Anda di halaman 1dari 5

Pointers

Nusantara Economic Outlook (NEO)


Jakarta, 23 Januari 2024| Pukul 15.15 – 15.30 WIB
Hotel The Westin Jakarta (East Java Ballroom)
Disiapkan untuk Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal

A. Informasi Kegiatan

 NEO adalah Forum tahunan yang bertujuan untuk memberikan gambaran


menyeluruh mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia dan prospeknya pada
tahun 2024. Dengan menggali titik temu antara pembangunan ekonomi dan
geopolitik internasional, seminar ini berupaya membekali peserta dengan
wawasan berharga mengenai potensi dampak dinamika global terhadap iklim
investasi dan strategi diplomatik Indonesia. Pendekatan holistik ini akan
memungkinkan para pemangku kepentingan untuk membuat keputusan yang
tepat dan menyesuaikan rencana dengan mempertimbangkan perkembangan
kondisi geopolitik dan ekonomi.

 Terdapat lima topik penting yang akan dibahas pada Konferensi Nusantara
Economic Outlook (NEO): (1) Perlambatan Ekonomi; (2) Suku Bunga Tinggi; (3)
Geopolitik Timur Tengah; (4) Masa Depan Ekonomi Hijau; dan (5) Transisi
Energi di Indonesia.

 Pada acara NEO tahun ini, OJK dapat memberikan perspektif kepada para
peserta dengan tema diskusi “Geopolitik dan Masa Depan Ekonomi Hijau”.
Tema tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran terkait ide-ide
kolaborasi dan solusi multipihak untuk menjabarkan secara umum mengenai
situasi ekonomi global, kebangkitan ekonomi pasca pandemi, dan pengaruh
situasi geopolitik terhadap iklim perekonomian global yang memiliki dampak
pada perekonomian Indonesia.

B. Pertanyaan Diskusi

1. Bagaimana pandangan OJK terhadap dampak geopolitik global terhadap


investasi hijau di Indonesia, dan strategi apa yang tengah diupayakan
untuk memfasilitasi pertumbuhan sektor ini?

Jawaban:

Seperti yang kami jelaskan dalam paparan kami, bahwa secara perspektif yang
lebih luas terdapat 2 tema geopolitik yang memberikan eksposur secara global.
Yang pertama terkait isu multipolarity, yang sebagian besar didorong oleh
persaingan yang semakin tinggi antara blok geopolitik atau jaringan aliansi

1
negara-negara. Hal tersebut nantinya akan memberikan tantangan dalam
mengkoordinasikan kebijakan global, memberikan ketidakpastian dan
ancaman krisis baik ekonomi dan sosial.

Yang kedua adalah terkait isu de-risking. Hal ini bisa kita lihat, hampir
semua negara berusaha menurunkan ketergantungannya dari global, terutama
dalam hal ekonomi, lebih mempromosikan produk-produk dalam negeri dan
mementingkan keamanan nasional.

Kedua hal tersebut nantinya akan mengakibatkan hal tekanan yang besar
dalam berbagai aspek, termasuk dalam aspek keberlanjutan atau
sustaianability. Dalam materi saya mengutip beberapa fakto sustainability
yang mungkin terdampak:

a. Persaingan dalam mendapatkan komoditas, khususnya pada komoditas


mineral penting, bahan makanan pokok dan air bersih;

b. tekanan di setiap negara untuk mendorong kebijakan iklim dalam


mencapai pertumbuhan ekonomi dan ketahanan energi; dan

c. Adaptasi perubahan iklim dalam meminimalisasi dampak risiko fisik dari


perubahan iklim.

Peran OJK dalam mendukung sektor keberlanjutan tersebut tentu seperti yang
dijelaskan, yakni melalui implementasi sustainable finance (keuangan
berkelanjutan) sebagai sarana pembiayaan alternatif selain APBN dalam
menuju ekonomi hijau dalam mendukung RPJPN 2025-2045 negara.

Upaya tersebut dilakukan kepada semua sektor jasa keuangan yang dimulai
sejak tahun 2015 melalui:

 penerbitan roadmap tahap 1,

 penerbitan POJK 51 sebagai fondasi yang mendorong implementasi


keuangan berkelanjutan pada institusi jasa keuangan,

 POJK 60/2017 yang direvisi menjadi POJK 18/2023 terkait


Bond/Sukuk berlandaskan keberlanjutan,

 taksonomi hijau, dan

 climate related stress test bagi industri perbankan dalam


mempersiapkan strategi dan memitigasi risiko terkait iklim.

2. Apa langkah konkret yang diambil oleh OJK untuk mendukung ekspansi
investasi hijau di Indonesia, terutama dalam konteks ketidakpastian
geopolitik global?

Jawab

2
Menyambung jawaban sebelumnya, tentu beberapa kebijakan telah kita
terbitkan dalam mendukung ekonomi hijau sampai dengan investasi hijau,
antara lain:

a. kebijakan insentif terkait Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai


(KBLBB), yaitu antara lain melalui

1) relaksasi ATMR pada industri perbankan (menjadi 50%),

2) relaksasi bobot risiko aset (menjadi 50%) dan relaksasi uang muka 0%
pada perusahaan pembiayaan, dan

3) penetapan tarif premi yang lebih rendah dari batas bawah bagi industri
perusahaan perasuransian.

b. Penerbitan POJK 18/2023 terkait penerbitan efek berlandaskan


keberlanjutan. dengan memperluas cakupan peraturan meliputi jenis efek,
tema keberlanjutan, dan mekanisme penerbitan efek.

Dengan demikian, POJK 18/2023 tidak hanya terbatas pada Efek bersifat
utang berwawasan lingkungan (green bond), namun juga mencakup sukuk
berwawasan lingkungan (green sukuk), EBUS berwawasan sosial (social
bonds/sukuk), EBUS Keberlanjutan (sustainability bonds/sukuk), Sukuk
Wakaf (sukuk-linked waqf), dan EBUS Terkait Keberlanjutan (sustainability-
linked bond).

EBUS Berlandaskan Keberlanjutan tersebut memiliki peluang yang sangat


besar untuk membiayai kegiatan transisi, yang selama ini sulit dipenuhi
karena belum memenuhi kaidah hijau pada green bond, maupun untuk
proyek jangka panjang yang belum dapat dipenuhi melalui kredit
perbankan.

c. Peluncuran Bursa Karbon melalui POJK 14/2023 dan SEOJK 12/2023

Bursa Karbon secara resmi diluncurkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI)
berdasarkan penetapan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sesuai berlakunya
UU No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor
Keuangan (P2SK), OJK memiliki kewenangan dalam mengatur dan
mengawasi perdagangan karbon melalui Bursa Karbon di Indonesia.

d. Penerbitan Taksonomi Hijau Indonesia (THI):

3
THI adalah klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta mitigasi dan adaptasi
terhadap perubahan iklim. Taksonomi digunakan sebagai pedoman
klasifikasi yang salah satu tujuan utamanya adalah untuk meminimalkan
green washing.

e. OJK juga telah menerbitkan Climate Risk Stress Testing (CRST) Guidelines
Tahap Pertama untuk sektor perbankan.

Dengan demikian, hal ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran dini


akan dampak risiko perubahan iklim dan lingkungan pada kinerja
keuangan bank dan membantu OJK dalam melakukan pengawasan atas
dampak risiko tersebut terhadap tingkat kesehatan bank ke depan.

Adapun ke depan terdapat beberapa inisiatif yang akan dilakukan OJK antara
lain:

a. Pengkinian Taksonomi Hijau menjadi Taksonomi Berkelanjutan, yang


bertujuan untuk memberikan cakupan yang lebih luas tidak hanya aspek
lingkungan namun juga aspek sosial dan dapat mendukung aktivitas
transisi.

b. Pengembangan Bursa Karbon dalam rangka peningkatan perdagangan,


pengembangan ekosistem dan aspek akuntansi karbon.

c. Pengembangan dan pengimplementasian Climate Risk Stress Testing.

d. Pengembangan Instrumen Keuangan Hijau, khususnya terkait produk


asuransi parametrik, obligasi daerah keberlanjutan dan lainnya.

3. Bagaimana OJK memandang potensi kerja sama internasional dalam


mendorong investasi hijau di Indonesia, dan apa langkah-langkah yang
diambil untuk memfasilitasi kerja sama ini?

Jawab

Terkait pertanyaan tersebut beberapa hal positif dalam pelaksanaan kerja sama
internasional antara lain:

a. Untuk mobilisasi pembiayaan, contohnya dalam mengembangkan skema


pembiayaan blended finance.

b. Pengembangan standar produk dan pelaporan.

c. Alih teknologi, contohnya carbon capture dan carbon storage yang lebih
efektif dan efisien.

4
d. Peningkatan awareness dan capacity building.

OJK terus berkomitmen dalam mengidentifikasi, melakukan kolaborasi dan


inisiatif kerjasama internasional lainnya dalam mendorong implementasi
sustainable finance di Indonesia.

Sebagai contoh, tahun 2023 yang lalu OJK merupakan ketua ASEAN Capital
Market Forum (ACMF), dan salah satu tema pengembangan dalam ACMF
adalah terkait pengembangan sustainable finance di negara kawasan. Adapun
beberapa capaian dalam masa keketuaan OJK adalah :

a. kami menerbitkan ASEAN Transition Guideline, untuk dapat menjadi salah


satu acuan bagi perusahaan secara umum ataupun perusahaan tercatat
secara khusus di Indonesia dalam mempromosikan aktivitas transisinya
kepada para stakeholder.

b. Kemudian terkait kajian pengembangan voluntary carbon market yang


dapat dijadikan pedoman pengembangan bagi regulator di ASEAN dalam
mengembangkan perdagangan karbon melalui voluntary carbon market.

c. Dalam pengembangan dan implementasi standar pelaporan global IFRS-ISSB


Standard, S1 dan S2, ACMF memiliki protocol kerja sama dengan IFRS
Fondation dalam rangka mengimplementasikan standar tersebut.

Kerja sama tersebut berfungsi:

 Sebagai saluran komunikasi untuk umpan balik yang berkelanjutan


kepada ISSB mengenai penetapan standarnya

 Memfasilitasi penyampaian pesan dan interaksi antara ISSB dan para


pemangku kepentingan atau pihak yang diatur oleh ACMF

 Mempromosikan peningkatan kapasitas tentang Standar ISSB bagi para


pemangku kepentingan ASEAN

Anda mungkin juga menyukai