Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PELAKSANAAN KULIAH KERJA NYATA–PENGABDIAN PADA

MASYARAKAT (KKN - PPM) INTEGRATIF HYBRID

TINJAUAN EKONOMI DARI INDUSTRI BIOMASSA PELET KAYU DI INDONESIA

Tim Pelaksana :
NO NAMA NPM STATUS
1 Rayhan Prabu Kusumo 170410190037 Ketua
2 Rommy Agus R 120410190037 Anggota
3 Deyanti Pauziah 120304190009 Anggota
4 Alvira Fajri Chairunnisa 120110190040 Anggota
5 Abhista Rachman 170610190058 Anggota

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
PROGRAM PENGABDIAN MAHASISWA KEPADA MASYARAKAT

Judul : TINJAUAN EKONOMI DARI INDUSTRI BIOMASSA PELET KAYU DI


INDONESIA

Waktu : 7 Januari 2022 - 7 Februari 2022

Lokasi : Daring

Penyusun : Nama Fakultas

1. Rayhan Prabu Kusumo Ilmu Sosial & Ilmu Politik

2. Rommy Agus R Ekonomi & Bisnis

3. Deyanti Pauziah Ekonomi & Bisnis

4. Alvira Fajri Chairunnisa Ekonomi & Bisnis

5. Abhista Rachman Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Jatinangor, 7 Februari 2022


Menyetujui
Pembimbing Ketua

Dr. Ir. Andi Agus Nur M.T. Rayhan Prabu Kusumo


NIP. 196010181993031001 170410190037
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknik Geologi

Prof. Ir. Mega F. Rosana, MSc., PhD


NIP. 106611051992032003

i
ABSTRAK

Krisis iklim memaksa pemerintah-pemerintah di seluruh dunia untuk segera memitigasi


dampak-dampak negatifnya dengan mencanangkan aksi penurunan gas rumah kaca (GRK) yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan ekonomi. Salah satu langkah yang diambil para pemangku
kebijakan adalah penggunaan energi biomassa pelet kayu dalam aktivitas sektor energi. Energi
biomassa adalah pada energi yang tersimpan dalam bahan organik seperti hutan dan produk
pertanian. Jenis energi biomassa yang akan dibahas dalam laporan ini adalah biomassa pelet
kayu. Dalam laporan kali ini, kami mencoba untuk menjawab beberapa permasalahan yang
terjadi terkait dengan pemanfaatan ekonomis biomassa pelet kayu di Indonesia. Masalah-
masalah ini mencakup hal-hal yang bersifat makro seperti situasi produksi-konsumsi, analisis
pasar global, hingga manajemen logistik, maupun yang bersifat mikro seperti analisis
keunggulan, analisis potensi produk, hingga tantangan dan hambatan industri pelet kayu dalam
konteks Indonesia.

Kata kunci : Energi Terbarukan, Biomassa, Pellet kayu

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, sebab hanya atas
kemurahan-Nya kami mampu menyelesaikan laporan dengan tema “MENUJU INDUSTRI
ENERGI BARU TERBARUKAN STUDI KASUS BIOMASSA PELET KAYU DI
INDONESIA DITINJAU DARI SEGI EKONOMI”.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami haturkan kepada beberapa pihak yang berjasa atas
terselesaikannya laporan ini. Terutama kepada dosen pembimbing serta seluruh teman kelompok
KKN pada tema ini. Kami sadar jika pembuatan laporan ini belum sempurna. Sehingga kami
sangat menerima segala bentuk kritikan membangun. Semoga dengan selesainya laporan ini
mampu memberikan manfaat untuk para pembaca.

Jatinangor, 7 Februari 2022

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

ABSTRAK ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I : PENDAHULUAN 1

BAB II : TINJAUAN KONSEPTUAL 4

BAB III : METODE PELAKSANAAN 144

BAB IV : PELAKSANAAN PENGABDIAN MASYARAKAT 18

BAB V : SIMPULAN DAN REKOMENDASI 20

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 26

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Analisis Situasi

1. Latar Belakang

Konsensus yang terbentuk dalam komunitas ilmuwan iklim menyatakan bahwa


krisis iklim merupakan bencana eksistensial yang terjadi dalam skala global akibat
kegiatan manusia (Powell, 2019). Krisis iklim mengakibatkan berbagai bencana alam
seperti kebakaran hutan, longsor dan banjir akibat cuaca ekstrim dan degradasi
lingkungan, hingga meningkatkan tingkat permukaan laut akibat mencairnya es di
kedua Kutub dunia. Efek dari krisis iklim dan kerusakan ekologis semakin sulit untuk
dibendung oleh umat manusia.
Bencana-bencana di atas terjadi di dalam dunia yang ‘hanya’ menghangat 1.1
derajat celsius di atas level pra-industri. Laporan yang berjudul “The IPCC Working
Group I Sixth Assessment Report” (2021) dari Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) memprediksi bahwa berdasarkan uji kadar karbon di atmosfer, dunia
akan mencapai kenaikan suhu hingga 1.5 celsius dalam dua dekade ke depan. Kenaikan
suhu setinggi itu dalam tempo yang relatif singkat akan melahirkan berbagai bencana
alam yang sifatnya akan semakin buruk secara gradual.
Singkatnya, krisis iklim memaksa pemerintah-pemerintah di seluruh dunia untuk
segera memitigasi dampak-dampak negatifnya dengan mencanangkan aksi penurunan
gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari berbagai kegiatan ekonomi. Satu-satunya
cara untuk menghambat laju kenaikan temperatur tersebut adalah dengan program
pemotongan emisi secara ambisius dan serempak oleh seluruh negara di dunia.
Lalu, bagaimana aktivitas manusia mendorong terjadinya krisis iklim? Krisis iklim
secara garis besar terjadi karena adanya pemanasan global, yaitu kondisi dimana adanya
kenaikan temperatur bumi hingga level tertentu. Kenaikan temperatur bumi disebabkan
oleh proses yang disebut sebagai efek rumah kaca: radiasi panas yang datang dari
matahari, “terperangkap” pada permukaan bumi oleh lapisan gas-gas karbon polutan
yang ada di atmosfer. Gas-gas karbon polutan tersebut datang dari aktivitas ekonomi
dan pembangunan yang dilakukan oleh umat manusia. Sumber gas karbon polutan

1
terbesar berasal dari sektor energi. Sektor ini berkontribusi terbesar dalam emisi global
(73 persen dari total emisi global). Ini berimplikasi bahwa dalam perjalanan melawan
krisis iklim, perombakan besar-besaran dalam sektor energi harus dilakukan.
Salah satu langkah yang diambil para pemangku kebijakan adalah penggunaan
energi biomassa pelet kayu dalam aktivitas sektor energi. Energi biomassa adalah pada
energi yang tersimpan dalam bahan organik seperti hutan dan produk pertanian (Roos,
2012). Satu keuntungan yang biomassa memiliki lebih dari sumber energi terbarukan
lainnya seperti angin dan tenaga surya adalah bahwa sumber energi ini dapat
menghasilkan listrik secara terus menerus, berbeda dengan energi lainnya seperti surya
dan angin yang bersifat intermittent. Jenis energi biomassa yang akan dibahas dalam
laporan ini adalah biomassa pelet kayu.
Pelet kayu adalah salah satu jenis sumber energi biomassa. Pembakaran pelet kayu
dinilai lebih ekonomis dan ramah lingkungan dibandingkan batu bara (Qian, 2013).
Biomassa kayu dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk pembangkit listrik
skala besar dengan mengubahnya menjadi pelet kayu terlebih dahulu. Negara-negara di
Eropa sebagai pengimpor produk pelet kayu utama di dunia (berdasarkan data ITA
2016) mengeluarkan kebijakan untuk menggunakan energi terbarukan yang mengarah
pada penggunaan pelet kayu (Goetzl, 2015).

2. Identifikasi Masalah

Dalam laporan kali ini, kami mencoba untuk menjawab beberapa permasalahan
yang terjadi terkait dengan pemanfaatan ekonomis biomassa pelet kayu di Indonesia.
Masalah-masalah ini mencakup hal-hal yang bersifat makro seperti situasi produksi-
konsumsi, analisis pasar global, hingga manajemen logistik, maupun yang bersifat
mikro seperti analisis keunggulan, analisis potensi produk, hingga tantangan dan
hambatan industri pelet kayu dalam konteks Indonesia.

3. Rumusan Masalah

a) Bagaimana situasi produksi dan konsumsi produk biomassa pelet kayu di Indonesia?
b) Bagaimana analisis keunggulan produk biomassa pelet kayu di Indonesia?
c) Bagaimana analisis pasar global produk biomassa pelet kayu di Indonesia?

2
d) Bagaimana analisis potensi produk biomassa pelet kayu di Indonesia?
e) Bagaimana kondisi manajemen logistik untuk produk biomassa pelet kayu di Indonesia?
f) Apa saja tantangan dan hambatan untuk pengembangan industri biomassa pelet kayu di
Indonesia?

B. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian
Menjawab berbagai pertanyaan terkait pengembangan industri biomassa pelet kayu
di Indonesia seperti yang sudah disusun dalam rumusan masalah. Dalam upaya
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, diharapkan laporan ini memperluas
cakrawala pengetahuan mengenai industri biomassa pelet kayu di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperluas pengetahuan para
mahasiswa yang meneliti akan objek dan metodologi penelitian. Selanjutnya, penelitian
ini dapat bermanfaat bagi masyarakat yang aktif dalam industri dan kegiatan ekonomi
yang berkaitan dengan biomassa pelet kayu.

3
BAB II
TINJAUAN KONSEPTUAL

A. Situasi Produksi-Konsumsi

Situasi Produksi
Produksi dan perdagangan pelet kayu sebagai sumber energi terbarukan telah
meningkat secara signifikan sejak tahun 2008 dan untuk kawasan Uni Eropa. Peningkatan
tersebut terjadi sejak dikeluarkannya EU Emissions Trading System pada tahun 2005 yang
bertujuan untuk mendorong pengurangan emisi karbon dioksida dari proses pembakaran
mesin dan industri. Setiap negara anggota Uni Eropa memerlukan program dan rencana
untuk mencapai tujuan energi terbarukan nasional. Tujuan energi terbarukan dari setiap
negara anggota berbeda tergantung pada kapasitas dan prospek yang ada untuk berbagai
bentuk energi terbarukan, tetapi tujuan dari rencana penggunaan biomassa dan biofuel
adalah untuk memberikan setengah dari target UE sebesar 20% dalam target penggunaan
energi terbarukan.
Produksi dan konsumsi pelet kayu di negara pengguna tidak seimbang. Berdasarkan
data Trademap (2015), konsumsi pelet kayu global (US$1.000) adalah 2.712.315, dan
selisih antara neraca perdagangan ekspor dan impor (US$1.000) adalah 235.723. Neraca
perdagangan yang negatif menunjukkan di seluruh dunia bahwa negara-negara pengguna
pelet kayu masih membutuhkan produk-produk tersebut dari negara lain karena masih
belum mampu memenuhi kebutuhannya. Indroyono Soesilo, Presiden Asosiasi Pengusaha
Hutan Indonesia (APHI), mendorong para pemangku kepentingan di industri kehutanan
untuk terlibat dalam Proyek Hutan Tanaman Energi (HTI) untuk produksi pelet kayu.
Pasar pelet kayu sangat menjanjikan dengan meningkatnya permintaan global untuk energi
terbarukan. Ekspansi bisnis pelet kayu juga terlihat dari meningkatnya permintaan di
beberapa negara, seperti Jepang dan Republik Korea. Korea merupakan negara yang
berpeluang sebagai negara tujuan ekspor pelet kayu yang harus dimanfaatkan oleh para
pelaku industri kehutanan. Beberapa perusahaan anggota APHI sudah bergerak di industri
biomassa ini, seperti Perhutani di lahan seluas 20.000 hektar dari total target 122.000
hektar yang direncanakan dengan perkiraan produksi 52.000 ton. Bahkan ada yang

4
mengekspor pelet kayu ke Korea, yakni Mitra Cipta Permata (MCP) Juli lalu sebesar 34
ton. Industri pelet kayu MCP di Provinsi Gorontalo didukung oleh bahan baku HTI dengan
jenis tanaman Jabon, Sengon dan Kaliandra serta limbah industri kayu lapis. Saat ini luas
konsesi yang ditanam sudah mencapai 15.000 hektar.

Situasi Konsumsi

Banyak produsen listrik di Eropa telah melakukan konversi, atau sedang dalam proses
konversi, dari pembangkit listrik tenaga batu bara menjadi biomassa dalam bentuk pelet
kayu untuk memenuhi target peraturan Uni Eropa menggunakan 20% energi terbarukan
pada tahun 2020 dan 43% dikurangi pada tahun 2020. pada tahun 2030. Di Latvia,
pembangkit listrik dan panas gabungan (CHP) saat ini hanya menggunakan 1% pelet kayu.
Bahan bakar utama yang digunakan oleh generator adalah gas alam dan serpihan kayu.
Pelet Kayu dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar yang menggunakan elemen
kayu. Konversi ini didukung dengan pemberian insentif dan bantuan kepada sektor-sektor
yang dianggap banyak menghasilkan gas buang, seperti industri penerbangan, sektor
pembangkit listrik, industri, dan sektor penghasil panas. Dilaporkan bahwa pasar pemanas
perumahan Denmark memberlakukan pajak yang sangat tinggi pada bahan bakar minyak
dan gas, yang mendorong penggunaan pelet kayu sebagai bahan bakar pengganti. Di
Austria, harga gas alam 40% lebih tinggi dari harga Pelet Kayu. Di Inggris, mereka
berkomitmen untuk memproduksi 30% listrik mereka menggunakan energi terbarukan.
Menurut perkiraan pemerintah Inggris, antara 9,0 dan 16,0 juta ton biomassa padat
dibutuhkan setiap tahun untuk mencapai tujuan ini.
Penggunaan pelet kayu sebagai bahan bakar tidak menghasilkan asap atau CO2
sehingga dinilai sangat ramah lingkungan, harganya terjangkau. Jika dibandingkan dengan
gas LPG yang memiliki harga mahal dan menghasilkan CO2 yang tidak ramah lingkungan,
pelet kayu jauh lebih unggul. Pelet kayu memiliki sifat yang sama dengan kayu bakar yaitu
pada saat tidak digunakan dapat dipadamkan terlebih dahulu dan dapat dihidupkan kembali
pada saat dibutuhkan. Walaupun memiliki karakter seperti kayu bakar, namun kandungan
kalori dari pelet kayu sama dengan batubara, hal ini dikarenakan pelet kayu tersebut telah
melalui tahap pengeringan yang berguna untuk menghilangkan kadar air pada kayu
tersebut. Pelet kayu disusun dalam satu paket dengan kompor atau kompor untuk keperluan

5
rumah tangga. Pelet kayu dapat disebut sebagai carbon neutral karena dianggap tidak
menambah emisi CO2 ke atmosfer. Ini karena pelet kayu berasal dari pohon yang
menyerap CO2 lebih banyak daripada yang terbuang. Emisi CO2 dari pelet kayu sekitar
sepuluh kali lebih rendah dari batu bara dan bahan bakar minyak, dan delapan kali lebih
rendah dari gas. Dengan keunggulan tersebut, pelet kayu jauh lebih bermanfaat
dibandingkan bahan bakar lainnya, seperti kayu bakar, gas dan batubara itu sendiri.
Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi pelet kayu baik untuk keperluan
ekspor maupun domestik. Indonesia merupakan negara tropis yang terletak di garis
khatulistiwa, dimana sinar matahari menjadi syarat utama tumbuhnya pohon yang bersinar
sepanjang tahun. Tanaman yang telah dikembangkan di Hutan Tanaman Industri (HTI)
seperti jenis Acacia (Acacia mangium) dan Eucalyptus (Eucalyptus spp.) bisa mencapai
diameter 30 cm hanya dalam waktu lima tahun. Sedangkan jenis yang sama jika ditanam di
iklim subtropis membutuhkan waktu 40-60 tahun. Keunggulan ini harus dimanfaatkan oleh
Indonesia dalam pengembangan energi terbarukan seperti pelet kayu. Pelet kayu sebagai
bioenergi memiliki fungsi menggantikan sebagian atau seluruhnya batubara pada
pembangkit listrik tenaga batubara, ruang pemanas, kompor biomassa, dan pengering pada
jasa laundry. Pelet kayu juga dapat mengurangi impor emisi gas ke Indonesia. Selain
menggerakkan roda perekonomian masyarakat, pengurangan impor ke Indonesia juga
meningkatkan PDB tahunan Indonesia. Oleh karena itu, pelet kayu merupakan salah satu
potensi bioenergi yang perlu dikembangkan.

B. Analisis Keunggulan
Analisis keunggulan yang digunakan didasari teori Porter’s Diamond (Porter 1990) yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor penentu peluang ekspor
pelet kayu Indonesia dan dukungan pemerintah untuk peningkatan ekspor didasarkan pada
4 hal, yaitu:

Kondisi permintaan :
● Meningkatnya permintaan pelet kayu di negara Eropa dan sebagian wilayah di Asia
● Adanya kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca dan penggunaan energi terbarukan
berdasarkan Protokol Paris.

6
Faktor kondisi :
● Melimpahnya bahan baku kayu non ekonomis di Indonesia
● Lahan tanam yang luas di Indonesia
Industri terkait dan pendukungnya :
● Kemudahan dalam pengurusan SVLK
● Pengelolaan hutan sosial oleh masyarakat
Strategi perusahaan, kestrukturan, dan persaingan :
● Persaingan pasar dengan negara dari ASEAN
● Pemberdayaan usaha kecil dan menengah untuk ekspor pelet kayu

C. Analisis Pasar Global


Potensi perdagangan pelet kayu dunia sangat besar. Lima importir terbesar di dunia
adalah Inggris, Denmark, Italia, Korea Selatan, dan Belgia. Sisanya berasal dari Uni Eropa
dan Amerika Serikat. Berdasarkan data perdagangan tahun 2015, Amerika Serikat
merupakan pengekspor produk ini terbesar di dunia, diikuti oleh Latvia, Kanada, Jerman,
dan Estonia. Sebelumnya, pada tahun 2008, berdasarkan data EIA (2014), 80% produksi
pelet kayu AS digunakan di pasar domestik. Namun, seiring dengan meningkatnya
permintaan pasar Eropa, produksi pelet kayu meningkat untuk memenuhi permintaan
tersebut. Di Amerika Serikat, berdasarkan data EIA (2016), pada semester pertama 2016,
sekitar 82,5% penjualan pelet kayu masuk ke pasar ekspor, special pellet lebih dari 85%
dijual ke Drax Power Britania Raya. Tumbuhan sebagai bahan baku pembangkit listrik,
sisa 18% pelet digunakan terutama di dalam negeri. Pasar impor pelet kayu AS
berdasarkan data Trademap (2015) adalah Inggris, Belgia, Belanda, Kanada dan Korea
Selatan. Ke depan, AS akan enggan untuk mengadopsi semua arahan UE terkait sertifikasi
keberlanjutan, dan pasar Inggris diperkirakan akan stagnan, menargetkan pasar Asia
seperti Jepang dan Korea Selatan pada tahun 2017. Bertujuan untuk berkembang. untuk
pelet kayu sampai dengan tahun 2020. Negara-negara di Asia yang menjadi eksportir
terbesar ke dunia adalah Vietnam, Malaysia, China dan Thailand. Khusus untuk Vietnam,
berdasarkan data Trademap (2016), terjadi peningkatan 143% per tahun antara tahun 2011
– 2015 dan memiliki pangsa pasar 4,8% di dunia. Pasar impor pelet kayu terbesar di
kawasan Asia menurut ITA (2016) adalah Jepang dan Korea Selatan, dengan eksportir
utama Kanada dan China untuk Jepang. Untuk pasar Korea Selatan, pemasok utamanya

7
adalah Vietnam. Untuk produsen di kawasan ASEAN, baik Indonesia maupun Vietnam
memiliki pembeli utama yang sama, berdasarkan data Trademap (2016). Ini adalah Korea
Selatan dan total nilai impor (ribuan) dari semua pemasok di seluruh dunia adalah US $
176.963.

D. Analisis Potensi di Indonesia


Energi terbarukan pada bidang biomassa yaitu pallet kayu di Indonesia memiliki
potensi yang sangat bagus dan sangat terbuka lebar. Hal ini sejalan dengan, usaha palet
kayu Indonesia yang menjadi salah satu usaha palet kayu terbesar di Asia. Seiring dengan
munculnya beberapa pembangkit baru di Indonesia menjadikan kebutuhan akan palet kayu
akan terus melambung tinggi. Tingginya potensi energi palet kayu di Indonesia juga
dipengaruhi oleh pengalihan energi yang berasal dari batu bara. Peralihan penggunaan
energi yang semula berasal dari sumber energi tidak terbarukan menjadi sumber energi
terbarukan semakin menjadikan pasar pelet kayu semakin meningkat di pasar global.
Keunggulan yang dimiliki oleh pelet kayu jika dibandingkan dengan bahan bakar kayu
lainnya yaitu pelet kayu memiliki kalori yang lebih besar. Selain itu bahan baku untuk
pembuatan pelet kayu dapat berasal dari limbah sisa penebangan, berbagai bagian pohon,
serta berasal dari limbah industri seperti potongan kayu yang tersisa, chip, serbuk gergaji
dan juga kulit kayu.
Potensi yang dimiliki Indonesia dalam pasar global pelet kayu hanya berbeda tipis
dengan Vietnam sebagai produsen terbesar di Asia. Indonesia memiliki beberapa potensi
yang lebih unggul jika dibandingkan dengan Vietnam seperti luasnya lahan hutan tanam
yang dimiliki, memiliki hutan yang memiliki iklim berkarakteristik tropis, tingginya curah
hujan yang turun, serta kesuburan tanah yang tinggi. Dengan demikian Indonesia memiliki
potensi yang baik untuk bersaing di pasar global pallet kayu. Namun terdapat beberapa
kendala yang menjadikan Indonesia mengalami kekalahan dari Vietnam yaitu pada
persaingan harga. Dalam pasar global pelet kayu, Vietnam menawarkan pelet kayu dengan
harga yang lebih rendah daripada Indonesia sehingga banyak negara lebih melirik
Vietnam.
Selain harga juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pelet kayu
antara lain logistik, ketersediaan kayu dan juga pengalaman. Indonesia apabila ditinjau dari

8
segi pengalaman telah memulai ekspor pelet kayu ke Korea sejak tahun 1988. Namun
ekspor tersebut mengalami kemerosotan drastis dikarenakan kualitas dari pelet kayu yang
dihasilkan oleh Indonesia belum memenuhi kriteria pelet kayu yang ditentukan oleh Korea
yang cukup ketat tersebut. Selain itu, menurut ITPC yang menjadi alasan kemerosotan
tersebut yaitu dikarenakan jarak antara Indonesia dan Korsel yang cukup jauh sehingga
biaya logistik yang diperlukan akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara
pesaing Indonesia.
Seharusnya dengan beberapa keunggulan seperti yang dijelaskan di atas Indonesia
dapat meningkatkan daya saing dalam ekspor pallet kayu di pasar global, terutama dalam
faktor harga dan juga ketersediaan pelet kayu. Sejalan dengan ketersediaan bahan baku
yang meningkat seharusnya problematika dalam urusan harga hanyalah dari faktor logistik
dan Indonesia bisa menjamin para negara tujuan ekspor tersebut untuk mengambil pelet
kayu dari Indonesia karena terdapat jaminan ketersediaan sumber bahan baku yang
berkelanjutan. Pemerintah Indonesia telah menjamin keberlangsungan bahan baku pelet
kayu dengan memberikan dukungan dalam pengelolaan hutan dengan cara memberikan
kemudahan dalam legalitas bahan baku kayu dengan menerbitkan Peraturan Menteri LHK
No P.83/MENLHK/SETJEN/ KUM.10/2016 tentang Perhutanan Sosial.
Indonesia memiliki hutan seluas 94,1 juta hektar yang berpotensi memanifestasikan
sumber energi terbarukan biomassa pelet kayu. Namun tidak semua jenis kayu hutan dapat
diolah menjadi biomassa pelet kayu karena hanya jenis kayu yang dapat diolah secara
berkelanjutan saja yang dapat dijadikan sebagai pelet kayu menjadi sumber energi
terbarukan. Salah satu tanaman yang kayunya dapat dijadikan sebagai biomassa pelet kayu
yaitu pohon kaliandra, bambu, pohon sengon, dan juga tanaman bakau. Tanaman-tanaman
tersebut selain dapat dijadikan sebagai biomassa pelet kayu juga dapat berfungsi untuk
meminimalisir intensitas rusaknya lingkungan.
Dalam pasar global pelet kayu, Indonesia menempati posisi urutan ke 25 dengan
persentase nilai ekspor mencapai 73% dalam lima tahun terakhir. Selain itu, dalam
kepentingan dalam negeri potensi ini telah menjadi topik pembahasan agar dapat mencapai
target dalam pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia. Saat ini terdapat 137 hutan desa
dan juga bantuan kerjasama antara proyek ICCTF dan Ditjen BPDASPS (mo Direktorat
Bina Perhutanan Sosial dan Koperasi). Kerjasama tersebut telah berhasil membangun 214

9
hektar hutan rakyat dengan tanaman Kalindra sebagai bentuk dukungan dalam proyek
pembangunan pabrik pelet kayu di Indonesia. Berdasarkan data dari ITC Trademap,
perusahaan pallet kayu di Indonesia telah tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Dengan
jumlah terbanyak berada di Jakarta yaitu sebesar 45 perusahaan, Surabaya 8 perusahaan
dan Semarang 7 no perusahaan. Jumlah perusahaan pallet kayu di Indonesia secara
keseluruhan sebanyak 122 perusahaan yang terpusat di jawa.

E. Manajemen Logistik
Permintaan pelet kayu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Permintaan untuk pelet
kayu dipastikan akan meningkat di masa depan. Seiring dengan tingginya permintaan
dunia akan pelet kayu sebagai sumber energi terbarukan, saat ini lebih dari 100.000 ton
pelet kayu diproduksi setiap tahunnya. Pelet kayu ini akan diekspor ke Korea dan Jepang
untuk dipergunakan sebagai sumber pembangkit listrik termal ramah lingkungan.
Diperkirakan pada masa yang akan mendatang, Indonesia akan melebarkan ekspor pelet
kayu ke Asia dan Eropa dengan memperluas persediaan untuk penggunaan rumah tangga
dan industri. Secara umum pasar utama dalam usaha pelet kayu yaitu industry pelet kayu
yang digunakan sebagai barang substitusi dan akan dikombinasikan dengan batubara
sebagai pembangkit listrik termal. Dan yang kedua yaitu pelet kayu premium akan
dimanfaatkan untuk kompor dan boiler sebagai energi panas.
Untuk menjamin ketersediaan pelet kayu untuk dilakukan pendistribusian baik kedalam
negeri atau ke luar negeri, Indonesia sudah seharusnya dapat mengoptimalkan proses
produksi pelet kayu. Secara umum, proses pembuatan pelet kayu dapat dilakukan melalui
beberapa tahapan yaitu
a. Mendapatkan bahan baku yang dapat berasal dari hutan Indonesia
b. Setelah memperoleh bahan baku tersebut maka bahan baku akan dilakukan proses
pemotongan dan penggilingan. tahapan ini tergantung pada jenis input biomassa. Semua
kayu bulat perlu dilakukan proses pengelupasan. Setelah semua kayu terkelupas, biomassa
mentah dikirim ke hammer mill, yang mengubah biomassa mentah menjadi bahan serbuk
gergaji. Sementara serbuk gergaji, serutan dan serpihan kayu tidak perlu dilakukan proses
pengelupasan dan dapat langsung ke tahap selanjutnya.

10
c. Tahap ketiga yaitu pengeringan. Sebelum biomassa pelet kayu dikirim ke sistem press
pelet maka biomassa pelet kayu yang dihancurkan sudah harus mengandung air antara 12-
18% (persentase tersebut akan menyesuaikan pada sifat bahan baku). Dengan demikian,
apabila terdapat biomassa hancur yang hanya mengandung kadar air lebih tinggi dari ini
pertama-tama harus dikeringkan. Terdapat beberapa jenis sistem pengering termasuk
pengeringan uap, pengeringan udara panas, atau rotary (drum).
d. Tahapan selanjutnya yaitu proses pengepresan pelet kayu. Apabila biomassa pelet kayu
sudah memenuhi standar kandungan air yang diinginkan, selanjutnya biomassa pelet kayu
akan dikirim ke pabrik wood pelet. Di sini, biomassa akan mulai masuk pada tekanan
tinggi, untuk menghasilkan pelet yang memiliki diameter 4-20 mm, dan panjang sampai 10
cm.
e. Tahapan pendinginan pelet kayu. Setelah proses pengepresan, pelet kayu akan memiliki
suhu yang cukup panas, dengan itu harus dilakukan proses pendinginan untuk memastikan
pelet kayu memiliki kualitas yang tinggi karena mengeras dengan benar. Selama proses ini,
kadar air juga berkurang, sehingga kadar pelet kayu hanya akan sebesar 7-9%.
f. Tahap selanjutnya yaitu pengemasan dan penyimpanan pelet kayu. Tahap terakhir ini
sangatlah bergantung pada jenis pelet yang diproduksi, dan pada target pasar yang dituju.
Pelet kayu premium biasanya akan didistribusikan dalam kantong yang berukuran 15-20
kg, atau bahkan lebih besar lagi. Sedangkan pelet kayu Industri biasanya tidak dikantongi,
tetapi disimpan dalam silo.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Goh (2013) menyatakan bahwa
pengiriman pelet kayu melalui pengiriman jalur laut memiliki biaya yang tidak tetap
(volatile). Biaya pengiriman pelet kayu melalui jalur laut terdiri dari 2 faktor yaitu sewa
perhari dan pengeluaran bahan bakar selama kegiatan pengiriman. Kedua faktor tersebut
bersifat sangat fluktuatif. Biaya pengiriman biomassa pada umumnya hanya berasal dari
pengeluaran pengiriman itu saja. Faktor biaya pengiriman ini juga lah yang menjadikan
negara-negara di Uni Eropa lebih memilih mengimpor pelet kayu yang berasal dari
wilayah Amerika Utara ataupun wilayah Eropa dibandingkan mengimpor dari Indonesia.

F. Tantangan dan Hambatan Industri

11
Tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam industri pallet kayu salah satunya
berhubungan dengan pengelolaan hutan di Indonesia yang pada masa ini memiliki kaitan
dengan masalah sosial. Namun, masalah-masalah lingkungan tersebut telah ditangani
bersamaan dengan upaya mitigasi terhadap dampak negatif yang mungkin akan muncul.
Berdasarkan pengalaman yang telah dilalui, penanaman komersial dengan tanaman
kaliandra dan gliricidia hanya tersedia di Jawa. Dengan demikian perlu untuk mendukung
upaya Internasional untuk melakukan uji coba tanaman yang dirancang dengan cermat dan
direplikasikan di tempat lain di wilayah Perhutani dan juga di luar Jawa yang terletak di
hutan tropis. Hal ini akan memungkinkan terjadinya proses membandingkan antar spesies,
faktor-faktor seperti sumber genetik, tipe tanah, ketinggian, garis lintang, suhu, tingkat
kelembaban, tingkat topografi, hama dan penyakit, daya saing, dan tingkat invasifnya.
Permasalahan-permasalahan sosial yang timbul dalam sistem pengelolaan hutan pada
lahan Perhutani terutama terkait dengan adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan
antara tanaman hutan dan pertanian, penggunaan lahan secara ilegal, dan gangguan hutan
seperti penebangan pohon secara liar, pencurian dan juga membakar hutan. Perhutani telah
lama melakukan kerja sama dengan penduduk desa yang terlibat dalam kelompok tani
hutan untuk dapat mengambil bagian dalam proses pengelolaan hutan yang dilakukan
melalui program Joint Forest Management (PHBM). Petani hutan diberi lahan budidaya
untuk tanaman pangan di antara tanaman hutan (terutama jati), dan sekaligus menjadi
pekerja tanam. Kelompok tani juga terlibat dalam pemeliharaan pohon, pemanenan kayu,
upaya pengamanan hutan, dan menerima manfaat yang terkait dengan penjualan kayu.
Berikut terdapat beberapa tantangan dan hambatan yang terjadi dalam pengelolaan
perkebunan energi biomassa pelet kayu :

a. Terjadinya konflik tenurial. Konflik tenurial adalah berbagai bentuk perselisihan atau
pertentangan klaim penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan
dan lahan serta sumberdaya alam lainnya. Permasalahan-permasalahan yang berkembang
di Konflik Tenurial Hutan dan lahan diantaranya yaitu menimbulkan ketimpangan
penguasaan, pemberian ijin yang tidak terkoordinasi, hak masyarakat setempat yang
terabaikan dan juga kurang efektifnya kelembagaan dan mekanisme dalam menangani
konflik serta masih banyak permasalah-permasalahan yang berkembang.

12
b. Terjadinya persaingan dalam penggunaan lahan untuk lahan pertanian dalam waktu lama
dan permanen
c. Adanya kegiatan untuk meminimalisir lahan pertanian yang dialokasikan untuk tanaman
kayu energi
d. Terjadinya degradasi lahan yang diakibatkan oleh budidaya terus menerus yang
menyebabkan perkembangan tanaman menjadi lambat dan meningkatkan hilangnya pohon
akibat kegiatan illegal.
e. Adanya gangguan Standing Stock seperti pemangkasan atau pemotongan cabang untuk
mendapatkan kayu bakar dan ruang untuk sinar matahari untuk tanaman pangan,
membakar kawasan hutan demi mendapatkan rumput untuk peternakan dan lahan pertanian
dan juga Pencurian pohon pada blok produktif untuk kebutuhan sendiri dan kebutuhan
komersial
f. Penggunaan jenis exotic untuk tanaman energi biomassa seperti karakter Invasive dari
sebuah tanaman dapat mengancam keberadaan tanaman alami atau jenis lokal.
g. Adanya polusi udara dan kerusakan jalan seperti terjadinya polusi udara dan kerusakan
jalan menuju lokasi hutan atau pabrik dan juga polusi udara dan kerusakan jalan menuju
lokasi hutan atau pabrik

Selain itu dalam hal legalitas kayu, di Indonesia masih memiliki beberapa tantangan
dan hambatan yang cukup besar dalam mendorong penerapan SVLK bagi usaha kecil dan
menengah (UKM). Berdasarkan data dari CIFOR, tantangan terbesar adalah besarnya
jumlah perusahaan skala kecil yang mencapai lebih dari 700 ribu perusahaan sejenis yang
terdapat di Indonesia dan mampu mempekerjakan hingga 1,5 juta orang. Tantangan dan
hambatan mendasar lainnya dengan adopsi SVLK bagi Usaha Kecil Menengah adalah
semakin membludaknya perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan dasar legalitas
bisnis.

13
BAB III
METODE PELAKSANAAN

Metode dan Tahapan Pelaksanaan

A. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan KKNM dengan topik Menuju Industri Energi Terbarukan
dilakukan secara daring dengan memanfaatkan media internet dan teknologi yang tersedia
pada tempat tinggal masing-masing anggota kelompok. Adapun platform lain yang
digunakan, seperti Google Meet dan LINE untuk media diskusi dan bertatap muka secara
daring.
Capaian yang dihasilkan dari kegiatan KKNM adalah berupa studi literatur, dimana
dalam pengerjaannya masing-masing anggota kelompok melakukan penelitian dengan
menggunakan studi pustaka (library research) dalam melakukan teknik pengumpulan data.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengulas jurnal yang berhubungan dengan
tinjauan ekonomi dari industri biomassa pelet kayu di Indonesia untuk mendapat tinjauan
konseptual atas rumusan masalah yang akan dibahas.

B. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Bentuk Waktu dan


Pelaku Sasaran Hasil
Kegiatan Tempat

Pertemuan 6 Januari 2022 Dosen Anggota - Perkenalan antar


Pertama (Rumah, Pembimbing KKN-PM anggota KKN-PM
dengan Google Meet) Lapangan Integratif Integratif Hybrid
Dosen Hybrid - Penjelasan mengenai
Pembimbing kegiatan KKN-PM
Lapangan dan Integratif Hybrid oleh
Perkenalan Dosen Pembimbing
Lapangan

Pertemuan 12 Januari Dosen Anggota - Pemaparan materi oleh


Kedua 2022 (Rumah, Pembimbing KKN-PM dosen pembimbing

14
dengan Google Meet) Lapangan Integratif lapangan terkait
Dosen Hybrid penelitian hutan kayu di
Pembimbing Kalimantan dalam
Lapangan dan pembuatan pelet kayu
Diskusi sebagai energi
Kegiatan terbarukan
KKN-PM
Integratif
Hybrid

Diskusi 19 Januari Ketua Anggota - Berdiskusi mengenai


Kegiatan 2022 (Rumah, Kelompok KKN-PM pembahasan biomassa
KKN-PM Google Meet) Integratif pelet kayu di Indonesia
Integratif Hybrid sub dari sisi ekonomi
Hybrid kelompok - Berdiskusi mengenai
Integratif ekonomi pembagian kerja dalam
Hybrid laporan kelompok KKN-
PM Integratif Hybrid
- Berdiskusi terkait
sumber jurnal yang
digunakan dalam
menyusun laporan
kelompok KKN-PM
Integratif Hybrid

Diskusi 27 Januari Ketua Anggota - Membahas mengenai


Kegiatan 2022 (Rumah, Kelompok KKN-PM progress laporan
KKN-PM Google Meet) Integratif subkelompok ekonomi
Integratif Hybrid sub
Hybrid kelompok
ekonomi

15
Diskusi 27 Januari Dosen Anggota - Membahas mengenai
Kegiatan 2022 (Rumah, Pembimbing KKN-PM artikel yang akan
KKN-PM Google Meet) Lapangan Integratif diunggah sebagai bentuk
Integratif Hybrid pertanggung-jawaban
Hybrid kepada masyarakat

Diskusi 7 Februari Dosen Koordinator - Membahas mengenai


Kegiatan 2022 (Rumah, Pembimbing KKN-PM penyelesaian
KKN-PM Daring) Lapangan Integratif pelaksanaan (finishing)
Integratif Hybrid artikel ilmiah untuk
Hybrid selanjutnya di-input ke
jurnal ilmiah bereputasi
oleh DPL sebagai
bentuk
pertanggungjawaban
kepada masyarakat.

C. Subyek, Lokasi, dan Waktu

a. Subyek

Subyek pada kegiatan KKNM kelompok kami adalah biomassa pelet kayu yang digunakan
sebagai bahan bakar di beberapa negara, khususnya di Indonesia dan ditinjau dari sisi
ekonominya.

b. Lokasi
Kegiatan KKNM dilaksanakan secara daring, yaitu berupa studi literatur dengan
memanfaatkan media internet dan teknologi yang tersedia pada tempat tinggal masing-
masing anggota kelompok.

c. Waktu
Waktu pelaksanaan kegiatan KKNM dimulai pada 7 Januari 2022 hingga 7 Februari 2022.

16
BAB IV
PELAKSANAAN PENGABDIAN MASYARAKAT

A. Persiapan
Persiapan pelaksanaan pengabdian masyarakat dilakukan mulai dari tanggal 7 Januari
2021, ditandai dengan pemaparan materi mengenai energi terbarukan biomassa pelet kayu.
Dilanjutkan pada tanggal 12 Januari 2021 dengan pemaparan lanjutan mengenai energi
terbarukan biomassa pelet kayu di Kalimantan. Dari tanggal 12 Januari 2021 hingga 18
Januari 2021, dilakukan pembahasan mengenai materi sub kelompok ekonomi yang
berkaitan dengan energi terbarukan biomassa pelet kayu. Setelah itu, mulai dari tanggal 19
Januari 2021, dilakukan kegiatan studi literatur ekstensif yang ditujukan sebagai upaya
menghasilkan laporan sub kelompok ekonomi mengenai energi terbarukan biomassa pelet
kayu di Indonesia.

B. Pelaksanaan
Pelaksanaan pengabdian masyarakat dilakukan mulai dari tanggal 19 Januari 2021,
ditandai dengan kegiatan studi literatur ekstensif yang ditujukan sebagai upaya

17
menghasilkan laporan sub kelompok ekonomi mengenai energi terbarukan biomassa pelet
kayu di Kalimantan. Setelah itu, pada tanggal 27 Januari 2021, dilakukan kegiatan diskusi
dan penulisan yang ditujukan untuk menghasilkan laporan sub kelompok ekonomi yang
berkaitan dengan energi terbarukan biomassa pelet kayu di Indonesia.
1. Nama kegiatan: Penelitian Studi Literatur Mengenai Aspek Ekonomi dalam Industri
Energi Terbarukan Biomassa Pelet Kayu di Indonesia
2. Jenis kegiatan: Penelitian Ilmiah
3. Tujuan dan Manfaat: Menjawab berbagai pertanyaan terkait pengembangan industri
biomassa pelet kayu di Indonesia. Penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk
memperluas pengetahuan para mahasiswa yang meneliti akan objek dan metodologi
penelitian. Selanjutnya, penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat yang aktif
dalam industri dan kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan biomassa pelet kayu.
4. Sasaran kegiatan: Memperluas cakrawala pengetahuan mengenai aspek ekonomi dari
industri biomassa pelet kayu di Indonesia.
5. Waktu Pelaksanaan: 7 Januari 2021 - 7 Februari 2021
6. Pihak-pihak yang terlibat:
- Dosen Pembimbing Lapangan sebagai pengarah laporan
- Mahasiswa sebagai pelaksana dan peneliti laporan
7. Proses pelaksanaan:
- 19 Januari 2022: Berdiskusi mengenai pembahasan biomassa pelet kayu di Indonesia
dari sisi ekonomi secara umum, pembagian kerja untuk laporan sub kelompok, dan
sumber-sumber untuk studi literatur.
- 20 Januari 2022 - 26 Januari 2021: Melanjutkan proses penelitian dan studi literatur
untuk laporan sub kelompok.
- 27 Januari 2022: Membahas mengenai progress laporan subkelompok ekonomi dan
membahas mengenai artikel yang akan di upload sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada masyarakat.
- 28 Januari 2022 - 6 Februari 2022: Melanjutkan proses penelitian dan studi literatur
untuk diolah menjadi artikel ilmiah sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
masyarakat.
- 7 Februari 2022: Penyelesaian pelaksanaan (finishing) artikel ilmiah untuk selanjutnya

18
di-input ke jurnal ilmiah bereputasi oleh DPL sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada masyarakat.
8. Hasil capaian kegiatan: Artikel ilmiah yang selanjutnya akan di-input ke jurnal ilmiah
bereputasi.
9. Rancangan tindak lanjut hasil kegiatan: Menjadikan artikel ilmiah yang merupakan hasil
dari penelitian laporan ini sebagai salah satu rekomendasi dalam pengembangan industri
biomassa pelet kayu yang selanjutnya akan dilakukan oleh DPL pada waktu yang belum
ditentukan.

C. Tindak Lanjut Kegiatan


Tindak lanjut dari kegiatan ini akan dilakukan setelah artikel ilmiah yang merupakan
hasil laporan dari kegiatan KKN ini berhasil diterbitkan. Selanjutnya, DPL berencana
untuk menggunakan laporan dan artikel ilmiah yang sudah dibuat sebagai salah satu
pijakan dalam pengembangan industri energi terbarukan biomassa pelet kayu di Indonesia,
tepatnya di Kalimantan.

19
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Pelet kayu adalah salah satu jenis sumber energi biomassa. Pembakaran pelet kayu dinilai
lebih ekonomis dan ramah lingkungan dibandingkan batu bara (Qian, 2013). Biomassa
kayu dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk pembangkit listrik skala besar
dengan mengubahnya menjadi pelet kayu terlebih dahulu.
a. Bagaimana situasi produksi dan konsumsi produk biomassa pelet kayu di Indonesia?
Situasi Produksi
Pasar pelet kayu sangat menjanjikan dengan meningkatnya permintaan global untuk
energi terbarukan. Ekspansi bisnis pelet kayu juga terlihat dari meningkatnya permintaan
di beberapa negara, seperti Jepang dan Republik Korea. Beberapa perusahaan anggota
APHI sudah bergerak di industri biomassa ini, seperti Perhutani di lahan seluas 20.000
hektar dari total target 122.000 hektar yang direncanakan dengan perkiraan produksi
52.000 ton. Bahkan ada yang mengekspor pelet kayu ke Korea, yakni Mitra Cipta Permata
(MCP) Juli lalu sebesar 34 ton. Industri wood pellet MCP di Provinsi Gorontalo didukung
oleh bahan baku HTI dengan jenis tanaman Jabon, Sengon dan Kaliandra serta limbah
industri kayu lapis. Saat ini luas konsesi yang ditanam sudah mencapai 15.000 hektar
Situasi Konsumsi
Penggunaan pelet kayu sebagai bahan bakar tidak menghasilkan asap atau CO2 sehingga
dinilai sangat ramah lingkungan, harganya terjangkau. Jika dibandingkan dengan gas LPG
yang memiliki harga mahal dan menghasilkan CO2 yang tidak ramah lingkungan, wood
pellet jauh lebih unggul. Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi pelet kayu baik
untuk keperluan ekspor maupun domestik. Indonesia merupakan negara tropis yang
terletak di garis khatulistiwa, dimana sinar matahari menjadi syarat utama tumbuhnya
pohon yang bersinar sepanjang tahun.

20
Keunggulan ini harus dimanfaatkan oleh Indonesia dalam pengembangan energi
terbarukan seperti pelet kayu. Pelet kayu sebagai bioenergi memiliki fungsi menggantikan
sebagian atau seluruhnya batubara pada pembangkit listrik tenaga batubara, ruang
pemanas, kompor biomassa, dan pengering pada jasa laundry. Pelet kayu juga dapat
mengurangi impor emisi gas ke Indonesia. Selain menggerakkan roda perekonomian
masyarakat, pengurangan impor ke Indonesia juga meningkatkan PDB tahunan Indonesia.
Oleh karena itu, pelet kayu merupakan salah satu potensi bioenergi yang perlu
dikembangkan.

b. Bagaimana analisis keunggulan produk biomassa pelet kayu di Indonesia?


Analisis keunggulan yang digunakan didasari teori Porter’s Diamond (Porter 1990),
adapun keunggulan dari produk biomassa pellet kayu di Indonesia adalah:
● Kondisi permintaan
1. Meningkatnya permintaan pelet kayu di negara Eropa dan sebagian wilayah di Asia.
2. Adanya kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca dan penggunaan energi
terbarukan berdasarkan Protokol Paris.
● Faktor kondisi
1. Melimpahnya bahan baku kayu non ekonomis di Indonesia.
2. Lahan tanam yang luas di Indonesia
● Industri terkait dan pendukungnya
1. Kemudahan dalam pengurusan SVLK.
2. Pengelolaan hutan sosial oleh masyarakat
● Strategi perusahaan, kestrukturan, dan persaingan
1. Persaingan pasar dengan negara dari ASEAN.
2. Pemberdayaan usaha kecil dan menengah untuk ekspor pelet kayu

c. Bagaimana analisis pasar global produk biomassa pelet kayu di Indonesia?

21
Potensi perdagangan pelet kayu dunia sangat besar. Lima importir terbesar di dunia
adalah Inggris, Denmark, Italia, Korea Selatan, dan Belgia. Sisanya berasal dari Uni Eropa
dan Amerika Serikat. Berdasarkan data perdagangan tahun 2015, Amerika Serikat
merupakan pengekspor produk ini terbesar di dunia, diikuti oleh Latvia, Kanada, Jerman,
dan Estonia.
Negara-negara di Asia yang menjadi eksportir terbesar ke dunia adalah Vietnam,
Malaysia, China dan Thailand. Khusus untuk Vietnam, berdasarkan data Trademap (2016),
terjadi peningkatan 143% per tahun antara tahun 2011 – 2015 dan memiliki pangsa pasar
4,8% di dunia. Pasar impor pelet kayu terbesar di kawasan Asia menurut ITA (2016)
adalah Jepang dan Korea Selatan, dengan eksportir utama Kanada dan China untuk Jepang.

d. Bagaimana analisis potensi produk biomassa pelet kayu di Indonesia?


Energi terbarukan pada bidang biomassa yaitu pallet kayu di Indonesia memiliki potensi
yang sangat bagus dan sangat terbuka lebar. Hal ini sejalan dengan, usaha palet kayu
Indonesia yang menjadi salah satu usaha palet kayu terbesar di Asia. Seiring dengan
munculnya beberapa pembangkit baru di Indonesia menjadikan kebutuhan akan palet kayu
akan terus melambung tinggi. Tingginya potensi energi palet kayu di Indonesia juga
dipengaruhi oleh pengalihan energi yang berasal dari batu bara.
Potensi yang di miliki Indonesia dalam pasar global pellet kayu hanya berbeda tipis
dengan Vietnam sebagai produsen terbesar di Asia. Indonesia memiliki beberapa potensi
yang lebih unggul jika dibandingkan dengan Vietnam seperti luasnya lahan hutan tanam
yang dimiliki, memiliki hutan yang memiliki iklim berkarakteristik tropis, tingginya curah
hujan yang turun, serta kesuburan tanah yang tinggi. Dengan demikian Indonesia memiliki
potensi yang baik untuk bersaing di pasar global pallet kayu. Namun terdapat beberapa
kendala yang menjadikan Indonesia mengalami kekalahan dari Vietnam yaitu pada
persaingan harga. Dalam pasar global pellet kayu, Vietnam menawarkan pellet kayu
dengan harga yang lebih rendah daripada Indonesia sehingga banyak negara lebih melirik
Vietnam.

22
e. Bagaimana kondisi manajemen logistik untuk produk biomassa pelet kayu di Indonesia?
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Goh (2013) menyatakan bahwa
pengiriman pellet kayu melalui pengiriman jalur laut memiliki biaya yang tidak tetap
(volatile). Biaya pengiriman pellet kayu melalui jalur laut terdiri dari 2 faktor yaitu sewa
perhari dan pengeluaran bahan bakar selama kegiatan pengiriman. Kedua faktor tersebut
bersifat sangat fluktuatif. Biaya pengiriman biomassa pada umumnya hanya berasal dari
pengeluaran pengiriman itu saja. Faktor biaya pengiriman ini juga lah yang menjadikan
negara-negara di Uni Eropa lebih memilih mengimpor pellet kayu yang berasal dari
wilayah Amerika Utara ataupun wilayah Eropa dibandingkan mengimpor dari Indonesia.

f. Apa saja tantangan dan hambatan untuk pengembangan industri biomassa pelet kayu di
Indonesia?
1. Terjadinya konflik tenurial. Konflik tenurial adalah berbagai bentuk perselisihan atau
pertentangan klaim penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan
hutan dan lahan serta sumberdaya alam lainnya.
2. Terjadinya persaingan dalam penggunaan lahan untuk lahan pertanian dalam waktu
lama dan permanen.
3. Adanya kegiatan untuk meminimalisir lahan pertanian yang dialokasikan untuk tanaman
kayu energi.
4. Terjadinya degradasi lahan yang diakibatkan oleh budidaya terus menerus yang
menyebabkan perkembangan tanaman menjadi melambat dan meningkatkan hilangnya
pohon akibat kegiatan illegal.
5. Adanya gangguan Standing Stock seperti pemangkasan atau pemotongan cabang untuk
mendapatkan kayu bakar dan ruang untuk sinar matahari
6. Penggunaan jenis exotic untuk tanaman energi biomassa seperti karakter Invasive dari
sebuah tanaman dapat mengancam keberadaan tanaman alami atau jenis lokal.
7. Adanya polusi udara dan kerusakan jalan seperti terjadinya polusi udara dan kerusakan
jalan menuju lokasi hutan atau pabrik dan juga polusi udara dan kerusakan jalan menuju
lokasi hutan atau pabrik.

23
B. Rekomendasi
1. Pemerintah Indonesia sebaiknya dapat memanfaatkan keunggulan-keunggulan yang
dimiliki Indonesia untuk dapat meningkatkan daya saing dalam ekspor pallet kayu di
pasar global.
2. Penggunaan lahan yang digunakan untuk industri pallet kayu harus memperhatikan
aspek aspek yang wajib dipenuhi seperti kondisi lahan, status lahan, pembuangan
limbah, dan sebagainya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Department of Energy & Climate Change. (2014). Timber standard for heat & electricity:
Woodfuel used under the renewable heat incentive and renewables obligation.
EA Energy Analyses. (2018). Biomass for energy pre feasibility study.
Goetzl, A. (2015). Developments in the global trade of wood pellets. Office of Industries,
US International Trade Commission, Office of Industries Working Paper-US
International Trade Commission.
Powell, J. (2019). Scientists Reach 100% Consensus on Anthropogenic Global Warming.
Bulletin of Science, Technology & Society, Volume 37, Issue 4, pp. 183–184.
Krievina, A. (2016). Comparison of the consumption of wood pellets between Latvia and
Other EU Countries. Proceedings of the 2016 International Conference “Economic
Science for Rural Development” No 41, Jelgava, LLU ESAF, 21-22 April 2016.
Powell, J. (2019). Scientists Reach 100% Consensus on Anthropogenic Global Warming.
Bulletin of Science, Technology & Society, Volume 37, Issue 4, pp. 183–184.
Qian, Y. (2013). The wood pellet value chain: An economic analysis of the wood pellet
supply chain from the Southeast United States to European Consumers. U.S.
Endowment for Forestry and Communities.
Roos, A. (2012). The Asian wood pellet markets. United States Department of Agriculture,
Forest Service, Pacific Northwest Research Station, General Technical Report PNW-
GTR-86.
Sidabutar, V. (2018). Kajian Peningkatan Potensi Ekspor Pelet Kayu Indonesia sebagai
Sumber Energi Biomassa yang Terbarukan. Jurnal Ilmu Kehutanan, 12(1), 99 - 116.
Sylviani & Suryandari, E. Y. (2013). Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu sebagai
Bahan Bakar Terbarukan: Studi Kasus di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Penelitian
Sosial dan Ekonomi Perhutanan. 10(4), 235-246.

25
LAMPIRAN

- Foto Kegiatan

Diskusi bersama sub kelompok ekonomi

Pembekalan oleh dosen pembimbing lapangan

26
Pembekalan kedua oleh dosen pembimbing lapangan

Diskusi mengenai pembagian sub kelompok KKN

27
Diskusi mengenai pembagian tugas laporan sub kelompok KKN

28
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
Jl. Ir. Soekarno Km.21 Jatinangor-Sumedang 45363 Telp 022-7796954 Fax 022-7794122
Surel : ftg@unpad.ac.id Situs Web : https://ftgeologi.unpad.ac.id/

SURAT KETERANGAN
Nomor : …………………………..

Dekan Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran menerangkan bahwa :


NO NAMA NIP/NPM KETERANGAN
1 Dr. Ir. Andi Agus Nur, M.T. 196010181993031001 Dosen
Mahasiswa S1
2 Rayhan Prabu Kusumo 170410190037 Fakultas
Mahasiswa S1
3 Rommy Agus R 120410190037
Fakultas
Mahasiswa S1
4 Deyanti Pauziah 120304190009
Fakultas
120110190040 Mahasiswa S1
5 Alvira Fajri Chairunnisa Fakultas

170610190058 Mahasiswa S1
6 Abhista Rachman Fakultas

Telah melaksanakan kegiatan Pengabdian Mahasiswa kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran


Tahun 2022 yang berjudul “TINJAUAN EKONOMI DARI INDUSTRI BIOMASSA PELET
KAYU DI INDONESIA” pada tanggal 7 Januari 2022 s.d. 10 Februari 2022.
Demikian surat keterangan ini diberikan, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jatinangor, .. Februari 2022


Dekan,

Prof. Ir. Mega F. Rosana, MSc., PhD


NIP. 106611051992032003

29

Anda mungkin juga menyukai