Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DASAR KESEHATAN

LINGKUNGAN
“Kualitas Udara”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Dasar Kesehatan Lingkungan

Disusun  oleh :

Anna Yulianti (1906292282)


Fikha Alievia (1906292370)
Fenia Utami (1906397033)
Kristiara Amalia Fitria (1906292420)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS INDONESIA

1
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan
karunianya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik. Tidak lupa juga  ucapan terima
kasih sebanyak-banyaknya atas seluruh bantuan baik yang telah dicurahkan kepada penulis
baik dalam bentuk anggapan maupun materi yang telah dikontribusikan.
Dan kita semua berharap semoga makalah ini dapat menambah pengalaman sekaligus
ilmu yang bermanfaat bagi para pembacanya. Penulis juga akan selalu besedia untuk
memperbaiki makalah jika di dalamnya tercantum banyak kekurangan.
Dikarenakan keterbatasan penulis baik dalam hal pengalaman maupun ilmu, penulis
yakin masih banyak kekurangan yang ada dari makalah yang sudah dihasilkan. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun yang berasal dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Depok, November 2019
 
.                                                                                              Penyusun

3
Daftar isi

Cover ................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................5
1.3 Tujuan....................................................................................................................................5
BAB 2...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
2.1 Sejarah Pencemaran Udara................................................................................................6
2.2 Fenomena Kebakaran hutan di berbagai negara...................................................................7
2.3 Faktor penyebab pencemaran udara di Riau....................................................................9
2.4 Fenomena kebakaran hutan di Riau...........................................................................................10
2.5 Solusi Pencemaran udara di Riau...............................................................................................11
2.5.1 Pemerintah pusat..........................................................................................................11
2.5.2 Pemerintah Daerah.......................................................................................................12
2.5.3 Masyarakat...................................................................................................................13
BAB 3..................................................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................................14
A. Kesimpulan............................................................................................................................14
B. Saran.......................................................................................................................................14
Daftar Pustaka...................................................................................................................................15

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebakaran hutan dan lahan di Riau terjadi sejak tahun 1998 dan selalu terjadi hampir
tiap tahunnya dengan status darurat asap. Pusat Data Informasi dan Humas Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan area yang terbakar di Riau
meliputi sekitar 2.398 hektar kawasan konservasi yang terdiri atas 922,5 hektar Suaka
Margasatwa Giam Siak Kecil, 373 hektar Suaka Margasatwa Kerumutan, 80,5 hektar
Taman Wisata Alam Sungai Dumai, 95 hektar Taman Nasional Tesso Nilo, 9 hektar
Cagar Alam Bukit Bungkuk, dan 867,5 hektar area penggunaan non-kawasan hutan
terbakar. Sebanyak 75 persen titik kebakaran terjadi di lahan gambut. Keringnya udara di
Riau berpotensi menyebabkan titik api yang sebelumnya sudah mengecil di bawah
gambut kembali terbakar.
Kebakaran hutan dan lahan paling banyak disebabkan oleh perilaku manusia, baik
disengaja maupun akibat kelalaian mereka. Hanya sebagian kecil saja yang disebabkan
oleh alam (petir atau lava gunung berapi). Penyebab kebakaran oleh manusia disebabkan
diantaranya adanya konversi lahan, yang disebabkan oleh kegiatan penyiapan
(pembakaran) lahan untuk pertanian, industri, pembuatan jalan, jembatan, bangunan, dan
lain-lain. Selain itu adanya pembakaran vegetasi, yang disebabkan oleh kegiatan
pembakaran vegetasi yang disengaja namun tidak terkendali sehingga terjadi api lompat,
misalnya pembukaan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan, atau penyiapan lahan
oleh masyarakat; pemanfaatan sumber daya alam, yang disebabkan oleh aktivitas seperti
pembakaran semak-belukar dan aktivitas memasak oleh para penebang liar atau pencari
ikan di dalam hutan. Adanya pemanfaatan lahan gambut, yang disebabkan oleh aktivitas
pembuatan kanal atau saluran tanpa dilengkapi dengan pintu kontrol yang memadai air
sehingga menyebabkan gambut menjadi kering dan mudah terbakar. Adanya sengketa
lahan juga dapat menyebabkan kebakaran hutan. Sengketa lahan disebabkan oleh upaya
masyarakat lokal untuk memperoleh kembali hak-hak mereka atas lahan atau aktivitas
penjarahan lahan yang sering diwarnai dengan pembakaran
Kebakaran hutan dan lahan Riau telah menyebabkan kualitas udara memburuk. Dinas
Kesehatan Pekanbaru mencatat udara di Pekanbaru telah berada pada level 130 Psi
(pounds per square inch) atau tidak sehat karena mengandung particulate matter (PM-10)
berlebih yang sangat berbahaya untuk kesehatan paru-paru. Tercatat tiga ribuan warga
5
terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat asap. Untuk mengurangi dampak
yang lebih buruk, beberapa walikota/bupati di Sumatera Barat mengeluarkan kebijakan
meliburkan anak-anak sekolah (SD, TK, dan PAUD). BNPB memperkirakan kerugian
ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau tahun 2014
mencapai Rp 10 triliun, terhitung sejak Januari hingga Maret 2014. Mengingat
dampaknya sangat merugikan baik secara materiil maupun sosial, upaya penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah pencemaran udara ?
2. Bagaimana fenomena kebakaran hutan di dunia ?
3. Apa saja faktor penyebab pencemaran udara di Riau ?
4. Bagaimana fenomena kebakaran hutan di riau ?
5. Apa saja solusi untuk mengatasi kebakaran hutan di Riau ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sejarah pencemaran udara
2. Mengetahui fenomena kebakaran hutan di dunia
3. Mengetahui faktor penyebab pencemaran udara di Riau
4. Mengetahui fenomena kebakaran hutan di riau
5. Mengetahui solusi untuk mengatasi kebakaran hutan di Riau

6
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pencemaran Udara
Episode Pencemaran Udara Notorious dalam Sejarah Episode pencemaran udara mematikan
utama termasuk yang di Lembah Meuse di Belgia (1930); Donora, Pennsylvania (1948); dan
London, Inggris (1952)
Lembah Meuse terletak di Liege, Belgia, disini terjadi awal mula polusi udara yang
berbahaya pada minggu pertama bulan Desember tahun 1930. Pada saat itu, terjadi
konsentrasi yang tinggi dalam operasi industri baja misalnya, pengecoran, pabrik oven kokas,
dan pabrik peleburan. Di tahun ini terkenal polusi udara yang parah, kabut asam sulfat,
belerang dioksida, dan gas fluoride yang naik ke tingkat sangat tinggi. Campuran polusi yang
berbahaya tersebut menghasilkan kematian yang lebih dari 60 orang selama 2 hari. Kematian
itu dihasilkan lebih dari 10 kali angka kematian normal. Sebagian besar kematian terjadi
diantara orang tua yang sebelumnya memang memiliki penyakit jantung dan paru.
Donora, Pennsylvania, merupakan sebuah kota kecil yang terletak di Sungai
Monongahela sekitar 30 mil dari selatan Pittsburgh. Di kota tersebut pada tangal 27-30
Oktober 1948 terjadi bencana pencemaran udara lingkungan. Dalam episode pencemaran
udara yang sangat parah ini, kabut dikombinasikan dengan partikel dan kontaminan industri
yang lainnya. Sumber kontaminan yaitu pabrik besi dan baja, pabrik yang membakar batu
bara, tungku pembakaran batu bara, oven kokas, dan pekerjaan logam sehingga dari episode
ini menyebabkan beberapa bentuk penyakit muncul diantaranya adalah sekitar setengah dari
14.000 penduduk kota itu sekitar 400 dari mereka dirawat di rumah sakit, dan 20 meninggal
sebelum kabut asap akhirnya diangkat pada akhir Oktober. Meskipun episode akhir Oktober
memengaruhi beragam kelompok usia, tetapi mereka yang berusia 55 tahun ke atas
cenderung menjadi yang paling parah terkena dampaknya. Selama insiden itu, orang-orang
yang terserang melaporkan gejala pernapasan (batuk, sakit tenggorokan, dan kesulitan
bernapas) dan gejala gastrointestinal (mual dan muntah).
Sejarah penyakit jantung dan paru-paru sebelumnya merupakan faktor yang
berkontribusi terhadap hasil buruk paparan asap. Lethal London Fog, 5-9 Desember 1952,
episode pencemaran udara yang sangat parah terjadi di London, Inggris. Secara tradisional,
London telah dikenal karena iklimnya yang berkabut ditambah dengan asap yang disebabkan
oleh penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya untuk menjalankan pembangkit
listrik, memanaskan rumah, dan mengoperasikan pabrik. Setidaknya 1 juta kompor batu bara
memuntahkan asap belerang. Akibatnya, apa yang disebut kabut "kacang-souper" dikenal
7
luas oleh penduduk kota metropolitan Inggris. Konsekuensi dari kabut yang mematikan yang
terjadi pada bulan Desember 1952 adalah lebih dari 3.000 kematian terjadi di atas normal.
Banyak ahli kesehatan lingkungan menganggap kabut London tahun 1952 sebagai tengara
untuk studi efek kesehatan dari polusi udara dan katalis yang telah menyebabkan penelitian di
bidang ini. Contoh-contoh di atas (di Meuse Valley, Donora, dan London) ) mengilustrasikan
akumulasi bukti yang terus bertambah mengenai hubungan antara episode akut polusi udara
dan peningkatan mortalitas.

2.2 Fenomena Kebakaran hutan di berbagai negara


Untuk melihat fenomena kebakaran hutan barangkali ada baiknya melihat kejadian
kebakaran dibanyak daerah dan Negara. Hal ini berguna untuk menjawab berbagai hipotesis
penyebab kebakaran apakah spesifik lokasi/ekosistem atau bukan, dan sejauh mana disiplin
masyarakat dan kemampuan antisipatif pemerintah dapat mempengaruhi kejadian kebakaran
lahan.hutan. jika kita lihat kejadian kebakaran hutan/lahan di amerika serikat kawasan Eropa
dibandingkan dengan indonesia dalam 5 tahun terakhir menginformasikan banyak hal-hal
sebagai berikut.
Luas kebakaran hutan/lahan di amerika serikat, eropa dan Indonesia
Negara 2010 2011 2012 2013 2014 2015*** Rata-rata
USA 40.000 1,007,539 360,098 235,771 703,045 601,697 491,358
EROPA - 7,500 - 174,000 518,186 110,000 202,421
INDONESIA 684 2,612 9.606 4,918 44,546 10,531 12,149

Pertama, kebakaran hutan setiap tahun juga terjadi di amerika serikat dan kawasan
eropa sebagaimana terjadi di Indonesia . secara rataan kebakaran hutan/lahan di amerika
serikat 491,4 ribu hektar pertahun, sementara dikawasan eropa 202,4 ribu hektar bertahun
rataan luas hutan yang terbakar pada kedua Negara lebih besar dibandigkan dengan Indonesia
yakni 12,15 ribu hektar pertahun. Data tersebut menunjukkan bahwa fenomena kebakaran
hutan bukanlah spesifik Indonesia dan bahkan lebih parah di Negara lain.
Kedua, hutan di amerika serikat dan kawasan eropa merupakan hutan sub tropis .
sementara di indonesia merupakan hutan tropis yang sebagian merupakan hutan gambut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahkan kebakaran hutan bukanlah spesifik lokasi dan
bukanlah spesifik ekosistem termasuk hutan gambut. Hutan mineral pun kebakaran sering
terjadi. Data-data tersebut juga mnjelaskan kebakaran hutan tidak selalu terkait dengan

8
perkebunan kelapa sawit. Di Amerika serikat dan di eropa tidak memiliki kebun sawit namun
hutan terbakar lebih luas dibandingkan dengan Indonesia yang memiliki kebun sawit luas.
Ketiga, masyarakat amerika dan eeropa merupakan masyarakat yang memiliki disiplin
tinggi, peduli tinggi pada lingkungan dan sangat memperhitungkan resiko, setidaknya lebih
tinggi dibandingkan rata-rata di Indonesia. Namun faktanya kebakaran hutan tetap terjadi
setiap tahun dan bahkan lebih luas dibandingkan di Indonesia. Dengan kata lain, variabel
disiplin yang menyebabkan kebakaran hutan.
Keempat, Negara amerika dan eropa memiliki sistem antisipasi kebakaran hutan yang
terbaik di dunia, memiliki peralatan yang paling baik termaksud dukungan teknologi satelit,
SDM yang tangguh dan dukungan anggaran yang kuat, setidaknya lebih baik dibandingkan
dengan Indonesia. Namun data-data kebakaran hutan tersebut menunjukkan bahwa setinggi
apapun kesiapan,kemampuan, dan komitmen pemerintah ternyata tidak mampu juga
mencegah kebakaran hutan.
Dari data-data kebakaran hutan disetiap provinsi tersebut dapat menjelaskan hal-hal
berikut: pertama, sebagaimana terjadi di Negara-negara lain, scara luas kebakaran hutan
menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun, pada tahu 2010 luas
kebakaran hutan di Indonesia masih 709,8 hektar, tahun 2014 menjadi 44,5 ribu hektar,
peningkatan tersebut menunjukkkan bahwa perlu ada yang dibenahi dalam tata kelola hutan
kita.
Kedua, tampaknya tidak ada kaitan antara kebakaran hutan dengan perkebunan kelapa
sawit di Indonesia. Memang luas kebakaran hutan di provinsi sentra sawit di riau, Kalimantan
tengah luas kebakaran kebakaran hutan relative besar. Namun provinsi jawa timur, jawa barat
dan nusatenggara yang bukan sentra sawit juga terjadi kebakaran hutan yang cukup besar.
Oleh karena itu untuk menyimpulkan bahwa kebakaran hutan terkait dengan perkebunan
kelapa sawit di Indonesia tidak didukung data yang ada.
Ketiga, Kalimantan timur, Sulawesi tengah, Sulawesi selatan/barat yang merupakan
provinsi yang sedang intensif pembukaan kebun sawit, luas kebakaran hutan justru refatif
kecil dibandingkan provinsi sentra sawit yang sudah berkembang lama. Oleh karena itu,
dugaan bahwa kebakaran hutan disebabkan oleh pembukaan kebunn sawit baru juga sangat
lemah dan tidak didukung data yang ada.

2.3 Faktor penyebab pencemaran udara di Riau

9
Kebakaran hutan atau lahan yang terjadi baik antara Negara maupun antra provinsi di
Indonesia bukan spesfik Negara, ekosistem, masyarakat, lokasi bahkan juga bukan spesifik
pemerintah. Berdasarkan data-data kebakaran hutan tidak terkait secara sistematis dengan
perkebunan kelapa sawit.
Sejumlah provinsi yang tidak memiliki kebun kelapa sawit, kebakaran hutan juga cukup
besar. Sebaliknya sejumlah provinsi yang sedang giat-giatnya mengembangkan kebun sawit,
luas kebakaran hutan justru relative kecil. Kebakaran hutan/lahan cendderung acak dan
bersifat fenomena. Perkebunan kelapa sawit dan masyarakat adalah korban dari kebakaran
hutan.
Kebakaran hutan hampir berulang setiap tahun di Indonesia. Ketika memasuki musim
kering apalagi musim kering eksrtim (EL Nino) seperti saat ini kebakaran hutan/ lahan dan
perkebunan terjadi di banyak tempat. Kebakaran hutan lindung sampai kebakaran perkebunan
meskipun sudah diantisipasi dan diingatkan jauh-jauh hari, kebakaran juga tetap terjadi.
Ketika kebakaran hutan dan perkebunan terjadi seperti saat ini, semua pihak cenderung
gamang, saling menyalahkan dan tak jarang logika yang dipakai jungkir balik.
Banyak pihak yang tidak menempatkan diri sebagai solusi melainkan justru menjadi
bagian dari masalah sehingga makin memperumit masalah yang dihadapi. Pihak yang
menjadi korban kebakaran malah sering dijadikan kambing hitam penyebab kebakaran tanpa
di dasari pada analisis rasional dan bukti empiris.
Kesimpulan penyebab kebakaran sudah dibangun diatas meja, sehingga dilapangan hanya
menghimpun data dan informasi yang membenarkan kesimpulan yang telah ditentukan
sebelumnya. Perkebunan yang ditemukan telah atau sedang terbakar, langsung disimpulkan
sebagai penyebab kebakaran. Tidak dianalisis lebih lanjut apakah perkebunan tersebut benar-
benar actor kebakaran atau justru menjadi korban kebakaran(victim).
Cara melihat kebakaran dengan logika yang jungkir balik demikian, selain melanggar
asas pradugatak bersalah juga tidak menyelesaikan masalah yang sesungguhnya. Secara
teritis kebakaaran hutan/alam dapat terjadi akibat factor alam dan manusia atau
kombinasinya. Factor alam seperti musim kering dan kondisi hutan atau lahan yang mudah
terbakar, sedangkan factor manusia adalah bersifat kesengajaan ataupun karena kelalaian.

10
2.4 Fenomena kebakaran hutan di Riau
Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau selama ini tidak luput dari perhatian terkait
kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan. Masalah ini juga menjadi sorotan bagi negara
tetangga, terlebih negara yang letak geografisnya tidak jauh dari Provinsi Riau. Kerugian
lintas geografis dan lintas negara
ini terjadi terus menerus sejak tahun 1998 dan menimbulkan kerugian sosial, ekonomi
serta ekologi lingkungan. Konversi pengembangan lahan perkebunan sawit menjadi penyebab
dominan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau selama ini. Ekosistem gambut yang
ada di Riau menjadi potensi utama kebakaran menjadi semakin parah. Lahan gambut diubah
fungsinya menjadi areal perkebunan, dengan kondisi kering. Sifat lahan gambut jika terbakar
sulit untuk dipadamkan, karena kedalaman gambut di bawah tanah yang bisa mencapai
sepuluh meter. Struktur ekosistem gambut sebetulnya sudah dipahami oleh pemerintah
Provinsi Riau, namun kebakaran masih saja terulang. Kapabilitas pemerintah Provinsi Riau
sangat dituntut dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Kapabilitas merupakan
bentuk dari kemampuan yang harus dimiliki oleh pemerintah pusat maupun daerah
menghadapi tantangan dan masalah yang terjadi dalam dinamika serta perubahan. Kebakaran
terus menerus mengindikasikan bahwa Pemerintah Provinsi Riau tidak mampu
mengendalikan kebakaran hutan, terlihat dari efeknya yaitu kabut asap. Hal ini menunjukkan
bahwa diperlukan sebuah kapabilitas yang baik untuk mengendalikan kebakaran hutan dan
lahan penyebab kabut asap. Tentu hal ini tidak luput dari dukungan para stakeholder serta
masyarakat Riau sendiri.

Tabel 1. menunjukkan kasus kebakaran yang diidentifi kasi oleh Polda Riau terhadap
beberapa kabupaten/kota di Riau. Data yang dikeluarkan oleh Polda Riau memperlihatkan
jumlah kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2014-2015. Areal yang
terbakar merupakan lahan masyarakat, perusahaan dan areal konsesi milik perusahaan swasta.
Seluruh kasus tersebut terkena Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kebakaran hutan dan lahan sudah
terjadi jauh sebelum status darurat asap pada bulan Agustus, September dan Oktober 2015.

11
2.5 Solusi Pencemaran udara di Riau
Setelah mengetahui faktor penyebab pencemaran udara di Riau yang menimbulkan
kabut asap dan menyebabkan meledaknya kasus ISPA di riau tersebut, perlu suatu solusi
untuk menangani kasus pencemaran udara tersebut sehingga masyarakat bisa menjalani
aktivitas normalnya. Solusi untuk kasus ini dibagi berdasarkan komponen – komponen yang
bertanggung jawab seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyrakat itu sendiri.
2.5.1 Pemerintah pusat
Pemerintah pusat yang menangani dalam kasus lingkungan seperti yang diatur UU
No.32 tahun 2009, yaitu kementrian lingkungan hidup dan kehutanan, badan lingkungan
hidup, badan restorasi gambut, dan lain- lainnya. Untuk menangani kasus pencemaran udara
di Riau ini, pemerintah pusat bisa melakukan langkah preventif, penanganan (kuratif), dan
restorasi.
Penanganan yang bersifat preventif yang dapat dilakukan pemerintah pusat , yaitu
dengan menggunakan metode prescribed burning. Prescribed burning merupakan suatu
manajemen dari lahan dimana vegetasi sengaja dibakar dengan menggunakan api dengan
kondisi tertentu. Prescribed burning sendiri tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang ,
tetapi harus dilakukan oleh seorang professional dibidang ini. Penggunaan metode ini sudah
dilakukan di negara – negara barat seperti amerika serikat maupun eropa, metode ini dinilai
efektif dalam mengurangi dampak yang akan ditimbulkan oleh kebakaran hutan yang besar.
Cara prescribed burning sendiri dalam langkah mengurangi dampak kebakaran hutan
dikemudian hari, yaitu dengan mengurangi jumlah vegetasi seperti pohon, rumput yang sudah
mati, dan tanaman evergreen yang didalamnya terdapat minyak yang dapat terbakar jika
terkena paparan panas.
Selain penanganan yang bersifat preventif, pemerintah pusat bisa melakukan
penanganan kuratif dimana apabila situasi pencemaran udara berupa kabut asap yang
disebabkan oleh kebakaran hutan sudah terjadi dan efeknya sudah meluas. Penanggulangan
yang dapat dilakukan berupa membuat hujan buatan, water bombing, dan penggunaan
kalsium oksida. Penggunaan kalsium oksida atau lebih dikenal dengan kapur tohor
merupakan suatu teknologi terbaru yang dikembangkan oleh Badan Pengkajian Penerapan
Teknologi (BPPT ) dimana kapur tohor ini disebar di awan dan diharapkan hujan buatan akan
turun. Kedua, penerapan kebijakan yang lebih tegas oleh pemerintah dalam hal pembukaan
lahan. Menurut UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

12
hidup disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara
dibakar serta UU No.18 tahun 2004 pasal 26 menyatakan bahwa Setiap pelaku usaha
perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang
berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup. Akan tetapi, pada
kenyataannya penegakan hukum ini masih jauh dari kata tegas karena sejak 2015 – 2018 dari
12 grup perusahaan kelapa sawit yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan yang berefek
dengan timbulnya kabut asap yang merupakan pencemaran udara hanya 2 grup perusahaan
yang dijatuhi sanksi hukum sedangkan lainnya bebas. Untuk itu, pemerintah dituntut untuk
bersikap tegas dalam menegakan peraturan ini karena apabila pemerintah tidak tegas dalam
menangani kasus ini maka kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan yang berdampak pada
timbulnya kabut asap bisa makin parah untuk kedepannya.
2.5.2 Pemerintah Daerah
Sebagaimana pemerintah pusat, pemerintah daerah sebenarnya dapat melakukan
pencegahan untuk pencemaran udara yang disebabkan oleh kemarau panjang yang
berimplikasi dengan kebakaran hutan. Pemerintah daerah juga bisa melakukan pencegahan
dan penanggulangan agar dampak yang ditimbulkan bisa ditekan dan bahkan kasus
pencemaran udara ini dapat dihilangkan seperti tahun 2015 – 2018.
Untuk langkah pencegahan akan pencemaran udara yang disebabkan oleh kebakaran
hutan karena musim kemarau yang panjang, pemerintah daerah dapat melakukan perbaikan
alur komunikasi antar instansi daerah sehingga informasi dapat sampai ke masyarakat luas
seperti yang diungkapkan oleh Gubenur Provinsi Riau,syamuar, pada wawancara dengan
cnbc indonesia 24 oktober 2019. Selain pembenaran alur komunikasi, pemerintah daerah juga
bisa melakukan edukasi pada masyarakat dalam rangka menekan pembukaan lahan dengan
cara membakar karena pembukaan lahan dengan cara membakar dianggap sebagai suatu
metode yang mudah bagi masyarakat padahal kerugian yang disebabkan bisa lebih besar dari
pada manfaatnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus melakukan edukasi tentang
pembukaan lahan yang benar sehingga tidak menimbulkan dampak negatif baik untuk
masyarakat sekitar dan lingkungan.
Selanjutnya, hal yang dapat pemerintah Provinsi Riau lakukan dalam menekan
pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan lahan dengan pengoptimalan peraturan daerah
seperti contoh perda riau no.1 tahun 2009 tentang pedoman teknis penanggulangan kebakaran
hutan dan lahan yang di pasal – pasal perda tersebut disebutkan bahwa terdapat langkah –
langkah pencegahan karhutla yang menyebabkan dampak pencemaran udara seperti yang
terjadi pada tahun 2019 ini. Terakhir, dalam rangka pencegahan pencemaran udara akibat

13
kemarau panjang yang berakibat pada kebakaran hutan dan lahan pemerintah harus ketat
dalam memberi izin pembukaan lahan kepada perusahaan sesuai pasal 54 Peraturan Daerah
Riau No.6 tahun 2018 sehingga kasus pencemaran udara ini dapat ditekan dan diharapkan
riau dapat bebas dari kabut asap.
Sebagai langkah penanggulangan apabila pencemaran udara tidak dapat dihindarkan,
pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan kesehatan sebagai langkah kuratif bagi
masyarakat. Selain itu, penyebaran info mengenai kualitas udara juga menjadi penting karena
berkaitan dengan kesehatan masyarakat itu sendiri. Pemerintah daerah perlu menginfokan
kepada masyarakat apakah mereka boleh beraktivitas di luar dengan kualitas udara pada saat
itu sehingga penyakit ispa dapat ditekan lebih rendah lagi. Selain itu, pemerintah daerah
dapat membagikan masker kepada masyarakat mengingat kualitas udara di riau akibat
pencemaran udara akibat kemarau panjang yang berdampak pada kebakaran hutan yang
dipicu oleh musim kemarau yang berkepanjangan selain karena ulah manusia. Masker yang
dibagikan kepada masyarakat bukan hanya masker biasa tetapi masker berfilter yang dapat
memfilter udara yang masuk sehingga udara yang dihirup merupakan udara bersih.
2.5.3 Masyarakat
Solusi yang dapat dilakukan masyarakat dalam mencegah terjadinya pencemaran
udara ini bisa dilakukan dengan tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar.
Mungkin masyarakat berfikir bahwa pembukaan hutan dan lahan dengan cara dibakar lebih
murah dan praktis, tetapi dampak yang ditimbulkan juga beragam seperti habitat makhluk
hidup yang hilang dan lebih parahnya bisa terjadi kepunahan satwa lokal, kebutuhan air
bersih tidak tercukupi, pencemaran udara, top soil menipis sehingga tanah makin susah untuk
ditanami vegetasi, kegiatan perekonomian terganggu, transportasi terganggu, kegiatan
pertanian terhambat,dan lain – lainnya. Hal lain yang dapat dilakukan masyarakat untuk
mengurangi pencemaran udara terutama di dalam rumah, yaitu apabila di rumah memiliki air
conditioner (AC) dapat menggunakan mode recirculate sehingga mengurangi partikel yang
masuk ke dalam ruangan.

14
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi bencana rutin secara nasional. Berbagai upaya
telah dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan berbagai peraturan dan pembentukan
kelembagaan. Namun demikian, pengendalian yang dilakukan lebih mengedepankan upaya
represif daripada preventif sehingga kurang efektif untuk menangani kebakaran hutan dan
lahan selama ini. Perlu ada evaluasi terhadap kebijakan penanganan kebakaran hutan dan
lahan. Upaya pertama adalah melakukan reformasi terhadap kebijakan pengelolaan hutan dan
lahan. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengkajian ulang terhadap izin-izin
pemanfaatan lahan yang telah diterbitkan untuk mengatasi tumpang-tindih izin pemanfaatan
lahan serta izin pemanfaatan lahan gambut. Selain itu, perlu pula diupayakan penyelesaian
terhadap sengketa lahan, pemberdayaan masyarakat, dan penegakkan hukum. Terkait hal ini,
DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan perlu mendesak pemerintah untuk segera
menangani secara optimal dan terukur terhadap masalah kebakaran hutan yang telah
meresahkan dan merugikan masyarakat.
B. Saran
Terkait dengan tingginya kejadian kebakaran hutan di Provinsi Riau, perlu
ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan menerapkan program-program pengendalian
kebakaran hutan dan lahan yang tepat sasaran sehingga kejadian serupa tidak terulang
kembali di masa yang akan datang.
Selain itu regulasi untuk menghindari atau menurunkan terjadinya kebakaran hutan
telah dikeluarkan oleh pemerintah, namun demikian penegakan hukum masih tetap
diperlukan untuk menurunkan terjadinya kebakaran hutan.

15
Daftar Pustaka
Jdih.riau.go.id. (2019). [online] Available at:
https://jdih.riau.go.id/downloadProdukhukum/1571115941perda-nomor-1-tahun-2019-
tentang-pengendalian-kebakaran-hutan-danatau-lahan.pdf [Accessed 25 Nov. 2019].
Jdih.riau.go.id. (2018). PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 6 TAHUN
2018 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKEBUNAN. [online] Available at:
https://jdih.riau.go.id/downloadProdukhukum/PERDA_NOMOR_6_TAHUN_2018_Salin.pd
f [Accessed 25 Nov. 2019].
A.Melvin, M. (2015). [online] Gfmc.online. Available at: https://gfmc.online/wp-
content/uploads/USA-2015-Prescribed-Fire-Use-Survey-Report.pdf [Accessed 25 Nov.
2019].
M.fernandes, P. and S.Botelho, H. (2003). A Review of prescribed Burning
Effectiveness in Fire Hazard Reduction. International Journal of Wildfires, [online] 12, p.1.
Available at: https://www.fs.fed.us/rm/pubs/rmrs_gtr292/2003_fernandes.pdf [Accessed 25
Nov. 2019].
Pranita, E. (2019). Kabut Asap di Riau, Ini Tips Pencegahan dan Penanganan
Kesehatannya Halaman all - Kompas.com. [online] KOMPAS.com. Available at:
https://sains.kompas.com/read/2019/09/15/130000323/kabut-asap-di-riau-ini-tips-
pencegahan-dan-penanganan-kesehatannya?page=all [Accessed 25 Nov. 2019].
Azaria, L. (2019). Dampak Serta Kerugian yang Diakibatkan Pembakaran Hutan
untuk Lahan Pertanian Baru di Kepulauan Riau. [online] KOMPASIANA. Available at:
https://www.kompasiana.com/lelitaazaria/55eed504a623bde619c9e2c5/dampak-serta-
kerugian-yang-diakibatkan-pembakaran-hutan-untuk-lahan-pertanian-baru-di-kepulauan-
riau# [Accessed 25 Nov. 2019].
Nurhayati, S. (2014). Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan. [online]
Info singkat kesejahteraan sosial. Available at:
http://file:///C:/Users/acer/Documents/asap1.pdf [Accessed 27 Nov. 2019].
Meiwanda, G. (2016). Hambatan dan Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, [online] 19(3), pp.251 - 263. Available at:
http://file:///C:/Users/acer/Downloads/asap2.pdf [Accessed 27 Nov. 2019]

16

Anda mungkin juga menyukai