Anda di halaman 1dari 9

Pembahasan Solusi dalam Menghadapi Tantangan Ekonomi Global Melalui

FMCBG-G20
Sebagai bukti konkret dari anggota Negara G20 mendukung agenda utama Presidensi Indonesia “Recover Together,
Recover Stronger”, Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 dalam FMCBG keempat mengambil enam
langkah nyata sebagai berikut:

1. Ekonomi Global
G20 memperkuat koordinasi dan aksi nyata yang diselaraskan pada isu penting bagi stabilitas ekonomi global
termasuk ketahanan pangan dan energi.

Melihat kondisi global saat ini, G20 menekankan pentingnya menjaga respon kebijakan fiskal yang mampu bergerak cepat
dan fleksibel, serta langkah-langkah pengendalian yang bersifat sementara dan tepat sasaran untuk menghindari tekanan
inflasi yang tinggi. Dalam hal ini, G20 menegaskan kembali pentingnya kerja sama kebijakan makro untuk menjaga
stabilitas keuangan, dan kebijakan fiskal jangka panjang yang berkelanjutan, serta melindungi risiko penurunan dan dampak
negatif efek spillover. G20 juga menegaskan kembali pentingnya kebijakan makroprudensial, pembangunan berkelanjutan,
dan transisi berkelanjutan.

Selain itu untuk meningkatkan stabilitas harga dan menghindari spillover, G20 juga berkomitmen untuk mengkalibrasi laju
pengetatan kebijakan moneter secara tepat.

2. Arsitektur Keuangan Internasional


G20 memperkuat komitmen untuk memastikan ketahanan arsitektur keuangan internasional jangka Panjang.

G20 akan terus memantau risiko peningkatan volatilitas/fluktuasi arus modal, spillover negatif, dan kondisi pasar yang tidak
merata. Selain itu, G20 juga terus mendukung alokasi penyaluran Special Drawing Right (SDR) untuk membantu golongan
yang paling rentan serta meningkatkan kapasitas sumber daya Multilateral Development Banks melalui tinjauan Kerangka
Kecukupan Modal, dan di saat yang sama memastikan penerapan Common Framework pada Debt Treatment di luar Debt
Service Suspension Initiative (DSSI).

3. Peraturan Sektor Keuangan


G20 menegaskan kembali komitmen dalam regulasi dan pengawasan sektor keuangan untuk memperkuat sistem
keuangan internasional.

G20 terus memperkuat sektor keuangan global melalui peningkatan pemantauan risiko dan melalui optimalisasi pemanfaatan
teknologi dan digitalisasi. Dalam konteks ini, G20 menyambut baik penilaian FSB mengenai pengawasan dan regulasi
“stablecoin” global, serta aktivitas pasar asset kripto dan menerima panduan akhir oleh BIS CPMI dan IOSCO yang
menegaskan bahwa prinsip untuk infrastruktur pasar keuangan berlaku dalam pentingnya pengaturan stablecoin yang
sistematis.

4. Keuangan Berkelanjutan
G20 menegaskan komitmen untuk memperkuat agenda keuangan berkelanjutan dan mendukung transisi ekonomi
hijau.

Untuk mendukung infrastruktur yang transformatif, G20 mendukung Infra Tracker 2.0 dan Ringkasan Studi Kasus G20
dalam Infrastruktur Keuangan Digital: Masalah, Praktik dan Inovasi. Anggota G20 juga mendorong kualitas investasi
infrastruktur dengan mendiskusikan pembangunan Quality Infrastructure Investment (QII) Indicators.

Para anggota G20 juga mendukung secara sukarela dan tidak terikat dengan Global Infrastructure (GI) Hub Framework
tentang cara terbaik dalam menjangkau partisipasi pihak swasta guna meningkatkan investasi infrastruktur yang
berkelanjutan, dengan tetap mempertimbangkan situasi negara, serta akan menambahkan investasi dari sumber lain,
termasuk investasi publik dan keuangan yang disediakan oleh Multilateral Development Banks (MDBs).

5. Investasi Infrastruktur
G20 berkomitmen untuk merevitalisasi investasi infrastruktur yang berkelanjutan, inklusif, dan terjangkau.

G20 menekankan pentingnya kemajuan dalam agenda keuangan yang berkelanjutan dan mendukung transisi ekonomi hijau
guna mencapai target bebas karbon. Selain itu, pada tahun ini Presidensi G20 Indonesia mendukung Laporan Ekonomi
Berkelanjutan G20 yang mana mewujudkan 3 agenda utama:
1. pembangunan kerangka transisi keuangan yang memperhatikan aktivitas transisi iklim, termasuk transisi energi,
dan meningkatkan kredibilitas komitmen institusi keuangan.
2. memperbesar keuangan berkelanjutan dengan berfokus pada peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan.
3. mendiskusikan pengungkit kebijakan yang menginsentifkan keuangan dan investasi serta mendukung transisi.

6. Perpajakan Berkelanjutan
G20 menegaskan kembali komitmen untuk mengimplementasikan kesepakatan paket pajak internasional dua pilar
G20/OECD.

Para anggota mendukung pekerjaan yang tengah berlangsung pada Pilar Satu dan menyambut penyelesaian dari Global Anti-
Base Erosion (GloBE) Model Rules pada Pilar Dua.

Selain itu, para anggota menyerukan OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) untuk
merampungkan Pilar Satu, dan dengan menandatangani Konvensi Multilateral pada paruh pertama 2023, dan untuk
menyelesaikan negosiasi Aturan Subjek Pajak (Subject to Tax Rule/STTR) dalam Pilar Dua yang akan memungkinkan
pembangunan instrumen multilateral untuk implementasinya.

Selanjutnya para anggota juga menegaskan tujuan G20 untuk memperkuat agenda pajak dan pembangunan sehubungan
dengan G20 Ministerial Symposium on Tax and Development pada Juli 2022, dan memperhatikan G20/OECD Roadmap on
Developing Countries and International Tax, serta mendukung perkembangan yang dicapai dalam mengimplementasikan
standar transparansi pajak yang disetujui secara internasional.

Berdasarkan poin-poin di atas, tentunya perlu kita syukuri salah satu hasil nyata terutama dalam sektor keuangan dari
penyelenggaraan G20 Presidensi Indonesia ini. Dalam hal ini tentunya Indonesia menunjukan komitmennya sebagai
presidensi untuk mendorong partisipasi aktif dari semua anggota untuk mewujudkan hasil nyata sebagaimana dalam tema
G20 kali ini yaitu “Recover Together, Recover Stronger”. Melalui tema tersebut, Indonesia berhasil mengajak seluruh dunia
untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Hal Sederhana yang Bisa Kamu Lakukan untuk Mengurangi Dampak


Perubahan Iklim
1. Mengurangi Penggunaan Listrik dan Air
2. Mengurangi Penggunaan Kendaraan Bermotor
3. Mengurangi Penggunaan Bahan-Bahan yang Tidak Ramah Lingkungan
4. Mengurangi Konsumsi Daging
5. Menanam Pohon dan Memelihara Taman
Langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
krisis ekonomi?
1. Ekspor diperkuat,
2. Ketergantungan pada ULN, impor, dan investasi jangka pendek atau yang
bermotivasi spekulasi dihilangkan,
3. Sektor perbankan diperkuat,

Penyebab Krisis ekonomi


1.Inflasi
Secara umum, Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa. Kenaikan yang terjadi tidak
terjadi dalam satu hari saja, melainkan terjadi secara terus-menerus dalam jangka waktu
tertentu. Inflasi bisa terjadi karena tekanan dari sisi supply, permintaan, dan ekspektasi
inflasi.
Sebenarnya, inflasi bisa berdampak positif maupun negatif, tergantung dari kepentingan
pihak yang terlibat. Sebagai contoh, investor yang memiliki aset properti bisa jadi
menganggap inflasi sebagai hal yang positif, karena nilai aset ikut meningkat.
2. Deflasi
Deflasi adalah kondisi di mana nilai mata uang meningkat, tetapi harga barang dan jasa terus
menurun dari waktu ke waktu. Deflasi merupakan kondisi kebalikan dari inflasi. Deflasi yang
terjadi terus-menerus mengindikasikan buruknya kondisi ekonomi di suatu negara.

Salah satu penyebab deflasi yaitu terjadinya penurunan permintaan. Selain itu, banyaknya
jumlah produksi dari barang yang sama dalam satu waktu juga bisa menjadi faktor penyebab
deflasi.

Ketika masyarakat melihat harga barang yang terus mengalami penurunan, mereka cenderung
menunda pembelian dengan harapan harganya akan lebih murah lagi pada masa mendatang.
Hal ini menjadi faktor penyebab terjadinya penurunan pendapatan dan kurangnya aktivitas
ekonomi di daerah tertentu.

3.finansial

Isu Prioritas Pembahasan pada


Presidensi G20
1.isu Pertama: Arsitektur Kesehatan Global
Saat ini seluruh dunia sedang mengalami pandemi. Adanya Covid-19 menuntut setiap
negara berpartisipasi dan saling bahu membahu untuk mengatasi pandemi. Di antaranya
adalah meningkatkan hubungan antar negara dalam hal mencukupi kebutuhan dunia akan
kesehatan. Kesehatan menjadi salah satu isu utama yang akan mendorong pembahasannya
di forum G20 kali ini.
Pemulihan global akibat dampak pandemi memerlukan kerja sama global yang lebih kuat
yang memastikan keseimbangan standar kesehatan global dan kolaborasi yang lebih erat
untuk memastikan ketahanan komunitas global terhadap pandemi di masa depan.
2.Isu Kedua: Transformasi Digital dan Ekonomi
Digitalisasi ekonomi global yang cepat membutuhkan kerjasama lanskap baru antar negara
dan semua pemangku kepentingan untuk menjaga kesejahteraan bersama, termasuk bidang
ekonomi di era digital.
3.Isu Ketiga: Transisi Energi Berkelanjutan
Tema prioritas yang diangkat lainnya terkait keamanan energi, kebutuhan mendesak untuk
mempercepat transisi menuju sumber energi yang lebih bersih perlu ditangani dengan
pendekatan dan dimensi baru, memastikan masa depan yang lebih bersih dan cerah bagi
komunitas global.

G20
sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan
perekonomian besar di dunia terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. G20 merupakan representasi
lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari
Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia,
Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Konferensi Tingkat Tinggi G20 Bali adalah pertemuan ketujuh belas Kelompok
Duapuluh (G20). KTT telah dilaksanakan di Bali, Indonesia, pada tahun 2022.[1][2][3] Presidensi
Indonesia berlangsung sejak 1 Desember 2021 hingga KTT pada kuartal keempat tahun 2022.
Upacara serah terima jabatan telah dilakukan oleh Perdana Menteri Italia Mario
Draghi kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada penutupan KTT G20 Roma
2021.

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Mural 5 pemimpin negara anggota G20: Joko Widodo, Joe


Biden, Xi Jinping, Vladimir Putin, Boris Johnson (digantikan Perdana Menteri Britania
Raya petahana)
Presidensi Indonesia sebenarnya akan diadakan pada tahun 2023. Namun, karena
kepemimpinan Indonesia atas ASEAN, sebuah organisasi regional yang signifikan, Indonesia
kemudian meminta kepada Pemerintah India untuk bertukar presidensi untuk tahun
2022. India telah sepakat untuk memegang presidensi pada tahun 2023, sehingga Indonesia
dapat menjadi tuan rumah presidensi 2022.[5] Presidensi Indonesia dimulai pada 1 Desember
2021, menyusul peralihan jabatan presidensi dari Perdana Menteri Italia Mario
Draghi kepada Presiden Indonesia Joko Widodo pada penutupan KTT G20 Roma 2021.[6]

Persiapan[sunting | sunting sumber]


Pemerintah Indonesia menganggarkan Rp 674 miliar (~USD 45 juta) untuk rangkaian acara G20.
[7]
Untuk pengamanan acara, pemerintah Indonesia mengerahkan sekitar 10.000 polisi dan
18.000 prajurit, termasuk 6.000 prajurit dari Kodam IX/Udayana yang bermarkas di Bali.[8] Sesaat
sebelum, selama, dan setelah puncak, penerbangan ke Bandara Internasional I Gusti Ngurah
Rai, Bali menjadi terbatas, dengan jam operasional terbatas untuk pesawat komersial dan
larangan untuk pesawat komersial menginap. Beberapa penerbangan dialihkan ke bandara
terdekat di Surabaya, Lombok, dan Makassar.[9]
Tempat Penyelenggaraan[sunting | sunting sumber]
Akibat pandemi COVID-19, perekonomian Bali yang bergantung pada pariwisata telah hancur,
dengan acara KTT G20 dilihat sebagai peluang untuk meningkatkan pariwisata ke pulau tersebut
ke tingkat pra-pandemi.[10] Tempat utama KTT G20 adalah di The Apurva Kempinski Hotel, Nusa
Dua, di Kabupaten Badung.[11] Tempat lain yang juga menjadi bagian dari KTT G20 adalah Bali
International Convention Center untuk media center,[12] Sofitel Bali Nusa Dua Beach Resort untuk
Program Pasangan,[13] Taman Hutan Raya Ngurah Rai untuk sesi penanaman bakau,
[14]
dan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana untuk gala dinner serta pertunjukan tradisional.[15]

KTT G20 Bali 2022

Tuan rumah Indonesia

Tanggal 15-16 November 2022[4]

Slogan Inggris: Recover Together, Recover Stronger

(Indonesia: Pulih Bersama, Bangkit Perkasa)

Tempat The Apurva Kempinski Bali

Kota Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali (tuan

rumah)

Peserta Negara Anggota G20:

 Indonesia (Tuan Rumah)

 Afrika Selatan

 Amerika Serikat

 Arab Saudi

 Argentina

 Australia

 Brazil

 Britania Raya
 India

 Italia

 Jepang

 Jerman

 Kanada

 Korea Selatan

 Meksiko

 Perancis

 Russia

 Tiongkok

 Türkiye

 Uni Eropa

Tamu lain yang diundang:

 Belanda

 Fiji

 Kamboja

 Rwanda

 Senegal

 Singapura

 Spanyol

 Suriname

 Ukraina

 Uni Emirat Arab

Tamu organisasi internasional:

 FIFA

 IMF

 Bank Dunia

 WTO

 IOC

 Forum Ekonomi Dunia

 ADB

 IDB

Sebelumnya Konferensi Tingkat Tinggi G20 Roma 2021


Selanjutnya Konferensi Tingkat Tinggi G20 New Delhi 2023

Situs web g20.org

G20 untuk Bumi


“ Recover Together, Recover Stronger ” sudah menjadi slogan yang hampir memenuhi seluruh
ruang fasilitas umum di Indonesia sejak awal tahun 2022. Pasalnya, slogan yang diangkat
untuk menyambut presiden Indonesia dalam G20 tersebut memiliki makna penting yang
harus ditanamkan kepada seluruh masyarakat.

Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang
diadakan di Bali pada tanggal 15 – 16 November 2022. Indonesia dipercaya menjadi pihak
yang mampu menyelenggarakan konferensi ini menjadi kerja sama yang harmonis untuk
melaksanakan berbagai kesepakatan penting dunia. Salah satu isu penting yang menjadi
perhatian dalam konferensi ini yaitu permasalahan ekonomi dunia yang juga terancam oleh
permasalahan krisis iklim. Oleh karena itu isu krisis iklim pun menjadi isu penting untuk
disepakati demi terselenggaranya berbagai agenda dunia.

Lalu, apa itu G20? Dan apa peran penting G20 keberlangsungan kehidupan di bumi ini?

Sejarah G20
G20 merupakan bentuk kerja sama banyak negara (multilateral) yang memiliki
perekonomian cukup berpengaruh besar bagi dunia. G20 terdiri dari Argentina, Australia,
Brasil, Cina, Kanada, Prancis, Jerman, India, india, Italia, Jepang, Republik Korea, Meksiko,
Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Selain
anggota tetap tersebut, Spanyol menjadi tamu tetap yang selalu diundang dalam
konferensi.

G20 pertama kali dibentuk pada tahun 1999 dengan tujuan utama bekerja sama untuk
mewujudkan stabilitas keuangan internasional. Terbentuknya G20 saat itu menjadi respon
atas kondisi global ketika terjadi krisis keuangan tahun 1997 – 1999. Pertemuan pertama
pemimpin negara-negara G20 dilaksanakan pada tanggal 14-15 November 2008.

KTT G20 yang dilaksanakan di Bali, Indonesia tahun 2022 ini merupakan KTT ke-
17. Kepemimpinan KTT bergantian setiap tahunnya di antara negara anggota
G20. Gabungan negara-negara yang menjadi anggota G20 mewakili 60 persen populasi
dunia, 80 persen Produk Domestik Bruto Global, dan 75 persen terlibat dalam perdagangan
internasional. Oleh karena itu, hampir sebagian besar kondisi ekonomi global dipengaruhi
oleh negara-negara G20.

Peran Penting G20 untuk Bumi


G20 tidak hanya memegang pengaruh dan peran penting dalam perekonomian dunia. Negara-
negara G20 juga memiliki andil besar yaitu sekitar 80 persen penyumbang emisi global. Hal
ini disebabkan oleh negara-negara anggota G20 dalam menjalankan industrinya
menggunakan energi fosil. Oleh karena itu sebagai platform kerja yang sama yang memegang
kunci perekonomian global sekaligus menjadi sumber permasalahan krisis penyebab iklim,
sudah selayaknya G20 mengambil tindakan nyata untuk mempertahankan bumi agar tetap
layak untuk ditinggali.

Salah satu penyebab utama meningkatnya emisi GRK adalah penggunaan energi fosil. Energi
fosil memang terhitung murah apabila tidak menghitung eksternalitasnya. Padahal bila
dihitung dampak yang disebabkan, dapat lebih mahal dari energi terbarukan.

Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam menurunkan emisi dengan meningkatkan


target Kontribusi Nasional (NDC). Dalam dokumen NDC terbarunya, Indonesia
meningkatkan target untuk menurunkan emisi dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan
upaya sendiri dan dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan
internasional. Meskipun target tersebut belum cukup, namun tetap perlu diapresiasi sekaligus
cakupannya. Jangan sampai implementasi penurunan emisi dimanipulasi dengan
adanya greenwashing .

Momen KTT G20 menjadi momen penting untuk mengingatkan negara-negara maju untuk
memenuhi janjinya memberikan dukungan bagi negara berkembang dalam hal kepentingan
penurunan emisi. Oleh karena itu transparansi dan komitmen yang tegas harus menjadi poin
penting dalam pertemuan G20 ke-17 ini. Negara anggota G20 yang mendominasi penyebab
emisi, negara G20 juga yang mampu dan selayaknya bertanggung jawab untuk saling bekerja
sama menurunkan emisi. Oleh karena itu, langkah dan kesepakatan yang diambil dalam
pertemuan G20 sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan di bumi.

Pro Kontra Undangan Indonesia untuk Putin di KTT G20 di Tengah Invasi Ukraina

Rencana kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT G20 akhir tahun ini di Indonesia
menimbulkan pro dan kontra. Putin dikabarkan akan menghadiri agenda besar KTT G20, meski
Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutu menentangnya. Duta Besar Rusia untuk Indonesia
Lyudmila Vorobieva mengonfirmasi, tuan rumah G20 Jakarta telah mengundang Putin ke KTT kepala
negara pada November 2022 di Bali.

"Tergantung banyak hal, termasuk situasi Covid yang semakin membaik. Tapi, sejauh ini ya niatnya
datang," katanya kepada wartawan, Rabu (23/3/2022). Sementara itu, AS dan negara-negara
sekutunya mempertimbangkan untuk mengeluarkan Rusia dari keanggotaan forum Internasional
tersebut. Australia protes Perdana Menteri Australia Scott Morrison prihatin terhadap rencana Putin
untuk menghadiri KTT G20 di Indonesia tahun ini. "Gagasan untuk duduk satu meja dengan Vladimir
Putin, yang Amerika Serikat (saja) sudah dalam posisi menyerukan tentang kejahatan perang di
Ukraina, bagi saya adalah langkah yang terlalu jauh," kata Morrison saat konferensi pers, dilansir
Reuters (24/3/2022).
Seperti diketahui, AS telah memimpin penerapan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya
terhadap Rusia. Ketegangan pun meningkat antara kedua negara, mencapai tingkat yang tidak
terlihat sejak Perang Dingin. Sikap Indonesia Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri
(Kemenlu) menegaskan, Indonesia selaku ketua presidensi G20 mengundang seluruh anggota,
termasuk Rusia. "Sebagai presidensi dan sesuai dengan presidensi-presidensi sebelumnya adalah
untuk mengundang semua anggota G20, dan bahwa diplomasi Indonesia selalu didasarkan pada
prinsip-prinsip based on principal," kata Duta Besar RI sekaligus Stafsus Program Prioritas Kemlu dan
Co-Sherpa G20 Indonesia, Triansyah Djani, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis.
Triansyah mengatakan, sikap Indonesia di berbagai forum atau organsiasi internasional selalu
berpegang pada aturan presidensi. Hal yang sama, kata dia, juga berlaku dalam pelaksanaan KTT G20
di Bali. "Oleh karena itu, memang kewajiban Presidensi G20 untuk mengudang semua anggotanya,"
ujar dia. RI tak bisa langsung keluarkan Rusia Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon
menilai, Indonesia tidak bisa serta merta bersikap atas permintaan negara Barat agar Rusia keluar
dari G20. Menurutnya, langkah tersebut tidak tepat dilakukan dalam hal diplomasi internasional.

"Kita harus berada di posisi yang berjarak sama antara kepemimpinan barat dan kepemimpinan
Rusia," kata Effendi ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis. Sebaliknya, Presiden Joko
Widodo (Jokowi) dinilai perlu memanfaatkan posisi Indonesia yang memegang Presidensi G20 untuk
mengatasi konflik di Eropa Timur itu. "Nah kalau beliau tidak memanfaatkan, beliau hanya sebagai
event organizer dong. Masa setingkat event organizer kita? (Hanya) sukses di
penyelenggaraan," ujarnya. Juru damai konflik Di sisi lain, Guru Besar Hukum Internasional
Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, Indonesia harus menyukseskan agenda
KTT G20 dan memastikan seluruh kepala pemerintahan dan kepala negara hadir. Ia mengatakan,
Indonesia juga bisa turun menjadi juru damai atas konflik di Ukraina.

"Kemenlu harus turun menjadi juru damai atas konflik yang terjadi di Ukraina dan saat ini meluas
antara AS dengan sekutunya dan Rusia," kata Hikmahanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis.
Menurut dia, pemerintah bisa meminta perwakilan Indonesia di AS dan negara-negara sekutu untuk
mengidentifikasi apa yang diminta terhadap Rusia. Hal serupa, kata dia, juga harus dilakukan
perwakilan Indonesia di Rusia. "Selanjutnya Menlu berdasarkan masukan dari perwakilan Indonesia
merumuskan solusi yang tepat untuk ditawarkan baik ke AS dan sekutunya dan ke Rusia," ujarnya.
Selanjutnya, ia mengatakan, Menteri Luar Negeri dapat melakukan shuttle diplomacy atau diplomasi
ulang alik untuk membicarakan solusi yang ditawarkan pemerintah Indonesia. "Langkah terakhir, bila
diperlukan Menlu dapat meminta Presiden untuk melakukan pembicaraan langsung dengan Presiden
Putin dan Presiden Joe Biden agar konflik segera diakhiri demi kemanusiaan dan keselamatan serta
perekonomian dunia," ucap dia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari
Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link
https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di
ponsel.

Anda mungkin juga menyukai