Anda di halaman 1dari 5

Yusro Adi Aji Apriliyanto

F1I011005

Peran ExxonMobil di Indonesia


Setiap negara di dunia pasti memiliki tujuan politik sendiri-sendiri berkaitan dengan
national interest (kepentingan nasionalnya). Oleh karena itu setiap negara akan melakukan
berbagai macam cara agar tujuan politiknya terhadap negara-negara lain dapat terpenuhi.
Salah satu caranya adalah dengan memanipulasi hubungannya dengan negara-negara lain.
Memanipulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengatur (mengerjakan)
dengan cara yang pandai sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.
Manipulasi Amerika Serikat terhadap Indonesia sudah sangat terlihat dari
didirikannya MNC (Multinational Corporations) di Indonesia. Exxon Mobil merupakan
perusahaan minyak swasta dari Amerika Serikat yang berbasis di Texas. Exxon Mobil
merupakan perusahaan merger antara Exxon dan Mobil, perusahaan ke-empat terbesar setelah
Shell, British Petroleum, dan Total. Pendapatan Exxon Mobil yang lebih tinggi dari PDB
Arab Saudi membuat perusahaan swasta minyak asal Amerika Serikat ini mampu
menancapkan pengaruhnya pada negara-negara berkembang. Perusahaan swasta ini, disadari
atau tidak juga membawa kepentingan politik Amerika Serikat untuk Indonesia. Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang yang kaya akan minyak menjadi target MNC-MNC
internasional salah satunya Exxon Mobil sebagai lahan bisnis dan politik.
Penanaman Modal Asing di Indonesia mendapatkan keleluasaan melalui UU
Penanaman Modal Asing dan UU Liberalisasi Migas No 22 tahun 2001 yang sarat dengan
intervensi asing dalam pembuatan kebijakannya. Meskipun Exxon Mobil telah mendapatkan
keleluasaan menanamkan modalnya di Indonesia, Exxon Mobil yang diketahui juga telah
mendanai kampanye George W Bush sebesar 2,8 juta dollar AS untuk terpilih sebagai
presiden tahun 2004, juga melakukan tindakan manipulasi terhadap pertambangan minyak di
Indonesia. Hal ini terbukti dengan kunjungan Condoleeza Rice yang datang ke Indonesia dan
menyatakan Exxon Mobil sebagai kepala operator eksplorasi Blok Cepu. Kedatangan
Condoleeza Rice ini adalah dalam rangka untuk membantu Exxon Mobil mengambil alih
Blok Cepu, hal ini dapat terjadi karena kedekatan Exxon Mobil dengan para politisi Amerika
dan disinyalir bahwa kedekatan ini membuat Exxon Mobil mampu menjamin suplai energi
Amerika Serikat dibandingkan Caltex ataupun Unocal. Mengingat Amerika merupakan
negara superpower yang sangat membutuhkan sumber daya energi untuk menjalankan
perekonomian negara, menundukkan Negara-negara berkembang agar memenuhi tujuannya
itu.Hal Ini sekali lagi membuktikkan bahwa Amerika Serikat menggunakan Exxon Mobil
untuk mencapai tujuan politiknya dengan memanipulasi hubungannya dengan Indonesia.
Sedangkan bila dilihat dari segi ekonomi tindakan pengambil alihan Blok Cepu oleh
Exxon Mobil merupakan tekanan secara langsung terhadap Indonesia agar mau menyerahkan

Blok Cepu yang dianggap dapat memberikan keuntungan kepada Indonesia jika diolah oleh
Pertamina. Menurut Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden Indonesia pada era tersebut, jika Blok
Cepu berhasil diolah oleh Pertamina akan mendatangkan keuntungan 9,2 juta dollar AS per
hari (pada saat itu harga minyak per barrel 60 Dollar AS) Cepu memiliki potensi untuk
memproduksi minyak lebih dari 170 ribu barel per hari. Jika produksi Cepu lancar, terjadi
peningkatan antara 17-20 persen per hari terhadap produksi minyak nasional. Keuntungan
ekonomi dan peningkatan produksi minyak Indonesia yang didapat dari Blok Cepu jelas
membuat gelisah Amerika Serikat, karena jika Indonesia mampu memenuhi kebutuhan
minyaknya tanpa harus mengimpor maka Indonesia tidak akan tergantung lagi pada Amerika
Serikat sedangkan keuntungan ekonomi yang diperoleh jika berhasil mendapatkan blok Cepu
membuat Indonesia tidak tergantung lagi pada bantuan ekonomi yang ditawarkan Amerika.
Masalah Blok Cepu menjadi kontroversi setelah salah satu wilayah yang memiliki
cadangan migas terbesar di Indonesia itu akhirnya jatuh dalam pengelolaan ExxonMobil.
Meskipun dalam kesepakatan disebutkan ExxonMobil duduk bersama dengan Pertamina
sebagai pengelola melalui struktur kerja sama operasi bersama (joint operating agreement),
kendali penguasaan pada tingkat praktik sebenarnya tetap berada di tangan ExxonMobil,
mengingat wakil-wakil ExxonMobil duduk di posisi kunci seperti General Manager dan
beberapa divisi strategis. Jatuhnya Blok Cepu ke tangan ExxonMobil membuat kesempatan
negara untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari kekayaan migas di wilayah
tersebut lenyap. Akibat kebijakan itu, diperhitungkan, negara hanya menerima 54 % dari
pendapatan total Blok Cepu (yang dapat mencapai 165,74 miliar dolar AS atau sekitar Rp
1500 triliun), jauh dari yang dipublikasikan selama ini yaitu sebesar 93,5 %. Padahal,
Pertamina memiliki kemampuan untuk mengelola sendiri blok tersebut. Secara finansial
maupun teknis, tidak ada kendala yang dapat menghambat Pertamina beroperasi di wilayah
tersebut. Lapangan Blok Cepu yang terletak di darat merupakan medan yang sangat dikuasai
Pertamina. Karena itu, Pertamina, melalui Direktur Utamanya, telah berulang kali
menyatakan kesanggupan untuk mengelola blok ini. Ini membuktikkan Indonesia tidak dapat
berbuat apa-apa ketika ExxonMobil jelas-jelas telah menipu Indonesia dengan pembagian
pendapatan Indonesia yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan yaitu 93,5%, Selain itu
ExxonMobil berhasil memaksa Pemerintah Indonesia agar Pertamina selaku Perusahaan
Nasional Indonesia tidak mengolah blok Cepu yang dapat memberikan keuntungan bagi
perekonomian nasional Indonesia.
Praktek Korupsi di Indonesia juga mendorong pengambilalihan Blok Cepu oleh
Exxon Mobil. Salah satu indikasi dari praktik KKN tersebut adalah diserahkannya secara
tiba-tiba lapangan Cepu dari Pertamina kepada Humpuss Patragas (HPG). Padahal, pihak
Pertamina sesungguhnya telah bersiap-siap untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di
wilayah tersebut. Setelah diberikan kepada HPG, HPG menjual sahamnya kepada Ampolex
(Pihak asing), hal tersebut terasa sangat janggal karena sebelumnya Technical Assistant
Contract/ TAC tidak mengijinkan pihak asing untuk memilikinya namun KKN yang sangat
kental di Indonesia membuat isi TAC ini berubah sehingga dapat dialihkan.

Pelanggaran juga dilakukan ExxonMobil, yang selanjutnya menguasai seluruh saham


HPG di Blok Cepu. Plan of Development (POD) Blok Cepu yang telah disetujui Pertamina
sejak akhir 2001, ternyata tidak pernah sama sekali direalisasikan ExxonMobil. Karena itu,
sesuai isi perjanjian TAC, kontrak ExxonMobil di Blok Cepu seharusnya berakhir dengan
sendirinya.Lebih jauh, pelanggaran hukum ternyata juga ikut dilakukan oleh pemerintah. Hal
itu misalnya terjadi melalui pembentukan Tim Perunding Blok Cepu yang mengambil alih
kewenangan Direksi Pertamina. Seperti diketahui, pembentukan tim ini melanggar UU
No.19/2003 tentang BUMN. Pemerintah juga melakukan rekayasa hukum dengan
menerbitkan peraturan-peraturan yang memberi kemudahan fasilitas bagi ExxonMobil untuk
menguasai Blok Cepu. Contohnya adalah penerbitan PP No.34/2005. PP ini memberi
pengecualian terhadap beberapa ketentuan pokok KKS yang terdapat dalam PP No.35/2004.
Tujuannya, untuk memberi landasan hukum bagi ExxonMobil dalam memperoleh kontrak
selama 30 tahun. Dari Usaha-usaha Exxon Mobil untuk mendapatkan Blok Cepu, Exxon
memanfaatkan kebijakan, situasi politik, dan sumber daya manusia Indonesia sebagai cara
untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi Amerika Serikat yaitu suplai energi dan
keuntungan jutaan dollar AS jika berhasil mengeksplorasi bahkan mengambil alih blok Cepu
dari Indonesia (Pertamina).
Selain upaya dari dalam negeri Indonesia, dari luar negri Indonesia, Amerika
melakukan pendekatan politik dengan adanya permintaan Presiden AS George Bush kepada
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Santiago, Chili, pada November 2004 agar
pemerintah mengaktifkan kembali kontrak-kontrak migas di Indonesia, termasuk khususnya
Blok Cepu. Pesan yang kemudian diulangi oleh Wapres AS Dick Cheney kepada SBY di
Washington pada Mei 2005. Komunikasi antara Bush - SBY kemudian berlanjut pada
September 2005 di sela-sela Sidang APEC. Hingga akhirnya, superioritas tekanan pemerintah
AS terhadap Indonesia secara simbolik ditunjukkan dengan kedatangan Menlu AS
Condoleezza Rice ke Indonesia sehari sebelum penandatanganan JOA Blok Cepu.
Komunikasi Amerika terhadap Indonesia dan tekannya terhadap Indonesia dalam
perundingan blok Cepu semakin nyata ketika dihasilkannya KKS (Kontrak Kerja Sama) Blok
Cepu pada 17 September 2005, atau beberapa hari setelah adanya komunikasi SBY - Bush di
New York. Presiden bahkan menyempatkan memimpin rapat kabinet langsung dari New York
melalui video conference untuk memastikan segera dilakukannya penandatanganan kontrak
Blok Cepu. Upaya ini semakin memperjelas bahwa Amerika menekan Indonesia tidak hanya
melalui Exxon Mobile tapi secara langsung dengan mengirimkan pemimpin-pemimpim
Amerika Serikat untuk mendikte Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk
menandatangani pengambil alihan Blok Cepu tersebut dari tangan Indonesia ke Amerika
melalui Exxon Mobil. Upaya ini merupakan bukti besarnya tekanan asing terhadap kasus
pengalihan blok Cepu ke tangan Exxon Mobil. Sikap penolakan yang tegas seharusnya
dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Indonesia tidak terus-terusan
menjadi korban manipulasi Amerika melalui MNC-MNC Amerika.

Dari studi kasus mengenai ExxonMobil di Indonesia, dapat kita lihat betapa besar
peran aktor transnasional dalam politik internasional saat ini. Walaupun Exxon Mobil sendiri
merupakan milik publik dan perusahaan swasta asal Amerika Serikat namun tetap saja akan
berorientasi terhadap kepentingan Amerika, apalagi Exxon Mobil memiliki kedekatan politik
dengan elit politik Amerika. Oleh karena itu peran MNC yang begitu kompleks melalui studi
kasus sengketa Blok Cepu ini menunjukkan bahwa MNC tidak hanya mempengaruhi
ekonomi negara yang diduduki tetapi juga politiknya, tujuan terselubung beserta cara-cara
yang tidak sehat sekalipun akan digunakan untuk mencapai tujuan politik dari negara asal
MNC tersebut. Dari kasus ini pun juga dapat terlihat bagaimana Exxon Mobil yang
merupakan milik individu atau dapat dikatakan non state actor dapat mempengaruhi
kebijakan di Indonesia sehingga menguntungkan Exxon dan Amerika yang merupakan
Negara asal Exxon itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
http://iress.web.id/2010/09/memanfaatkan-sumber-daya-alam-untuk-sebesar-besarnyakemakmuran-rakyat/ diakses pada tanggal 18 Desember 2012
http://gajiku.blogspot.com/2008/05/nasionalisasi-industri-pertambangan.html
diakses pada tanggal 18 Desember 2012
http://archive.kaskus.us/thread/2146305 diakses pada tanggal 18 Desember 2012
http://www.suarakarya-online.com/news.html diakses pada tanggal 18 Desember 2012
http://iress.web.id/2010/09/memanfaatkan-sumber-daya-alam-untuk-sebesar-besarnyakemakmuran-rakyat diakses pada tanggal 18 Desember 2012
Moeliono, Anton M., dkk. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai