Latar Belakang
Kesadaran akan pengaruh yang merusak terhadap manusia dan kualitas hidup dari
polusi lingkungan dalam beberapa dekade terakhir ini telah meningkat sangat tajam. Hal
tersebut terjadi karena bertambahnya interaksi antar negara telah menimbulkan suatu
komunitas global dan kerjasama internasional. Kerjasama internasional ini tentu saja
mempunyai satu tujuan bersama yaitu pembangunan global. Pembangunan sejatinya memang
sesuatu yang alamiah terjadi dan menjadi sebuah keharusan dalam kehidupan manusia. Namun
perlu kita cermati bersama, bahwa ada dampak lain dari pembangunan. Pembangunan yang
dilakukan besar-besaran oleh engara maju, juga dirasakan dampaknya di negara-negara
berkembang. Dampak di sini lebih mengarah kepada akibat yang bersifat negatif, salah satu
yang kita rasakan bersama adalah terancamnya eksistensi lingkungan hidup.
Lingkungan hidup adalah tempat yang ditempati oleh manusia bersama makhluk hidup
lainnya. Manusia dan makhluk hidup lain tersebut, tentu tidak berdiri sendiri dalam proses
kehidupan, mereka saling berinteraksi dan saling membutuhkan satu sama lain. Kehidupan
yang ditandai dengan interaksi dan saling ketergantungan secara teratur, merupakan suatu
tatanan ekosistem yang di dalamnya mengandung esensi penting lingkungan hidup sebagai
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Lingkungan hidup harus dipandang secara holistik
dan mempunyai yang teratur serta diletakkannya semua unsur di dalamnya secara setara1.
Modernisasi dan pembangunan telah membawa banyak bencana bagi lingkungan hidup
dan manusia. Dalam hal ini, lingkungan hidup ditafsirkan secara konvensional dan sederhana,
artinya bahwa lingkungan hidup dianggap sebagai sebuah objek. Perspektif ini memandang
dan menempatkan lingkungan hidup sebagai objek yang berkonotasi komoditi yang dapat
dieksploitasi untuk menunjang pembangunan. Skala pragmatisme serta pendekatan dan tujuan
yang didominasi oleh metodologi positivisme atas esensi lingkungan hidup telah menjadi
racun bagi skala dan dampak kerusakan lingkungan hidup2.
Padahal esensi dari lingkungan hidup merupakan kehidupan yang melingkupi tata dan
nilai-nilai kehidupan yang ada di dalamnya. Tata dan nilai yang menjaga keberlanjutan
lingkungan hidup dan sumber daya alam serta keadilan sosial bagi kehidupan manusia atas hak
atas lingkungan saat ini dan generasi yang akan datang. Lingkungan hidup harus dipandang
sebagai subjek, dikelola untuk kehidupan berkelanjutan bukan semata-mata sebagai objek yang
1 Kementrian Lingkungan Hidup, Kebijakan RI Terhadap Lingkungan Hidup, Januari 2007
2Ibid.
lingkungan hidup seperti Protokol Kyoto, Konferensi berkelanjutan di Montreal, Bali, Polandia
dan Denmark yang baru-baru ini menghasilkan Bali Road Map, serta terbentuknya sebuah
badan PBB yang diberi nama UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate
Change). Nicholas Stern menyatakan bahwa adanya urgensi terhadap upaya penanganan
terhadap perubahan iklim, hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara masalah
lingkungan hidup dengan pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara7.
Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Protokol Kyoto, tentu saja
harus berperan aktif dalam upaya penyelamatan Lingkungan hidup.Hal ini menjadi tanggung
jawab semua pihak, tidak hanya pemerintah pusat, melainkan juga menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah.Hal ini dikarenakan karena Indonesia telah menerapkan sistem otonomi
daerah.Selain itu juga karena menguatnya arus globalisasi yang memungkinkan setiap daerah
mendapatkan akses informasi dari dunia internasional maupun berinteraksi dengan dunia
internasional.Hal itu tentu sangat mempengaruhi kebijakan yang diambil pemerintah daerah,
salah satunya adalah kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Kabupaten Banyumas, sebagai salah satu daerah tingkat II di wilayah Provinsi Jawa
Tengah, sudah tentu ikut merasakan imbas dari adanya Rezim Lingkungan Hidup yang tengah
gencar dan menjadi isu global di dunia internasional. Melihat kondisi geografis Kabupaten
Banyumas yang terletak di antara pengunungan dan pantai, membuat Banyumas menjadi
daerah yang mempunya sumber daya cukup besar.Hal ini juga yang menarik berbagai investor
baik lokal maupun investor asing untuk berinvestasi di wilayah Kabupaten Banyumas.
Pembangunan di Kabupaten Banyumas berkembang sangat pesat setelah banyaknya
investor yang masuk, hal ini tentu saja memberikan manfaat bagi masyarakat karena naiknya
tingkat ekonomi. Namun di sisi lain, seperti dijelaskan di atas, ada dampak negatif yang
ditimbulkan dari pembangunan.Wilayah yang sebelumnya sejuk, kini mulai terasa panas dan
bising.Di tingkat pusat, berbagai macam kebijakan terkait pelestarian lingkungan hidup telah
dicanangkan, hal ini tentu saja harus diikuti oleh pemerintah-pemerintah daerah, termasuk
pemerintah Kabupaten Banyumas.
II. Rumusan Masalah
Adanya Rezim Lingkungan mungkin sudah sangat dirasakan pengaruhnya pada tataran
negara, namun belum terlalu terasa pada tataran pemerintah daerah. Ada suatu konsekuensi
yang harus dihadapi oleh pemerintah Indonesia, baik pemerintah pusat maupun daerah, bahwa
Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi Protokol Kyoto, maka Indonesia
7
Nicholas Stern, et all (eds), Transboundary Environmental Negotiation: New Approach to Global
Cooperation. Jossey-Bass, San Francisco, 2002, hal.84-89.
harus ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan hidup. Hal ini tentu saja tidak
hanya berpengaruh pada pemerintah pusat saja, namun juga pada pemerintah daerah, termasuk
pemerintah daerah Kabupaten Banyumas.Hal tersebut tidak terlepas karena Indonesia telah
menerapkan sistem otonomi daerah.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut: Bagaimana Pengaruh Adanya Rezim Lingkngan terhadap Kebijakan Tentang
Lingkungan di Kabupaten Banyumas?Apakah mendukung atau menolak adanya isu global
ini?
III. Tujuan Penelitian
1. Memberikan gambaran tentang pengaruh Rezim Lingkungan Internasional
terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyumas.
2. Menjelaskan bagaimana Pemerintah Kabupaten Banyumas menyikapi Rezim
lingkungan Internasional.
IV. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan gambaran kepada pembaca bahwa isu lingkungan tidak
hanya menjadi agenda penting pada level negara, akan tetapi juga sudah menjadi agenda
penting pada level pemerintah daerah. Selain itu penilitian ini juga dapat dipakai sebagai bahan
rujukan bagi pengambil kebijakan untuk mengambil kebijakan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup. Penelitian ini juga diharapkan menjadi referensi bagi peneliti-peneliti lain
yang ingin mengkaji isu ini lebih dalam.
V. Tinjauan Pustaka
Ketika berbicara mengenai Rezim Lingkungan Internasional, alur berfikir kita akan
tertuju pada pengaruhnya terhadap kebijakan luar negeri yang berada dalam rezim tersebut.
Sama seperti yang diungkapkan Erik Faripasha dalam skripsinya Kebijakan Luar Negeri
Indonesia Terhadap Isu Perubahan Iklim Pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
(2004-2008).8Dalam skripsinya, Erik Faripasha menyatakan adanya korelasi yang kuat antara
diberlakukannya Rezim Lingkungan Internasional (Protokol Kyoto) terhadap karakteristik
kebijakan luar negeri Indonesia.
Menurut Erik, ada faktor-faktor yang mempengaruhi perumusan kebijakan luar negeri
di Indonesia yang terkait dengan isu perubahan iklim global. Dalam penelitiannya, Erik
menyatakan bahwa ada faktor eksternal yang berupa reaksi dunia internasional yang kemudian
8
Erik Faripasha S, Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Perubahan Iklim Pada Masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2008), Skripsi S1 Hubungan Internasional, (Depok:
Universitas Indonesia, 2002), hal 13
mempengaruhi sistem internasional dan ada faktor internal yang berupa tekanan-tekanan dari
dalam negeri.
Dalam kesimpulannya Erik menyampaikan bahwa jelas ada korelasinya antara
fenomena yang terjadi di dunia internasional terhadap perumusan dan pengambilan kebijakan
di Indonesia.Hal ini terjadi karena karakteristik Politik Luar Negeri Indonesia yang selalu
adaptif terhadap terhadap fenomena-fenomena dan isu-isu yang sedang berkembang di dunia
internasional.Hal ini kemudian berimplikasi terhadap kebijakan yang dibuat di ranah
pemerintah daerah.
VI. Kerangka Teori
Teori Rezim Internasional
Secara umum penelitian ini menggunakan teori Rezim, teori rezim berasal dari tradisi
liberal yang berargumen bahwa berbagai institusi atau rezim internasional mempengaruhi
perilaku-perilaku negara (aktor-aktor internasional lain). Teori ini mengasumsikan bahwa kerja
sama bisa terjadi di dalam sistem negara-negara yang anarki. Bila dilihat dari definisinya
sendiri, rezim merupakan salah satu bentuk kerja internasional.9Para teoritis rezim menyatakan
bahwa kerjasama tetap dapat terjadi walaupun dalam situasi anarki sekalipun.Definisi tentang
rezim yang paling sering digunakan adalah definisi Stephen D Krasner. Stephen D Krasner
mendefinisikan rezim internasional sebagai seperangkat aturan, norma dan prosedur
pembuatan keputusan baik yang bersifat eksplisit maupun implisit dimana semua kepentingan
aktor berkumpul menjadi satu. Rezim Internasional dianggap mempunyai kemampuan untuk
mengkoordinasikan perilaku negara. Rezim harus dipahami sebagai sesuatu yang lebih dari
sekedar perjanjian sementara (Temporary Agreement) yang mengalami perubahan setiap kali
terjadi pergeseran atau perubahan power dan interest.
Krasner meminjam istilah dari Robert Keohane, yang menyebutkan bahwa rezim
adalah seperangkat peraturan pemerintah yang meliputi jaringan-jaringan peraturan, normanorma dan cara-cara yang mengatur dan mengawasi dampaknya.Norma dalam konteks
tersebut adalah nilai-nilai yang di dalamnya terkandung fakta terpercaya, penyebab dan
recititude.Sedangkan yang dimaksude dengan nilai-nilai adalah perilaku standard yang
terbentuk karena adanya kewajiban dan keharusan.Peraturan sendiri mengandung anjuran
untuk bertindak secara spesifik yang sifatnya membatasi.Sedangkan decision-making procedur
merupakan praktek yang berlaku untuk membuat dan mengimplementasikan pilihan
9
Stephen D Krasner, Structural Causes And Regime Consequences: Regimes as Intervening Variables.
In International Regimes, edited by Stephen D Krasner, (Ithaca: Cornell University Press, 1983) hal
1-21
kelompok.Selain itu, Robert Jervis menyebutkan bahwa rezim tidak hanya mempunyai
implikasi terhadap norma-norma yang memfasilitasi terciptanya kerjasama semata, melainkan
suatu bentuk kerjasama yang lebih dari sebuah kepentingan internal dalam jangka
pendek.10Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa konteks pengertian rezim merupakan
gabungan dari nilai-nilai dasar tersebut yang secara keseluruhan memfasilitasi lahir dan
bertahannya sebuah rezim.
Rezim menjadi hal yang signifikan sebagai intervening variables yang berada diantara
basic causal factors dan related behavior and outcomes. Sebagaimana dikemukakan oleh Oran
Young, Raymond Hopkins dan Donald Puchala, bahwasannya tidak ada yang dapat membuat
suatu dapat bertahan dalam waktu tertentu jika tidak ada rezim yang mendukungnya. Jadi
rezim sangat mutlak diperlukan.11
Kemudian melihat pada aspek kebijakan publik, kebijakan publik menurut Robert
Eyestone adalah hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.12 Hal ini dapat
didefinisikan bahwa kebijakan publik merupakan suatu produk dimana terdapat proses
interaksi dari pemerintah dan elemen-elemen di sekitarnya dalam proses pembuatannya.
Artinya, suatu kebijakan publik dibuat berdasarkan berbagai macam input, baik dari dalam
maupun dari luar.
VII. Hipotesa
Dalam perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia tentu saja akan mengalami
dinamika. Dinamika ini terjadi karena adanya input dan output yang terus berjalan yang
mempengaruhi proses pembuatan kebijakan sesuai dengan teori Robert Eyestone. Termasuk
dengan adanya Rezim Lingkungan Internasional yang mampu mempengaruhi kebijakan
pemerintah Indonesia. Tentu saja ada konsekuensi logis ketika pemerintah pusat terpengaruh
oleh adanya isu tersebut, maka secara otomatis pemerintah pada level daerah juga akan ikut
terpengaruh. Hal ini sangat wajar karena Indonesia sudah menerapkan sistem otonomi daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahannya.
10
Robert Jervis, Realism, Game Theory and Cooperation. World Politics 40 (3) hal 317-349
11
Oran R,Young and Gail Osherenko, Testing Theoris of Regime Formation: Finding from a Large
Collaborative Research Project. In Regime Theory and International Relations, edited by Volker
Rittberger and Peter Mayer .(Oxford: Clarendon Press 1995) hal. 223-251
12
Budi Winarno, Apakah Kebijakan Publik?, dalam Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta:
Media Pressindo, 2002, hal 15
Dalam konteks penelitian ini, peneliti melihat bahwa ada korelasi yang sangat kuat
antara rezim internasional yang dalam hal ini Rezim Lingkungan Internasional dengan
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Banyumas. Hal ini
terjadi karena Rezim mempunyai otoritas yang kuat untuk mengatur pola perilaku negara yang
terlibat di dalamnya, di sisi lain dalam proses pembuatan kebijakan seperti yang dikemukakan
oleh Robert Eyestone diperlukan berbagai macam input yang salah satu berasal dari luar.
VIII. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif. Metode
Penelitian Kualitatif,
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci.13 Jenis penilitian yang akan dilakukan bersifat deskriptif
dengan tujuan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada secara sistematis, aktual
dan akurat mengenai realita, kejadian serta hubungannya. 14 Metode kualitatif dipilih karena
penelitian ini ingin menjelaskan dan menggambarkan kebijakan pemerintah Kabupaten
Banyumas dan sikapnya dalam menanggapi adanya Rezim Lingkungan Internasional.
2. Jenis dan Sumber Data
penelitian ini menggunakan data primer berupa dokumen-dokumen resmi dari
Pemerintah Kabupaten Banyumas dan Kementrian Lingkungan Hidup serta sumber
data sekunder berupa wawancara, kajian literature, jurnal, kliping-kliping, berita media
masa, makalah, hasil-hasil penelitian lain yang sejenis serta tulisan-tulisan lain yang
dianggap relevan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan
teknik
penelitian
kepustakaan
(Documentary Research) dengan mencari dan mengumpulkan data sekunder bukubuku, jurnal dan referensi dari tulisan penelitian lain yang sejenis
4. Teknik Analisa Data
Untuk menganalisa data, peneliti menggunakan teknik analisa kualitatif dengan
menghubungkan data-data yang memiliki hubungan saling keterkaitan yang dapat
mendukung permasalahan yang sedang diteliti.
13
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,2005), hal 2
14
Ibid.
DAFTAR PUSTAKA
D Krasner,Stephen. 1983.Structural Causes And Regime Consequences: Regimes as
Intervening Variables. In International Regimes, Ithaca: Cornell University Press
Erik Faripasha S, Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Perubahan Iklim
Pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2008), Skripsi S1 Hubungan
Internasional, (Depok: Universitas Indonesia, 2002), hal 13
Jurnal WALHI. 2005. Arti dan Manfaat Lingkungan Hidup Bagi Pembangunan. Hal 17
Kementrian Lingkungan Hidup. 2007. Kebijakan RI Terhadap Lingkungan Hidup.
Oran R,Young and Gail Osherenko,. 1995. Testing Theoris of Regime Formation:
Finding from a Large Collaborative Research Project. In Regime Theory and International
Relations. Oxford: Clarendon Press .
Robert Jervis, Realism, Game Theory and Cooperation.World Politics 40 (3) hal
317-349.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualititif. Bandung: Alfabeta
Stern,Nicolas. 2002.Transboundary Environmental Negotiation: New Approach to
Global Cooperation. Jossey-Bass, San Francisco.
Winarno,Budi. 2002.Apakah Kebijakan Publik?. Yogyakarta: Media Pressindo
Kelompok:
Qisty Anzilni Desiera (F1I011001)
Iyos Rosyida (F1I011004)
Yusro Adi Aji Apriliyanto (F1I011005)
Dewi Oktavianingrum (F1I011019)