Anda di halaman 1dari 17

Makalah Kliping Biologi Dasar

(ABKC 4201)

DAMPAK KEBAKARAN HUTAN TERHADAP SIFAT FISIK


TANAH

Dosen Pembimbing
Dra. Noorhidayati, M. Si.
Riya Irianti, M. Pd.

Disusun Oleh :
Napisah (1910121120009)
Sri Maryati (1910121120007)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baik ciptaan. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. yang telah membimbing manusia kepada cahaya ilahi, dan
kepada keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti ajarannya.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi Dasar
mengenai Permasalahan Biologi Saat Ini Terkait Fisika dan Agama dengan
mengambil judul Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sifat Fisik Tanah.
Alhamdulillah berkat rahmat, hidayah, dan karunia Allah SWT. serta doa dan
dorongan dari semua pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dari itu kami
mengucapkan terima kasih.

Karya ini kami persembahkan khusus untuk dosen yang membimbing kami,
Ibu Dra. Noorhidayati, M. Si. dan Ibu Riya Irianti, M. Pd. serta umumnya untuk
teman-teman semua. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Azza Wajalla. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat
dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Semoga usaha yang sederhana ini dapat membawa manfaat bagi kita semua
dan menjadi amal jariyah kami di hari kemudian. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.

Martapura, 16 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Artikel Terkait Kebakaran Hutan di Indonesia 3

B. Kebakaran Hutan dan Penyebabnya 7

C. Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sifat Fisik Tanah 8

D. Solusi Permasalahan Kebakaran Hutan 10

BAB III PENUTUP 12

A. Kesimpulan 12

E. Saran 12

Daftar Pustaka13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan memiliki peranan dalam pembentukan dan pemantapan agregat


tanah. Vegetasinya berperan sebagai pemantap agregat tanah karena akar-
akarnya dapat mengikat partikel-partikel tanah dan juga mampu menahan
daya tumbuk butir-butir air hujan secara langsung ke permukaan tanah,
sehingga penghancuran tanah dapat dicegah. Selain itu seresah yang berasal
dari daun-daunnya dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah.
Indonesia termasuk salah satu negara yang berada di kawasan hutan tropis
yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Namun akibat
kebakaran hutan, illegal logging, maupun aktivitas manusia yang kurang
bertanggung jawab menyebabkan luas kawasan hutan dari tahun ke tahun
semakin berkurang. Banyak kasus kebakaran hutan melanda kawasan hutan
meliputi areal hutan produksi, hutan lindung maupun kawasan konservasi.
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab utama kerusakan
hutan di Indonesia, tercatat kebakaran hutan tahun 1997-1998 menyebabkan
hilangnya 4,8 juta hektar kawasan hutan dan hampir setiap tahun kejadian
kebakaran hutan seluas 0,1-0,25 juta ha terjadi di kawasan hutan Indonesia
(Depari et al., 2009). Secara umum kebakaran hutan terjadi akibat adanya
pembersihan lahan (land clearing) dan konversi hutan menjadi perkebunan
dengan cara membakar seresah, daun dan sisa tumbuhan. Kebakaran
merupakan masalah serius yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan hutan.
Kebakaran hutan dapat merugikan tanaman secara langsung dan juga sangat
berpengaruh terhadap kualitas tanah. Salah satu dampak akibat kebakaran
hutan yang akan dikaji mengenai kualitas tanah yaitu meliputi sifat fisik
tanah. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat fisik tanah menyebabkan
pemadatan tanah dan struktur tanah menjadi rusak. Panasnya api juga dapat
menghilangkan bahan organik tanah sehingga menghancurkan struktur tanah,
meningkatkan bobot isi tanah, mengurangi porositas tanah, sehingga akan

1
menurunkan kecepatan infiltrasi dan meningkatkan kecepatan air limpasan
(run off) dan erosi. Kebakaran pada tanah gambut memberikan dampak pada
sifat fisik tanah berupa: penurunan porositas, pemadatan, penurunan kadar
air, penetrasi tanah meningkat dan penurunan permukaan gambut. Untuk
mengetahui perubahan terhadap sifat-sifat fisik tanah akibat kebakaran hutan
maka diperlukan suatu kajian tentang sifat fisik tanah pada areal yang telah
mengalami kebakaran. Menurut Yamani (2007) sifat fisik tanah sangat perlu
diketahui karena mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman,
menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi air, drainase aerasi dan
nutrisi tanaman serta mempengaruhi sifat kimia dan biologi tanah. Selain itu
sifat fisik tanah diambil sebagai pertimbangan pertama dalam menetapkan
suatu lahan pertanian, dimana keadaan sifat fisik tanah yang baik dapat
memperbaiki lingkungan untuk perakaran tanaman dan secara tidak langsung
memudahkan penyerapan hara, sehingga relatif menguntungkan pertumbuhan
tanaman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya kebakaran hutan ?
2. Bagaimana dampak kebakaran hutan terhadap sifat fisik tanah ?
3. Bagaimana solusi permasalahan kebakaran hutan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui penyebab terjadinya kebakaran hutan
2. Mengetahui dampak kebakaran hutan terhadap sifat fisik tanah
3. Mengetahui solusi permasalahan kebakaran hutan
\

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Artikel Terkait Kebakaran Hutan

Penyebab dan Akibat Kebakaran Hutan di Kalimantan


Hingga Sumatera

Sejumlah pengendara melintasi jalan yang diselimuti kabut asap di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin
(16/9/2019). ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/pras.

Oleh: Addi M Idhom - 17 September 2019

tirto.id - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) meluas di Kalimantan dan Sumatera.
Kejadian saat musim kemarau 2019 tersebut kembali memicu bencana asap di
banyak daerah. Laporan bencana asap pun bermunculan dari Riau, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Barat pada bulan ini. Berdasar data Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai Senin, 16 September 2019, pukul 16.00
WIB, titik panas ditemukan di Riau sebanyak 58, Jambi (62), Sumatera Selatan
(115), Kalimantan Barat (384), Kalimantan Tengah (513) dan Kalimantan Selatan
(178).

Data BMKG yang dilansir harian berdasar parameter konsentrasi PM10, juga


menunjukkan kualitas udara di Pekanbaru (Riau) pada 16 September 2019, pukul
18.00 WIB, mencapai level Berbahaya atau angka 327 µgram/m3. Tingkat

3
konsentrasi PM10 makin parah pada pukul 21.00 WIB. Di Pontianak, konsentrasi
PM10 sempat menyentuh level Berbahaya pada Senin, pukul 16.00 WIB, yakni
383,81 µgram/m3. Angka itu menurun ke level Sangat Tidak Sehat atau 293,73
µgram/m3 pada pukul 18.00 WIB. Kualitas udara di Sampit (Kalbar), yang
Berbahaya pada Senin pagi, turun ke level Sangat Tidak Sehat dengan konsentrasi
PM10 226,6 µgram/m3, saat pukul 18.00 WIB.

Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali


mengilustrasikan bencana asap membuat warga di daerahnya selama ini seperti
dikurung dalam ruangan tertutup bersama tungku kayu bakar yang menyala.
"Bagaimana rasanya? Hidung tersumbat, pusing, mata perih, kan? Nah itu lah yang
kami alami setiap hari," kata Made pada Minggu (15/9/2019). Sementara Fitri
Yannedi (40) mengaku sudah dua minggu "tersandera" di rumahnya, daerah
Pekanbaru. Makanan sehari-harinya tak jauh-jauh dari mie instan karena mayoritas
pasar dan rumah makan tutup saat pemiliknya mengungsi. Anak dan istrinya pun
mengungsi ke Sorkam, Sumut. Menurut dia, asap sudah mulai muncul di sekitar
permukimannya pada akhir Mei lalu.

Setelah meninjau kebakaran hutan dan lahan di Riau dengan menaiki helikopter
bersama Kepala BNPB dan Panglima TNI, pada Minggu (15/9/2019), Kapolri
Jenderal Tito Karnavian heran karena ia tidak melihat lahan sawit dan tanaman
industri ikut terbakar. Kalaupun ada, hanya di pinggir. "Ini menunjukkan adanya
praktik 'land clearing' dengan [cara] mudah dan murah memanfaatkan musim
kemarau," ujar Tito terkait dugaan kuat kebakaran akibat ulah manusia dalam siaran
pers BNPB.

Menurut Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, Ruandha Agung


Sugardiman, selain El Nino yang membuat curah hujan minim, insiden kebakaran di
Australia diduga turut membuat potensi karhutla di Indonesia membesar. "Memang
kondisinya saat ini El Nino normal, tapi ini diperparah dengan adanya kebakaran di
Australia yang arah anginnya sekarang dari tenggara menuju ke barat laut. Sehingga
udara kering dari Malaysia menambah potensi terjadinya kebakaran ini," kata dia
seperti dilansir Antara. [ CITATION htt \l 1057 ]

4
Komentar : Dari berita di atas, permasalahan kebakaran hutan di Sumatera
dan Kalimantan sudah cukup meningkat. Akibat kebakaran tersebut, asap
membahayakan yang dihasilkan dapat terhirup oleh masyarakat. Menurut
saya, kebakaran hutan ini tidak hanya disebabkan oleh fenomena El Nino
seperti artikel di atas, tetapi juga sebagian besar oleh praktik manusia yang
memercikkan api di hutan ataupun melakukan pembalakan liar untuk
kepentingan pribadi.

Pemadaman Karhutla di Kalsel Terkendala Minimnya Sumber Air


Kompas.com - 16/09/2019, 16:39 WIB

Relawan pemadam kebakaran menyingkirkan atap tempat usaha warga yang hangus terbakar
di desa Pengayuan, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Sabtu (14/9/2019). Kebakaran lahan
gambut di kawasan tersebut mengakibatkan satu tempat usaha warga dan sebagian dinding
rumah warga ikut terbakar.(ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S)

Penulis Kontributor Banjarmasin, Andi Muhammad Haswar | Editor Khairina


BANJARBARU, KOMPAS.com - Upaya pemadaman kebakaran hutan dan
lahan (karhutla) di Kalimantan Selatan (Kalsel) terus dilakukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Namun, upaya pemadaman yang

5
dilakukan personel di lapangan sering terkendala minimnya sumber air.
"Kendala-kendala utamanya memang kita kesulitan air di lapangan untuk
melakukan pemadaman," ujar Kepala Pelaksana BPBD Kalsel Wahyuddin
kepada wartawan, Senin (16/9/2019).

Wahyuddin juga mengatakan, selain terkendala minimnya sumber air,


kendala lainnya yang sering dihadapi tim satgas darat adalah beberapa titik
api yang sulit dijangkau. Sehingga, heli water bombing harus dikerahkan
untuk memadamkan api agar kebakaran tidak meluas. "Ada beberapa titik api
yang sulit dijangkau oleh satgas darat, sehingga harus memerlukan satgas
udara dalam hal ini dilakukan water bombing," lanjut Wahyuddin. Saat ini,
papar Wahyuddin, ada 6 titik api karhutla yang menjadi prioritas utama
BPBD Kalsel yang harus segera dipadamkan.

Enam titik api tersebut merupakan karhutla yang menyebabkan munculnya


kabut asap di area bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin. BPBD Kalsel
pun sudah mengerahkan 600 personel satgas darat dari TNI dan Polri dan
relawan untuk memaksimalkan pembasahan lahan yang terbakar.
"Menghilangkan kabut asap di seputaran bandara, kita sudah mengerahkan
600 lebih personel, saat ini terus dilakukan pembasahan," tambah
Wahyuddin. Enam titik api yang masih menimbulkan kabut asap terpantau di
daerah Guntung Damar, Liang Anggang, dan Trikora. [ CITATION Has \l 1057 ]

Komentar : Banyaknya kasus kebakaran hutan di Kalimantan Selatan sudah


diupayakan BPBD agar dapat teratasi, akan tetapi ternyata terkendala sumber
air. Untuk mengatasi minimnya sumber air ini, pemerintah harus menyiapkan
lebih banyak persediaan air yang khusus untuk pemadaman kebakaran hutan.
Adapun dampak yang dirasakan di Kalimantan Selatan yaitu kabut asap.
Akibat kebakaran hutan dan lahan ini tentu berdampak juga pada kualitas
tanah dan sifat fisika-kimia tanah. Sifat fisik tanah meliputi perubahan warna,
tekstur, kerapatan lindak, kepadatan tanah, dan permeabilitas tanah.

6
B. Kebakaran Hutan dan Penyebabnya

Kebakaran hutan adalah suatu keadaan saat hutan dilanda api sehingga
mengakibatkan kerusakan hutan dan/atau hasil hutan yang menimbulkan
kerugian ekonomis dan/atau nilai lingkungan (Kep.Menhut No.195/Kpts-
II/1986). Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia merupakan fenomena yang
sering terjadi terutama di musim kemarau. [ CITATION Hid06 \l 1057 ]. Faktor
penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, yaitu oleh faktor alam, antara
lain musim kemarau, iklim yang ekstrem, adanya deposit batu bara maupun
oleh faktor manusia yang disengaja, misalnya dalam penyiapan lahan tanam
dan tidak disengaja. Menurut Prakoso (2004) lebih dari 90% kebakaran hutan
disebabkan oleh faktor manusia. Kebakaran hutan menimbulkan banyak
dampak merugikan baik dari segi ekologi hingga ekonomi [ CITATION Mur \l
1057 ]. Kebakaran merupakan penyebab kerusakan hutan yang paling besar,
yang mana dalam waktu singkat dapat menghancurkan kawasan yang cukup
luas. Kebakaran hutan ternyata lebih banyak menimbulkan dampak negatif
daripada dampak positif terhadap sifat-sifat tanah dan terutama terhadap
erosi. (Hatta, 2009).
Kebakaran hutan mengakibatkan kerusakan ekologis, menurunkan nilai
estetika, merosotnya nilai ekonomi kehutanan dan produktivitas tanah,
perubahan iklim mikro maupun global, menurunnya keanekaragaman hayati
dan ekosistem. Kebakaran hutan juga menyebabkan dampak negatif terhadap
tanah berupa penurunan kualitas tanah, meliputi sifat fisika tanah, kimia
tanah, biologi tanah, erosi, kapasitas menyimpan air tanah, penghilangan
serasah serta humus, seluruhnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
pohon selanjutnya di areal tersebut. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat
fisika dan kimia tanah tergantung dari tipe tanah, kandungan air tanah,
intensitas, durasi waktu kebakaran, lama waktu dan intensitas timbulnya api
(Chandler et al., 1983). Dampak kebakaran terhadap sifat fisik tanah terutama
disebabkan oleh terbukanya tajuk, humus dan serasah ikut terbakar, struktur

7
tanah memburuk dan akhirnya rentan terhadap erosi. Pengaruh kebakaran
terhadap sifat fisik tanah akan jelas tampak pada perubahan tekstur tanah,
kerapatan lindak (bulk density), porositas dan permeabilitas. Beberapa
penelitian terkait dengan hal tersebut telah dilakukan, antara lain oleh
Yudhasworo (2001) dan Prakoso (2004) pada areal hutan sekunder, Wasis
(2003) pada areal hutan di Kalimantan Tengah, Sagala (2006) pada areal
hutan di Kabupaten Samosir dan Hidayat (2006) pada areal padang rumput.

C. Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sifat Fisik Tanah


Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2005), sebagai suatu sistem
dinamis tanah akan selalu mengalami perubahan-perubahan yaitu pada sifat
fisik, kimia, ataupun biologinya. Perubahan-perubahan ini terutama karena
pengaruh berbagai unsur iklim, tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh
tindakan atau perlakuan manusia. Pengaruh yang merugikan pada sifat fisik
tanah akan jelas nampak, seperti perubahan pada tektur, warna tanah,
kerapatan lindak (bulk density), ruang pori, kadar air tanah (kapasitas lapang,
titik layu permanen, kadar air tersedia). Pembakaran cenderung menaikkan
pH tanah karena endapan abu yang bersifat basa. Abu terutama terdiri atas
elemen-elemen kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Kenaikan pH ini
cenderung menambah ketersedian fosfor dan proporsi nitrogen nitrat yang
lebih mudah tercuci (Marjenah, 2005).

a. Kerapatan lindak (bulk density/BD)


Kerapatan Lindak merupakan cara untuk menyatakan bobot tanah,
dalam hal ini jumlah ruangan dalam tanah (ruang yang ditempati padatan,
air dan gas) turut diperhitungkan (Prakoso, 2004). Semakin tinggi bobot
isi, maka tanah tersebut akan semakin padat. Bobot isi tanah dapat
bervariasi dari waktu ke waktu atau dari lapisan ke lapisan sesuai dengan
perubahan ruang pori atau struktur tanah. Tanah yang mempunyai bobot
isi besar akan sulit meneruskan air atau sukar ditembus oleh akar tanaman,
sebaliknya tanah dengan bobot isi rendah, akar tanaman akan lebih mudah

8
berkembang. BD dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, dan
kandungan bahan organik. Selain itu, BD dapat cepat berubah karena
pengolahan tanah dan praktek budidaya (Hardjowigeno, 2007). Nilai BD
pada areal bekas terbakar lebih tinggi yaitu rata-rata sebesar 1,60 g/cm3
dibandingkan dengan areal yang tidak terbakar yang memiliki BD rata-rata
1,28 g/cm3. Pemanasan akibat kebakaran dapat meningkatkan suhu
permukaan tanah yang tinggi yang akan menyebabkan kerusakan struktur
permukaan tanah dan berkurangnya ruang pori tanah yang secara nyata
akan meningkatkan BD (Prakoso, 2004).

b. Porositas
Areal bekas terbakar memiliki nilai porositas rata-rata 34,99%,
sedangkan pada areal tidak terbakar memiliki nilai rata-rata 36,68%.
[ CITATION Mur \l 1057 ] . Hal tersebut menunjukkan bahwa tanah pada areal
bekas terbakar mempunyai porositas yang lebih rendah dibandingkan
dengan areal tidak terbakar. Lebih rendahnya nilai porositas tanah pada
areal bekas terbakar terjadi karena dipengaruhi oleh peningkatan
kepadatan tanah (peningkatan nilai BD) akibat terbakarnya serasah dan
bahan organik yang menimbulkan pengembangan koloid-koloid tanah
yang mempersempit dan mengurangi jumlah ruang pori dalam tanah.
Selain itu, abu sisa pembakaran yang masuk ke dalam pori tanah terutama
pori makro menyebabkan jumlah ruang pori tanah berkurang.

c. Permeabilitas
Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk meneruskan air
atau udara. Menurut Hakim (1986), Permeabilitas tanah biasanya diukur
dengan istilah kecepatan air yang mengalir dalam waktu tertentu yang
ditetapkan dalam satuan cm/jam. [ CITATION Mur \l 1057 ]. Permeabilitas
tanah dipengaruhi antara lain oleh tekstur, porositas tanah serta distribusi
ukuran pori, stabilitas agregat, struktur tanah, dan kandungan bahan

9
organik (Prakoso, 2004). Areal bekas terbakar memiliki nilai rerata
permeabilitas 1,58 cm/jam (agak lambat), sedangkan pada areal tidak
terbakar nilai rerata permeabilitasnya sebesar 1,19 cm/jam (agak lambat).
[ CITATION Mur \l 1057 ]

d. Tekstur tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan proporsi fraksi tanah, yaitu
pasir, debu dan liat. Fraksi-fraksi tersebut memiliki sifat fisik, kimia dan
biologis yang berbeda-beda. Selain itu juga ada faktor yang mempengaruhi
tekstur tanah seperti air, waktu, bahan induk, organisme, dan topografi.
Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil
sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah
bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi
(Hardjowigeno, 2007). Tekstur tanah areal bekas terbakar tergolong
bertekstur kasar yaitu lempung berpasir (Sandy Loam/SL), yang
ditunjukkan oleh dominasi fraksi pasir dengan nilai rata-rata 64.53%,
diikuti debu dengan nilai rerata 24,68%, dan sebaran fraksi liat sebesar
10,78%. [ CITATION Mur \l 1057 ]

D. Solusi Permasalahan Kebakaran Hutan

Kebakaran Hutan di Indonesia adalah sebuah bencana alam yang patut kita
waspadai dan juga kita cegah sebisa mungkin agar tidak menimbulkan
dampak yang tidak diinginkan. Di Indonesia sendiri seringkali terjadi
kebakaran hutan yang sebagian besar terjadi karena human error ataupun
karena cuaca yang sangat panas sehingga rumput yang sangat kering bisa
menjadi terbakar.

Beberapa solusi permasalahan kebakaran hutan :


1. Penghentian Pembakaran Hutan dan Lahan Gambut.
Salah satu faktor penyebab kebakaran adalah pembakaran yang disebabkan
oleh perusahaan perkebunan (meski tidak semuanya). Maka dari itu

10
sebaiknya tidak lagi melakukan pembakaran hutan untuk perluasan lahan
dan juga pembakaran lahan gambut. Karena hal tersebut tentunya dapat
merugikan berbagai pihak.
2. Memulihkan Hutan dan Lahan Gambut
Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan maka dari itu lebih baik
untuk memulihkan hutan yang sudah mulai tandus dan menyuburkan lahan
gambut. Masyarakat diajak untuk bisa reboisasi hutan dan juga menjaga
agar pohon pohon yang ditanam nantinya dapat tumbuh dengan baik serta
merawatnya sebaik mungkin.
3. Meningkatkan Upaya Kepedulian Masyarakat Terhadap Lingkungan.
Dengan melakukan penyuluhan dan juga materi pembelajaran tentang
kepedulian lingkungan dan juga manfaat hutan bagi manusia, tentu mereka
akan lebih peduli terhadap lingkungan yang mereka tinggali untuk tidak
melakukan hal-hal yang merugikan.
4. Melengkapi Fasilitas untuk Kebakaran Hutan
Setiap daerah yang memiliki titik api paling tinggi harus disediakan
fasilitas untuk menanggulangi kebakaran hutan tersebut. Baik itu berupa
perangkat lunak ataupun perangkat keras.
5. Tidak Melakukan Pembakaran Apabila Berangin
Apabila kondisinya sedang berangin kencang lebih baik untuk tidak
melakukan pembakaran. Karena hal ini tentunya akan membahayakan
hutan. Dimana api nanti akan terbawa angin dan nantinya dapat merambat
ke tempat lain.
6. Memberikan Sanksi Tegas
Memberikan sanksi tegas bagi siapapun yang dengan sengaja telah
melakukan pembakaran hutan yang tidak meminta ijin terlebih dahulu
ataupun yang tidak punya ijin untuk membakar hutan demi kepentingan
sendiri.
7. Melakukan Sistem Tebang Pilih

11
Dengan menerapkan sistem tebang pilih maka akan memberikan
kesempatan untuk area hutan tertentu untuk memepertahankan spesies
pohon tertentu.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan
berdampak terhadap sifat fisik tanah, yaitu meningkatnya kerapatan
lindak/bulk density, penurunan porositas dan permeabilitas tanah serta tekstur
tanah dengan fraksi pasir lebih dominan. Kebakaran hutan disebabkan oleh
faktor alam dan manusia. Faktor alam seperti musim kemarau dan iklim yang
ekstrem. Akan tetapi, 90% disebabkan oleh ulah manusia seperti pembalakan
liar dan penebangan saat kondisi berangin. Kebakaran merupakan penyebab
kerusakan hutan yang paling besar, yang mana dalam waktu singkat dapat
menghancurkan kawasan yang cukup luas. Kebakaran hutan ternyata lebih
banyak menimbulkan dampak negatif daripada dampak positif terhadap sifat-
sifat tanah dan terutama terhadap erosi. (Hatta, 2009). Solusi yang dapat
diupayakan untuk menangani permasalahan kebakaran hutan yaitu
penghentian pembakaran hutan dan lahan gambut, memulihkan hutan dan
lahan gambut, meningkatkan upaya kepedulian masyarakat terhadap,
melengkapi fasilitas untuk kebakaran hutan, tidak melakukan pembakaran
apabila berangin, memberikan sanksi tegas, dan melakukan sistem tebang
pilih

B. Saran
Saran dari penulis yaitu kita harus sadar akan dampak kebakaran hutan
dan siap siaga dalam menjaga hutan untuk mengurangi dampak yang terjadi

12
dari kebakaran hutan, sehingga kerugian terhadap kerusakan alam dapat di
minimalisasi dan kita harus membuang kebiasaan-kebiasaan buruk tentang
kelalaian kita terhadap penggunaan api di dalam hutan untuk membuka lahan
dan lainya yang bisa menyebabkan kebakaran hutan.

Daftar Pustaka

Chandler, C., P. Cheney, L. Trabaud dan D. William. (1983). Fire in Forest Fire
Behaviour and Effect. 1: 171-180 Canada. USA.

Hardjowigeno, S. (2007). Ilmu Tanah. Jakarta : Akademikan Pressindo.

Haswar, A. M. (2019, September 16). Pemadaman Karhutla di Kalsel Terkendala


Minimnya Sumber Air. Diambil kembali dari Kompas.com:
https://regional.kompas.com/read/2019/09/16/16393771/pemadaman-
karhutla-di-kalsel-terkendala-minimnya-sumber-air

Hatta, M. (2009). Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sifat-sifat Tanah di


Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Skripsi Universitas Sumatera
Utara. Medan.

Hidayat, E.J.E. (2006). Dampak Kebakaran Di Padang Rumput Terhadap Sifat


Fisik dan Kimia Tanah. Departemen Manajemen Hutan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Idhon, A. M. (2019, September 17). Penyebab dan Akibat Kebakaran Hutan di


Kalimantan Hingga Sumatera. Diambil kembali dari Tirto.id:
https://tirto.id/penyebab-dan-akibat-kebakaran-hutan-di-kalimantan-
hingga-sumatera-eic3
Marjenah. (2005). Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Kondisi Iklim Mikro di
Hutan Penelitian Bukit Soeharto. Jakarta.

Murtinah, V., Edwin, M., & Oktavina, B. (2017). Dampak Kebakaran Hutan
Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah di Taman Nasional Kutai,
Kalimantan Timur. Jurnal Pertanian Terpadu, 5(2), 128-139.

13
Prakoso, Y. (2004). Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sifat Fisika Tanah di
Hutan Tanaman Sekunder Akasia (Acacia mangium) di Desa Langensari
Kecamatan Parung Kuda Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Bogor : IPB.

14

Anda mungkin juga menyukai