Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH ELEKTRIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI DI KOTA AMBON

Disusun oleh :

WALEED ZULFI SYAHRIAN HEHANUSSA

2018-29-079

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2024
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator atau ukuran terbaikdari

kinerja perekonomian. Pertumbuhan ekonomi melihat bagaimana aktivitas

perekonomian berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan pada masyarakat di

suatu negara pada periode tertentu. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga

menggambarkan bagaimana perekonomian dengan barang dan jasa yang besar

bisa secara lebih baik memenuhi pemintaan rumah tangga, perusahaan, dan

pemerintah. Para ekonom neoklasik seperti Solow-Swan (1956) ataupun para

ekonom pertumbuhan endogen, seperti model AK dari Sergio Rebelo (1991),

menekankan adanya faktor modal, tenaga kerja dan teknologi untuk merangsan

ekonomi yang tinggi. Peningkatan modal dan tenaga kerja dalam negeri yang

diiringi dengan kemajuan teknologi akan membuat peningkatan output sehingga

membuat pertumbuhan yang berkelanjutan (Mankiw, 2007).

Selama satu dasawarsa lebih pertumbuhan ekonomi Indonesia terus

mengalami kenaikan di atas 5%. Pertumbuhan ekonomi ini mengindikasikan

adanya perbaikan kehidupan masyarakat ditandai dengan naiknya pendapatan

masyarakat secara agregat. Berdasarkan data dari World Bank (2014) dapat

diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi di Indonesia mencapai 5,39%.

Sementara itu, hal ini diiringi dengan pergerakkan input-input yang

menyokongnya. Jika mengacu pada model neoklasik, input tersebut berupa modal
dan tenaga kerja. Pembentukan modal tetap kotor di Indonesia tumbuh dengan

rata-rata 8,29% sementara %tase tenaga kerja terhadap populasi mencapai rata-

rata 69,68%.

Namun model pertumbuhan neoklasik ini dikritik oleh para ekonom

lingkungan, berpangkal pada masalah dasar ekonomi yaitu keterbatasan atau

kelangkaan sumberdaya (scarcity). Stern (2003) mengungkapkan bahwa kritik

dari teori pertumbuhan neoklasik oleh ekonom lingkungan berfokus pada

keterbatasan akan konsep substitusi dan keterbatasan akan konsep

kemajuan/perubahan teknologi sebagai cara untuk mengurangi kelangkaan

sumberdaya (model tersebut diandalkan oleh ekonom neoklasik: Model Solow-

Swan dan Model Pertumbuhan Endogen). Keterbatasan substitusi terjadi ketika

substitusi tidak bisa terjadi pada jenis input produksi yang mirip (seperti berbagai

minyak), input yang berbeda (seperti antara berbagai minyak dan berbagaimesin),

penerapan pada level mikro ataupun keterbatasan wilayah (hanya terdapat pada

daerah tertentu). Sementara keterbatasan teknologi terjadi karena

kemajuan/perkembangan teknologi seolah merupakan dua bilah pedang, di mana

secara bersamaan mampu mengendalikan dan memperbaiki kualitas lingkungan

(semisal penerapan teknologi ramah lingkungan) namun di sisi lainmampu

menurunkan atau merusak kualitas lingkungan. Oleh karena itu, teknologi harus

diarahkan pada tujuan yang “benar”. Kekhawatiran akan keterbatasan/kelangkaan

sumberdaya dalam mendukung aktivitas ekonomi mula-mula dilontarkan oleh

Pendeta Thomas R. Malthus dalam esainya pada tahun 1798 yang berjudul Essay

on the Principle of Population. Malthus berpendapat bahwa pertumbuhan


penduduk akan mengikuti deret ukur sementara persediaan makanan akibat

keterbatasan lahan akan tumbuh mengikuti deret geometri. Pada titik tertentu,

akan terjadi penurunan pendapatan per kapita yang tidak mengikuti penambahan

populasi sehingga terjadi kondisi bencana kelaparan (Todaro dan Smith, 2012).

Satu setengah abad kemudian, The Club of Rome mendesak

diberlakukannya pembatasan terhadap pertumbuhan ekonomi atau dikendalikan

secara sadar oleh negara-negara di dunia. Buku ini menjelaskan bahwa saat ini

terdapat persoalan yang dihadapi dunia, yaitu pertumbuhan industri yang sangat

cepat, pertumbuhan penduduk dengan laju yang tinggi, kelaparan yang

makinmeluas, menipisnya sumberdaya alam tak terbarukan dan kerusakan

lingkungan. Semua permasalahan ini terus tumbuh secara eksponensial dan satu

sama lain saling mempengaruhi dan terikat dengan pola yang sangat kompleks

(Reksohadiprodjo dan Pradono, 1996).

Agenda politik lingkungan hidup yang berfokus pada isu pembangunan

berkelanjutan akhirnya sangat populer semenjak diterbitkannya laporan Bruntland

oleh World Commission on Environment and Development (WECD) yang

berjudul “Our Common Future” pada tahun 1987. Laporan tersebut menjelaskan

tantangan besar dunia pada masa depan berangkat dari fakta (atau tantangan

bersama) berupa menurunnya produksi pangan, semakin meningkatnya suhu bumi

karena efek rumah kaca (pemanasan global), maraknya deforestasi, peningkatan

populasi, kelangkaan energi, industrialisasi, dan masalah perkotaan. Isu tersebut

tak lain dilatarbelakangi oleh kekhawatiran atas prinsip pembangunan neoklasik di

mana pembangunan dilakukan secara terus menerus dengan memperhitungkan


efisiensi penggunaan modal, tenaga kerja, dan teknologi namun di sisi lain

susutnya sumberdaya alam (termasuk energi) dan rusaknya lingkungan tidak

diperhitungkan dalam akuntansi pembangunan (WECD, 1987)

Energi sebagai salah satu bagian dari sumberdaya memiliki peran

yangsangat penting bagi penggerak pembangunan ekonomi baik dalam aktivitas

produksi, distribusi, hingga konsumsi. Barnes dan Lantai (1996) dalam Toman

dan Jamelkova (2003) menggambarkan fenomena ini sebagai tangga energi.Pada

tingkat terendah dalam pendapatan dan pembangunan sosial, energy cenderung

berasal dari sumber yang diperoleh langsung, baik sumber biologis (kayu,

kotoran, sinar matahari untuk keperluan pengeringan) maupun usaha manusia

(juga sumber biologis lain semisal hewan). Pemrosesan biofuel, tenaga hewan,

dan beberapa energi fosil komersial menjadi lebih menonjol dalam tahap- tahap

peralihan. Bahan bakar fosil komersial dan akhirnya listrik menjadi dominan

dalam tahap paling maju pada industrialisasi dan pembangunan.

Selain itu Stern (2003) mengungkapkan bahwa pemakaian atau konsumsi

energi merupakan sarana untuk menggerakkan industrialisasi perekonomian serta

menjadi sarana akumulasi modal pembangunan baik bersifat komplementer

ataupun substitusi dalam menghasilkan output-output dalam perekonomian. Dapat

dikatakan dalam istilah lain bahwa energi merupakan sumberdaya input yang

menopang dan menaikkan input-input lainnya untuk melewati berbagai macam

proses yang menghasilkan output.


Di Indonesia, kebijakan energi diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres)

No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional melalui penerbitan Blueprint

Pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN) 2006–2025. Kebijakan ini bertujuan 5

untuk menjamin penyediaan energi dengan harga wajar untuk kepentingan

nasional. Adapun sasaran dari kebijakan ini pada tahun 2025 adalah: (1)

terwujudnya konsumsi energi per kapita minimal sebesar 10 Setara Barel Minyak

(SBM) dan rasio elektrifikasi 95%, (2) terwujudnya keamanan pasokan energy

yang meliputi tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 dan terwujudnya

bauran energi primer yang optimal (penurunan minyak bumi 20%, Peningkatan

gas bumi 30%, peningkatan batu bara 33%, peningkatan panas bumi dan biofuel

masing-masing 5% dan peningkatan energi baru dan terbarukan lainnya 5%), (3)

terwujudnya pasokan energi fosil dalam negeri dan mengurangi ekspor secara

bertahap, (4) terwujudnya kondisi ekonomi sehingga kemampuan/daya beli

masyarakat meningkat, (5) tersedianya infrastruktur energi, dan (5) terwujudnya

struktur harga energi sesuai keekonomiannya.

Sebenarnya kebijakan dalam mengatur penggunaan energi nasional telahdi

atur sejak tahun 1976 dengan membentuk Badan Koordinasi Energi Nasional

(BAKOREN) yang setingkat dengan departemen (sekarang kementrian) dan

bertanggung jawab memformulasikan kebijakan energi serta

mengimplementasikan kebijakan tersebut. Tujuan dari kebijakan ini adalah

memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya energi. BAKOREN untuk pertama

kalinya mengeluarkan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) pada tahun

1981 yang memasukkan diversifikasi penggunaan energi. Kebijakan ini terus


menerus diperbarui sesuai dengan perkembangan strategis lingkungan yang

mempengaruhi pembangunan energi di Indonesia (Bappenas, 2012).

Energi adalah hak setiap warga negara, hal tersebut menjadi salah satu

amanat pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan energi kepada Masyarakat

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi

dan Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. UU

Nomor 30/2009 menegaskan bahwa tenaga Listrik mempunyai peran yang sangat

penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Adanya

akses terhadap energi Listrik dapat memicu penggunaan peralatan-peralatan yang

membutuhkan listrik sebagai sumbernya.

Berdasarkan hasil klarifikasi, terdapat empat manfaat elektrifikasi.

Pertama, adanya penerangan sebagai sarana untuk mempermudah indra mata.

melihat suatu objek yang sebelumnya gelap tidak terlihat menjadi terang akibat

mata menangkap cahaya. Dengan adanya penerangan akan meningkatkan atau

mempermudah pergerakan karena adanya visibilitas terhadap lingkungan sekitar.

Kedua, penggunaan Mesin seperti mesin pabrik, kulkas, oven, smelter. Adanya

mesin dapat meningkatkan produksi suatu perusahaan dan dapat menurunkan

biaya produksi dengan mengganti pekerja buruh dengan karena adanya automasi

peralatan di pabrik selain itu juga menciptakan sektor bisnis kecil. Ketiga,

penggunaan peralatan rumah tangga seperti peralatan masak, setrika, kipas angin,

mesin cuci bertenaga listrik dapat dilakukan secara cepat dan efisien dengan

kehadiran peralatan– peralatan listrik. Keempat, penggunaan komunikasi dan ICT

(TV, Radio, pemancar, handphone, dll): yang memerlukan daya listrik dapat
memicu penggunaan digitalisasi atau internet. Dari pemanfaatan peralatan Listrik

tersebut dapat meningkatkan produktivitas masyarakat. Secara teoritis, dalam teori

produksi, model persamaan produksi CobbDouglas yang kerap dijadikan referensi

untuk menggambarkan pengaruh teknologi terhadap produktivitas.

Adanya akses Listrik akan memicu penggunaan teknologi untuk

meningkatkan output baik untuk mempercepat proses atau penghematan waktu,

energi, dan penggunaan bahan baku dalam produksi. Stern and Cleveland (2004)

memasukan energi sebagai faktor input kedalam fungsi produksi, dan hasilnya

mengindikasi bahwa energi merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan.

Meningkatnya produktivitas seseorang akan memicu pertumbuhan ekonomi (Jajri

& Ismail, 2010; Suryadi, 2001; Suryani, 2006). Sehingga dibutuhkan ketersediaan

energi yang cukup, pendistribusian energi yang merata dan pemanfaatan energi

listrik yang baik serta terjangkau dapat mendukung pemenuhan kebutuhan dasar

dan meningkatkan kualitas hidup.

Di Negara U.S. berdasarkan historical roll-out elektrifikasi yang

meningkat dari 10% hingga hampir 100% selama 3 dekade dari tahun 1930 -

1960, menyatakan elektrifikasi memicu peningkatan tenaga kerja agrikultur,

populasi, dan nilai properti namun impact-nya kecil terhadap ekonomi agrikultur

lokal, manfaatnya melebihi biaya historis, bahkan di pedesaan yang memiliki

kepadatan penduduk yang rendah, desa yang mendapat akses listrik lebih awal,

mendapatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi selama beberapa dekade sampai

desa tersebut mendapat akses listrik secara penuh. Selain itu elektrifikasi juga

memicu ekspansi sub-urban.


Di Benua Amerika, beberapa penelitian mengenai rasio elektrifikasi

diantaranya dilakukan oleh Schurr (1982), Jorgenson (1984) yang menunjukkan

bahwa elektrifikasi khususnya pada industri di U.S. menyebabkan adanya

pertumbuhan output dan produktivitas, Schurr (1982) mengatakan elektrifikasi

berkontribusi dalam technological progress yang mana merupakan faktor utama

pendukung peningkatan produktivitas dan output. Beberapa penelitian yang

mendukung hasil tersebut adalah Lipscomb (2013), Sebastian (2020). Pada Benua

Eropa, yang banyak negaranya termasuk negara maju, sulit ditemukan penelitian

tentang pengaruh elektrifikasi pada periode terbaru, sama halnya dengan U.S.,

adanya akses listrik dapat meningkatkan produktivitas di Benua Eropa sesuai

dengan buku Electrifiying Europe yang telah ditulis oleh Lagenjik (2008) buku

tersebut memaparkan mulai dari awal akses Listrik hingga bagaimana listrik dapat

mempengaruhi produktivitas pada benua tersebut. Adanya akses listrik juga

menunjukkan peningkatan produktivitas di Benua Afrika (Dinkelman, 2011;

Kyriakarakos et al., 2020).

Elektrifikasi mempunyai dampak yang positif terhadap produktivitas

agrikultur yang dilakukan oleh Khandker (2013) di Vietnam Barnes &

Binswanger (1986) di India. Sedangkan di Indonesia, adanya akses listrik juga

menunjukkan peningkatan terhadap produktivitas (Best & Burke, 2018; Burke &

Kurniawati, 2018; Kassem, 2018).

Di Indonesia pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga dari

75.726.553 pelanggan pada akhir tahun 2021 menjadi 78.327.897 pelanggan pada

akhir tahun 2022, maka rasio elektrifikasi menjadi sebesar 97,63%. Selain itu,
pada tahun 2022, rasio elektrifikasi di Provinsi Maluku yang dikonsumsi per

kapita yaitu sebanyak 91,33%. Data yang dipaparkan oleh PT PLN (Persero)

menyatakan bahwa terdapat peningkatan rasio elektrifikasi desa berlistrik di

Provinsi Maluku dan Maluku Utara (Malut) yang mendekati 100 % pada 2021,

meski di tengah kondisi pandemi COVID-19 dan tantangan geografis di daerah

kepulauan tersebut. RE (rasio elektrifikasi) desa berlistrik di Maluku capai 96,54

% dan di Malut 99,13 %. Terdapat 30 penambahan desa berlistrik di Maluku

selama 2021, sedangkan di Malut bertambah 27 desa. Realisasi desa berlistrik di

Kota Ambon sudah mencapai 100 %, disusul Maluku Tengah 98 %, Buru 92 %

dan Buru Selatan 90 %. Selanjutnya, Maluku Tenggara 88 %, Seram Bagian Barat

94 %, Kota Tual 73 %, Seram Bagian Timur 74 % dan Tanimbar 70 %. Realisasi

yang minim masih terdapat di Kepulauan Aru yakni baru 10 % dan Maluku Barat

Daya 40 %. Rendahnya realisasi di sejumlah daerah karena adanya keterlambatan

dalam pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang mesinnya

dipesan di Eropa yang lockdown akibat COVID-19.

Dari fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul

penelitian “Pengaruh Elektrifikasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota

Ambon”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pertumbuhan ekonomi, perkembangan pembentukan

modal, dan tenaga kerja di Kota Ambon, Provinsi Maluku periode 2019-

2023?
2. Bagaimanakah pengaruh konsumsi energi terhadap pertumbuhanekonomi

di Kota Ambon, Provinsi Maluku periode 2019-2023?

3. Bagaimanakah implikasi hubungan energi dan pertumbuhan ekonomi

terhadap kebijakan energi di Kota Ambon, Provinsi Maluku?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi, perkembangan pembentukan

modal, dan tenaga kerja di Kota Ambon, Provinsi Maluku periode 2019-

2023.

2. Untuk mengetahui pengaruh konsumsi energi terhadap

pertumbuhanekonomi di Kota Ambon, Provinsi Maluku periode 2019-

2023.

3. Untuk mengetahui implikasi hubungan energi dan pertumbuhan ekonomi

terhadap kebijakan energi di Kota Ambon, Provinsi Maluku.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

MATRIKS LITERATUR

N Penulis/ WEB Judul variabel metode temuan ket


o tahun
1 Syawala http:// Dampak Elektrifikasi, Deskriptif Hasil penelitian
(2023) ojs.elearnin Elektrifikasi perekonomia Kuantitatif menunjukkan
g- Terhadap n,strategi bahwa angka
pintar.com/ Perekonomian pembiayaan,p elektrifikas
index.php/ Dan Strategi engembangan memiliki
jebsis/ Pembiayaan sumber hubungan positif
article/ Pengembangan energi dengan
view/73 Sumber Energi listrik,pemba pendapatan per
Listrik ngunan kapita,
Terbarukan sementara
Untuk tingkat
Pembangunan kemiskinan dan
Berkelanjutan pengangguran
Di Indonesia hubungan negatif
dengan
pendapatan per
kapita. Kemudian
untuk
mewujudkan
peralihan energi
terbarukan,
diperlukan
pembiayaan
yang memadai
untuk
pembangunan
dan
pengembangan
pembangkit
energi listrik
terbarukan.
Skema
pembiayaan
seperti sukuk
hijau dan
obligasi hijau
dapat menjadi
pilihan untuk
mendukung
proyek energi
terbarukan. Selain
itu, melibatkan
partisipasi
masyarakat dan
dukungan dari
filantropis juga
dapat menjadi
alternatif
pembiayaan yang
efektif.
2 Widyam https:// Pengaruh Elektrifikasi, Deskriptif Dari hasil estimasi
antara ejournal.un Elektrifikasi PDRB,Perka kuantitaif didapatkan bahwa
(2021) diksha.ac.id Terhadap pita elektrifikasi
/index.php/ Produk berpengaruh positif
dan signifikan
JJPE/ Domestik
terhadap
article/ Regional Bruto pertumbuhan
view/33833 Per Kapita: PDRB per kapita
Studi Empiris pada tahun 2014-
Tahun 2014 – 2019 secara
2019 nasional, Pulau
Sumatera, dan
Pulau Kalimantan.
Adanya
elektrifikasi dapat
menunjang
produktivitas,
seperti penerangan,
penggunaan mesin
yang lebih efisien,
peralatan rumah
tangga, dan ICT
atau komunikasi.
Sehingga perlu
dilakukan
pemenuhan
elektrifikasi di
Indonesia untuk
meningkatkan
pertumbuhan
PDRB per kapita
3 Rio eka http:// Analisis Pertumbuhan Deskriptif Adapun hasil
(2021 scholar.una Pengaruh ekonomi,infr dan yang diperoleh
nd.ac.id/ Pertumbuhan astruktur,pem analisis dari penelitian
100826/ Ekonomi Dan bangunan panel menggunakan
Infrastruktur manusia variabel tersebut
Terhadap adalah sangat
Pembangunan beragam.
Manusia Pada Pertumbuhan
Kawasan ekonomi tidak
Timur signifikan
Indonesia mempengaruhi
pembangunan
manusia, rasio
panjang jalan
signifikan
mempengaruhi
indeks
kesejahteraan,
rasio elektrifikasi
dan cakupan
layanan air bersih
dan layak
signifikan
mempengaruhi
seluruh
pembangunan
manusia (dimensi
kesejahteraan,
dimensi
pendidikan, dan
dimensi
kesehatan), serta
TIK signifikan
mempengaruhi
dimensi
pendidikan saja.
Kebijakan yang
dilakukan selama
ini terkait
infastruktur
belum merata
pada seluruh
aspek dimensi
pembangunan
manusia
khususnya
pendidikan dan
kesehatan. Kata
Kunci:
Pembangunan
Manusia,
Infrastruktur,
IPTIK.
4 Krisianto https:// Dampak Elektrifikasi, Deskriptif Kami menemukan
(2018) download.g Elektrifikasi pengeluaran kuantitatif bahwa
aruda.kemdi Terhadap rumah pengeluaran total
kbud.go.id/ Pengeluaran tangga, rumah tangga
article.php? Rumah Tangga naik secara
article=135 di Kepulauan signifikan pada
3534&val= Seribu, Jakarta seluruh periode
953&title= observasi sebagai
DAMPAK dampak
%20ELEKT elektrifikasi.
RIFIKASI Kedua, kami
%20TERH menemukan
ADAP perbedaan respon
%20PENG rumah tangga
ELUARAN pada beberapa
%20RUMA jenis pengeluaran
H mereka.
%20TANG Pengeluaran
GA%20DI makanan
%20KEPU meningkat
LAUAN signifikan pada
%20SERIB seluruh periode
U observasi,
%20JAKA sedangkan
RTA pengeluaran
bukan makanan
naik hanya pada
tahun pertama
dan kedua setelah
elektrifikasi.
5 Muljanin https:// Konsumsiene Deskriptif Hasil penelitian
gsi jimfeb.ub.ac Pengaruh rgi,pertumbu kuantitatif ini
(2016) .id/ Konsumsi han ekonomi menunjukkan bah
index.php/ Energi wa pertumbuhan
jimfeb/ Terhadap ekonomi
article/ Pertumbuhan dipengaruhi oleh
view/2156 Ekonomi di total konsumsi
Indonesia energi. Kenaikan
Periode 1980- total konsumsi
2012 energi akan
menyebabkan
peningkatan
pertumbuhan
ekonomi dalam
jangka pendek
meski tidak
signifikan dan
dalam waktu
singkat,
sementara itu
dalam jangka
panjang total
konsumsi energi
menyebabkan
penurunan
pertumbuhan
ekonomi di
Indonesia.
Kondisi ini
menunjukkan
adanya
deminishing
return pada energi
sebagai faktor
produksi sehingga
kebijakan harus
diarahkan untuk
mempengaruhi
sisi permintaan
berupa efisiensi
energi.

Anda mungkin juga menyukai