Anda di halaman 1dari 16

Penanganan

Perubahan Iklim
Kelompok 157
Latar Belakang
Pada dasarnya perubahan iklim
global menjadi isu lingkungan yang
penting di dunia karena dapat memberi
dampak negative pada berbagai sector
kehidupan. Perubahan iklim juga
merupakan dampak dari pemanasan
global, yaitu fenomena peningkatan
temperature global dari tahun ke
tahun karena efek rumah kaca yang
disebabkan emisi gas rumah kaca.
Pengertian
Iklim merupakan rata-rata cuaca yang juga menjadi penanda
keadaan atmosfer dalam suatu kurun waktu tertentu. Iklim juga
didefinisikan sebagai ukuran variabilitas kuantitas serta rata-rata
yang relevan dari sebuah variabel tertentu yaitu curah hujan,
temperatur, atau angin pada suatu periode tertentu, yang umumnya
merentang dari bulan hingga tahunan atau bahkan hingga jutaan tahun.
Iklim sendiri berubah secara terus menerus karena adanya
interaksi antara suatu komponen dan faktor eksternal misalnya saja
pada erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, serta faktor-faktor yang
disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pada perubahan penggunaan
lahan serta penggunaan bahan bakar fosil.
Rumusan Masalah

1. Bagaimana perilaku keseharian masyarakat Indonesia


terhadap perubahan iklim?

2. Bagaimanakah seharusnya prioritas masyarakat terhadap


perubahan iklim yang terjadi?

3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi masyarakat


Indonesia terhadap perubahan iklim?
Tujuan dan Manfaat

1. Mengkaji kesesuaian perilaku masyarakat di Indonesia


terhadap perubahan iklim.

2. Mengkaji prioritas kebiasaan masyarakat terhadap


perubahan iklim yang dilakukan di Indonesia.

3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku


masyarakat Indonesia terhadap perubahan iklim.
Landasan Teori
Perubahan iklim sebagai setiap perubahan dalam iklim pada suatu selang
waktu tertentu, apakah diakibatkan oleh variasi alamiah atau karena
aktivitas manusia (anthropogenic).

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca pada wilayah tertentu dalam waktu
yang panjang. Iklim merupakan salah satu komponen ekosistem alam
sehingga kehidupan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan tidak
terlepas dari pengaruh atmosfer dengan segala prosesnya. Iklim adalah
rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal
tiga puluh tahun, yang sifatnya tetap.
Analisis

Perubahan iklim bisa ini disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca yang
dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan
efek akan mempercepat proses pemanasan global dan meningkatkan frekuensi peristiwa cuaca
eksrim. Berbagai data parameter atmosfer seperti temperatur, curah hujan, tekanan,
kelembaban, ozon, polusi udara dan lain-lain memerlukan suatu alat bantu agar dapat dianalisis
lebih lanjut.
Variasi curah hujan di wilayah Indonesia sangat
besar baik secara spasial maupun temporal. Curah hujan
yang tinggi di wilayah tropik pada umumnya dihasilkan dari
proses konveksi dan pembentukan awan hujan panas.
Kondisi tidak stabil terjadi jika udara yang naik lembab dan lapse rate udara lingkungannya berada
antara lapse rate adiabatik kering dan lapse rate adiabatik jenuh. Jadi, kestabilan udara ditentukan oleh
kondisi kelembaban. Oleh karena itu, jumlah hujan tahunan, intensitas, durasi, frekuensi, dan distribusinya
terhadap ruang dan waktu sangat bervariasi.

Studi perubahan iklim melibatkan analisis iklim masa lalu, kondisi iklim
saat ini, dan estimasi kemungkinan iklim di masa yang akan datang (beberapa
dekade atau abad kedepan). Akibatnya, studi mengenai perubahan iklim
dibutuhkan penilaian yang terintegrasi terhadap sistem iklim atau sistem
bumi . Konsekuensi masa depan terhadap perubahan iklim juga diprediksi
akan lebih dramatis lagi dan menganggu kehidupan umat manusia, seperti
terancamnya distribusi vegetasi alam dan keanekaragaman hayati, erosi dan
badai (Susandi, 2006).

Perubahan iklim ini disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca yang
dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas rumah kaca yang meningkat
ini menimbulkan efek akan mempercepat proses pemanasan global dan
meningkatkan frekuensi peristiwa cuaca eksrim. Berbagai data parameter
atmosfer seperti temperatur, curah hujan, tekanan, kelembaban, ozon,
polusi udara dan lain-lain memerlukan suatu alat bantu agar dapat dianalisis
lebih lanjut
SOLUSI
Jakarta,27 November 2017 – Indonesia merupakan salah satu negara
yang mempunyai komitmen besar dalam penanganan perubahan iklim.
Komitmen tersebut diwujudkan dengan pengurangan emisi rumah kaca sebesar
29 persen terhadap business as usual dengan upaya sendiri pada 2030 dan
menjadi sebesar 41 persen dengan dukungan internasional. Upaya
Us
pengarusutamaan perubahan iklim terus dilakukan, baik upaya mitigasi maupun
adaptasi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
dan ke dalam perencanaan pembangunan tiap tahunnya, yakni Rencana Kerja
Pemerintah (RKP). “Indonesia terus mengembangkan pola pembangunan
rendah karbon melalui sinkronisasi upaya penurunan emisi gas rumah kaca
dengan keseimbangan pembangunan ekonomi dan pengentasan
kemiskinan. Upaya tersebut diharapkan akan bermuara pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan,” ujar Sekretaris Kementerian
PPN/Sekretaris Utama Bappenas Gellwynn Jusuf saat menyampaikan pidato
pembuka dalam Konferensi Solusi Konkrit untuk Mengatasi Perubahan Iklim dan
Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia di Hotel Mandarin
Oriental, Senin siang
Konferensi yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas dan Agence Française de
Développement (AFD) dalam rangka memperingati ulang tahun ke-10 AFD di Indonesia
tersebut menghadirkan para pakar perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan yang aktif
di sektor publik dan swasta, baik dari Indonesia maupun internasional. Konferensi bertujuan
untuk memberikan informasi bagi para pengambil kebijakan, pelaku bisnis, dan organisasi
masyarakat lainnya terhadap aksi-aksi mitigasi, mengidentifikasi peluang yang ada,
memprioritaskan langkah/tindakan, dan mengembangkan strategi untuk memenuhi
target mitigasi perubahan iklim di Indonesia, yang selaras dengan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs). Pada saat yang sama, konferensi ini
juga bertujuan untuk mengidentifikasi peran, dukungan, dan inovasi dari berbagai institusi
pembangunan yang dapat mendukung upaya penanganan perubahan iklim di Indonesia. Diskusi
dibagi dalam dua sesi, yakni sektor energi dan sektor berbasis sumber daya hutan dan lahan,
termasuk pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya. Kedua tema tersebut dipilih
karena merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia.
Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian
PPN/Bappenas, menyampaikan tantangan terdekat yang dihadapi Indonesia adalah
bagaimana memperkuat intervensi kebijakan dan inisiatif yang dapat memberikan
‘warna’ ke dalam RPJMN 2020-2024 untuk mencapai target Paris Agreement dan
Agenda 2030. Indonesia sangat berperan aktif dalam berbagai agenda global
terkait penanganan perubahan iklim yang dihelat pada November dan Desember
2017, di antaranya The 23rd session of the Conference of the Parties (COP 23) to
the UN Convention on Climate Change (UNFCCC) Bonn dan Konferensi Paris
dalam rangka ulang tahun kedua Paris Agreement. “Kerjasama dan dukungan
global yang kuat untuk inovasi dan pendanaan diperlukan untuk mendukung
mitigasi perubahan iklim. dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan,”
tegas Arifin
KESIMPULAN

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena


peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah
kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas seperti
karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi
matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Bagi Indonesia sebagai negara
kepulauan yang terdiri dari pulau besar dan kecil, perubahan iklim ini akan berdampak
terhadap banyak pulau-pulau kecil yang sangat mungkin akan hilang dan tenggelam.
Kepedulian Indonesia pada masalah lingkungan terutama dengan adanya
kekhawatiran akan dampak pemanasan global yang semakin parah. Apalagi,
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki ribuan pulau kecil dan jutaan
penduduk yang tinggal di daerah pantai rawan tenggelam akibat pemanasan global
yang menyebabkan naiknya permukaan air laut. Berawal dari hal tersebut, Indonesia
telah memberikan perhatiannya sejak Konferensi Lingkungan Hidup Manusia di
Stokholm, Swedia pada tahun 1972, Konferensi Nairobi tahun 1982, dan KTT Bumi
1992 dengan cara mengirimkan delegasinya pada perundingan tersebut.
Tak hanya itu saja partisipasi
Indonesia dalam menanggulangi
dampak pemanasan global yang
semakin hari semakin
membahayakan dan
mengancam dunia dan seisinya.
Kesadaran bersama yang mulai
dirasakan banyak negara tidak
hanya Indonesia saja. Inilah,
yang akhirnya membentuk
kesepakatan yang utuh dan
kesadaran tinggi untuk
mengatasi pemanasan global
yang terjadi
SARAN
Berdasarkan analisis di atas peneliti memberikan saran agar Indonesia dapat
memainkan peranan yang penting di dalam era implementasi Paris Agreement,
Pemerintah Indonesia masih harus bekerja keras; bukan hanya untuk mempersiapkan
instrumen-instrumen ratifikasi, namun juga mempersiapkan sistem di dalam negeri
untuk memastikan implementasi Paris Agreement berlangsung dengan transparan
dan akuntabel. Keterdesakan yang saat ini harus diatasi adalah melakukan tinjauan
dan revisi terhadap INDC yang sudah diajukan sebelum COP 21 Paris yang lalu,
sehingga dapat keluar dengan NDC yang dapat dicapai dan sesuai dengan kondisi
Indonesia, di mana Indonesia masih harus menyelesaikan masalah kemiskinan yang
masih menjadi masalah utama di Indonesia. Harus diperhatikan agar NDCIndonesia
tidak hanya menitikberatkan pada penurunan emisi saja, namun juga dampaknya
pada kemiskinan di Indonesia.
NDC Indonesia juga harus secara jelas memberikan ruang untuk keterlibatan non-
state actors, untuk percepatan pencapaian target NDC yang akan diajukan oleh
Pemerintah Indonesia kepada UNFCCC. Untuk dapat mencapai hal tersebut,
Pemerintah Indonesia harus mengembangkan kelengkapan yang dapat mengkomodir
peran non-state actors secara jelas, salah satunya adalah kebijakan penurunan emisi
yang harus dilakukan sektor-sektor yang menghasilkan emisi terbesar. Kebijakan yang
dilakukan harus memungkinkan terjadinya effort- sharing dalam penurunan emisi gas
rumah kaca, karena penghasil emisi terbesar adalah bagian dari non-state actors.
Selain itu, proses-proses perencanaan, pengembangan, dan implementasi NDC sudah
seharusnya dilakukan secara transparan dan akuntabel, untuk kesejahteraan seluruh
lapisan masyarakat.
DAFTAR PUSAKA
BMG. (2006). Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2006 di Indonesia. Badan Meteorologi dan Geofisika,
Makassar.

Subair, Resiliensi Sosial Komunitas Lokal Dalam Konteks Perubahan Iklim Global, Aynat Publishing,
Yogyakarta, 2015, Hlm 36

Handoko, Klimatologi Dasar, PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, 1995, Hlm.3

Husairi Achsan, Iklim Yang Semakin Tidak Menentu, CV Arya Duta, Depok, 2008, Hlm. 2

Ance Gunarsih Karta Sapoetra, Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman, PT Bumi
Ksara, Jakarta, 2004, Hlm. 1

Anda mungkin juga menyukai