Anda di halaman 1dari 16

PERTEMUAN 3

PERTUMBUHAN EKONOMI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa:
1. Dapat memahami dan menjelaskan tentang Pertumbuhan Ekonomi
2. Dapat memahami dan menjelaskan tentang Perhitungan Pertumbuhan
Ekonomi

B. URAIAN MATERI
1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Kuznet pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan
kapasitas produksi dalam jangka panjang dari suatu negara untuk
menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya (Wicaksono Pambudi,
2013). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya diikuti dengan terjadinya
pemerataan pendapatan pada masyarakatnya sehingga pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah menjadi sangat penting bagi terciptanya kemakmuran
suatu wilayah. Salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
adalah dengan bekerjasamanya pihak swasta dan pemerintah dalam bentuk
investasi. Investasi pada suatu wilayah juga harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan potensi pada wilayah tersebut sehingga nantinya investasi
akan memacu pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut dan bukan sebaliknya.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian
suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik
selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai
proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan
dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi
merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi dalam kehidupan
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi
barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu
(Wikipedia.com).
Menurut Todaro Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
(Wicaksono Pambudi, 2013) yaitu:
1. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja. Pertumbuhan penduduk
sangat berkaitan dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja yang
notabenya merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Kemampuan pertumbuhan penduduk ini
dipengaruhi seberapa besar perekonomian dapat menyerap angkatan
kerja yang bekerja produktif.
2. Akumulasi Modal. Akumulasi modal merupakan gabungan dari investasi
baru yang di dalamya mencakup lahan, peralatan fiskal dan sumber daya
manusia yang digabung dengan pendapatan sekarang untuk
dipergunakan memperbesar output pada masa datang.
3. Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi menurut para ekonom
merupakan faktor terpenting dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal
ini disebabkan karena kemajuan teknologi memberikan dampak besar
karena dapat memberikan cara-cara baru dan menyempurnakan cara
lama dalam melakukan suatu pekerjaan.
Ada beberapa model pertumbuhan ekonomi yang berkembang hingga
saat ini, yaitu : Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, Teori Pertumbuhan
Neo Klasik, Model Pertumbuhan Interegional, Teori Pertumbuhan Harrod-
Domar dan Teori Pertumbuhan Kuznet (Wicaksono Pambudi, 2013).
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Teori pertumbuhan ekonomi klasik merupakan salah satu dasar
dari teori pertumbuhan yang dipakai baik dari dulu sampai sekarang.
Teori pertumbuhan ekonomi klasik dikemukakan oleh tokoh-tokoh
ekonomi seperti Adam Smith dan David Ricardo. Menurut Smith
(dalam Arsyad,1999) membedakan dua aspek utama dalam
pertumbuhan ekonomi yaitu : Pertumbuhan output total dan
pertumbuhan penduduk. Pada pertumbuhan output total sistem
produksi suatu negara dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Sumber Daya Alam yang Tersedia. Apabila sumber daya alam
belum dipergunakan secara maksimal maka jumlah penduduk dan
stok modal merupakan pemegang peranan dalam pertumbuhan
output. Sebaliknya pertumbuhan output akan terhenti apabila
penggunaan sumber daya alam sudah maksimal.
2. Sumber Daya Insani. Jumlah penduduk akan menyesuaikan diri
dengan kebutuhan akan angkatan kerja yang bekerja dari
mayarakat.
3. Stok Barang Modal. Jumlah dan tingkat pertumbuhan output
tergantung pada laju pertumbuhan stok modal.
2. Teori Pertumbuhan NeoKlasik
Teori pertumbuhan neo klasik dikembangkan oleh dua orang
ekonom yaitu : Robert Solow dan Trevor Swan. Teori neoklasik
berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bersumber pada
penambahan dan perkembangan faktor- faktor yang mempengaruhi
penawaran agregat. Teori pertumbuhan ini juga menekankan bahwa
perkembangan faktor-faktor produksi dan kemajuan teknologi
merupakan faktor penentu dalam pertumbuhan ekonomi
(Sukirno,2005).
Teori neoklasik juga membagi tiga jenis input yang berpengaruh
dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu:
1. Pengaruh modal dalam pertumbuhan ekonomi
2. Pengaruh teknologi dalam pertumbuhan ekonomi
3. Pengaruh angkatan kerja yang bekerja dalam pertumbuhan
ekonomi
3. Model Pertumbuhan Interregional
Model pertumbuhan interregional menambahkan faktor-faktor yang
bersifat eksogen yang berarti tidak terikat kepada kondisi internal
perekonomian wilayah. Model ini hanya membahas satu daerah dan
tidak memperhatikan dampak dari daerah lain, maka model ini disebut
dengan model interregional.
Teori ini sebenarnya merupakan perluasan dari teori basis ekspor
sehingga diasumsikan selain ekspor, pengeluaran pemerintah dan
investasi bersifat eksogen dan saling terkait dengan satu sitem dari
daerah lain. Teori neoklasik berpendapat faktor teknologi ditentukan
secara eksogen dari model. Kekurangan dalam keberadaan teknologi
ini yang menyebabkan munculnya teori baru yaitu teori pertumbuhan
endogen.
4. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Teori Harrod-Domar merupakan penyempurnaan dari analisis
Keynes yang dianggap kurang lengkap. Dalam teori ini Harrod-Domar
menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa
tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang.
Teori ini ingin menunjukan syarat yang dibutuhkan supaya
perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan baik
(Arsyad,1999). Harrod-Domar (dalam Sadono,2005), menyatakan
supaya seluruh barang modal yang tersedia dapat digunakan
sepenuhnya, permintaan agregat harus bertambah sebanyak kenaikan
kapasitas barang modal yang terwujud sebagai akibat dari investasi
masa lalu. Jadi untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang baik maka
nila investasi dari tahun ketahun harus selalu naik.
Dari persamaan teori Harrod-Domar dapat dijelaskan terdapat
hubungan positif antara pendapatan nasional dengan rasio tabungan
apabila terdapat kenaikan GDP maka rasio tabungan akan naik. Hal ini
akan terjadi apabila tidak ada pengaruh dari pemerintah. Harrod-
Domar menjelaskan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
sangat mudah, yaitu dengan menabung atau berinvestasi sebanyak
mungkin dan laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
5. Teori Pertumbuhan Kuznet
Pertumbuhan ekonomi Kuznet menunjukan adanya kemampuan
jangka panjang dari pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk
menyediakan barang-barang ekonomi kepada rakyatnya. Hal ini dapat
dicapai apabila ada kemajuan dibidang teknologi, kelembagaan dan
penyesuaian idiologi.
Teori pertumbuhan Kuznet dalam analisinya menambahkan enam
karakteristik pertumbuhan ekonomi suatu negara, (Wicaksono
Pambudi, 2013) yaitu :
a. Tingginya tingkat pendapatan perkapita
b. Tingginya produktifitas tenaga kerja
c. Tingginya faktor transformasi struktur ekonomi
d. Tingginya faktor transformasi sosial idiologi
e. Kemampuan perekonomian untuk melakukan perluasan pasar
f. Adanya kesadaran, bahwa pertumbuhan ekonomi sifatnya terbatas
2. Perhitungan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan
merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi
(Tambunan, 2012). Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana
aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan
masyarakat pada suatu periode tertentu. Dengan kata lain, perekonomian
dikatakan mengalami pertumbuhan bila pendapatan riil masyarakat pada
tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun
sebelumnya. Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi
adalah penambahan Produk Domestik Bruto (PDB), yang berarti peningkatan
Pendapatan Nasional/PN (Tambunan, 2012).
Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah
tingkat pertumbuhan PDB. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan
pertumbuhan PDB dan bukan indikator lainnya (seperti PNB) sebagai
pertumbuhan.
Alasan-alasan yang dikemukanan oleh Susanti et al (2007) tersebut
adalah:
1. PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas
produksi di dalam perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDB juga
mencerminkan peningkatan balas jasa kepada faktor produksi yang
digunakan dalam aktivitas produksi tersebut.
2. PDB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept). Artinya perhitungan
PDB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada satu periode
tertentu. Perhitungan ini tidak mencakup nilai produk yang dihasilkan pada
periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran guna menghitung PDB,
memungkinkan untuk membandingkan jumlah output yang dihasilkan
pada tahun ini dengan tahun sebelumnya.
3. Batas wilayah perhitungan PDB adalah negara (perekonomian domestik).
Hal ini memungkinkan untuk mengukur sejauh mana kebijaksanaan-
kebijaksanaan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu mendorong
perekonomian domestik.
Guna menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi, data PDB yang
digunakan adalah data PDB riil (atas dasar harga konstan) karena dengan
penggunaan data PDB riil, pengaruh perubahan harga terhadap nilai PDB
(atas dasar harga berlaku) telah dihilangkan. Dengan demikian, maka
pertumbuhan PDB semata-mata hanya mencerminkan pertumbuhan output
yang dihasilkan perekonomian pada periode tertentu.
Selain itu, apablila tujuan perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah untuk
mengetahui ada tidaknya peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka
pertumbuhan ekonomi seharusnya dihitung dengan data PDB riil per kapita.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah peningkatan hasil kegiatan
ekonomi seluruh unit ekonomi dalam suatu wilayah, atau sering dikatakan
peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana produk atau
hasil kegiatan ekonomi dari seluruh unit ekonomi domestik adalah dalam
wilayah kekuasaan atau administratif seperti propinsi, atau kabupaten.
Dengan demikian maka perhitungan pertumbuhan ekonomi suatu daerah
(propinsi) yang diikuti peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dihitung
dengan data PDRB riil per kapita.
Cara menghitung pertumbuhan ekonomi dengan Metode sederhana.
Metode sederhana adalah metode yang paling sederhana dalam menghitung
pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, metode ini mempunyai kelemahan
yaitu hanya bisa digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan tahunan
(hanya satu tahun saja). Akan tetapi jika mau menghitung pertumbuhan
ekonomi dalamjumlah tahun yang lebih banyak, tinggal ditambahkan sajahasil
perhitungan tiap tahunnya. Formulasi dari metode ini adalah sebagai berikut:

Keterangan:
Gt : pertumbuhan ekonomi periode t (triwulan/tahunan)
PDBt : produk domestik bruto periode t (berdasarkan harga konstan)
PDBt-1 : peride satu periode sebelumnya

Atau
( PDBt – PDBt−1)
R ( t−1 ,t )= x 100 %
PDBt−1

Keterangan:
R = tingkat pertumbuhan ekonomi dalam satuan persentase (%)
PDBt = Produk Domestik Bruto (pendapatan nasional riil) pada tahun t
PDBt-1 = Produk Domestik Bruto (pendapatan nasional riil) pada tahun
sebelumnya

Contoh soal
Berikut adalah data dalam menghitung pertumbuhan ekonomi, (data
hipotesis)
Tahu PDB (dalam miliaran rupiah)
n
2013 Rp8.262.000
2014 Rp8.692.500
2015 Rp9.177.300
2016 Rp9.643.300
2017 Rp10.729.500

Dari data di atas, hitunglah:


1. Tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun 2013 hingga 2017?
2. Rata-rata pertumbuhan ekonomi selama periode 2013 – 2017?

Jawab:

1. Tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun 2014 – 2017

Tahun Proses menghitung Tingkat


pertumbuha
n ekonomi
2014 {(Rp 8.692.500 – Rp 8.262.000)/Rp 8.262.000} x
100% 5,2%
2015 {(Rp 9.177.300 – Rp 8.692.500)/Rp 8.692.500} x
100% 5,6%
2016 {(Rp 9.643.200 – Rp 9.177.300)/Rp 9.177.300 x
100% 5,1%
2017 {(Rp 10.729.500 – Rp 9.643.200)/Rp 9.643.200} x
100% 11,3%
2. Rata-rata pertumbuhan ekonomi selama periode 2014 – 2017

Rata-rata = (5,2% + 5,6% + 5,1% + 11,3%)/4 = 6,8%


Tabel Laju Pertumbuhan Kumulatif Produk Domestik Bruto Menurut
Lapangan Usaha (Persen), 208 - 2019
[Seri 2010] Laju Pertumbuhan PDB Seri 2010 (Persen)
Laju Pertumbuhan Kumulatif (c-to-c)
PDB Lapangan Usaha (Seri 2010)
2018 2019
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Tahunan Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Tahunan
A. Pertanian, Peternakan,
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Perburuan dan 3.35 4.06 3.91 3.89 3.89 1.82 3.66 3.47 3.64 3.64
Jasa Pertanian 2.65 3.87 3.75 3.66 3.66 1.17 3.41 3.09 3.33 3.33
a. Tanaman Pangan -3.34 -0.04 0.94 1.46 1.46 -5.93 -0.44 -1.8 -1.68 -1.68
b. Tanaman Hortikultura 7.02 7.77 7.75 6.99 6.99 6.18 6.11 5.71 5.53 5.53
c. Tanaman Perkebunan 7.15 5.73 4.3 3.83 3.83 3.36 3.99 4.36 4.56 4.56
d. Peternakan 3.97 4.95 4.93 4.61 4.61 7.96 7.87 7.82 7.84 7.84
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 2.98 3.26 3.02 3.12 3.12 1.82 3.66 3.05 3.18 3.18
2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 5.41 2.37 3.05 2.78 2.78 -2.84 -1.04 0.58 0.37 0.37
3. Perikanan 5.81 5.32 4.86 5.19 5.19 5.66 5.95 5.92 5.81 5.81
B. Pertambangan
1. Pertambangan Minyak,
dan Penggalian
Gas dan Panas 1.06 1.85 2.13 2.16 2.16 2.32 0.79 1.31 1.22 1.22
Bumi -2.67 -0.99 -1.34 -1.4 -1.4 -1.36 -2.75 -3.01 -2.83 -2.83
2. Pertambangan Batubara dan Lignit -3.83 -2.92 -0.01 4.01 4.01 14.77 13.33 13.29 10.2 10.2
3. Pertambangan Bijih Logam 22.54 22.97 18.48 9.01 9.01 -17.92 -22.12 -18.07 -15.15 -15.15
4. Pertambangan dan Penggalian Lainnya 4.26 2.6 2.33 2.19 2.19 4.51 5.2 5.58 6.18 6.18
C. Industri
1. Industri Batubara
Pengolahan
dan Pengilangan 4.61 4.24 4.28 4.27 4.27 3.85 3.69 3.85 3.8 3.8
Migas 0.72 0.69 -0.01 -0.01 -0.01 -4.25 -2.28 -1.79 -1.1 -1.1
Industri Pengolahan Non Migas 5.08 4.67 4.79 4.77 4.77 4.8 4.38 4.48 4.34 4.34
1. Industri Makanan dan Minuman 12.77 10.64 9.74 7.91 7.91 6.77 7.4 7.72 7.78 7.78
2. Industri Pengolahan Tembakau -4.63 -0.65 0.81 3.52 3.52 16.1 8.01 3.87 3.36 3.36
3. Industri
4. Industri Kulit,
TekstilBarang
dan Pakaian Jadidan
dari Kulit 7.46 6.96 8.01 8.73 8.73 18.98 19.86 18.23 15.35 15.35
Alas Kaki 5.47 8.43 8.55 9.42 9.42 -1.15 -3.86 -0.73 -0.99 -0.99
5. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan
Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, 3.9 3.09 2.58 0.75 0.75 -8.56 -8.21 -5.93 -4.55 -4.55
6. Industri Kertas dan Barang dari Kertas;
Percetakan
7. dan Reproduksi
Industri Kimia, Media
Farmasi dan Obat -5.99 -4.52 -1.34 1.43 1.43 9.22 10.87 9.48 8.86 8.86
Tradisional
8. Industri Karet, Barang dari Karet dan -6.24 -4.57 -3.97 -1.42 -1.42 11.53 8.19 7.02 8.48 8.48
Plastik 3.18 7.35 8.97 6.92 6.92 -6.52 -6.87 -5.71 -5.52 -5.52
9. Industri Barang Galian bukan Logam 4.96 2.78 2.98 2.75 2.75 -5.07 -3.64 -2.69 -1.03 -1.03
10. Industri Logam Dasar 9.99 6.08 6.77 8.99 8.99 8.59 6.02 5.53 2.83 2.83
11. Industri Barang Logam; Komputer,
Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan -2.41 -0.97 -1.16 -0.61 -0.61 0.41 -1.07 0.04 -0.51 -0.51
12. Industri Mesin dan Perlengkapan 15.5 9.64 7.8 9.49 9.49 1.29 -1.3 -3.08 -4.13 -4.13
13. Industri Alat Angkutan 5.78 4.19 4.59 4.24 4.24 -6.61 -5.2 -3.83 -3.43 -3.43
14. Industri Furnitur 2.92 2.45 1.91 2.22 2.22 12.89 9.35 8.54 8.35 8.35
15. Industri Pengolahan Lainnya; Jasa
Reparasi dan Pemasangan Mesin dan -1.51 -2.16 -2.6 -0.83 -0.83 5.36 6.82 7.98 5.17 5.17
D. Pengadaan Listrik dan Gas 3.31 5.42 5.48 5.47 5.47 4.12 3.15 3.35 4.04 4.04
1. Ketenagalistrikan 3.5 4.85 5.02 5.25 5.25 5.72 4.43 4.27 4.61 4.61
2. Pengadaan
E. Pengadaan Gas
Air, dan Produksi Sampah,
Pengelolaan Es 2.04 9.39 8.63 7 7 -6.22 -5.35 -2.68 0.16 0.16
Limbah dan Daur Ulang 3.7 4.01 4.75 5.56 5.56 8.95 8.64 7.34 6.83 6.83
F. Konstruksi 7.35 6.53 6.27 6.09 6.09 5.91 5.8 5.75 5.76 5.76
G. Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi
1. Mobil dan
Perdagangan Sepeda
Mobil, Motor
Sepeda Motor 4.98 5.1 5.15 4.97 4.97 5.21 4.92 4.75 4.62 4.62
dan
2. ReparasinyaBesar dan Eceran, Bukan
Perdagangan 5.88 5.01 4.99 4.85 4.85 3.46 3.43 3.68 3.8 3.8
Mobil dan Sepeda Motor 4.77 5.12 5.19 4.99 4.99 5.63 5.27 5 4.81 4.81
H. Transportasi dan Pergudangan 8.49 8.61 7.61 7.06 7.06 5.45 5.67 6.01 6.4 6.4
1. Angkutan Rel 11.71 12.26 11.1 10.74 10.74 8.02 7.09 5.6 4.49 4.49
2. Angkutan Darat 7.19 7.53 7.37 7.15 7.15 8.98 9.75 9.98 9.99 9.99
3. Angkutan
4. Angkutan Sungai
Laut Danau dan 13.09 11.57 8.96 7.22 7.22 7.29 7.88 9.92 10.56 10.56
Penyeberangan 5.18 6.41 5.86 5.2 5.2 4.29 5.44 5.55 5.58 5.58
5.
6. Angkutan Udara
Pergudangan dan Jasa Penunjang 9.06 9.37 6.91 6.03 6.03 -9.38 -11.42 -11.43 -9.78 -9.78
Angkutan; PosAkomodasi
I. Penyediaan dan Kurir dan Makan 10.7 10.3 8.67 7.94 7.94 8.68 9.31 10 10.33 10.33
Minum 5.2 5.41 5.59 5.68 5.68 5.87 5.7 5.6 5.8 5.8
1. Penyediaan Akomodasi 4.38 4.3 4.3 4.31 4.31 2.98 1.76 1.4 1.34 1.34
2. Penyediaan Makan Minum 5.41 5.69 5.91 6.03 6.03 6.59 6.68 6.65 6.92 6.92
J. Informasi dan Komunikasi 7.76 6.41 7 7.02 7.02 9.06 9.33 9.3 9.41 9.41
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 4.3 3.69 3.49 4.17 4.17 7.23 5.85 5.95 6.6 6.6
1. Jasa Perantara Keuangan 0.86 0.58 1.54 2.39 2.39 6.96 4.97 5.59 6.14 6.14
2. Asuransi dan Dana Pensiun 12.68 11.19 8.01 7.48 7.48 6.12 5.15 4.21 5.64 5.64
3. Jasa Keuangan Lainnya 7.71 6.55 5.28 7.12 7.12 10.94 11.3 10.71 10.6 10.6
4. Jasa Penunjang Keuangan 2.55 2.69 2.78 2.3 2.3 1.52 1.44 1.96 2.04 2.04
L. Real Estate 3.08 3.02 3.25 3.48 3.48 5.4 5.56 5.7 5.74 5.74
M,N. Jasa Perusahaan 8.04 8.47 8.54 8.64 8.64 10.36 10.15 10.17 10.25 10.25
O. Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5.77 6.46 6.95 7 7 6.41 7.64 5.67 4.67 4.67
P. Jasa Pendidikan 4.84 4.94 5.51 5.35 5.35 5.64 5.98 6.61 6.29 6.29
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.05 6.56 6.9 7.15 7.15 8.64 8.89 8.99 8.68 8.68
R,S,T,U.
A. NILAI Jasa lainnya
TAMBAH BRUTO ATAS HARGA 8.42 8.82 8.93 8.97 8.97 9.97 10.35 10.47 10.55 10.55
DASAR
B. PAJAK DIKURANG SUBSIDI ATAS 4.94 4.93 4.96 4.95 4.95 4.9 4.94 4.94 4.96 4.96
PRODUK 9.22 11.9 10.55 10.62 10.62 10.14 8.25 7.71 6.5 6.5
C. PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.06 5.17 5.17 5.17 5.17 5.07 5.06 5.04 5.02 5.02

lanjutan…
[Seri 2010] Laju Pertumbuhan PDB Seri 2010 (Persen)
Laju Pertumbuhan Kumulatif (c-to-c)
PDB Lapangan Usaha (Seri 2010)
2018 2019
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Tahunan Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Tahunan
A. Pertanian, Peternakan,
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Perburuan dan 3.35 4.06 3.91 3.89 3.89 1.82 3.66 3.47 3.64 3.64
Jasa Pertanian 2.65 3.87 3.75 3.66 3.66 1.17 3.41 3.09 3.33 3.33
a. Tanaman Pangan -3.34 -0.04 0.94 1.46 1.46 -5.93 -0.44 -1.8 -1.68 -1.68
b. Tanaman Hortikultura 7.02 7.77 7.75 6.99 6.99 6.18 6.11 5.71 5.53 5.53
c. Tanaman Perkebunan 7.15 5.73 4.3 3.83 3.83 3.36 3.99 4.36 4.56 4.56
d. Peternakan 3.97 4.95 4.93 4.61 4.61 7.96 7.87 7.82 7.84 7.84
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 2.98 3.26 3.02 3.12 3.12 1.82 3.66 3.05 3.18 3.18
2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 5.41 2.37 3.05 2.78 2.78 -2.84 -1.04 0.58 0.37 0.37
3. Perikanan 5.81 5.32 4.86 5.19 5.19 5.66 5.95 5.92 5.81 5.81
B. Pertambangan
1. Pertambangan Minyak,
dan Penggalian
Gas dan Panas 1.06 1.85 2.13 2.16 2.16 2.32 0.79 1.31 1.22 1.22
Bumi -2.67 -0.99 -1.34 -1.4 -1.4 -1.36 -2.75 -3.01 -2.83 -2.83
2. Pertambangan Batubara dan Lignit -3.83 -2.92 -0.01 4.01 4.01 14.77 13.33 13.29 10.2 10.2
3. Pertambangan Bijih Logam 22.54 22.97 18.48 9.01 9.01 -17.92 -22.12 -18.07 -15.15 -15.15
4. Pertambangan dan Penggalian Lainnya 4.26 2.6 2.33 2.19 2.19 4.51 5.2 5.58 6.18 6.18
C. Industri
1. Industri Batubara
Pengolahan
dan Pengilangan 4.61 4.24 4.28 4.27 4.27 3.85 3.69 3.85 3.8 3.8
Migas 0.72 0.69 -0.01 -0.01 -0.01 -4.25 -2.28 -1.79 -1.1 -1.1
Industri Pengolahan Non Migas 5.08 4.67 4.79 4.77 4.77 4.8 4.38 4.48 4.34 4.34
1. Industri Makanan dan Minuman 12.77 10.64 9.74 7.91 7.91 6.77 7.4 7.72 7.78 7.78
2. Industri Pengolahan Tembakau -4.63 -0.65 0.81 3.52 3.52 16.1 8.01 3.87 3.36 3.36
3.
4. Industri
Industri Tekstil dan Pakaian
Kulit, Barang Jadidan
dari Kulit 7.46 6.96 8.01 8.73 8.73 18.98 19.86 18.23 15.35 15.35
Alas Kaki 5.47 8.43 8.55 9.42 9.42 -1.15 -3.86 -0.73 -0.99 -0.99
5. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan
Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, 3.9 3.09 2.58 0.75 0.75 -8.56 -8.21 -5.93 -4.55 -4.55
6. Industri Kertas dan Barang dari Kertas;
Percetakan
7. dan Reproduksi
Industri Kimia, Media
Farmasi dan Obat -5.99 -4.52 -1.34 1.43 1.43 9.22 10.87 9.48 8.86 8.86
Tradisional
8. Industri Karet, Barang dari Karet dan -6.24 -4.57 -3.97 -1.42 -1.42 11.53 8.19 7.02 8.48 8.48
Plastik 3.18 7.35 8.97 6.92 6.92 -6.52 -6.87 -5.71 -5.52 -5.52
9. Industri Barang Galian bukan Logam 4.96 2.78 2.98 2.75 2.75 -5.07 -3.64 -2.69 -1.03 -1.03
10. Industri Logam Dasar 9.99 6.08 6.77 8.99 8.99 8.59 6.02 5.53 2.83 2.83
11. Industri Barang Logam; Komputer,
Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan -2.41 -0.97 -1.16 -0.61 -0.61 0.41 -1.07 0.04 -0.51 -0.51
12. Industri Mesin dan Perlengkapan 15.5 9.64 7.8 9.49 9.49 1.29 -1.3 -3.08 -4.13 -4.13
13. Industri Alat Angkutan 5.78 4.19 4.59 4.24 4.24 -6.61 -5.2 -3.83 -3.43 -3.43
14. Industri Furnitur 2.92 2.45 1.91 2.22 2.22 12.89 9.35 8.54 8.35 8.35
15. Industri Pengolahan Lainnya; Jasa
Reparasi dan Pemasangan Mesin dan -1.51 -2.16 -2.6 -0.83 -0.83 5.36 6.82 7.98 5.17 5.17
D. Pengadaan Listrik dan Gas 3.31 5.42 5.48 5.47 5.47 4.12 3.15 3.35 4.04 4.04
1. Ketenagalistrikan 3.5 4.85 5.02 5.25 5.25 5.72 4.43 4.27 4.61 4.61
2. Pengadaan Air,
E. Pengadaan Gas Pengelolaan
dan Produksi Sampah,
Es 2.04 9.39 8.63 7 7 -6.22 -5.35 -2.68 0.16 0.16
Limbah dan Daur Ulang 3.7 4.01 4.75 5.56 5.56 8.95 8.64 7.34 6.83 6.83
F. Konstruksi 7.35 6.53 6.27 6.09 6.09 5.91 5.8 5.75 5.76 5.76
G. Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan
1. Perdagangan Sepeda
Mobil, Motor
Sepeda Motor 4.98 5.1 5.15 4.97 4.97 5.21 4.92 4.75 4.62 4.62
dan ReparasinyaBesar dan Eceran, Bukan
2. Perdagangan 5.88 5.01 4.99 4.85 4.85 3.46 3.43 3.68 3.8 3.8
Mobil dan Sepeda Motor 4.77 5.12 5.19 4.99 4.99 5.63 5.27 5 4.81 4.81
H. Transportasi dan Pergudangan 8.49 8.61 7.61 7.06 7.06 5.45 5.67 6.01 6.4 6.4
1. Angkutan Rel 11.71 12.26 11.1 10.74 10.74 8.02 7.09 5.6 4.49 4.49
2. Angkutan Darat 7.19 7.53 7.37 7.15 7.15 8.98 9.75 9.98 9.99 9.99
3. Angkutan
4. Angkutan Sungai
Laut Danau dan 13.09 11.57 8.96 7.22 7.22 7.29 7.88 9.92 10.56 10.56
Penyeberangan 5.18 6.41 5.86 5.2 5.2 4.29 5.44 5.55 5.58 5.58
5. Pergudangan
6. Angkutan Udara
dan Jasa Penunjang 9.06 9.37 6.91 6.03 6.03 -9.38 -11.42 -11.43 -9.78 -9.78
Angkutan;
I. PosAkomodasi
Penyediaan dan Kurir dan Makan 10.7 10.3 8.67 7.94 7.94 8.68 9.31 10 10.33 10.33
Minum 5.2 5.41 5.59 5.68 5.68 5.87 5.7 5.6 5.8 5.8
1. Penyediaan Akomodasi 4.38 4.3 4.3 4.31 4.31 2.98 1.76 1.4 1.34 1.34
2. Penyediaan Makan Minum 5.41 5.69 5.91 6.03 6.03 6.59 6.68 6.65 6.92 6.92
J. Informasi dan Komunikasi 7.76 6.41 7 7.02 7.02 9.06 9.33 9.3 9.41 9.41
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 4.3 3.69 3.49 4.17 4.17 7.23 5.85 5.95 6.6 6.6
1. Jasa Perantara Keuangan 0.86 0.58 1.54 2.39 2.39 6.96 4.97 5.59 6.14 6.14
2. Asuransi dan Dana Pensiun 12.68 11.19 8.01 7.48 7.48 6.12 5.15 4.21 5.64 5.64
3. Jasa Keuangan Lainnya 7.71 6.55 5.28 7.12 7.12 10.94 11.3 10.71 10.6 10.6
4. Jasa Penunjang Keuangan 2.55 2.69 2.78 2.3 2.3 1.52 1.44 1.96 2.04 2.04
L. Real Estate 3.08 3.02 3.25 3.48 3.48 5.4 5.56 5.7 5.74 5.74
M,N. Jasa Perusahaan 8.04 8.47 8.54 8.64 8.64 10.36 10.15 10.17 10.25 10.25
O. Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5.77 6.46 6.95 7 7 6.41 7.64 5.67 4.67 4.67
P. Jasa Pendidikan 4.84 4.94 5.51 5.35 5.35 5.64 5.98 6.61 6.29 6.29
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.05 6.56 6.9 7.15 7.15 8.64 8.89 8.99 8.68 8.68
R,S,T,U.
A. NILAI Jasa lainnya
TAMBAH BRUTO ATAS HARGA 8.42 8.82 8.93 8.97 8.97 9.97 10.35 10.47 10.55 10.55
DASAR
B. PAJAK DIKURANG SUBSIDI ATAS 4.94 4.93 4.96 4.95 4.95 4.9 4.94 4.94 4.96 4.96
PRODUK 9.22 11.9 10.55 10.62 10.62 10.14 8.25 7.71 6.5 6.5
C. PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.06 5.17 5.17 5.17 5.17 5.07 5.06 5.04 5.02 5.02

Sumber: www.bps.go.id

Berikut adalah pertumbuhan ekonomi dari masa kemasa, anatara lain:


1. Soekarno (1945-1967)
Indonesia mengalami tiga fase perekonomian di era Presiden Soekarno.
Fase pertama yakni penataan ekonomi pasca-kemerdekaan, kemudian fase
memperkuat pilar ekonomi, serta fase krisis yang mengakibatkan inflasi. Pada
awal pemerintahan Soekarno, PDB per kapita Indonesia sebesar Rp
5.523.863.
Pada 1961, Badan Pusat Statistik mengukur pertumbuhan ekonomi
sebesar 5,74 persen. Setahun berikutnya masih sama, ekonomi Indonesia
tumbuh 5,74 persen. Lalu, pada 1963, pertumbuhannya minus 2,24 persen.
Angka minus pertumbuhan ekonomi tersebut dipicu biaya politik yang tinggi.
Akibatnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit minus
Rp 1.565,6 miliar. Inflasi melambung atau hiperinflasi sampai 600 persen
hingga 1965.
Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat kembali ke
angka positif pada 1964, yaitu sebesar 3,53 persen. Setahun kemudian,
1965, angka itu masih positif meski turun menjadi 1,08 persen. Terakhir di era
Presiden Soekarno, 1966, ekonomi Indonesia tumbuh 2,79 persen.  

2. Soeharto (1967-1998)
Masa kekuasaan Soeharto adalah yang terpanjang dibandingkan
presiden lain Indonesia hingga saat ini. Pasang surut perekonomian
Indonesia juga paling dirasakan pada eranya. Ia menjadi presiden di saat
perekonomian Indonesia tak dalam kondisi baik. Pada 1967, ia mengeluarkan
Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal
Asing. UU ini membuka lebar pintu bagi investor asing untuk menanam modal
di Indonesia.
Tahun berikutnya, Soeharto membuat Rencana Pembangunan Lima
Tahun (Repelita) yang mendorong swasembada. Program ini mendongkrak
pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga tembus 10,92 persen pada 1970.
Ekonom Lana Soelistianingsih menyebut, iklim ekonomi Indonesia pada saat
itu lebih terarah, dengan sasaran memajukan pertanian dan industri. Hal ini
membuat ekonomi Indonesia tumbuh drastis. Setelah itu, di tahun-tahun
berikutnya, hingga sekitar tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia
cenderung tinggi dan terjaga di kisaran 6-7 persen.
Namun, selama Soeharto memerintah, kegiatan ekonomi terpusat pada
pemerintahan dan dikuasai kroni-kroni presiden. Kondisinya keropos.
Kegiatan ekonomi terpusat pada pemerintahan dan dikuasai kroni-kroni
presiden. Kondisinya keropos.
Pelaku ekonomi tak menyebar seperti saat ini, dengan 70 persen
perekonomian dikuasai pemerintah. Begitu dunia mengalami gejolak pada
1998, struktur ekonomi Indonesia yang keropos itu tak bisa menopang
perekonomian nasional. "Ketika krisis, pemerintah kehilangan pijakan, ya
bubarlah perekonomian Indonesia karena sangat bergantung pada
pemerintah," kata Lana.
Posisi Bank Indonesia (BI) pada era Soeharto juga tak independen. BI
hanya alat penutup defisit pemerintah. Begitu BI tak bisa membendung
gejolak moneter, maka terjadi krisis dan inflasi tinggi hingga 80 persen. Pada
1998, negara bilateral pun menarik diri untuk membantu ekonomi Indonesia,
yaitu saat krisis sudah tak terhindarkan. Pertumbuhan ekonomi pun merosot
menjadi minus 13,13 persen. Pada tahun itu, Indonesia menandatangani
kesepakatan dengan Badan Moneter Internasional (IMF). Gelontoran utang
dari lembaga ini mensyaratkan sejumlah perubahan kebijakan ekonomi di
segala lini.
3. BJ Habibie (1998-1999)
Pemerintahan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie dikenal sebagai rezim
transisi. Salah satu tantangan sekaligus capaiannya adalah pemulihan kondisi
ekonomi, dari posisi pertumbuhan minus 13,13 persen pada 1998 menjadi
0,79 persen pada 1999.  Habibie menerbitkan berbagai kebijakan keuangan
dan moneter dan membawa perekonomian Indonesia ke masa kebangkitan.
Kurs rupiah juga menguat dari sebelumnya Rp 16.650 per dollar AS pada
Juni 1998 menjadi Rp 7.000 per dollar AS pada November 1998. Pada masa
Habibie, Bank Indonesia mendapat status independen dan keluar dari jajaran
eksekutif.
4. Abdurrahman Wahid  (1999-2001)
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur meneruskan perjuangan Habibie
mendongkrak pertumbuhan ekonomi pasca krisis 1998. Secara perlahan,
ekonomi Indonesia tumbuh 4,92 persen pada 2000. Gus Dur menerapkan
kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Pemerintah membagi
dana secara berimbang antara pusat dan daerah. Kemudian, pemerintah juga
menerapkan pajak dan retribusi daerah. Meski demikian, ekonomi Indonesia
pada 2001 tumbuh melambat menjadi 3,64 persen. 

5. Megawati Soekarnoputri (2001-2004)


Pada masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia
secara bertahap terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002,
pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5 persen dari 3,64 persen pada tahun
sebelumnya. Kemudian, pada 2003, ekonomi tumbuh menjadi 4,78 persen. Di
akhir pemerintahan Megawati pada 2004, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03
persen. Tingkat kemiskinan pun terus turun dari 18,4 persen pada 2001, 18,2
persen pada 2002, 17,4 persen pada 2003, dan 16,7 persen pada 2004.
"Saat itu mulai ada tanda perbaikan yang lebih konsisten. Kita tak bisa
lepaskan bahwa proses itu juga dipengaruhi politik. Reformasi politik juga
mereformasi ekonomi kita," kata Lana.
Perbaikan yang dilakukan pemerintah saat itu yakni menjaga sektor
perbankan lebih ketat hingga menerbitkan surat utang atau obligasi secara
langsung. Saat itu, kata Lana, perekonomian Indonesia mulai terarah kembali.
Meski tak ada lagi repelita seperti di era Soeharto, namun ekonomi Indonesia
bisa lebih mandiri dengan tumbuhnya pelaku-pelaku ekonomi.

6. Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)


Meski naik-turun, pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah
kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) relatif stabil.
Pertumbuhan Indonesia cukup menggembirakan di awal pemerintahannya,
yakni 5,69 persen pada 2005. Pada 2006, pertumbuhan ekonomi Indonesia
sedikit melambat jadi 5,5 persen. Di tahun berikutnya, ekonomi Indonesia
tumbuh di atas 6 persen, tepatnya 6,35 persen. Lalu, pada 2008,
pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen meski turun tipis ke angka 6,01
persen. Saat itu, impor Indonesia terbilang tinggi. Namun, angka ekspor juga
tinggi sehingga neraca perdagangan lumayan berimbang.
Pada 2009, di akhir periode pertama sekaligus awal periode kedua
kepemimpinan SBY, ekonomi Indonesia tumbuh melambat di angka 4,63
persen. Pada 2009, di akhir periode pertama sekaligus awal periode
kedua kepemimpinan SBY, ekonomi Indonesia tumbuh melambat di
angka 4,63 persen. Perlambatan tersebut merupakan dampak krisis finansial
global yang tak hanya dirasakan Indonesia tetapi juga ke negara lain. Pada
tahun itu, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga
yang membuat harga komoditas global naik.
"Saat Bank Sentral AS menarik dana dari publik, tidak injeksi lagi, harga
komoditas melambat lagi. Kita mulai keteteran," kata Lana. "Ekspor kita
memang tinggi, tapi impornya lebih tinggi," tambah dia. Meski begitu,
Indonesia masih bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi walaupun
melambat. Pada tahun itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masuk tiga
terbaik di dunia. Lalu, pada 2010, ekonomi Indonesia kembali tumbuh dengan
capaian 6,22 persen. Pemerintah juga mulai merancang rencana percepatan
pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang. Pada 2011, ekonomi
Indonesia tumbuh 6,49 persen, berlanjut dengan pertumbuhan di atas 6
persen pada 2012 yaitu di level 6,23 persen. Namun, perlambatan kembali
terjadi setelah itu, dengan capaian 5,56 persen pada 2013 dan 5,01 persen
pada 2014. 

7. Joko Widodo (2014-Sekarang)


Pada masa pemerintahannya, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa
Jokowi merombak struktur APBN dengan lebih mendorong investasi,
pembangunan infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar Indonesia lebih
berdaya saing. Namun, grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat
tahun masa pemerintahan Jokowi terus berada di bawah pertumbuhan pada
era SBY. Pada 2015, perekonomian Indonesia kembali terlihat rapuh. Rupiah
terus menerus melemah terhadap dollar AS. Saat itu, ekonomi Indonesia
tumbuh 4,88 persen. "Defisit semakin melebar karena impor kita cenderung
naik atau ekspor kita yang cenderung turun," kata Lana.
Di era Jokowi kata Lana, arah perekonomian Indonesia tak terlihat jelas.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) seolah hanya
sebagai dokumen tanpa pengawasan dalam implementasinya. Dalam kondisi
itu, tak diketahui sejauh mana RPJMN terealisasi. Ini tidak seperti repelita
yang lebih fokus dan pengawasannya dilakukan dengan baik sehingga bisa
dijaga. Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai terdongkrak tumbuh 5,03
persen. Dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,17.
Berdasarkan asumsi makro dalam APBN 2018, pemerintah memprediksi
pertumbuhan ekonomis 2018 secara keseluruhan mencapai 5,4 persen.
Namun, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 ternyata tak cukup
menggembirakan, hanya 5,06 persen. Sementara pada kuartal II-2018,
ekonomi tumbuh 5,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Hanya ada sedikit perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya.
Pada Senin (5/11/2018), BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada kuartal III-2018 sebesar 5,17 persen, malah melambat lagi
dibandingkan kuartal sebelumnya. Untuk kuartal IV-2018, pertumbuhan
ekonomi diprediksi meleset dari asumsi APBN. Bank Indonesia, misalnya,
memprediksi pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan pada 2018 akan
berada di batas bawah 5 persen.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS
Jawablah pertanyaan berikut dengan baik dan benar:
1. Apa yang saudara ketahui tentang pertumbuhan ekonomi? Jelaskan.
2. Hitunglah
Berikut adalah data dalam menghitung pertumbuhan ekonomi, (data
hipotesis)
No Tahun PDB
1. 2014 10.430.333,7
2. 2015 11.526.332,8
3. 2016 12.401.728,5
4. 2017 13.587.212,6
5. 2018 14.837.357,5
6. 2019 15.837.357,5
Soal :
1. Hitunglah laju pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahun berdasarkan
data tersebut?
2. Berapakah rata – rata pertumbuhan ekonomi dari tahun 2014 – 2019?
3. Coba saudara jelaskan bagaimana pendapat saudara tentang pertumbuhan
ekonomi saat ini? Apakah sudah sesuai dengan harapan masyarakat secara
menyeluruh?

D. DAFTAR PUSTAKA
Kompas.com, 2018, “Jejak Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 
dari Masa ke Masa”, https://jeo.kompas.com/jejak-pertumbuhan-ekonomi-
indonesia-dari-masa-ke-masa. (diakses hari Sabtu, 8 Januari 2020)

Tambunan, Tulus. 2012. “Perekonomian Indonesia”. Ghalia Indonesia. Bogor.

Wicaksono Pambudi, Eko. 2013. “Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Faktor-


Faktor Yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa
Tengah)”. Skripsi. Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas
Diponegoro. Semarang.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_ekonomi

Anda mungkin juga menyukai