com
JURNAL INTERNASIONAL TINJAUAN BISNIS (THE JOBS REVIEW), 1 (2), 2018, 93-108
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh strategi hijau dan investasi hijau
terhadap pengungkapan emisi karbon. Pemanasan global menyebabkan perubahan iklim yang
ekstrim di berbagai tempat di dunia termasuk di Indonesia. Terdapat bukti kuat bahwa hal
tersebut disebabkan oleh ulah manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil sehingga
berdampak pada meningkatnya gas rumah kaca. Salah satu upaya perusahaan dalam mengurangi
dampak emisi karbon adalah dengan pengungkapan emisi karbon. Penelitian tentang hubungan
pengungkapan emisi karbon dengan faktor strategi hijau dan investasi hijau pada organisasi
sektor swasta masih relatif terbatas dan terdapat perbedaan metode yang digunakan. Penelitian
ini memberikan kontribusi untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh strategi hijau dan
investasi hijau terhadap pengungkapan emisi karbon. Penelitian tentang hubungan
pengungkapan emisi karbon dengan faktor strategi hijau dan investasi hijau pada organisasi
sektor swasta masih relatif terbatas dan terdapat perbedaan metode yang digunakan. Penelitian
ini memberikan kontribusi untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh strategi hijau dan
investasi hijau terhadap pengungkapan emisi karbon. Penelitian ini menggunakan sampel
perusahaan yang terdaftar di bursa saham di negara yang termasuk dalam laju emisi karbon
dunia yaitu Indonesia dan Jerman. Studi ini menggunakan data periode 2014-2016 dalam laporan
tahunan dan laporan keberlanjutan perusahaan.
Sejarah artikel.Diterima Agustus, 2018. Revisi Oktober, 2018. Diterima Desember, 2018
Cara mengutip artikel.Afni, Z., Gani, L., Djakman, CD, & Sauki, E. (2018). Pengaruh Strategi Hijau
dan Investasi Hijau Terhadap Pengungkapan Emisi Karbon.Jurnal Internasional Tinjauan Bisnis
(Ulasan Pekerjaan),1(2), 93–108. https://doi.org/https://doi.org/10.17509/tjr.v1i2.13879
PENGANTAR
Peningkatan suhu permukaan bumi, mendapat perhatian yang signifikan sebagai isu pemanasan
global, yaitu perubahan iklim di berbagai tempat di dunia. Pemanasan global diakui sebagai
masalah yang memiliki prioritas tinggi di seluruh dunia dan dampak pemanasan global semakin
parah (Borghei, Leung, & Guthrie, 2016; Luo, Tang, & Lan, 2013). Pemanasan global disebabkan
oleh aktivitas manusia dan ada bukti baru yang kuat bahwa sebagian besar pemanasan global
yang diamati selama 50 tahun terakhir disebabkan oleh aktivitas manusia dan 90% berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil (IPCC, 2007). Perkembangan sektor ekonomi dan sektor industri
yang semakin pesat, yang berdampak pada perubahan iklim dan lingkungan, mendorong upaya
yang dilakukan PBB mengatasi dampak perubahan iklim dengan mengembangkan konsep
pembangunan berkelanjutan yang ditujukan untuk Global. Upaya tersebut dimulai pada tahun
1972 melalui konferensi lingkungan hidup di Stockholm, Swedia. Kemudian dilanjutkan dengan
Our Common Future in Nairobi tahun 1982, Earth Summit di
93 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
ZALIDA AFNI, LINDAWATI GANI, CHAERUL D DJAKMAN & ELVIA SAUKI/ Pengaruh Hijau
Strategi dan Investasi Hijau Menuju Pengungkapan Emisi Karbon
Rio De Janiero tahun 1992 tentang isu perubahan iklim, Protokol Kyoto tentang perubahan
iklim tahun 1997 dan tahun 2000 lahirnya tujuan global MDGs (Millennium Development
Goals) 2000-2015. Konferensi di Johannesburg Afrika Selatan dan 2002 di Rio De Jainero 2012,
berkembang menjadi tujuan global SDGs (Sustainable Development Goals) 2015-2030
menggantikan MDGs. Salah satu tujuan SDG's adalah mengambil tindakan segera untuk
memerangi dampak perubahan iklim, dan kesepakatan ini tertuang dalam Paris Agreement
merupakan komitmen internasional dalam melakukan upaya mitigasi dengan cara
menurunkan emisi gas rumah kaca hingga mencapai suhu di bawah 2 c. Data Bank Dunia
menunjukkan untuk tahun 2013 total emisi CO2 dunia sebesar 318 juta metrik ton. Tahun
1990-an, sekitar dua pertiga emisi CO2 berasal dari negara maju. Tapi kali ini, negara-negara
berkembang juga mengalami peningkatan emisi yang cukup besar. 10 besar negara
penyumbang emisi karbon terbesar adalah China, AS, Uni Eropa (28 negara), India, Rusia,
Indonesia, Brasil, Jepang, Kanada, dan Jerman.
Upaya mitigasi emisi karbon telah dilakukan baik di tingkat negara maupun di tingkat perusahaan. Di tingkat negara, upaya mitigasi
dilakukan melalui adanya regulasi terkait emisi karbon seperti EU-UTS European Union Emissions Trading Scheme, termasuk Indonesia dan
dengan komitmen meratifikasi Protokol Kyoto dengan UU No. 17/2004. Namun, setelah berlakunya UU No. 17 Tahun 2004 Indonesia, hanya
sekitar 10% perusahaan manufaktur di Indonesia yang melakukan tindakan yang terkait dengan pengurangan emisi karbon (Lindrianasari.,
2014). Pada tingkat korporasi, upaya mitigasi dampak perubahan iklim dapat dilakukan dengan cara pengungkapan emisi karbon. Semakin
banyak bukti ilmiah menunjukkan bahwa emisi karbon sebagai penyebab utama pemanasan global merupakan ancaman serius terhadap
kehidupan baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan (Borghei et al., 2016; K. Li & Lin, 2016; Liao, Luo, & Tang, 2015; Luo Tang & 2014a; Luo et
al., 2013). Pengungkapan emisi karbon sebagian besar belum wajib diungkapkan di sebagian besar negara di dunia. Namun banyak perusahaan
menyiapkan pengungkapan emisi karbon secara sukarela. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko perusahaan adanya peraturan tentang
perubahan iklim di masa mendatang dan dampak negatif terhadap operasional perusahaan (Luo, Lan, Tang &, 2012). Luo et al., 2013).
Pengungkapan emisi karbon sebagian besar belum wajib diungkapkan di sebagian besar negara di dunia. Namun banyak perusahaan
menyiapkan pengungkapan emisi karbon secara sukarela. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko perusahaan adanya peraturan tentang
perubahan iklim di masa mendatang dan dampak negatif terhadap operasional perusahaan (Luo, Lan, Tang &, 2012). Luo et al., 2013).
Pengungkapan emisi karbon sebagian besar belum wajib diungkapkan di sebagian besar negara di dunia. Namun banyak perusahaan
menyiapkan pengungkapan emisi karbon secara sukarela. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko perusahaan adanya peraturan tentang
perubahan iklim di masa mendatang dan dampak negatif terhadap operasional perusahaan (Luo, Lan, Tang &, 2012).
Dari uraian di atas, penelitian ini merumuskan masalah pertama: bagaimana pengaruh tingkat
green strategy terhadap pengungkapan emisi karbon korporasi?
Menurut International Monetary Fund (IMF), investasi hijau merupakan investasi yang diperlukan dalam adaptasi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca
tanpa mengurangi produksi dan konsumsi non-energi secara signifikan. Penelitian sebelumnya memberikan gambaran efisiensi energi dengan menggunakan skema investasi hijau pada
studi kasus sektor perumahan menyumbang 30% emisi karbon. Studi-studi tersebut memberikan bukti bahwa investasi hijau menjadi kekuatan utama di sektor energi (Czako, 2012).
Namun, masih sedikit penelitian untuk memberikan bukti pengaruh investasi hijau terhadap adaptasi perubahan iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengungkapan
emisi karbon. Penelitian sebelumnya belum memberikan bukti empiris yang menguji pengaruh perusahaan investasi hijau terhadap pengungkapan emisi karbon. Indonesia sejak tahun
2004 telah berkomitmen dengan UU RI No 3 mengatur tentang industri hijau, namun sejak tahun 2010-2014 jumlah investasi hijau mencapai 30% dari total investasi. Tahun 2015 lalu
Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Investasi Hijau tingkat internasional dengan tema landscape tropis: global summit investment opportunity dan berkomitmen untuk
meningkatkan investasi hijau sebesar 20% per tahun. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merumuskan masalah kedua: bagaimana pengaruh investasi hijau terhadap pengungkapan
emisi karbon. Indonesia sejak tahun 2004 telah berkomitmen dengan UU RI No 3 mengatur tentang industri hijau, namun sejak tahun 2010-2014 jumlah investasi hijau mencapai 30% dari
total investasi. Tahun 2015 lalu Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Investasi Hijau tingkat internasional dengan tema landscape tropis: global summit investment opportunity dan
berkomitmen untuk meningkatkan investasi hijau sebesar 20% per tahun. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merumuskan masalah kedua: bagaimana pengaruh investasi hijau
terhadap pengungkapan emisi karbon. Indonesia sejak tahun 2004 telah berkomitmen dengan UU RI No 3 mengatur tentang industri hijau, namun sejak tahun 2010-2014 jumlah investasi
hijau mencapai 30% dari total investasi. Tahun 2015 lalu Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Investasi Hijau tingkat internasional dengan tema landscape tropis: global summit
investment opportunity dan berkomitmen untuk meningkatkan investasi hijau sebesar 20% per tahun. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merumuskan masalah kedua: bagaimana
pengaruh investasi hijau terhadap pengungkapan emisi karbon. Tahun 2015 lalu Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Investasi Hijau tingkat internasional dengan tema landscape
tropis: global summit investment opportunity dan berkomitmen untuk meningkatkan investasi hijau sebesar 20% per tahun. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merumuskan
masalah kedua: bagaimana pengaruh investasi hijau terhadap pengungkapan emisi karbon. Tahun 2015 lalu Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Investasi Hijau tingkat
internasional dengan tema landscape tropis: global summit investment opportunity dan berkomitmen untuk meningkatkan investasi hijau sebesar 20% per tahun. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merumuskan
Stakeholder theory adalah teori yang memberikan gambaran tentang keberadaan para pihak yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan. Kelompok pemangku kepentingan atau
individu yang mungkin terpengaruh oleh tujuan perusahaan. Stakeholder didefinisikan sebagai mereka yang memiliki keterlibatan dalam perusahaan baik oleh individu, kelompok atau
organisasi. Pemangku kepentingan utama termasuk karyawan, manajer, pemegang saham, pelanggan, dan pemasok (Phillips, Freeman, & Wicks, 2003). Pemangku kepentingan meliputi
kelompok atau individu meliputi pemegang saham, kreditur, pemerintah, karyawan, masyarakat dan lingkungan sosial, dan lainnya (Chairiri & Ghozali, 2007). Dilihat dari teori pemangku
kepentingan, perusahaan tidak hanya merupakan suatu entitas ekonomi yang hanya menjalankan kegiatan usahanya untuk kepentingannya sendiri tetapi harus memberikan manfaat
bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas perusahaan tersebut yaitu pemangku kepentingan perusahaan. Perusahaan harus dapat menjaga hubungan baik dengan pemangku
kepentingan dengan memahami keinginan pemangku kepentingan, terutama pemangku kepentingan yang berdampak pada ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk kegiatan
operasional perusahaan, seperti karyawan, pelanggan puncak perusahaan dan lain-lain. Ghozali & Chairiri, 2007). Stakeholder theory juga menuntut manajer untuk dapat mengelola
harapan para pemangku kepentingan dan nilai yang mereka ciptakan dan menuntut manajer untuk memahami apa yang diinginkan dan apa yang diciptakan sehingga sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh pemangku kepentingan (Freedman & Jaggi, 2005). . Perusahaan harus dapat menjaga hubungan baik dengan pemangku kepentingan dengan memahami keinginan
pemangku kepentingan, terutama pemangku kepentingan yang berdampak pada ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan, seperti karyawan,
pelanggan puncak perusahaan dan lain-lain. Ghozali & Chairiri, 2007). Stakeholder theory juga menuntut manajer untuk dapat mengelola harapan para pemangku kepentingan dan nilai
yang mereka ciptakan dan menuntut manajer untuk memahami apa yang diinginkan dan apa yang diciptakan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemangku kepentingan
(Freedman & Jaggi, 2005). . Perusahaan harus dapat menjaga hubungan baik dengan pemangku kepentingan dengan memahami keinginan pemangku kepentingan, terutama pemangku
kepentingan yang berdampak pada ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan, seperti karyawan, pelanggan puncak perusahaan dan lain-lain.
Ghozali & Chairiri, 2007). Stakeholder theory juga menuntut manajer untuk dapat mengelola harapan para pemangku kepentingan dan nilai yang mereka ciptakan dan menuntut manajer
untuk memahami apa yang diinginkan dan apa yang diciptakan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemangku kepentingan (Freedman & Jaggi, 2005). . khususnya stakeholder yang berdampak pada ket
95 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
ZALIDA AFNI, LINDAWATI GANI, CHAERUL D DJAKMAN & ELVIA SAUKI/ Pengaruh Hijau
Strategi dan Investasi Hijau Menuju Pengungkapan Emisi Karbon
Teori Legitimasi
Teori legitimasi ini memberikan penjelasan tentang tanggung jawab sosial yang harus diungkapkan agar perusahaan mendapatkan legitimasi dari
lingkungan sosial di tempat kegiatan perusahaan beroperasi, dan ini akan memberikan kekuatan finansial perusahaan yang maksimal untuk jangka waktu
yang panjang. . Teori legitimasi didasarkan adanya kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat tuan rumah perusahaan menjalankan usahanya
dan penggunaan sumber daya ekonomi. Legitimasi adalah konsep dinamis yang berubah dalam waktu dan tempat (Ghozali & Chairiri, 2007). Perusahaan
harus dapat melihat antara tujuan perusahaan dengan apa yang menjadi harapan masyarakat terhadap perusahaan. Jika tidak demikian maka akan muncul
catatan antara legitimasi kesenjangan harapan dan bagaimana bersikap dan bertindak dalam organisasi. Untuk itu, organisasi perlu mengadopsi strategi
untuk menghilangkan perbedaan ini dan mengubah persepsi publik melalui pengungkapan informasi lingkungan dan sosial (Gray, Kouhy, & Lavers, 1995).
Legitimasi terkait dengan batasan nilai dan norma perusahaan dalam menjalankan bisnis dan merupakan upaya strategis dalam pengembangan
perusahaan untuk jangka panjang. Legitimasi masyarakat akan mendorong keberlangsungan perusahaan untuk jangka panjang, namun jika perusahaan
tidak dapat beradaptasi dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat, dapat mengancam keberlangsungan perusahaan di masa depan (Deegan &
Soltys, 2007). ) Legitimasi terkait dengan batasan nilai dan norma perusahaan dalam menjalankan bisnis dan merupakan upaya strategis dalam
pengembangan perusahaan untuk jangka panjang. Legitimasi masyarakat akan mendorong keberlangsungan perusahaan untuk jangka panjang, namun
jika perusahaan tidak dapat beradaptasi dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat, dapat mengancam keberlangsungan perusahaan di masa
depan (Deegan & Soltys, 2007). ) Legitimasi terkait dengan batasan nilai dan norma perusahaan dalam menjalankan bisnis dan merupakan upaya strategis
dalam pengembangan perusahaan untuk jangka panjang. Legitimasi masyarakat akan mendorong keberlangsungan perusahaan untuk jangka panjang,
namun jika perusahaan tidak dapat beradaptasi dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat, dapat mengancam keberlangsungan perusahaan di
Teori Kelembagaan
Awalnya, teori institusi berfokus pada bagaimana menjelaskan struktur institusi dalam proses
mempengaruhi organisasi dan perilaku yang dapat diterima sebagai norma dalam Organisasi
(Tolbert & Zucker, 1996; Scott, 2001) dalam (Greenwood & Suddaby, 2006). Institutional theory
atau teori pembentukan kelembagaan bahwa Organisasi pada hakikatnya karena adanya
tekanan terhadap lingkungan lembaga yang menyebabkan terjadinya perubahan organisasi.
Perubahan bentuk ide dan gagasan pada lingkungan organisasi yang membentuk perilaku
dalam bahasa dan simbol yang menjelaskan keberadaan organisasi dan diterima sebagai
norma dalam konsep organisasi (Donaldson & Preston, 1995). Organisasi terbentuk karena
lingkungan kelembagaan yang ada di sekitar Organisasi dan kekuatan dari luar Organisasi
melalui proses mimikri dan kepatuhan. Ide atau gagasan yang mempengaruhi dilembagakan
dan diterima sebagai norma organisasi (DiMaggio & Powell, 1983). Perubahan isomorfisme
institusional dapat diidentifikasi menjadi tiga mekanisme: pertama, isomorfisme koersif yang
berasal dari pengaruh politik dan legitimasi. Kedua, isomorfisme mimetik, yang dihasilkan
dari respons standar terhadap ketidakpastian. Ketiga, isomorfisme normatif, terkait dengan
tuntutan profesionalisme (DiMaggio & Powell, 1983). Isomorfisma menunjukkan hasil dari
tekanan koersif baik formal maupun nonformal yang diberikan pada organisasi sehingga
organisasi mengambil atau melakukan suatu bentuk adopsi terhadap organisasi lain karena
tekanan negara lain, organisasi dan masyarakat luas. Tekanan pada organisasi dapat
dirasakan sebagai kekuatan, atau sebagai ajakan untuk bergabung dalam suatu benturan.
Mimetic isomorphism, adanya ketidakpastian juga memberikan dorongan yang kuat bagi
organisasi untuk meniru atau meniru organisasi lain. Ketika tujuannya masih ambigu, sambil
menciptakan lingkungan ketidakpastian, organisasi dapat meniru organisasi lain. Mimesis atau
model perilaku pada organisasi lain yang lebih sukses adalah bentuk respon dramatis dari
ketidakpastian. Salah satu bentuk pemodelan yang paling dramatis adalah modernisasi Jepang
pada akhir abad ke-19 pada prototipe Barat yang dinilai sukses, dan sekarang perusahaan
Amerika di Jepang untuk menyelesaikan model yang menerapkan masalah produktivitas dan
personel di perusahaan mereka. Perusahaan yang mengadopsi model atau inovasi perusahaan
lainnya, yang bertujuan untuk meningkatkan legitimasi mereka, setidaknya mencoba
96 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
JURNAL INTERNASIONAL TINJAUAN BISNIS (THE JOBS REVIEW), 1 (2), 2018, 93-108
Strategi Hijau
Istilah hijau dalam kegiatan bisnis utama bukanlah fenomena baru, tetapi sudah dimulai sejak
tahun 1980-an (Makower, 2009). Kegiatan ini tidak hanya menyelamatkan Bumi dari
perubahan iklim akibat peningkatan suhu bumi akibat efek rumah kaca tetapi juga dapat
meningkatkan efisiensi usaha (Ginsberg & Bloom, 2004). Klasifikasi strategi hijau
dikembangkan dari bauran strategi pasar hijau yang dibagi menjadi empat bagian, yaitu lean
green, defensive green, shaded green, dan extreme green. Strategi lean Green, perusahaan
tepat mengurangi perbandingan biaya produk terkait kepedulian terhadap lingkungan, dan
tidak ada kecenderungan dalam memproduksi produk ramah lingkungan. Contohnya, Coca-
Cola Co., memperhatikan lingkungan dengan kegiatan mendaur ulang dan memodifikasi
kemasan, meskipun dibuat untuk memperluas pasar dan membangun merek. Strategi
defensif hijau lebih tepat untuk disadari sangat penting bagi perusahaan akan menjadi
segmen industri yang ramah lingkungan tetapi sifatnya sangat sementara. Misalnya, Huge
Clothing Retailer Gap Inc., mensponsori kegiatan dan program lingkungan dalam skala kecil,
jika ada tekanan dari kompetitor, aktivis lingkungan, atau regulator. Strategi bernaung hijau
lebih berorientasi pada proses bisnis jangka panjang yang ramah lingkungan, namun bukan
sebagai faktor utama, melainkan hanya sebagai faktor penunjang bisnis perusahaan.
Misalnya Toyota Prius, memiliki produk yang ramah lingkungan karena hemat bahan bakar
dibandingkan dengan Toyota Motor. Perusahaan memilih strategi extreme green, pada
proses bisnis mulai dari input, proses, dan keluaran dari proses tersebut ramah lingkungan
dan memiliki filosofi yang kuat akan kepedulian terhadap lingkungan. Misalnya perusahaan
Bodyshop and Honest Tea of Bethesda (Ginsberg & Bloom, 2004).
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Strategi Hijau dan Pengungkapan Emisi Karbon
Perusahaan yang mengungkapkan informasi apakah itu emisi karbon wajib atau sukarela,
mengetahui risiko dan peluang yang mungkin muncul dalam menghadapi perubahan iklim.
Perusahaan dapat mengintegrasikan risiko dan peluang dalam strategi perusahaan yang
berdampak pada lingkungan. Terutama pada perusahaan yang bidang usahanya berkaitan
dengan perubahan iklim seperti kehutanan, energi dan transportasi, pertanian, industri, dan
limbah, yang mengungkapkan informasi tentang emisi karbon. IBM, Ricoh, dan Chevron adalah
contoh perusahaan yang telah menerapkan green strategy dalam proses bisnisnya. Perusahaan
yang ingin memanfaatkan risiko dan peluang perubahan iklim dengan mengintegrasikannya ke
dalam strategi hijau dapat meniru perusahaan yang telah berhasil menerapkannya (mimetic
isomorphism).
Penelitian sebelumnya untuk membangun kerangka pengukuran strategi lean and green (Duarte
& Machado, 2013). Pendekatan model bisnis digunakan sebagai penghargaan, standar, dan
kerangka kerja, untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dari masing-masing model.
GRI merupakan salah satu standar yang mengatur aspek tertentu dari green business yang telah
diadopsi oleh puluhan perusahaan besar sebagai standar pelaporan kinerja lingkungan dan sosial
perusahaan dengan menerbitkan laporan keberlanjutan (Sustainability Report) yang mencakup
tiga dimensi, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi, selain internasional lainnya
97 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
ZALIDA AFNI, LINDAWATI GANI, CHAERUL D DJAKMAN & ELVIA SAUKI/ Pengaruh Hijau
Strategi dan Investasi Hijau Menuju Pengungkapan Emisi Karbon
standar seperti ISO14001 (Makower, 2009). Isu keberlanjutan adalah cara yang sistematis dan
efisien yang memberikan nilai bagi prospek bisnis. Manfaat keberlanjutan membantu untuk
menentukan faktor kunci yang mempengaruhi keuntungan, dividen dan harga saham
perusahaan seperti kekuatan merek reputasi, produk kompetitif, rantai pasokan (Blackburn,
2007).
Berdasarkan penjelasan di atas, keterbukaan informasi emisi karbon merupakan salah satu
bentuk kemampuan perusahaan dalam mengelola emisi, sebagai bentuk upaya mengelola
risiko dan peluang akibat perubahan iklim. Risiko dan peluang tersebut dapat diintegrasikan
ke dalam bentuk strategi perusahaan yaitu strategi hijau. Penelitian sebelumnya belum
dilakukan untuk menguji strategi level green yaitu lean, defensive, shaded, dan extreme
green berdasarkan pengelompokan Ginsberg & Bloom (2004) terhadap pengungkapan emisi
karbon perusahaan. Peneliti berpendapat bahwa perusahaan yang memanfaatkan peluang
dari dampak perubahan iklim, dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif melalui strategi
hijau, akan menunjukkan Kemampuan mengelola emisi karbon melalui keterbukaan
informasi emisi karbon. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis pertama dalam
penelitian ini adalah:
H1: Perusahaan yang mengadopsi strategi hijau berpengaruh positif terhadap pengungkapan
emisi karbon perusahaan.
UU RI No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (pasal 77-83) mengatur tentang industri hijau di
Indonesia. Perluasan investasi hijau berkaitan dengan kemajuan teknologi dan inovasi. Hal ini
terkait dengan penggunaan teknologi baru yang terkait dengan biaya perusahaan R&D (Eyraud,
Clements, & Wane, 2013). Di sektor keuangan, kepedulian dan tanggung jawab terhadap
lingkungan telah meningkatkan peluang investasi pada reksa dana hijau (Clement & Soriano, 2011;
Czako, 2012). Pertumbuhan ekonomi mengarah pada permintaan yang lebih tinggi terhadap
sumber daya energi, yang kemudian meningkatkan tingkat emisi dan berpotensi menambah
degradasi lingkungan (Ahmed, 2014; Eyraud et al., 2013).
H2: Investasi hijau berpengaruh positif terhadap pengungkapan emisi karbon.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dan Bursa Efek Frankfurt. Pemilihan sampel didasarkan pada negara-negara
penghasil emisi karbon terbesar di dunia, komitmen pada kesepakatan internasional tentang
mitigasi emisi, dan Uni Eropa merupakan negara yang memulai inisiatif percontohan dalam upaya
98 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
JURNAL INTERNASIONAL TINJAUAN BISNIS (THE JOBS REVIEW), 1 (2), 2018, 93-108
mitigasi emisi karbon. Kriteria yang digunakan adalah sampel perusahaan yang terdaftar di
masing-masing bursa masing-masing sampel negara, tidak termasuk sektor keuangan dan
perbankan, perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan, Sustainability Report, dan Social
Responsibility Investment (SRI). Periode penelitian adalah tahun 2014-2016. Kerangka penelitian
adalah sebagai berikut:
Hijau H1
Strategi
Emisi karbon
penyingkapan
Hijau
Investasi
H2
GS Strategi Hijau
Proksi yang digunakan untuk strategi perubahan iklim adalah pengungkapan emisi karbon
(EM_DISC). Pengungkapan Emisi Karbon (EM_DISC) adalah pengungkapan emisi karbon
perusahaan (i) per tahun (t). Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laporan
tahunan dan laporan keberlanjutan. Komponen pengungkapan emisi karbon dikembangkan
berdasarkan komponen pengungkapan yang berasal dari Perubahan Iklim CDP 2016
99 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
ZALIDA AFNI, LINDAWATI GANI, CHAERUL D DJAKMAN & ELVIA SAUKI/ Pengaruh Hijau
Strategi dan Investasi Hijau Menuju Pengungkapan Emisi Karbon
Informasi, GRI-G4, dan Protokol GRK. Pengungkapan garis besar komponen diambil dari Informasi
Perubahan Iklim CDP 2016 yang mencakup tiga bagian; manajemen, risiko dan peluang,
penghitungan emisi, penggunaan energi dan bahan bakar, komponen perdagangan, tetapi
pengungkapan CDP dalam bentuk kuesioner sukarela, sedangkan dalam penelitian ini tidak dapat
menggunakan kuesioner. Penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya (Borghei et al., 2016;
Choi et al., 2013) dengan menggunakan komponen pengungkapan target penurunan emisi,
cakupan emisi tidak langsung, dan cakupan emisi tidak langsung lainnya (menurut Protokol GRK).
Perusahaan yang mengungkapkan informasi setiap item diberi nilai 1 (satu) dan yang tidak
mengungkapkan diberi nilai 0 (nol). Jumlah total item pengungkapan yang dikumpulkan, dibagi dengan
jumlah total pengungkapan, sehingga diperoleh skor keseluruhan untuk masing-masing perusahaan.
Semakin tinggi nilai indeks pengungkapan suatu perusahaan, berarti semakin tinggi pengungkapan
informasi emisi karbon yang diungkapkan perusahaan tersebut.
Strategi Hijau
Penelitian ini menggunakan standar Global Reporting Initiative GRI/(GRI, 2013). Standar GRI
yang digunakan didasarkan pada pedoman keberlanjutan G4 yang berisi standar umum dan
standar pengungkapan. Aspek terkait pembangunan berkelanjutan GRI yang memuat tiga
dimensi keberlanjutan yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi.
Tabel 3. Kategori EKONOMI
Tidak G3 & G4 Indikator Skor
Aspek: Kinerja Ekonomi EC1,
1 G4-EC1 Nilai ekonomi langsung dihasilkan dan didistribusikan
2 EC2, G4-EC2 Implikasi keuangan
3 EC3, G4-EC3 Cakupan kewajiban program imbalan pasti
organisasi
4 EC4, G4-EC4 Bantuan keuangan yang diterima dari pemerintah
Aspek: Keberadaan Pasar
5 EC5, G4-EC5 Rasio standar upah entry-level
6 EC7, G4-EC6 Proporsi manajemen senior yang dipekerjakan
dari komunitas lokal
Aspek: Dampak Ekonomi Tidak
7 Pengembangan
Langsung EC8, G4-EC7 dan dampak investasi
infrastruktur
8 EC9, G4_EC8 Dampak ekonomi tidak langsung yang signifikan
9 G4-EC9 Proporsi pengeluaran untuk pemasok lokal
Aspek: Energi
12 EN3, G4-EN3 Konsumsi energi di dalam organisasi
13 EN4, G4-EN4 Konsumsi energi di luar organisasi
14 EN5, G4-EN5 Intensitas energi
15 EN6, G4-EN6 Pengurangan konsumsi energi
16 EN7, G4-EN7 Pengurangan kebutuhan energi produk
Aspek: Air
17 EN8, G4-EN8 Pengambilan air total berdasarkan sumber
18 EN9, G4-EN9 Sumber air sangat dipengaruhi oleh
pengambilan air
101 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
ZALIDA AFNI, LINDAWATI GANI, CHAERUL D DJAKMAN & ELVIA SAUKI/ Pengaruh Hijau
Strategi dan Investasi Hijau Menuju Pengungkapan Emisi Karbon
Berdasarkan tabel di atas, indikator yang digunakan sebagian besar berasal dari indikator standar G4-GRI
yang khusus digunakan masing-masing memiliki nilai 1 (satu) jika informasi tersebut diungkapkan dalam
laporan keberlanjutan dan nilai 0 (nol) jika informasi tersebut diungkapkan. tidak diungkapkan.
Investasi Hijau
Indeks SRI (Investasi Berkelanjutan dan Bertanggung Jawab atau Investasi Bertanggung Jawab
Sosial). SRI adalah strategi investasi yang berupaya mempertimbangkan keuntungan finansial dan
sosial. Indeks SRI tersebut memberikan pemaparan tentang level perusahaan yang digambarkan
berdasarkan tiga kategori aspek fundamental persyaratan lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG)
sesuai dengan prinsip berkelanjutan yang peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar,
akan peduli terhadap manusia. hak, pekerjaan, dan pemerintahan yang baik.
104 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
JURNAL INTERNASIONAL TINJAUAN BISNIS (THE JOBS REVIEW), 1 (2), 2018, 93-108
Selain ketiga aspek fundamental tersebut, aspek perubahan iklim menjadi fokus
wilayah tertentu.
Sampel
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di bursa saham di negara masing-masing.
Namun tidak semua perusahaan di Indonesia dan Jerman memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan.
Semua jenis perusahaan industri yang terdaftar di pasar modal merupakan sampel penelitian kecuali
perusahaan perbankan dan jasa lainnya. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
selama 3 tahun, yaitu tahun 2014, 2015 dan 2016. Ketersediaan data sampel untuk penelitian dapat
dilihat pada tabel 6:
Pada tabel 6 diatas merupakan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian. Sampel awal yang
digunakan adalah perusahaan yang menerbitkan laporan keberlanjutan. Namun tidak semua
perusahaan yang terdaftar di pasar modal menerbitkan laporan keberlanjutan sesuai dengan instruksi
GRI. Dalam kurun waktu 3 tahun penelitian, terdapat 69 perusahaan (207 firm-year) yang membuat
sustainability report. Data yang diperoleh menunjukkan perusahaan yang membuat sustainability
report sesuai GRI sebanyak 47 perusahaan (141 firm-year).
Statistik deskriptif
Tabel 7. Deskriptif Statistik
Tidak Variabel Berarti St. Dev Min Maks
N 141
105 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
ZALIDA AFNI, LINDAWATI GANI, CHAERUL D DJAKMAN & ELVIA SAUKI/ Pengaruh Hijau
Strategi dan Investasi Hijau Menuju Pengungkapan Emisi Karbon
Pada tabel 7, variabel pengungkapan emisi karbon menunjukkan rata-rata (59%) perusahaan
mengungkapkan informasi kegiatan terkait emisi. Untuk variabel strategi hijau menunjukkan
bahwa rata-rata (53%) perusahaan berupaya meningkatkan strategi perusahaan dengan
meningkatkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. SRI (Socially Responsible Investing)
dengan rata-rata lebih dari 50% perusahaan melakukan strategi investasi yang berupaya
mempertimbangkan pengembalian finansial dan sosial.
Pengujian Hipotesis
R2 0,463
N 141
KESIMPULAN
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh strategi hijau, investasi hijau,
terhadap pengungkapan emisi karbon. Pemanasan global menyebabkan perubahan iklim yang ekstrim
di berbagai tempat di dunia termasuk di Indonesia. Terdapat bukti kuat bahwa hal tersebut disebabkan
oleh ulah manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil sehingga berdampak pada
meningkatnya gas rumah kaca. Salah satu upaya perusahaan dalam mengurangi dampak emisi karbon
adalah dengan pengungkapan emisi karbon. Hasil penelitian menunjukkan adanya a
106 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
JURNAL INTERNASIONAL TINJAUAN BISNIS (THE JOBS REVIEW), 1 (2), 2018, 93-108
berpengaruh signifikan terhadap strategi investasi hijau dan berdampak pada pengungkapan
emisi karbon perusahaan.
Implikasi penelitian ini memberikan bukti pengaruh strategi hijau dan investasi hijau
terhadap pengungkapan emisi karbon. Namun perlu diperhatikan juga bahwa setiap negara
memiliki peraturan yang berbeda-beda. Misalnya, Indonesia belum mewajibkan emiten
menerbitkan laporan keberlanjutan, sedangkan di Eropa publik perusahaan diwajibkan
menerbitkan laporan keberlanjutan.
Keterbatasan penelitian ini memiliki keterbatasan rentang waktu yang digunakan hanya selama 3 (tiga)
tahun, dan sampel yang digunakan terbatas pada perusahaan di Indonesia dan Jerman yang termasuk
negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Masih banyak negara di Eropa, USA, China yang
merupakan negara penghasil emisi terbesar di dunia. Untuk penelitian diharapkan lebih
mengeksplorasi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pengungkapan emisi karbon dan
melakukan perbandingan dengan negara lain yang melakukan pengungkapan emisi karbon dan
menggunakan metode penelitian yang berbeda.
REFERENSI
Ahmad, K (2014). Kurva Kuznets lingkungan untuk emisi CO2 di Mongolia: an
analisis empiris.Manajemen Kualitas Lingkungan: Sebuah Jurnal Internasional,
25(4), 505-516
Blackburn, WR (2007). Buku Pegangan Keberlanjutan: Panduan manajemen lengkap
untuk mencapai tanggung jawab sosial, ekonomi, dan lingkungan. Earthscan
London. Borghei, Z., Leung, P., & Guthri, J. (2006). Sifat gas rumah kaca sukarela
pengungkapan-penjelasan tentang alasan yang berubah: bukti Australia.Riset
Akuntansi Perantara, 24(1), 1-27.
Choi, BB, Lee, D., & Psaros, J. (2013). Analisis karbon perusahaan Australia
pengungkapan emisi.Tinjauan Akuntansi Pasifik, 25(1), 58-79.
Klimen, F., & Soriano, P. (2001). Hijau dan Bagus? Kinerja investasi AS
Reksa Dana Lingkungan.Jurnal Etika Bisnis, 103, 275-287. Czako, V. (2012).
Evolusi dukungan efisiensi energi perumahan Hungaria
program: jalan menuju operasi di bawah skema investasi hijau. Efisiensi
Energi, 5, 163-178.
Deegan, C., & Soltys, S. (2007). Penelitian akuntansi sosial: Perspektif Australia.
Forum Akuntansi, 31(1), 73-89.
DiManggio, PJ, & Powell, WW (1983). Kandang Besi Ditinjau Kembali: Kelembagaan
Isomorfisme dan kolektif secara rasional dalam bidang organisasi.Tinjauan
Sosiologis Amerika, 48(2), 147-160.
Donaldson, T., & Preston, LE (1995). Teori pemangku kepentingan korporasi: Konsep,
bukti, dan implikasi.Tinjauan Akademi Manajemen, 20(1), 85-91 Duarte, S., &
Machado, C. (2013). Pemodelan ramping dan hijau: review dari model bisnis.
Jurnal Internasional Lean Six Sigma, 4(3), hlm 228-250.
Egyedi, T., & Muto, S. (2010). Standar TIK-strategi hijau di sektor abu-abu. Jaarboek
ICT en Samenleving, 7, hlm.221-239.
Erygit, N., & Ozcure, G. (2015). Eco-Innovation sebagai strategi era modern perusahaan di
negara berkembang: Perbandingan Antara Turki dan Uni Eropa. Procedia-
Sosial Ilmu Perilaku, 195, pp1216-1225.
Eyraud, L., Clements, B., & Wane, A. (2013). Investasi Hijau: Tren dan penentu.
Kebijakan Energi, 60, 852-865.
107 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018
ZALIDA AFNI, LINDAWATI GANI, CHAERUL D DJAKMAN & ELVIA SAUKI/ Pengaruh Hijau
Strategi dan Investasi Hijau Menuju Pengungkapan Emisi Karbon
Freedman, M., & Jaggi, B. (2005). Peringatan global, komitmen terhadap Protokol Kyoto, dan
pengungkapan akuntansi oleh perusahaan publik global terbesar dari industri
pencemar. Jurnal Akuntansi Internasional, 40, 215-232.
Ghozali, & Chairiri. (2007). Teori Akuntansi. Badan Penerbit Undip Semarang. Ginsberg,
JM, & Mekar, PN (2004). Memilih strategi pemasaran hijau yang tepat.MIT
Tinjauan Manajemen Sloan, 46(1).
Gray, R., Kouhy, R., & Lavers, S. (1995). Pelaporan sosial dan lingkungan perusahaan.
Jurnal Akuntansi, Audit & Akuntabilitas, 8(2), 47-77.
Greenwood, R., & Suddaby, R. (2006). Kewirausahaan Institusional di Bidang Matang: The
Lima Besar Kantor Akuntan. Jurnal Akademi Manajemen, 49(1), 27-48. Guenther, E.,
Guenther, T., Schiemann, F., & Weber, G. (2015). Relevansi Pemangku Kepentingan untuk
Pelaporan: Faktor Penjelasan Pengungkapan Karbon.Bisnis dan Masyarakat, 1-37.
Hahn, R., Reimsbach, D., & Schiemann, F. (2015). Organisasi, Perubahan Iklim, dan
Transparansi: Meninjau literatur tentang Pengungkapan Karbon. Organisasi &
Lingkungan, 28(1), 80-102.
Hansen, EG, & Klewitz, J. (2012). Peran Strategi Hijau UKM di Publik-Swasta
Inisiatif Inovasi Ramah Lingkungan: Kasus keuntungan ramah lingkungan.Jurnal Usaha Kecil &
Kewirausahaan, 25(4), hlm. 451-478.
IPCC. (2007). Perubahan Iklim 2007 Mitigasi Perubahan Iklim. Kelompok Kerja III
Kontribusi terhadap Laporan Penilaian Keempat Panel Antarpemerintah tentang
Perubahan Iklim UNEP.
Jannah, R., & Muid, D. (2014). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Emisi Karbon
Disclosure perusahaan di Indonesia (Studi empiris pada perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012.Jurnal Akuntansi
Diponegoro, 3(2), 1.
Li, K., & Lin, B. (2006). Analisis heterogenitas pengaruh kemajuan teknologi pada
intensitas karbon di Cina.Jurnal Internasional Strategi dan Manajemen Perubahan
Iklim, 8(1), 129-152.
Li, Y., Luo, L., & Tang, Q. (2015). Keanekaragaman gender, kemandirian dewan, lingkungan
komite, dan pengungkapan gas rumah kaca.Tinjauan Akuntansi Inggris, 47, 409- 424.
Lindrianasari, A., Y. (2014). Perbandingan Pengungkapan Emisi Gas Rumah Kaca Sebelumnya
dan setelah Pemberlakuan Undang-Undang Indonesia No.17 Tahun 2004. Akuntansi Sosial &
Lingkungan, 8(4), 224-234.
Luo, L., Lan, Y., C., & Tang, Q. (2012). Insentif Perusahaan untuk Mengungkap Karbon
Informasi: Bukti dari laporan CDP Global 500.Jurnal Manajemen &
Akuntansi Keuangan Internasional, 23(2), 94-120
Luo, L., & Tang, Q. (2014a). Pajak karbon, profil karbon perusahaan, dan keuntungan finansial.
Tinjauan Akuntansi Pasifik, 26(3), 351-373.
Luo, L., & Tang, Q. (2014b). Apakah pengungkapan karbon sukarela mencerminkan karbon yang mendasarinya
pertunjukan?Jurnal Akuntansi & Ekonomi Kontemporer, 10, 191-205. Luo, L., Tang,
Q., & Lan, YC (2013). Perbandingan kecenderungan pengungkapan karbon
antara negara berkembang dan negara maju Perspektif kendala sumber daya.
Jurnal Riset Akuntansi, 26(1), 6-34.
Makower, J. (2009). Strategi untuk ekonomi hijau: peluang dan tantangan untuk
dunia baru bisnis greenbiz.com.
Matsumura, EM, Prakash, R., & Vera-Munoz, SC (2014). Efek Nilai Perusahaan dari Karbon
Pengungkapan Emisi dan Karbon.Tinjauan Akuntansi, 89(2), 695-724.
108 | International Journal of Business Review (The Jobs Review) Vol.1 | No.2 | 2018