Anda di halaman 1dari 12

ANALISA RISIKO KASUS PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEBAKARAN

HUTAN GAMBUT DI KABUPATEN BANJAR GAMBUT KM 12 KALIMANTAN


SELATAN

MATA KULIAH
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan

Dosen Pengajar :

Atang Saputra, SKM., M.MED.,SC(PH)

Disusun oleh :

Lapirda Chaerani Yunsih

(P21345118044)

PROGRAM STUDI
2 DIII-B KESEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2020
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
JL.HANG JEBAT III F3 NO.8 RT.4/RW.8 GUNUNG, KEBAYORAN BARU. KOTA
JAKARTA SELATAN, DAERAH KHUSUS IBU KOTA JAKARTA 12120
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................


1.2 Rumusan masalah..........................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Permasalahan.............................................................................


2.2 Analisa Masalah............................................................................................
2.3 Pengelolaan Risiko........................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nyalah,
sehingga penulis dapat menyelesaikan analisa yang berjudul “Analisa resiko kasus
pencemaran udara akibat kebakaran hutan gambut di kabupaten banjar gambut km 12
Kalimantan Selatan ” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis menyadari bahwa
yang diungkapkan dalam makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, sehingga akan menjadi suatu
kehormatan besar bagi penulis apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun
makalah ini sehingga selanjutnya akan lebih baik dan sempurna.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak dan sebagai media pembelajaran Penyehatan Makanan dan Minuman khususnya
dalam segi teoritis sehingga dapat membuka wawasan ilmu pengetahuan serta akan
menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang telah
diberikan oleh berbagai pihak sampai tersusunnya makalah ini.

                                                                                       Jakarta, September 2020

Lapirda Chaerani Yunsih


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udara merupakan faktor yang penting dalam hidup dan kehidupan. Namun pada era
modern ini, pencemaran udara merupakan salah satu kerusakan lingkungan yang
menyebabkan turunnya kualitas udara karena masuknya unsur-unsur berbahaya ke atmosfer
bumi. Unsur-unsur berbahaya yang masuk ke dalam atmosfer tersebut bisa berupa karbon
monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), Chloro Fluoro Carbon (CFC), sulfur dioksida
(SO2), hidrokarbon (HC), benda partikulat, timah (Pb), dan karbon dioksida (CO2). Unsur-
unsur tersebut bisa disebut juga sebagai polutan atau jenis-jenis bahan pencemar udara.
Masuknya polutan  ke dalam atmosfer yang menjadikan terjadinya pencemaran udara.  Pada
Musim kemarau pencemaran udara paling sering ditimbulkan oleh kebakaran hutan atau
lahan.
Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia secara umum disebabkan oleh dua
faktor. Pertama, karena faktor kelalaian manusia yang sedang melaksanakan aktivitasnya di
dalam hutan. Kedua, karena faktor kesengajaan, yaitu kesengajaan manusia yang membuka
lahan dan perkebunan dengan cara membakar. Kebakaran hutan terjadi karena faktor
kelalaian manusia dan faktor kesengajaan membakar hutan. Seperti yang terjadi di
Kalimantan Selatan terutama di daerah sekitar Banjarmasin, Gambut, Banjarbaru dan
Martapura dimana pembukaan lahan dengan cara membakar dilakukan pada saat pembukaan
lahan baru atau untuk peremajaan tanaman industri pada wilayah hutan. Pembukaan lahan
dengan cara membakar dilakukan karena biayanya murah, tapi jelas cara ini tidak
bertanggung jawab dan menimbulkan dampak yang sangat luas. Kerugian yang
ditimbulkannya juga sangat besar. Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan terjadinya
kerusakan lingkungan, kabut asap dapat menyebabkan ganguan terhadap kesehatan.

Hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya kualitas udara di Kalimantan Selatan


dimana kadar TSP (Total Suspended Solid) di Jl. Ahmad Yani Km 12 mengalami
peningkatan dari 6,4 µg/m3 pada pengukuran terakhir di tahun 2014 meningkat menjadi
356,67 pada pengukuran tahap I di tahun 2015. Adapun partikel tersebut dapat menyebabkan
gangguan pernapasan bagi manusia. Diperlukan suatu perilaku agar dapat menjamin
Kesehatan dan Keselamatan dalam lingkup transportasi jalan raya. Maka dari itu, kami
mengambil judul Pengaruh Kabut Asap terhadap Pencemaran Udara dan Kesehatan
Lingkungan Kerja di Km12 Gambut Kab. Banjar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa dampak yang ditimbulkan dari Pencemaran Udara akibat kebakaran hutan
bagaimana ?.
2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran udara akibat
kebakaran hutan ?.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari Pencemaran Udara akibat
kebakaran hutan.
2. Dapat mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran udara
akibat kebakaran hutan.

Sumber :
https://www.academia.edu/20662196/Makalah_Pencemaran_Udara_akibat_Kebakaran_lahan
_gambut_Kabut_asap_di_Kamubpaten_Banjar_Gambut_KM_12_Kalimantan_Selatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Permasalahan


Kebakaran lahan gambut lebih berbahaya dibandingkan kebakaran pada lahan kering
(tanah mineral). Selain kebakaran vegetasi di permukaan, lapisan gambut juga terbakar dan
bertahan lama, sehingga menghasilkan asap tebal akibat terjadi pembakaran tak-sempurna.
Limin et al. (2003) menyatakan bahwa kedalaman lapisan gambut terbakar rata-rata 22.03 cm
(variasi antara 0 – 42.3 cm) namun pada titik tertentu lapisan dapat terbakar mencapai 100
cm. Oleh karena itu pemadaman kebakaran pada lahan gambut sangat sulit dan memerlukan
banyak air. Pengalaman TSA sejak 1997, Limin et al. (2003) melaporkan bahwa untuk
memadam total seluas 1m2 lahan gambut diperlukan air sebanyak 200 – 400 liter sebagai
pengaruh dari kerapatan limbak gambut. Dilaporkan pula bahwa ada 9 ciri kebakaran pada
lahan gambut berlangsung cepat dan mudah dipadamkan, yaitu :
1. kebakaran vegetasi di atas lapisan gambut
2. lapisan gambut terbakar tergantung kedalaman air tanah
3. kebakaran pada lapisan gambut sulit dipadamkan dan bertahan lama
4. kebakaran menghasilkan asap tebal karena terjadi pembakaran tak sempurna,
5. api dapat merambat melalui lapisan bawah, walaupun vegetasi di atasnya belum terbakar
atau masih segar,
6. banyak pohon tumbang dan pohon mati tapi masih berdiri tegak
7. terdapat jenis vegetasi mudah terbakar
8. bekas kebakaran gambut ditutupi arang, dan
9. penyemprotan air pada gambut yang sedang terbakar tidak hingga padam total, akan
menyebabkan produk asap semakin tebal (Limin, 2006)

Proses kebakaran adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan api, bahan bakar,
faktor iklim termasuk ketinggian dan meteorologi. Pembakaran bahan organik adalah proses
oksidasi yang menghasilkan uap air dan karbondioksida (CO 2) sehingga terbentuk senyawa
yang tidak teroksidasi sempurna (misalnya karbon monoksida) atau terbentuk senyawa
tereduksi (misalnya metana dan amonia). Senyawa ini ditemukan dalam asap yang terdiri dari
partikel terhirup iritan dan gas serta dalam beberapa kasus mungkin karsinogenik. Asap
sendiri adalah kompleks campuran dengan komponen yang bergantung pada jenis bahan
bakar, kadar air, bahan bakar aditif seperti pestisida yang disemprot pada dedaunan atau
pohon.

Penyulut awal api (trigger) yang selama ini telah diketahui di hutan hutan rawa gambut
Indonesia umumnya adalah :

1. Pembakaran Vegetasi
Sudah menjadi tradisi kebanyakan masyarakat petani tradisional terutama di luar Jawa,
baik masyarakat tingkat petani penggarap maupun tingkat pelaku usaha, pada saat
persiapan lahan pertaniannya dilakukan dengan cara membakar vegetasi gulma semak
belukar. Akibat tidak dikendalikan, maka api menyebar sangat luas. Peristiwa tersebut
dapat ditemukan pada ladangladang masyarakat, dalam pembukaan areal HTI yang
melanggar peraturan, dan perkebunan yang melanggar ketentuan.

2. Aktivitas Pembakaran dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam


Kebakaran juga sering diakibatkan oleh api yang berasal dari aktivitas manusia selama
pemanfaatan sumberdaya alam, misalnya pembakaran semak belukar yang menghalangi
akses mereka dalam memanfaatkan sumberdaya alam serta pembuatan api untuk
memasak oleh para penebang liar dan pencari ikan didalam hutan. Aktivitas pembakaran
semak belukar untuk memasang perangkap ikan, dan pembakaran untuk berburu hewan
liar. Kelalaian mereka dalam memadamkan api sering berakibat pada terjadinya
kebakaran hutan.

3. Pembakaran Lahan Tidur dan Penguasaan Lahan


Pembukaan lahan tidur sering terjadi di kiri dan kanan jalan raya sepanjang perbatasan
Banjarbaru, Banjarmasin, Palangkaraya hingga Kota Sampit. Pemilik lahan tidur
membakar lahannya pada saat musim kering agar lahannya tidak menjadi hutan dan
untuk menunjukkan kepemilikan saat ada pembeli. Pohon-pohon galam (Malaleuca
leucadendron) atau gerunggang 5 (Cratoxylon arborescens) tingkat pancang ditebangnya
bersama semak belukar, kemudian dikeringkan dan selanjutnya dibakar. Jika api sisa
dibiarkan lebih dari satu hari ia akan terus menjalar menuju bawah permukaan tanah
gambut (ground fire). Padahal tanah tersebut tidak digunakan sama sekali setelah
dibakar. Kebiasaan tersebut berlangsung setiap tahun saat musim kemarau. Api sering
juga digunakan masyarakat lokal untuk memperoleh kembali hak-hak mereka atas lahan
yang telah digunakan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
4. pengguna api yang bersifat insidentil
Seperti perilaku merokok saat melakukan perjalanan dengan kendaraan bermotor dan
saat melakukan suatu kegiatan di dalam hutan yang kemudian membuang sembarang
puntung rokok yang masih menyala. Ketiga pengguna api pertama tersebut biasanya
berada di desa-desa sekitar hutan (Akbar, 2014).

a. Faktor pendukung kerawanan terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut


Kerawanan terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut tertinggi terjadi pada musim
kemarau dimana curah hujan sangat rendah dan intensitas panas matahari tinggi. Kondisi ini
pada umumnya terjadi antara bulan Juni hingga Oktober dan kadang pula terjadi pada bulan
Mei sampai November. Kerawanan kebakaran semakin tinggi jika ditemukan adanya gejala
El Nino, Pembuatan kanal-kanal dan parit di lahan gambut telah menyebabkan gambut
mengalami pengeringan yang berlebihan di musim kemarau dan mudah terbakar, Areal rawa
gambut merupakan lahan yang miskin hara dan tergenang air setiap tahunnya, sehingga
kurang layak untuk pertanian (Adinugroho,2008).

Sepanjang kemarau ini terjadi 241 kali kejadian kebakaran hutan dan lahan, dimana
luas lahan terbakar 490 hektar. Sementara luas hutan terbakar 2,5 hektar terjadi di wilayah
Kabupaten Banjar dan Barito Kuala. Wilayah terparah mengalami kebakaran yaitu
Kabupaten Tanah Laut seluas 100 hektar, Kota Banjarbaru 80 hektar sebagian besar adalah
lahan gambut. Kemudian Kabupaten Balangan seluas 56 hektar dan Banjar 31 hektar. Kepala
BPBD Kalsel, Wahyudin Ujud mengatakan pada 4 Agustus kemarin muncul 11 titik api dan
terbanyak di wilayah Kabupaten Tapin

Kondisi suhu udara yang terik ikut mempengaruhi mudah terbakarnya areal semak
belukar dan lahan gambut. Namun banyak pula kebakaran yang disebabkan kegiatan
pembersihan lahan pertanian oleh masyarakat.

b. Faktor Yang mempengaruhi kebakaran Lahan Gambut


Indonesia memiliki lahan gambut sekitar 20,6 juta hektar, yang menempati 50% luas
lahan gambut tropika dunia atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia (Wahyunto et al,
2005). Lahan gambut di Indonesia menyebar di beberapa pulau di Sumatra (41,1%), Papua
(23,1%), Kalimantan (22,8 %), Sulawesi (1,6%), dan Halmahera-Seram (0,5%). Hutan yang
tumbuh di atas lahan gambut sebagai hutan rawa gambut merupakan ekosistem yang
memiliki karakteristik khas yaitu memiliki lapisan tanah gambut dangkal (0,5 - 1m) hingga
dalam (>3m), dan keanekaragaman hayati yang berbeda dengan hutan hujan tropis di lahan
kering mineral. Tanah gambut dan vegetasi yang tumbuh di atasnya merupakan bahan bakar
potensial yang apabila mengalami kekeringan akan mudah terbakar. Tanah gambut bersifat
kering tak balik (ireversible drying) yang apabila kekeringan dalam waktu lama akan sulit
mengikat air kembali sehingga rawan terbakar. Hutan rawa gambut yang telah terdegradasi
juga sangat sulit untuk dipulihkan. Sebagian kalangan pengamat kebakaran hutan dan lahan
menganggap bahwa terjadinya kebakaran hutan yang berulang merupakan gejala pengelolaan
hutan tidak bijaksana. Pada dasarnya anggapan ini berhubungan dengan adanya faktor-faktor
pendukung terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Adanya bahan-bakar
berlimpah pada lantai hutan dan lahan dan gejala alam El-Nino telah menjadi pendukung
utama terjadinya kebakaran. Faktor faktor pendukung lainnya meliputi penguasaan lahan
yang terlalu luas oleh masyarakat, alokasi penggunaan lahan yang tidak tepat atau lemahnya
kebijakan tataguna hutan, degradasi hutan dan lahan yang terus berlangsung, pertimbangan
ekonomi lahan, dan dampak perubahan karakteristik kependudukan.

Sumber :
https://www.academia.edu/20662196/Makalah_Pencemaran_Udara_akibat_Kebakaran_lahan
_gambut_Kabut_asap_di_Kamubpaten_Banjar_Gambut_KM_12_Kalimantan_Selatan

2.2 Analisa Masalah


1. Sumber Pemajanan
Penyebab Kebakaran Hutan Dan Lahan Gambut Lebih dari 99% penyebab
kebakaran hutan dan lahan gambut adalah akibat ulah manusia, baik yang sengaja
melakukan pembakaran ataupun akibat kelalaian dalam menggunakan api. Hal ini
didukung oleh kondisi-kondisi tertentu yang membuat rawan terjadinya kebakaran,
seperti gejala El Nino, kondisi fisik gambut yang terdegradasi dan rendahnya kondisi
sosial ekonomi masyarakat.
2. Media Lingkungan
3. Titik Pemajanan
4. Cara Pemajanan

5. Penduduk Berisiko
1) Terdegradasinya kondisi lingkungan
Perubahan kualitas fisik gambut (penurunan porositas total, penurunan kadar air
tersedia, penurunan permeabilitas dan meningkatnya kerapatan lindak). Perubahan
kualitas kimia gambut (peningkatan pH, kandungan N-total, kandungan fosfor dan
kandungan basa total yaitu Kalsium, Magnesium, Kalium, dan Natrium, tetapi terjadi
penurunan kandungan C-organik).

2) Aspek sosial ekonomi


a. Hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang masih menggantungkan
hidupnya pada hutan (berladang, beternak, berburu/menangkap ikan)
b. Penurunan produksi kayu
c. Terganggunya kegiatan transportasi
d. Terjadinya protes dan tuntutan dari negara tetangga akibat dampak asap
kebakaran
e. Meningkatnya pengeluaran akibat biaya untuk pemadaman

3) Pengaruh Kebakaran Lahan Terhadap Kesehatan


Pengaruh asap terhadap kesehatan terjadi melalui berbagai mekanisme, antara lain
iritasi langsung, kekurangan oksigen yang menimbulkan sesak napas, serta absorpsi
toksin. Cedera termal (luka bakar) terjadi pada daerah terkena pada permukaan
eksternal tubuh, termasuk hidung dan mulut. Luka bakar di bawah trakea jarang
terjadi karena adanya efisiensi saluran napas bagian atas yang menyerap panas.
Kematian karena menghirup asap tanpa luka bakar jarang terjadi (sekitar < 10 %).
Sedangkan kematian karena menghirup asap dengan luka bakar lebih sering yaitu
sekitar (30-50%)
Penyebab kebakaran oleh manusia dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Pembakaran vegetasi Kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari pembakaran
vegetasi yang disengaja tetapi tidak dikendalikan pada saat kegiatan, misalnya dalam
pembukaan areal HTI dan perkebunan serta penyiapan lahan pertanian oleh masyarakat.
2. Aktivitas dalam pemanfaatan sumber daya alam Kebakaran yang disebabkan oleh api
yang berasal dari aktivitas manusia selama pemanfaatan sumber daya alam, misalnya
pembakaran semak belukar yang menghalangi akses mereka dalam pemanfaatan sumber
daya alam serta pembuatan api untuk memasak oleh para penebang liar dan pencari ikan
di dalam hutan. Keteledoran mereka dalam memadamkan api dapat menimbulkan
kebakaran.
3. Penguasaan lahan Api sering digunakan masyarakat lokal untuk memperoleh kembali
hak-hak mereka atas lahan (Tacconi, 2003).’

Sumber:
https://mediaindonesia.com/read/detail/251270-lahan-gambut-di-kalsel-mulai-terbakar

https://mediaindonesia.com/read/detail/251270-lahan-gambut-di-kalsel-mulai-terbakar
2.3 Pengelolaan Risiko

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA


Bagian
KesatuUmum
Pasal 16
Pengendalianpencemaranudarameliputipencegahandanpenanggulangan pencemaran. serta
pemulihan mutu udara denganmelakukann inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan
sumberpencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergeraktermasuk sumber
gangguan serta penanggulangan keadaan darurat.

Penanggulangan dan Pemulihan Pencemaran

UdaraPasal 25

1) Setiap orang atau penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang rnenyebabkan


terjadinya pencernaran udara dan/atau gangguan wajib rnelakukan upaya
penanggulangan dan pernulihannya.
2) Kepala instansi yang bertanggung jawab rnenetapkan pedornan teknis penanggulangan
diill pernulihan pencernaran udara sebagaimana dirnaksud pada ayat (1).

Sumber :

file:///C:/Users/HP/AppData/Local/Temp/Peraturan-Pemerintah-tahun-1999-041-99.pdf

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/1999/pp41-1999.pdf

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/20662196/Makalah_Pencemaran_Udara_akibat_Kebakaran_lahan
_gambut_Kabut_asap_di_Kamubpaten_Banjar_Gambut_KM_12_Kalimantan_Selatan

Anda mungkin juga menyukai