Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS SKEMA CAP AND TRADE DI INDONESIA DALAM UPAYA


MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA

MAKALAH PENGANTAR KEBIJAKAN PAJAK

SAP 6

Disusun oleh:

Kelas A, Kelompok 4

Dzakwan Poetra Dewanto (2106652291)


Nursyiffa Azzahra Yuliandra (2106652455)
Renita Sari (2106639743)
Rico Albazan (2006534884)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI FISKAL
DEPOK
Rabu, 29 Maret 2023
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Kami yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Dzakwan Poetra Dewanto
NPM : 2106652291
Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal
Nama : Nursyiffa Azzahra Yuliandra
NPM : 2106652455
Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal
Nama : Renita Sari
NPM : 2106639743
Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal
Nama : Rico Albazan
NPM : 2006534884
Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal

Dengan ini menyatakan bahwa makalah kami yang berjudul “Analisis Skema Kebijakan
Pajak Karbon di Indonesia dalam Upaya Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca” adalah benar
karya kami sendiri atau bukan plagiat hasil karya orang lain. Adapun bagian tertentu dalam
penulisan makalah ini sebagaimana mengutip dari hasil karya orang lain telah kami berikan
sumber referensi sesuai dengan kaidah yang berlaku. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa
pernyataan ini tidak benar, maka kami bersedia menerima hukuman atau sanksi sesuai peraturan
yang berlaku. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan keadaan sebenarnya dan untuk
dipergunakan sebagaimana mestinya.

1
Depok, 29 Maret 2023
Yang Membuat Pernyataan

Dzakwan Poetra Dewanto Nursyiffa Azzahra Yuliandra


(NPM 2106652291) (NPM 2106652455)

Rico Albazan Renita Sari


(NPM 2006534884) (NPM 2106639743)

2
DAFTAR ISI

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Pokok Permasalahan
1.3 Tujuan Penulisan
BAB 2
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.2 Konseptual Teoretis
2.2.1 Konsep Kebijakan Pajak Lingkungan
2.2.2 Konsep Emission Trading System
BAB 3
PEMBAHASAN DAN ANALISA
3.1 Skema Cap and Trade dalam Mengurangi Emisi Karbon
3.2 Benchmarking Penerapan Cap and Trade di Korea Selatan
SIMPULAN
4.1 Simpulan
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emisi gas rumah kaca telah menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh seluruh
negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Berdasarkan laporan UNICEF yang berjudul The
Coldest Year Of The Rest Of Their Lives: Protecting Children From The Escalating Heat Waves,
pada tahun 2050 diperkirakan terdapat sebanyak 2,02 miliar nyawa yang akan merasakan
dampak dari fenomena gelombang panas berfrekuensi tinggi. 1 Tidak hanya itu, Ardhasena
Sopaheluwakan selaku kepala pusat layanan informasi iklim terapan BMKG menyatakan bahwa
peningkatan emisi gas rumah kaca menyebabkan kenaikan temperatur di Indonesia. 2 Hal ini
harus mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah karena akan berdampak langsung kepada
seluruh masyarakat di Indonesia dan generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, baik pemerintah
Indonesia maupun para stakeholders di dunia tidak bisa tinggal diam dan menemukan solusi
dalam mengatasi permasalahan ini.
Selain itu, berdasarkan World Research Institute (WRI), pada tahun 2018 Indonesia
menempati urutan ke-8 penyumbang emisi gas rumah kaca di dunia. Indonesia turut
menyumbangkan emisi gas rumah kaca sebesar 965,3 MtCO2e atau 2% dari total emisi dunia. 3
Adapun penyumbang terbesar dari emisi di Indonesia berasal dari sektor industri. Begitu
banyaknya emisi yang dihasilkan oleh Indonesia menandakan bahwa urgensi terkait pengaturan
emisi gas rumah kaca di Indonesia harus segera dilakukan.
Salah satu langkah pembuka yang diambil oleh Indonesia adalah dengan mengikuti
konvensi the United Nations Framework Convention on Climate Change pada bulan Desember
2015. Dengan mengikuti konvensi tersebut, Indonesia menandatangani kesepakatan global

1 “559 Juta Anak Saat Ini Terpapar Gelombang Panas Dengan Frekuensi Kejadian Tinggi, Dan Akan Naik
Menjadi 2,02 Miliar Anak Di Seluruh Dunia Pada 2050.” UNICEF, https://www.unicef.org/indonesia/id/press-
releases/559-juta-anak-saat-ini-terpapar-gelombang-panas-dengan-frekuensi-kejadian-tinggi-dan.
2 Violleta, Prisca Triferna. “BMKG: Konsentrasi Gas Rumah Kaca Cenderung Naik.” Antara News,
ANTARA, 2 Mar.2022,https://www.antaranews.com/berita/2735893/bmkg-konsentrasi-gas-rumah-kaca-cenderung-
naik#mobile-nav.
3 Jarot Bayu, Dimas. “10 Negara Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar: Databoks.” Pusat Data
Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/16/10-negara-penyumbang-
emisi-gas-rumah-kaca-terbesar.

4
tentang perubahan iklim, yaitu The Paris Agreement, yang mengharuskan negara-negara nya
memperkuat upaya-upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.4
Sebagai negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia memiliki peran
penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini dapat dilakukan dengan pengelolaan
hutan dan lahan serta pengurangan emisi dari sektor energi. Salah satu mitigasi yang
dilaksanakan oleh Indonesia dalam menghadapi Emisi gas rumah kaca adalah dengan skema Cap
and trade.
Cap and trade diartikan sebagai suatu pendekatan kebijakan untuk mengontrol jumlah
emisi dari sejumlah sumber.5 Cap adalah jumlah emisi maksimum per periode untuk semua
sumber yang telah disepakati. Cap dipilih supaya memperoleh pengaruh lingkungan yang
diinginkan. Trade adalah sumbangsih negara membayar atas emisi yang dihasilkan serta total
sumbangan emisi dari berbagai sumber itu tidak melebihi perjanjian yang sudah diratifikasi.
Indonesia berencana mengimplementasi perdagangan atas carbon atau Cap and Trade
melalui penerapan perdagangan karbon agar dapat menciptakan pasar karbon yang berkelanjutan.
Instrumen kebijakan Cap and Trade tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi perpajakan.
Regulasi tersebut membahas tentang implementasi pungutan atas karbon melalui penerapan
pajak yang dikombinasikan dengan penerapan perdagangan karbon agar dapat menciptakan pasar
karbon yang berkelanjutan.6

1.2 Pokok Permasalahan

1.2.1 Bagaimana skema cap and trade di indonesia dalam upaya mengurangi emisi karbon?
1.2.2 Bagaimana benchmarking penerapan cap and trade di negara lain?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk menganalisis skema cap and trade di Indonesia dalam upaya mengurangi emisi
gas rumah kaca
1.3.2 Untuk mengetahui benchmarking penerapan cap and trade di negara lain
4 “The Paris Agreement.” Unfccc.int, https://unfccc.int/process-and-meetings/the-paris-agreement.
5 Wellcode.io, J.C.D.F. (2022) Tanggung Jawab Pejabat Dan Tenaga ahli pajak Dalam Menjaga
Kerahasiaan Wajib pajak, Taxsam.co -. Energy Policy Elsevier. Available at: https://taxsam.co/news/mengenal-cap-
and-trade-karbon (Accessed: March 29, 2023).
6 Irama, A. B. (2020). PERDAGANGAN KARBON DI INDONESIA: KAJIAN KELEMBAGAAN DAN
KEUANGAN NEGARA. INFO ARTHA, Volume 4 No. 01 .
5
BAB 2

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan tinjauan pustaka, penulis menggunakan dua jurnal terkait kebijakan
pajak lingkungan. Jurnal pertama yaitu oleh Hernimawati, Abdul Mirad dan Sudaryanto yang
berjudul “Policy of Environmental Tax In Indonesia: A Review” Tahun 2020.7 Jurnal ini
membahas mengenai kebijakan pajak lingkungan paling terkini di Indonesia yang ditawarkan
oleh Pemerintah Indonesia setidaknya harus memuat beberapa elemen penting yang ada dalam
sebuah kebijakan seperti: sebagai tujuan, rencana, dan program. Tak hanya itu, di dalam konsep
pajak lingkungan juga harus memuat: asas perpajakan, terlebih asas kepastian yang harus
menyatakan dengan jelas subjek, objek, serta tarif pajak yang berlaku. Adapun hasil dari
penelitian ini adalah kebijakan pemerintah Indonesia tentang pajak lingkungan sudah dengan
jelas menyatakan tujuan, subjek, objek, dan tarif pajak. Kebijakan ini sudah termasuk dalam
pajak daerah dan retribusi daerah. Namun kebijakan tersebut memerlukan peninjauan kembali
agar tidak hanya terkesan pada kepentingan fiskal.
Berikutnya yaitu Jurnal oleh Dhian Adhetiya Safitra dan Afif Hanifah yang berjudul
“Environmental Tax: Principles and Implementation In Indonesia” tahun 2021.8 Jurnal ini
membahas mengenai peraturan pajak lingkungan yang ada di Indonesia, instrumen ekonomi yang
berkorelasi dengan lingkungan, jenis pajak yang berkaitan dengan lingkungan di Indonesia, serta
pajak lingkungan di Indonesia berdasarkan prinsip yang berlaku secara umum. Adapun hasil dari
penelitian ini adalah dalam pelaksanaannya, Indonesia telah memiliki seperangkat peraturan yang
mencakup pemberlakuan pajak lingkungan. Dari beberapa kriteria pajak lingkungan hidup, pajak
yang berkaitan dengan lingkungan hidup di Indonesia belum memenuhi tiga kriteria pajak
lingkungan yang diajukan oleh beberapa peneliti, yaitu [1] dibayarkan oleh pencemar untuk
memperbaiki kondisi lingkungan, [2] mempengaruhi perilaku, dan [3] berupa pajak atas bahan

7 Hernimawati, H., Mirad, A., & Sudaryanto, S. (2020). Policy of Environmental Tax In Indonesia: A
Review. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 469(1), 012110. https://doi.org/10.1088/1755-
1315/469/1/012110
8 Safitra, D. A., & Hanifah, A. (2021). Environmental Tax: Principles and Implementation in Indonesia.
Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (PKN), 2(2), 23–33. https://doi.org/10.31092/jpkn.v2i2.1122.
6
pencemar. Beberapa jenis pajak yang memenuhi ketiga kriteria tersebut saat ini tidak berlaku di
Indonesia, seperti pajak/cukai karbon dan plastik.

2.2 Konseptual Teoretis

2.2.1 Konsep Kebijakan Pajak Lingkungan

Kebijakan pajak adalah alat atau taktik yang digunakan oleh pemerintah di bidang
perpajakan untuk mencapai tujuan sosial dan ekonomi tertentu. Kemajuan ekonomi dan sosial
suatu negara didukung oleh kebijakan pajaknya. Jika kebijakan perpajakan dirumuskan secara
jelas, definitif, terarah, dan dijalankan dengan baik, maka akan tepat diterapkan. Maka dari itu,
aspek penting seperti tujuan, proposal, program, pilihan, dan hasil harus dimasukkan dalam
sebuah kebijakan. Selanjutnya, karena pajak melakukan fungsi budgeter dan regulerend, pajak
yang berasal dari kebijakan pemerintah benar-benar memenuhi aspek kebijakan.9
Pajak Lingkungan yang dikenal dengan berbagai istilah seperti Green tax atau Echo tax
dan Environmental tax merupakan pajak yang pemungutannya berdasarkan unit fisik (bentuk
yang sama lainnya) dari material yang terbukti spesifik memiliki dampak negatif bagi
lingkungan.10 Pengenaan pajak tersebut dilakukan melalui dan melibatkan penyusunan
karakteristik data terkait lingkungan seperti produk energi, kendaraan bermotor dan jasa
transportasi, pengukuran atau pengiraan emisi pada udara dan air, materi perusak ozon, termasuk
juga pengendalian air, tanah, hutan, keragaman hayati, hutan dan pasokan ikan.11

2.2.2 Konsep Emission Trading System

Pasar karbon atau yang dikenal dengan istilah Emission Trading System (ETS)
merupakan upaya pembentukan harga karbon dengan cara membentuk hak milik emisi berupa
hak/izin emisi (allowance) yang dapat diperdagangkan melalui mekanisme pasar. 12
Pada pasar
karbon yang diperdagangkan sesungguhnya adalah hak atas emisi gas rumah kaca dalam satuan
setara-ton-CO2 (ton CO2 equivalent). Hak di sini dapat berupa hak untuk melepaskan gas rumah

9 Marsuni, L. (2006). Hukum dan kebijakan perpajakan di Indonesia. UII Press


10 OECD statistical framework, 1997
11 OECD. “Environmental tax”.OECD Data, oecd.org
12 Field, Barry C. Environmental economics: an introduction. McGraw-Hill Book Company (UK) Ltd, 1994.

7
kaca ataupun hak atas penurunan emisi gas rumah kaca. 13 Pasar karbon mengacu pada pasar
dimana setiap unit kredit karbon, mewakili pengurangan emisi, dipertukarkan dalam kerangka
kerja yang ditentukan. Pasar karbon menempatkan persyaratan untuk mengurangi emisi (sisi
permintaan) dan memungkinkan untuk perdagangan emisi karbon (sisi penawaran).14

Pasar karbon merupakan bentuk kontribusi terhadap ekonomi yang mana merupakan
langkah dengan biaya paling murah dalam upaya mengurangi emisi. Bagi pihak-pihak yang
mengeluarkan emisi karbon (polluters) yang merasa terbebani dengan biaya untuk mengurangi
emisi mereka, diperbolehkan untuk “membeli” kuota emisi (allowances) dari pihak lain yang
dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah. Dalam suatu kondisi pasar yang bekerja dengan
sempurna, biaya yang digunakan untuk mengurangi unit emisi tambahan akan disamakan, dan
total biaya yang akan digunakan untuk mencapai target lingkungan yang ditentukan akan menjadi
lebih kecil.15

Terdapat dua bagian utama dari pasar karbon yaitu Cap and trade system dan baseline
and credit system. Pada sistem cap and trade, ditetapkan suatu batas maksimal emisi yang dapat
dikeluarkan dan emisi tersebut dapat dilelang atau dibagikan dengan bebas berdasarkan kriteria
yang spesifik. Berbeda dengan sistem baseline credit system yang tidak menetapkan batas
maksimal pasti dari emisi, namun bagi pihak yang mengeluarkan emisi (polluters) yang mampu
mengurangkan emisi lebih dari yang seharusnya dimiliki mendapatkan “kredit” yang dapat dijual
kepada pihak yang membutuhkannya untuk mematuhi ketentuan yang harus dipatuhi terkait
emisi trading system tersebut.16 Prinsip penetapan cap berlaku sebagai total jumlah dari berapa
gas rumah kaca yang dapat dikeluarkan oleh pihak yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca
(polluters), yang mana cap tersebut nantinya dapat diperjualbelikan sebagai kuota atau
allowances.17

13 DNPI. Mari Berdagang Karbon Pengantar, Pasar Karbon untuk Pengendalian Perubahan Iklim, 2013, p. 15
14 Katadata Insight Center. INDONESIA CARBON TRADING HANDBOOK, 2022, p. 15
15 OECD. “Emission trading systems”. Environmental policy tools and evaluation, Environment Directorate,
oecd.org
16 Fn Ibid.,
17 European Commission. “A 'cap and trade' system”. EU Emissions Trading System (EU ETS), EU Actions,
climate.ec.europa.eu
8
BAB 3

PEMBAHASAN DAN ANALISA

3.1 Skema Cap and Trade dalam Mengurangi Emisi Karbon

Isu terkait perubahan iklim telah menjadi perhatian utama di seluruh negara. Hal ini
ditandai dengan munculnya gejala pemanasan global (global warming), seperti es di kutub
mencair, suhu permukaan bumi semakin mengalami kenaikan, dan juga perubahan iklim yang
buruk merupakan pertanda yang menunjukkan bahwa kondisi lingkungan membutuhkan
perhatian khusus serta tindakan mitigasi. Salah satu penyebab terjadinya krisis iklim adalah emisi
gas rumah kaca (GRK) atau greenhouse emission. Untuk itu, diperlukan adanya intervensi dari
pemerintah untuk mengatasi eksternalitas negatif yang timbul dari GRK tersebut.18
Pada dasarnya, langkah mitigasi atas efek gas rumah kaca tersebut dapat dilakukan oleh
pemerintah melalui penerapan kebijakan yang tepat, khususnya dalam ranah perpajakan.
Landasan teori dalam perumusan kebijakan yang akan diterapkan secara konsep dan
international best practices menggunakan prinsip pemajakan atas eksternalitas negatif.
Eksternalitas negatif merupakan dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas penggunaan
segala kegiatan yang menimbulkan emisi gas rumah kaca. Namun, dampak tersebut ditanggung
oleh pihak lain atau pihak lain yang akan merasakan manfaat buruk dari aktivitas tersebut.
Misalnya Polusi atau gas buang dari kendaraan bermotor yang secara akumulasi dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan juga akan berakibat buruk pada kualitas udara setempat.
Kualitas udara yang buruk mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan pada masyarakat
setempat yang terdampak.19
Intervensi pemerintah dalam menghadapi persoalan timbulnya eksternalitas negatif, yaitu
dengan diberlakukannya skema pengenaan pajak atau bahkan kebijakan yang memiliki arah lain
seperti cap and trade. Hal tersebut mengingat dampak dari eksternalitas negatif yang sebenarnya
ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah, bukan dari sisi pelaku yang melaksanakan aktivitas
tersebut.

18 Kalyana Mitta Kristanti, P. B. (2022). Pajak Karbon dalam Langkah Pelestarian Lingkungan. Jurnal
Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol. 15, No. 2, 538-547
19 Aldrian, E., Karimin, M., & Budiman. (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta:
Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Kedeputian Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika.
9
Berdasarkan Center on Budget and Policy Priorities, carbon pricing atau disebut juga
dengan penetapan harga karbon merupakan salah satu alternatif kebijakan yang dilakukan untuk
menurunkan emisi gas rumah kaca. Di dalam penerapannya, carbon pricing menggunakan
Emission Trading System (ETS).20 Emissions Trading Systems (ETS) merupakan suatu sistem
perdagangan emisi yang berdasarkan pada prinsip “cap and trade” yang diterapkan di kawasan
Eropa serta berbagai negara lainnya (OECD, n.d.). Prinsip “Cap and Trade” itu sendiri adalah
suatu sistem yang memberikan batasan atas emisi jenis greenhouse gases (GHG) tertentu yang
dapat diproduksi oleh suatu entitas dalam suatu periode (OECD, n.d.). Emission Trading System
(ETS) bertujuan untuk menurunkan kuantitas emisi gas dengan menetapkan jumlah emisi yang
diperbolehkan serta memberikan kesempatan kepada pasar dalam menentukan harga. Setiap
entitas pada awalnya akan diberikan suatu porsi atau kuota emisi atas jenis GHG tertentu serta
batasan yang dapat mereka produksi setiap tahunnya. Apabila suatu entitas tersebut masih
memiliki sisa porsi emisi yang dapat diproduksi, maka entitas bisa memilih untuk menyimpan
porsi tersebut untuk digunakan pada periode selanjutnya, atau entitas tersebut dapat menjualnya
kepada entitas lain yang sudah mencapai batasan emisi yang dapat diproduksi.21

Gambar 1. Skema Pajak Karbon di UU HPP

20 Kalyana Mitta Kristanti, P. B. (2022). Pajak Karbon dalam Langkah Pelestarian Lingkungan. Jurnal
Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol. 15, No. 2, 538-547

21 Endyka, Y. C., Winey, Y., Mahfut, Muhdar, M., & Susmiati, H. R. (2020). Rethinking the Applicability of
Emission Trading System in ASEAN: Lesson. Borneo Law Review Vol.4 No.2.
10
Sumber: Paparan Menteri Keuangan (7 Oktober 2021)

Berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam UU HPP, desain dari penerapan pajak
karbon di Indonesia saat ini menggunakan metode cap and tax yang akan diintegrasikan dengan
kebijakan cap and trade atau yang lebih dikenal dengan skema perdagangan karbon yang mana
ini sudah berlangsung antar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara. Seperti yang
sudah dijelaskan diatas, bahwa skema cap and trade ini terfokus pada sistem ETS yang berarti
bahwa adanya pembatasan oleh pemerintah terhadap jumlah emisi yang diperdagangkan melalui
sebuah cap (Nadine & Yoga, 2021). Ketika ada entitas yang menghasilkan emisi melebihi
penentuan batas maksimal emisi (cap), maka entitas tersebut harus membeli Sertifikat Izin emisi
(SIE) atau membeli Sertifikat Penurunan Emisi (SPE/offset karbon) dari entitas yang
menghasilkan dibawah penentuan batas maksimal emisi. Berdasarkan pada gambar diatas, dapat
dilihat bahwa entitas A harus membeli SIE/SPE dari entitas B yang dimana disini posisinya
adalah entitas A telah menghasilkan emisi yang melebihi batas maksimal emisi yang telah
ditentukan dan entitas B menghasilkan emisi dibawah batas maksimal yang ditentukan, sehingga
entitas A harus membeli SIE/SPE dari entitas B. 22

Gambar 2. Contoh Transaksi Alokasi Emisi Pada ETS di Eropa


Sumber: European Commission, 2012

Berdasarkan contoh pada Gambar 2 menunjukkan bahwa perusahaan B tidak memiliki


alokasi yang cukup atas produksi emisinya, maka dalam hal ini terdapat dua cara yang dapat
dilakukan oleh perusahaan B dalam mengatasinya, yaitu dengan membeli alokasi kepada

22 Miao, W., Zhu, G., Shen, B., & Kong, D. (2022). Emissions reduction and pricing of supply. PLOS ONE
11
perusahaan A yang masih memiliki sisa alokasi atau dengan membeli alokasi tersebut melalui
lelang emisi. Sementara dari sisi perusahaan A, untuk sisa alokasinya selain dapat dijual namun
juga dapat disimpan untuk digunakan pada tahun selanjutnya. Apabila pada akhirnya perusahaan
B tidak mampu untuk menutupi kelebihan produksi emisinya tersebut, maka sanksi sebesar 100
EUR/tCO2 akan diberikan kepada perusahaan B pada akhir tahun. Sejauh ini sektor pembangkit
listrik dan panas, sektor industri intensif energi, dan sektor penerbangan di Eropa merupakan
sektor-sektor yang tercakup dalam EU ETS.23

3.2 Benchmarking Penerapan Cap and Trade di Korea Selatan

Gambar 3. Carbon Dioxide Emissions by Country (Share of World)


Sumber: Worldometer, 2016.

Kebijakan cap and trade sudah diterapkan di berbagai negara dan wilayah, salah satu
diantaranya yang berhasil menerapkan sistem cap and trade adalah Korea Selatan. Negara ini
dapat dijadikan sebagai benchmarking penerapan sistem cap and trade di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat sedikitnya perbedaan jumlah emisi yang dihasilkan oleh Korea Selatan dan
Indonesia. Selain itu, saat ini pasar karbon Korea Selatan berhasil menjadi pasar karbon terbesar
kedua di dunia, hanya diungguli oleh pasar karbon Uni Eropa, yang diciptakan oleh European
Union Emissions Trading System (EU ETS) serta menjadi pasar karbon terbesar di Asia. Tidak

23 Koehan, N. (2015). Cap and trade, rehabilitated: Using tradable permits to control U.S. Environmental
Economics and Policy, 5.
12
hanya itu, dalam upayanya menerapkan sistem cap and trade pada dua fase, Korea Selatan
mampu menerapkan sistem cap and trade dan operasi tersebut berlaku untuk lebih dari 525
perusahaan yang bertanggung jawab atas sekitar 68% dari output emisi gas rumah kaca nasional.
Sebagai salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia, Korea Selatan
meluncurkan pasar karbon domestik pada awal tahun 2015 yang dikenal sebagai Korean
Emission Trading Scheme. Produk ini merupakan hasil dari Undang-Undang tentang Alokasi dan
Perdagangan Tunjangan Emisi Gas Rumah Kaca (Act on Allocation and Trading of Greenhouse
Gas Emissions Allowances). Langkah pertama dalam mendesain sistem Emission Trading
System (ETS) adalah menentukan cakupannya dengan menguraikan sektor bisnis dan kategori
penghasil emisi yang akan disertakan. Jika dibandingkan dengan skema ETS lainnya secara
global, skema KETS merupakan salah satu cakupan paling luas, yang diantaranya mencakup
berbagai industri penghasil emisi CO2. Tidak hanya mencakup sektor listrik, tetapi juga sektor
transportasi, penerbangan, dan pengelolaan limbah. Dengan demikian, program tersebut telah
mencakup sekitar 66 persen dari total emisi karbon Korea Selatan.24
Skema Korean Emission Trading System (KETS) membatasi emisi gas rumah kaca
(GRK) dari entitas serta meliputi penerbitan sejumlah tunjangan emisi. Di mana setiap tunjangan
mewakili 1 ton karbon dioksida (tCO e) yang diizinkan untuk dikeluarkan. Entitas dalam hal ini
harus mengukur emisi tahunannya dan menyerahkan tunjangannya untuk menutupi tanggung
jawab emisi mereka. Entitas yang mengeluarkan emisi kurang dari jatahnya dapat menjual
kelebihan jatahnya, sedangkan yang tidak memiliki cukup tunjangan untuk menutupi emisi
tahunan mereka, maka perlu membelinya. 25
Dalam penerapannya, program cap and trade Korea Selatan dibagi ke dalam fase yang
berbeda, yaitu Fase I (2015-2017), Fase II (2018-2020), dan Fase III (2021-2025). Korean
Emission Trading System (KETS) diimplementasikan secara bertahap untuk memungkinkan
evaluasi secara progresif dan penyempurnaan kebijakan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri
bahwa dalam perjalanannya menerapkan program cap and trade, Korea Selatan dihadapi oleh
berbagai permasalahan. Salah satu diantaranya adalah kegagalan program cap and trade dalam
menyuarakan instruksi yang lebih baik kepada pelaku pasar pada Fase I. Hal ini disebabkan oleh
24 Park, S. J. (2021). How South Korea Can Improve Its Carbon Market: The Importance of Economic
Incentives and International Cooperation in the Fight Against Climate Change. Emory International Law Review,
35(3), 498-500.
25 Asian Development Bank. (2018, November). The Korea Emissions Trading Scheme: Challenges and
Emerging Opportunities. 12-13.
13
terlalu banyaknya entitas pemerintah yang mengatur program cap and trade. Kegagalan ini
menciptakan ketidakpastian di pasar dan menyebabkan pelaku pasar menjadi ragu untuk terlibat
secara aktif dalam transaksi karbon selama Fase I. Menyadari kekurangan pasar pada Fase I ini,
pemerintah Korea Selatan memutuskan untuk merestrukturisasi sistem pengawasannya dengan
menempatkan lebih banyak tanggung jawab pada Kementerian Lingkungan Hidup.
Disamping permasalahan yang harus diperbaiki selama tahap awal pelaksanaan program
cap and trade nya, hal ini tidak menghambat upaya Korea Selatan dalam tujuannya melakukan
penurunan emisi karbon. Sebagai negara kedua di Asia yang menerapkan sistem cap and trade,
Korea Selatan telah menerapkan sistem cap and trade dengan baik, berkontribusi dalam upaya
penurunan emisi karbon dunia.

BAB 4

14
SIMPULAN

4.1 Simpulan

Kebijakan cap and trade merupakan salah satu solusi yang dapat dikedepankan dalam
menjaga lingkungan dan menghasilkan pendapatan nasional. Pendapatan negara dikompensasi
untuk eksternalitas negatif yang dihasilkan oleh para pencemar (polluter). Dengan kebijakan cap
and trade yang terfokus pada ETS ini akan memberikan batasan atas emisi jenis greenhouse
gases (GHG) tertentu yang dapat diproduksi oleh suatu entitas dalam suatu periode.
Dengan diberlakukannya carbon pricing tersebut atas jumlah emisi karbon yang
dihasilkan oleh bahan bakar, terutama di sektor energi. Dengan kata lain, entitas harus
mengeluarkan biaya tambahan jika menghasilkan lebih banyak emisi karbon dalam proses
produksinya. Karena emisi karbon yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan ini berdampak
signifikan terhadap anggaran negara, penerapan ini diperkirakan akan mengurangi masalah emisi
karbon secara signifikan. Dengan cara ini, akan lebih mudah untuk mengurangi masalah terkait
emisi gas rumah kaca yang merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank. (2018, November). The Korea Emissions Trading Scheme:

Challenges and Emerging Opportunities. 12-13.

https://www.adb.org/sites/default/files/publication/469821/korea-emissions-trading-

scheme.pdf

Bima Niko Pamungkas, Haptari.V.D. "ANALISIS SKEMA PENGENAAN PAJAK KARBON


DI INDONESIA BERDASARKAN." Jurnal Pajak Indonesia Vol.6, No.2 (2022): 357-
367.

DDTC. (2020, 10 9). Apa Itu Pajak Karbon. Retrieved from news.ddtc.co.od:
https://news.ddtc.co.id/apa-itu-pajak-karbon- 24649

Department National Treasury Republic of South Africa, (2013, Mei) Carbon Tax Policy Paper
Policy, Paper for Public Comment From https://www.treasury.gov.za/public
comments/Carbon Tax Policy Paper 2013.pdf
Dinçer, Hasan. "The Effect of the Carbon Tax to Minimize Emission." Clean Energy Investment
for Zero Emission Project. Istanbul, Turkey: Alexey Mikhaylov, n.d. 8-9.

Dian Fitriana, Facing the Challenges of Carbon Tax Proposal in Indonesia, Master thesis,
Universitas Indonesia, Depok, June 2015 (Depok: 2015), pg. 1.

Hernimawati, H., Mirad, A., & Sudaryanto, S. (2020). Policy of Environmental Tax In Indonesia:
A Review. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 469(1), 012110.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/469/1/012110

Jarot Bayu, Dimas. “10 Negara Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar: Databoks.”
Pusat Data Ekonomi Dan Bisnis Indonesia,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/16/10-negara-penyumbang-emisi-
gas-rumah-kaca-terbesar.

16
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (n.d.). Laporan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2020.
https://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/dokumen/igrk/
LAP_igrk2020.pdf

Kristanti.K.M, Saptono.P.B. "Pajak Karbon dalam Langkah Pelestarian Lingkungan." Jurnal


Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol. 15, No. 2 (2022): 538-547.

Marsuni, L. (2006). Hukum dan kebijakan perpajakan di Indonesia. UII Press

Park, S. J. (2021). How South Korea Can Improve Its Carbon Market: The Importance of

Economic Incentives and International Cooperation in the Fight Against Climate Change.

Emory International Law Review, 35(3), 498-500.

https://scholarlycommons.law.emory.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1262&context=eilr

Rosdiana, H., & Irianto, E. S. (2011). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di
Indonesia.

Safitra, D. A., & Hanifah, A. (2021). Environmental Tax: Principles and Implementation in
Indonesia. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (PKN), 2(2), 23–33.
https://doi.org/10.31092/jpkn.v2i2.1122

Violleta, Prisca Triferna. “BMKG: Konsentrasi Gas Rumah Kaca Cenderung Naik.” Antara
News, ANTARA, 2 Mar. 2022, https://www.antaranews.com/berita/2735893/bmkg-
konsentrasi-gas-rumah-kaca-cenderung-naik#mobile-nav.

“559 Juta Anak Saat Ini Terpapar Gelombang Panas Dengan Frekuensi Kejadian Tinggi, Dan
Akan Naik Menjadi 2,02 Miliar Anak Di Seluruh Dunia Pada 2050.” UNICEF,
https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/559-juta-anak-saat-ini-terpapar-
gelombang-panas-dengan-frekuensi-kejadian-tinggi-dan.

17

Anda mungkin juga menyukai