasil estimasi
hubungan antara pembangunan ekonomi dan menggambarkan bahwa emisi CO2 akan terus
defortasi hutan tropis, yang membentuk model meningkat seiring dengan pertumbuhan GDP per
kurva U saat memperlihatkan hubungan kedua kapita dalam jangka panjang.
variabel. Hasil temuan yang membentuk model Sejalan dengan hal itu, Halkos (2009) dalam
kurva U dapat diinterpretasikan sebagai sebuah penelitiannya menjelaskan alasan terjadinya
model yang melihat bagaimana pengorbanan penurunan kualitas lingkungan. Menurut Halkos,
lingkungan dalam rangka mencapai output perkembangan alami dari pembangunan ekonomi
perekonomian (Kuswantoro, 2009). Dalam arti berasal dari sektor pertanian yang bersih dari polusi
kata lain, untuk mendapatkan GDP per kapita menuju sektor industri yang sarat akan polusi,
yang lebih tinggi, maka semakin tinggi pula emisi serta berakhir pada sektor jasa dan pelayanan
CO2 yang dikeluarkan. Terjadinya peningkatan yang akan membersihkan dan mengembalikan
emisi CO2 setelah negara memiliki GDP per kualitas lingkungan. Secara khusus, pembangunan
kapita yang lebih besar dimungkinkan terjadi ekonomi yang dikaitkan dengan pencemaran
karena adanya penemuan teknologi produksi yang lingkungan memiliki tiga efek berbeda yang dapat
lebih canggih untuk keperluan perluasan industri. menjelaskan pengaruh pertumbuhan ekonomi
Anomali terjadi pada negara lower middle terhadap degradasi lingkungan yakni efek skala,
income yang memperlihatkan bahwa semakin kaya efek komposisi, dan efek teknis. Peningkatan
Tabel 3. Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Emisi CO2 Sebelum dan Setelah MDGs
Studi Environmental Kuznets ... (Sri Indah N., Sekar Destilawati., Siti Nurjanah) │ 21
Setelah berjalan kesepakatan Protokol Sama halnya dengan konsumsi energi, setelah
Kyoto, pada tahun 2000 disepakati pula oleh berlakunya MDGs, pengaruh populasi penduduk
seluruh anggota PBB mengenai program MDGs terhadap emisi CO2 pada negara high income
(Milennium Development Goals) yang salah satu semakin besar. Menurut Goodness dan Prosper
poin capaiannya adalah mencapai keseimbangan (Goodness &Prosper, 2017), banyaknya jumlah
antara kesehatan ekonomi dan lingkungan. penduduk mampu meningkatkan permintaan
Sasaran utama dua program tersebut adalah energi, yang berbahan bakar fosil. Bila terus
negara maju, tak terkecuali yang ada di Asia, untuk menerus berlanjut, maka peningkatan emisi CO2
itu, negara tersebut terdorong untuk menjalankan tidak dapat dihindari. Terlebih untuk kasus negara
berbagai program yang mendukung kelestarian maju, yang pada dasarnya kemajuan teknologi
lingkungan. Sejalan dengan itu, Jepang yang sudah melebihi negara lainnya. Penduduk di negara
menjadi salah satu sasaran utama, menjalankan maju, pasti sangat bergantung pada teknologi,
upaya untuk mengurangi pengeluaran emisi yang membutuhkan listrik, kemudian kendasaraan
CO2 dengan cara mendorong penggunaan energi pribadi, yang membutuhkan bahan bakar, sebagai
terbarukan, dan juga energi nuklir. Banyak negara tenaganya. Selain pola hidup masyarakatnya yang
maju lainnya juga telah menetapkan regulasi tidak ramah lingkungan, semakin banyaknya
yang berkaitan dengan batubara, pengunaan jumlah masyarakat juga berimplikasi pada
energi terbarukan, dan kendaraan beremisi meningkatnya kuantitas transportasi, penurunan
rendah. Melalui berbagai upaya tersebut, pada ruang terbuka hijau, perubahan gaya hidup yang
tahun 2014 analisis tahunan PWC menemukan mendorong pertumbuhan konsumsi energi,
penurunan intensitas karbon tertajam sejak tahun ketergantungan kepada minyak bumi sebagai
2000. Analisis tersebut sejalan dengan temuan sumber energi. Sejalan dengan hal tersebut,
dalam penelitian ini, yaitu adanya keberhasilan Harris seorang ilmuan ekonomi menyatakan
negara maju (khususnya Jepang) menurunkan bahwa pertumbuhan penduduk dan peningkatan
pengaruh pendapatan per kapita terhadap emisi standar hidup akan sangat membutuhkan jumlah
CO2. Di negara-negara high income Asia yang konsumsi energi yang semakin tinggi (Harris,
diteliti, konsumsi energi dan populasi penduduk 2002). Oleh karena itu, tidak heran jika populasi
juga memiliki nilai koefisien positif terhadap penduduk di negara maju dapat meningkatkan
emisi CO2 setelah ditambahkan variabel dummy. jumlah emisi CO2.
Hal tersebut berarti bahwa setelah berlakunya Berbeda dengan temuan di negara maju,
program MDGs, konsumsi energi dan populasi di negara-negara lower middle income selama
penduduk mempunyai pengaruh semakin besar tahun 1987-2014 menunjukkan pengaruh GDP
terhadap emisi CO2. Pengaruh positif konsumsi per kapita terhadap emisi CO2 masih negatif.
energi terhadap emisi CO2 dapat terjadi karena Pengaruh negatif tersebut bukan berarti bahwa
pasca berlakunya MDGs industri pada negara high negara-negara lower middle income lebih
income Asia, berproduksi terus-menerus dengan dapat menjaga kelestarian lingkungan daripada
skala yang sangat besar, terlepas dari upayanya negara high income, namun lebih kepada waktu
untuk menekan laju emisi CO2. Demikian pula pelaksanaan pembangunan yang masih baru
industri tambang seperti batu bara, minyak bumi, berjalan dibanding di negara maju. Di negara-
dan gas alam, yang masih menjadi andalan bagi negara lower middle income Asia yang diteliti,
perekonomian, turut meningkatkan emisi CO2. pembangunan ekonomi dilakukan sekitar tahun
Kita tahu bahwa kegiatan produksi di tambang 70-an, bahkan ada yang di tahun 90-an, berbeda
dilakukan dengan cara membakar bahan bakar dengan pembangunan ekonomi di negara-negara
fosil untuk menghasilkan energi, maka karbon maju yang lebih dahulu dilakukan. Selain itu
dalam bahan bakar bereaksi dengan oksigen, kegiatan industri di negara-negara lower middle
untuk membentuk gas karbon dioksida (CO2). income Asia tidak seaktif di negara-negara high
Dengan kata lain, meningkatnya konsumsi energi income. Baru setelah tahun 2000 (berlakunya
tersebut mendorong meningkatnya emisi CO2. MDGs), kegiatan pembangunan ekonomi di
negara-negara ini menyebabkan meningkatnya
Studi Environmental Kuznets ... (Sri Indah N., Sekar Destilawati., Siti Nurjanah) │ 23
REFERENSI stock. Environment, Development and
Sustainability, 9(4), 427–454. https://doi.
Abdurahman, D. A. (2012). Dampak pertumbuhan
org/10.1007/s10668-006-9030-y
dan keterbukaan ekonomi terhadap degradasi
lingkungan. Departemen Ilmu Ekonomi Goetzke, Frank, and Tilmann Rave. 2015.
Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut “Regional air quality and happiness in
Pertanian Bogor, 1–142. Germany.” International Regional Science
Review 38 (4):437-451.
Ali, A., Khatoon, S., Ather, M., & Akhtar, N.
(2015). Modeling Energy Consumption Grossman, G. M., & Krueger, A. B. (1995).
, Carbon Emission and Economic Economic Growth and the Environment.
Growth : Empirical Analysis for Pakistan. The Quarterly Journal of Economics, 110(2),
International Journal of Energy Economics 353–377. https://doi.org/10.2307/2118443
and Policy, 5(2), 624–630. Gujarati, D. (2010). Dasar-Dasar Ekonometrika.
Basarir, A., & Arman, H. (2013). Sustainable Jakarta: Salemba Empat.
development and environmental Kuznets Halkos, G. (2009). Environment and Sustainable
curve in GCC countries. In Proceedings Development. International Journal of
of the 13th International Conference on Global Environmental Issues, (17), 111–116.
Environmental Science and Technology, Harris, J. M. (2002). Environmental and Natural
Athens, Greece, September 5 (Vol. 7). Resource Economics: A Contemporary
Beck, K. A., & Joshi, P. (2015). An Analysis of the Approach. Boston: Houghton Mifflin Co.
Environmental Kuznets Curve for Carbon Inglesi-Lotz, R., & Bohlmann, J. (2014).
Dioxide Emissions: Evidence for OECD and Environmental Kuznets curve in South
Non-OECD Countries. European Journal Africa: To confirm or not to confirm? (No.
of Sustainable Development, 4(3), 33–45. 6378). EcoMod.
https://doi.org/10.14207/ejsd.2015.v4n3p33 Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2009).
Beckerman, W. (1992). Economic growth and Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDAL.
the environment: Whose growth? whose Kuswantoro, D. P. (2009). Pembangunan
environment? World Development, 20(4), Ekonomi dan Deforestasi Hutan Tropis.
481–496. https://doi.org/10.1016/0305-
Landrigan, Philip J. 2017. “Air pollution and
750X(92)90038-W
health.” The Lancet Public Health 2
Camci-Cetin, Sema, Murat Mustafa Kutluturk, (1):e4-e5.
and Ahmet Kibar Cetin. 2018. “The
Lean, H. H., & Smyth, R. (2010). CO2 emissions,
Impact of Income Levels of Countries
electricity consumption and output in
on Environmental Pollution: Testing the
ASEAN. Applied Energy, 87(6), 1858-1864.
Environmental Kuznets Curve “ Fresenius
Environmental Bulletin 27 (9):5804-5810. Maryam, J., Mittal, A., & Sharma, V. (2017).
CO2 Emissions, Energy Consumption and
Dasgupta, S., Laplante, B., Wang, H., & Wheeler,
Economic Growth in BRICS:An Empirical
D. (2002). Confronting the Environmental
Analysis. IOSR Journal of Humanities and
Kuznets Curve. Journal of Economic
Social Science, 22(2), 53–58. https://doi.
Perspectives, 16(1), 147–168. https://doi.
org/10.9790/0837-2202055358
org/10.1257/0895330027157
Mrabet, A., Achairi, R., & Ellouze, A. (2014). The
Endeg, T. W. (2015). Economic growth and
Two-Way relationship between Economic
environmental degradation in Ethiopia:
Growth and CO2 Emissions. 2(6), 32–35.
An environmental Kuznets curve analysis
approach. Journal of Economics and OECD. (2015). Survey Ekonomi OECD Indonesia.
International Finance, 7(4), 72–79. https:// Panayotou, T. (1993). Empirical Test and Policy
doi.org/10.5897/JEIF2015.0660 Analysis of Environmental Degradation at
Galeotti, M. (2007). Economic growth and Different Stages of Economic Development.
the quality of the environment: Taking In WORLD EMPLOYMENT PROGRAMME
Studi Environmental Kuznets ... (Sri Indah N., Sekar Destilawati., Siti Nurjanah) │ 25