Anda di halaman 1dari 9

METODOLOGI ANALISA MENGENAI DAMPAK

LINGKUNGAN V . PENGELOLAAN LINGKUNGAN PROYEK :


PENANGANAN DAMPAK : PEMANTAUAN DAN AUDIT
LINGKUNGAN

RENCANA PENGELOLAAN

Maksud dan Tujuan pengelolaan RKL-RPL

Berdasarkan prakiraan dan evaluasi dampak penting maka disusun rencana tindak lanjut dalam bentuk
RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup)
dalam satu kesatuan laporan. Adapun maksud penyusunan RKL dan RPL tersebut adalah sebagai berikut:

Maksud Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) merupakan rencana tindak lanjut untuk
mengelola dampak penting yang ditimbulkan oleh aktivitas proyek, sedangkan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RPL) merupakan piranti untuk memantau hasil pengelolaan lingkungan tersebut.
Dengan demikian penyusunan RKL dan RPL ini dimaksudkan untuk:

 Menyusun rencana pengelolaan dampak penting agar dampak yang ditimbulkan proyek dapat
memenuhi ketentuan baku mutu lingkungan dan / atau meminimalisasi kerusakan lingkungan sehingga
dapat menghindari kemungkinan timbulnya dampak penting yang akan dapat berkembang menjadi isu
lingkungan atau isu sosial yang merugikan berbagai pihak yang berkepentingan. Menyusun rencana
pemantauan dampak penting guna mengetahui efektivitas hasil

 pengelolaan lingkungan sehingga dapat menjadi dasar evaluasi dan penyusunan rencana tindak
lanjut untuk menyempurnakan pengelolaan lingkungan secara terus menerus. Dengan adanya RKL dan
RPL ini maka setiap dampak penting yang ditimbulkan oleh kegiatan dapat terkendali dan teredam hingga
tidak berkembang menjadi isu lingkungan regional, nasional atau bahkan menjadi isu lingkungan
internasional.

Tujuan Maksud penyusunan RKL dan RPL adalah mengendalikan dampak penting agar sesuai
dengan norma, standar, prosedur dan kriteria yang berlaku. Oleh karena itu sesuai dengan maksud
penyusunan RKL dan RPL, maka tujuan penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup tersebut adalah sebagai berikut:

 Memastikan bahwa rencana kegiatan pengusahaan panas bumi untuk PLTP Muara Laboh
mengikuti ketentuan pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan dengan mengelola
sumberdaya alam untuk dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi pembangunan ekonomi daerah
maupun ekonomi nasional.

 Mengelola dampak penting yang timbul dari kegiatan pengusahaan panas bumi untuk PLTP
Muara Laboh sesuai baku mutu lingkungan untuk meminimalisir dampak negatif penting terhadap
lingkungan. Melaksanakan pengelolaan lingkungan sesuai dengan rencana yang telah dituangkan

 dalam FS/Feasibility Study maupun DED/Detail Engineering Design (mitigated impact).


Mengelola lingkungan secara terpadu dengan menyediakan dana sesuai kebutuhan

 pengelolaan lingkungan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan sesuai dengan


norma, standar, prosedur dan kriteria yang berlaku. Memantau dampak negatif penting dari kegiatan
proyek guna memastikan bahwa

 pelaksanaan pengelolaan lingkungan telah sesuai dengan standar baku mutu lingkungan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Menyampaikan informasi hasil pemantauan lingkungan proyek kepada para
pemangku

 kepentingan sebagai bahan acuan untuk evaluasi dan pengambilan keputusan serta rencana
tindak lanjut terhadap pengelolaan lingkungan. Dengan demikian pengelolaan dampak penting akibat
kegiatan maupun pengelolaan dampak yang sudah direncanakan (mitigated impact) senantiasa terpantau
dan terkendali sehingga dapat memenuhi ketentuan baku mutu lingkungan yang dipersyaratkan oleh
pemerintah. Mitigated impact adalah dampak yang sudah diketahui dari awal, sedangkan rancangan
kegiatan (FS dan DED) sudah mencakup rencana pengelolaan dan pengendalian dampak tersebut,
sehingga dampak tersebut tidak lagi perlu dikaji dalam ANDAL, namun dicantumkan dalam RKL-RPL.
PENANGANAN AD HOC

PENANGANAN DAMPAK SEBAGAI BAGIAN TERPADU PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah satu alat pengelolaan lingkungan yang dapat digunakan
untuk menjaga kelestarian alam dan menekan dampak negatif pembangunan. Setelah mempelajari
kegiatan belajar ini Anda diharapkan dapat menjelaskan pentingnya pengelolaan lingkungan. Dalam
kaitannya dengan pentingnya pengelolaan lingkungan secara khusus akan dibahas subtopik
pembangunan, krisis global, pembangunan berkelanjutan, dan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai berikut.

A. PEMBANGUNAN
Pengelolaan lingkungan hidup tidak terlepas dengan kegiatan pembangunan. Pembangunan
menjadi satu topik sentral yang diadopsi oleh dunia internasional selepas Perang Dunia Kedua
tahun 1940an. Dengan berakhirnya masa kolonialisme, negara kuat tidak dapat lagi melakukan
intervensi secara militer secara langsung terhadap negara lainnya. Hubungan antar negara harus
dilakukan lebih setara walaupun tidak terlepas dari eksploitasi satu terhadap lainnya. Banyak
kritikus yang memandang bahwa ide pembangunan merupakan suatu bentuk neokolonialisme
karena selalu dikaitkan dengan pinjaman dana pembangunan dari negara maju. Seiring perjalanan
waktu, pembangunan merupakan pilihan utama yang digunakan oleh negara-negara di dunia.
Pembangunan diartikan sebagai proses jangka panjang yang menyangkut keterkaitan timbal balik
antara faktor-faktor ekonomi dan nonekonomi untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional
(mencapai pertumbuhan ekonomi) secara berkelanjutan (Kadiman, 2003). Pembangunan di
Indonesia diberi arti sesuai dengan Pembukaan UUD 45 yang menyebutkan bahwa tujuan negara
adalah untuk “… memajukan kesejahteraan umum” dan GBHN yang merupakan penyesuaian
setiap lima tahun di mana GBHN dari waktu ke waktu memiliki ciri khas. Khusus GBHN 1999
yang bernuansa reformasi merumuskan bahwa: “Pembangunan yang terpusat dan tidak merata
yang dilaksanakan selama ini ternyata hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi serta tidak
diimbangi kehidupan sosial, politik, ekonomi yang demokratis dan berkeadilan…” GBHN
merupakan arahan besar pembangunan yang operasionalnya lebih rinci dijabarkan dalam Program
Pembangunan Nasional (Propenas) yang merupakan konsensus dan komitmen bersama
masyarakat Indonesia mengenai pencapaian visi dan misi bangsa. Fungsi Propenas untuk
menyatukan pandangan dan derap langkah seluruh lapisan masyarakat dalam melaksanakan
prioritas pembangunan selama lima tahun ke depan. Propenas dijabarkan dalam Program
Pembangunan (Propeda) di pemerintah daerah dan Rencana Strategis (Renstra) departemen di
pemerintah pusat.
B. KRISIS GLOBAL
Pembangunan yang dilakukan secara intensif dan ekstensif di berbagai sektor yang telah
dipercaya sebagai satu-satunya jalan ke luar sekaligus tujuan dari suatu negara ternyata telah
menimbulkan krisis global. Beberapa bencana dapat dikaitkan dengan proses pembangunan dan
kepentingan pembangunan negara maju yang menuntut tingkat pembangunan yang lebih cepat
dan cenderung menguras sumber daya alam. Sementara beberapa negara lemah tidak dapat
mengejar tingkat pembangunan yang memadai. Beberapa contoh krisis global di antaranya seperti
kekeringan di Afrika di mana 35 juta penduduknya terancam kelaparan (bahkan kasus kelaparan
pun terjadi di Indonesia karena tidak meratanya distribusi pangan). Dari sisi pembangunan
sektoral dan industrialisasi tercatat beberapa kasus seperti di Bhopal ketika terjadi kebocoran
pestisida yang menyebabkan kematian lebih dari 2.000 orang dan cedera lebih dari 200.000
orang. Kebocoran pembangkit nuklir di Chernobyl menyebabkan radiasi radioaktif di seluruh
Eropa. Daftar ini akan terus lebih panjang seperti pencemaran bahan kimia, pestisida, merkuri
dari lahan pertanian ke sungai Rhine di Eropa akibat kebakaran di Swiss sehingga menimbulkan
kematian ikan dan pencemaran air tawar di Jerman dan Belanda, bencana Exxon Valdez,
tumpahan minyak di laut, pemanasan global, lubang ozon di kutub. Fakta lainnya adalah bahwa
pembangunan telah mendorong peningkatan penduduk yang demikian besar di dunia sehingga
diperkirakan bahwa sumber daya alam akan cepat habis jika konsumsi sumber daya tidak dikelola
dengan baik. Populasi manusia di bumi meningkat secara ekponensial dari 5 miliar pada tahun
1980-an menjadi 814 miliar pada tahun 2050. Sayangnya peningkatan jumlah penduduk ini 90%
terjadi di negara-negara termiskin dan 90% di kota-kota metropolitan. Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) dunia meningkat 10 kali dari USD 13,000 miliar menjadi USD 130,000 di tahun
2030, ini dapat menjadi indikasi tingginya tingkat eksploitasi oleh negara maju.
C. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Krisis global yang sebagian diakibatkan oleh laju pembangunan yang demikian cepat akhirnya
disadari setelah konsep pembangunan diterapkan sekitar 30 tahun. Pembangunan berkelanjutan
dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup termasuk
sumber daya ke dalam proses pembangunan, untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Namun demikian, tidak kurang ahli dan
kritikus yang memiliki perbedaan pandangan terhadap konsep pembangunan berkelanjutan ini.
Konsep ini dipandang “... sebagai cara untuk memacu model kapitalis Barat, ...” (Mitchel dkk.,
2003. 3736). Bagi mereka, pembangunan akan tetap menguntungkan negara-negara maju dan
meninggalkan negara berkembang karena keduanya memiliki tingkat pembangunan yang
berbeda. Dari sisi positif, konsep pembangunan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan
akan semakin merosotnya kemampuan bumi khususnya sumber daya alam dan ekosistem untuk
menyangga kehidupan. Hal ini terjadi karena ledakan jumlah penduduk yang tinggi,
meningkatnya aktivitas manusia dan intensitas eksploitasi sumber daya alam, yang diiringi
dengan meningkatnya limbah yang dilepaskan ke alam sehingga mengganggu keseimbangan
ekosistem. Apabila semua kecenderungan tersebut diabaikan atau bahkan semakin dipacu, maka
bisa dipastikan kehidupan manusia dan segala isi dunia akan terancam keberlanjutannya (KLH
dan UNDP, 2000). Pembangunan berkelanjutan memadukan lingkungan hidup termasuk sumber
daya alam terbaharui (renewable resources) dan sumber daya alam tak terbaharui (nonrenewable
resources) ke dalam proses pembangunan dengan pendekatan ekosistem dan daya dukung
lingkungannya. Agar pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana maka setiap upaya kegiatan
pembangunan di suatu wilayah harus mempertimbangkan daya dukung suatu ekosistem atau
wilayah. Daya dukung suatu wilayah merupakan fungsi dari pengembangan sumber daya
manusia, sumber daya buatan dan sumber daya alam serta ekosistemnya.

PEMBANGUNAN PERKOTAAN

AMDAL dapat membantu pelaksanaan pembangunan dengan pendekatan lingkungan, sehingga dampak-


dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimasi atau dihilangkan dengan mencarikan teknik
penyelesaian dampaknya.  Perubahan-perubahan  lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan
pembangunan dapat diperkirakan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga dapat diduga atau diperkirakan
akibat-akibat atau dampak-dampak yang akan terjadi. Dengan demikian dapat dicarikan teknik
penyelesaian dalam mengantasisipasi dampak yang timbul dan meminimasi dampak. Tetapi apabila
dampak yang akan timbul diperkirakan akan merusak lingkungan hidup dan masyarakat luas  dan
pengantisipasian dampaknya memakan waktu yang sangat lama dan sulit dalam pembiayayaannya, maka
rencana kegiatan tersebut dapat dianggap tidak layak untuk dilakukan.

Digunakan Untuk :
 Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
 Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha
dan/atau kegiatan
 Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
 Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
 Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau
kegiatan.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan
mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen
ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama
waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan
oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
PEMBANGUNAN BENDUNGAN

PENGENDALIAN LIMBAH YANG DIDASARKAN PADA KONSEP ANALISA DAUR HIDUP

PEMANTAUAN DAMPAK

Uraian tentang instansi yang akan berperan sebagai pengawas bagi terlaksananya RKL. Instansi yang
terlibat mungkin lebih dari satu instansi dan masing-masing akan bertugas mengawasi sesuai dengan
bidang yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya.

Uraian tentang kelembagaan yang akan mengurus dan berkepentingan dalam pelaksanaan
pemantauan lingkungan. Perlu secara khusus dikemukakan pihak yang melakukan pemantauan
lingkungan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Uraian tentang kelembagaan yang
mengurus dan berkepentingan dalam mendayagunakan hasil pemantauan lingkungan yang secara implisit
melakukan juga pengawasan terhadap pelaksanaan pemantauan lingkungan. Dengan demikian,
pendayagunaan hasil pemantauan berarti pula memanfaatkan umpan balik guna melakukan tindakan
pengendalian terhadap dampak negatif dan pemgembangan dampak positif untuk RKL. Sedangkan hasil
pelaksanaan pemantauan lingkungan, berarti pula mendapatkan umpan balik guna menyempurnakan
sistem pemantauan lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) harus mengacu kepada :

- Pasal 20 ayat 5 PP No. 29 Tahun 1986 - KepMen KLH No : Kep-50/MENKLH/6/87

- PerMen P.U. No. 46/PRT/1990 Pedoman RPL dapat langsung digunakan untuk berbagai rencana
kegiatan dan sistem pendekatannya harus memperhatikan hasil-hasil seperti :

- Rekomendasi PIL dan ANDAL - RPL Penekanan harus pada dampak penting yang diupayakan
penanganannya

AUDIT LINGKUNGAN

Sebagaimana dilaksanakan secara praktis di dunia internasional, audit lingkungan cenderung diterapkan
secara sukarela. Demikian pula di Indonesia, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup hanya
bersikap mendorong pelaksanaan audit lingkungan, terutama ketika suatu perusahaan ingin melihat
kinerja pengelolaan lingkung
an. Hal ini sangat jelas disebutkan di dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1
angka 1 dan Pasal 48 mengandung arti bahwa pelaksanaan audit dapat dilaksanakan secara internal dan
sukarela, karena itulah Pemerintah hanya bersifat mendorong pelaksanaan audit lingkungan, dalam
rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup. Audit sering kali dipandang sebagai suatu alat untuk
mendiagnosis kesehatan pengelolaan lingkungan pada suatu perusahaan karena sifatnya yang berupa
evaluasi. Dalam hal ini, perlu ditekankan sekali lagi bahwa audit lingkungan bukanlah alat perencanaan
lingkungan awal sebagaimana halnya perangkat . Namun demikian hasil suatu audit lingkungan dapat
dijadikan perencanaan untuk perbaikan pada tahap berikutnya dari suatu siklus hidup suatu kegiatan
usaha.

Jadi, jelas bahwa audit lingkungan diterapkan secara sukarela. Namun demikian, audit
lingkungan sukarela tidak dapat membatasi pihak otoritas pemerintah untuk melakukan hal-hal sebagai
berikut.

1. Pemeriksaan secara rutin yang merupakan program instansi pengelola lingkungan;

a. Penyidikan terhadap suatu kegiatan yang dicurigai melakukan kelalaian, penghindaran


kewajiban dan pelanggaran terhadap pentaatan hukum dan peraturan.

b. Hak meminta suatu informasi khusus sebagai dasar penentuan perangkat kinerja lingkungan
suatu usaha dan/atau kegiatan;

c. Tanggung jawab dunia usaha dan industri untuk menyediakan data hasil pengelolaan dan
pemantauan lingkungan kepada pemerintah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.32 Tahun 2009
dan peraturan-peraturan lingkungan yang lain.

2. Di samping kebijakan pemerintah dalam mendorong pelaksanaan audit sukarela, terdapat pula
kebijakan yang bersifat paksaan pentaatan. Hal ini diatur di dalam Pasal 29 UU No.32/2009 yang
mengandung arti bahwa audit dapat dilaksanakan secara mandatory (wajib untuk pentaatan) bagi kondisi
tertentu, yaitu jika tidak mematuhi UU No.32/2009.

Disebutkan lebih lanjut bahwa pemerintah dalam mengumumkan suatu hasil audit (yang bersifat
wajib), harus melakukan kajian melalui verifikasi terhadap suatu hasil audit (Pasal 4). Namun demikian,
perlu dicatat di sini bahwa pelaksanaan audit lingkungan yang bersifat wajib harus dilaksanakan secara
hati-hati dan hanya untuk kasus-kasus tertentu yang mempunyai risiko tinggi, sehingga memerlukan
campur tangan pemerintah dalam pengendalian dampak lingkungan dari suatu kegiatan usaha.
Untuk meringkas berbagai aspek kebijakan penerapan audit lingkungan, berikut adalah beberapa
hal yang menjadi landasan kebijakan penerapan audit lingkungan di Indonesia:

1. Perangkat audit lingkungan sangat potensial sebagai perangkat pengelolaan lingkungan hidup.

2. Pelaksanaan audit lingkungan diupayakan untuk tidak menjadi suatu perangkat yang mengikat
tetapi didorong untuk dilaksanakan secara sukarela.

3. Pemerintah berkeinginan untuk dapat memperkenalkan suatu perangkat lain bagi perusahaan
untuk memeriksa dan meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup usahanya secara mandiri.

4. Karena hasil audit lingkungan digunakan secara internal maka tidak harus dipublikasikan.
Namun jika akan digunakan untuk promosi/publikasi, pemerintah memiliki kepentingan untuk
melindungi informasi masyarakat melalui proses verifikasi.

5. Audit wajib hanya diterapkan untuk kasus tertentu dan dilakukan secara terbatas.
RINGKASAN

Anda mungkin juga menyukai