Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : CITRA N PANJAITAN

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 045308881

Kode/Nama Mata Kuliah : ESPA4314/PEREKONOMIAN INDONESIA

Kode/Nama UPBJJ : 12/MEDAN

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Jawaban :
1. Istilah krisis moneter merujuk pada keadaan memburuknya keuangan suatu negara dalam kurun
waktu tertentu yang ditandai dengan merosotnya nilai tukar uang nasional terhadap mata uang
internasional dan melonjaknya harga kebutuhan di pasar serta menurunnya aktivitas perekonomian
secara global. Setiap negara, baik negara maju maupun berkembang, pasti pernah mengalami krisis
moneter, termasuk Indonesia. Krisis moneter yang terparah yang pernah dialami oleh Indonesia
terjadi pada tahun 1998. Menurut para ahli, terdapat beberapa faktor internal dan eksternal
penyebab krisis moneter. Adapun faktor internal yang menyebabkan terjadinya krisis moneter
ialah sebagai berikut:
• Kondisi politik
Pergolakan dalam dunia politik dinilai berpotensi menyebabkan perpecahan dalam
masyarakat yang dikarenakan adanya perbedaan pendapat. Akibatnya, kondisi negara
menjadi tidak stabil, dan tidak menutup kemungkinan terjadinya kerusuhan di sana-sini.
Dalam keadaan chaos seperti itu maka para investor, baik yang berasal dari dalam maupun
luar negeri, enggan untuk berinvestasi pada negara dan memilih untuk berinvestasi ke
negara lain hingga kondisi politik kembali kondusif. Hal ini berdampak pada berkurangnya
penerimaan pembiayaan negara untuk menjalankan pemerintahan dan dengan demikian
memperburuk kondisi ekonomi secara signifikan.
• Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah menunjukkan kredibilitas pemerintah dalam mengatasi berbagai
situasi yang terjadi pada suatu negara. Bagi para investor, kebijakan pemerintah yang
terwujud dalam penerapan regulasi sangat mempengaruhi keputusan untuk berinvestasi
pada suatu negara. Pemerintah melalui regulasi-regulasi yang disusun seharusnya dapat
menyeimbangkan peranan pihak swasta dalam perdagangan, industri, dan alat-alat
produksi. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah agar pihak swasta tidak terlalu banyak
mengambil keuntungan. Karena apabila pihak swasta terlalu banyak mengambil
keuntungan, maka akan berpotensi menyebabkan krisis moneter.
• Inflasi
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu
tertentu. Ada beberapa faktor penyebab inflasi di Indonesia, yaitu peningkatan kebutuhan,
dorongan biaya, peningkatan harga rumah, dan jumlah uang yang beredar. Dampak inflasi
dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di suatu negara, dan secara khusus akan
mempengaruhi keputusan masyarakat dalam melakukan kegiatan konsumsi, investasi, dan
produksi.
• Kelemahan sistem perbankan
Lemahnya sistem perbankan bertanggungjawab atas terjadinya krisis moneter yang
menimpa Indonesia pada tahun 1997-1998. Pada masa itu, sebagai dampak dari paket
deregulasi perbankan Oktober 1988, setiap orang dapat mendirikan bank hanya dengan
berbekal modal 1 miliar sehingga banyak bank baru bermunculan. Sayangnya, kemunculan
bank-bank tersebut tidak dibarengi sistem manajerial dan pengawasan yang baik. Banyak
bank yang mengandalkan pinjaman luar negeri dalam jangka pendek dan tidak disertai
mekanisme hedging. Lemahnya pengawas otoriter moneter menyebabkan banyak
penyaluran dana terkonsentrasi pada debitur dalam satu grup. Tidak cukup disitu,
persaingan antar bank yang ketat membuat masing-masing bank berusaha menarik
pelanggan dengan menawarkan produk seperti pinjaman beresiko. Hal-hal tersebut
memicu tingginya resiko kredit macet yang mengakibatkan terjadinya krisis moneter.
• Masalah pada sektor produksi
Pada umumnya, ada dua macam masalah pada sektor produksi yang dinilai berpotensi
sebabkan krisis moneter, yakni:
1. Lemahnya alokasi asset atau faktor-faktor produksi yang menyebabkan kesenjangan
produktivitas.
2. Ketidakseimbangan pada struktur produksi.
Untuk mengatasi faktor-faktor internal tersebut, khususnya inflasi, maka diperlukan
peran kebijakan fiskal dan peran kebijakan moneter yang dijalankan oleh Pemerintah.

Selain faktor internal,ada juga faktor eksternal yang menyebabkan krisis moneter antara
lain :

• Hutang luar negeri


Negara-negara maju pada umumnya memasang tingkat bunga pinjaman yang rendah
dengan tujuan menarik perhatian debitur. Rendahnya bunga pinjaman ini biasanya
dibarengi dengan jangka waktu yang pendek. Hal tersebut memicu ketergantungan hutang
suatu negara, khususnya negara berkembang yang membutuhkan pinjaman dana untuk
membiayai proyek-proyek seperti pembangunan infrastruktur. Tanpa menyadari kenyataan
bahwa pinjaman dana dalam jumlah besar dan jangka waktu pendek dapat memicu
terjadinya krisis finansial.
• Krisis ekonomi global
Suatu negara juga dapat mengalami krisis moneter sebagai dampak dari krisis ekonomi
global, atau krisis yang juga dialami oleh negara-negara lain. Misalnya, krisis ekonomi
tahun 1997-1998 yang dialami oleh negara-negara di Asia, dan krisis ekonomi tahun 2008
atau dikenal sebagai krisis subprime mortgage yang dialami oleh Amerika. Krisis moneter
yang terjadi pada suatu negara memang biasanya akan berdampak pada negara lain, karena
negara-negara di dunia saling terkait dalam perekonomian, misalnya dalam perdagangan,
industri, dan pinjam-meminjam dana. Akan tetapi, krisis ekonomi global dapat dihindari
dengan kebijakan Pemerintah. Contohnya pada krisis ekonomi tahun 2008, Indonesia
terkena imbas dari krisis subprime mortgage yang dialami Amerika namun masih dapat
terselamatkan berkat penguatan di sektor perbankan.
Adapun faktor eksternal tersebut dapat diatasi dengan menerapkan kebijakan ekonomi
internasional melalui tarif, quota, serta kebijakan fiskal dan moneter.

2. Liberalisasi sektor pertanian, dapat dimengerti sebagai bentuk “keterbukaan” dalam fenomena
“transnasionalisasi” ekonomi, menyangkut komponen-komponen utama proses industri pertanian,
mulai dari bibit, pupuk, tekhnologi, obat-obatan untuk hama dan penyakit tanaman, modal kerja,
bantuan tenaga. Alasan mengapa kebijakan liberalisasi pertanian justru merugikan petani dalam
negeri adalah karena produk pertanian dari dalam negeri kalah bersaing dengan produk-produk
pertanian petani dari luar negeri. Ini memunculkan ketergantungan produk impor di dalam
masyarakat khususnya yang berkaitan dengan produk pertanian.
3. Dalam rangka memperkuat koordinasi dan berbagai langkah kebijakan yang telah diambil
sebelumnya, Bank Indonesia pada hari ini menempuh beberapa langkah kebijakan lanjutan untuk
menjaga stabilitas moneter dan pasar keuangan.

Langkah penguatan tersebut meliputi lima kebijakan yaitu :


• Meningkatkan intensitas triple intervention agar nilai tukar Rupiah bergerak sesuai dengan
fundamentalnya dan mengikuti mekanisme pasar. Untuk itu, Bank Indonesia akan
mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF, pasar spot, dan pasar SBN guna
meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar Rupiah.
• Menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum
Konvensional, dari semula 8% menjadi 4%, berlaku mulai 16 Maret 2020. Penurunan rasio
GWM Valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar 3,2 miliar
dolar AS dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas.
• Menurunkan GWM Rupiah sebesar 50bps yang ditujukan kepada bank-bank yang
melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor, yang dalam pelaksanaannya akan
berkoordinasi dengan Pemerintah. Kebijakan ini diharapkan dapat mempermudah kegiatan
ekspor-impor melalui biaya yang lebih murah. Kebijakan akan diimplementasikan mulai 1
April 2020 untuk berlaku selama 9 bulan dan sesudahnya dapat dievaluasi kembali.
• Memperluas jenis underlying transaksi bagi investor asing sehingga dapat memberikan
alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan Rupiah.
• Menegaskan kembali bahwa investor global dapat menggunakan bank kustodi global dan
domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan pasar keuangan dan
perekonomian, serta terus memperkuat bauran kebijakan dan koordinasi dengan
Pemerintah dan otoritas terkait, untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong
momentum pertumbuhan ekonomi, serta mempercepat reformasi struktural.

4. Lembaga keuangan mikro (LKM) memiliki peran penting dalam mengurangi kemiskinan di
negara-negara berkembang, terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki akses ke lembaga
keuangan formal seperti bank.LKM memberikan akses keuangan yang lebih mudah dan terjangkau
bagi para pengusaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang membutuhkan modal untuk
mengembangkan usaha mereka.Dengan begitu, LKM dapat meningkatkan produktivitas dan
pendapatan UMKM, sehingga mengurangi tingkat kemiskinan di masyarakat.Selain itu, LKM juga
dapat memberikan akses keuangan kepada kelompok masyarakat yang rentan terhadap
kemiskinan, seperti perempuan, petani kecil, dan penduduk desa.Dalam hal ini, LKM dapat
memfasilitasi ketersediaan modal dan akses ke pasar bagi kelompok masyarakat tersebut, sehingga
mereka dapat meningkatkan produktivitas dan meningkatkan taraf hidup mereka.Lembaga
keuangan mikro dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan dengan memberikan akses
keuangan kepada masyarakat yang terpinggirkan dan sulit mengakses layanan keuangan formal
seperti bank.

5. Indonesia adalah salah satu Negara berkembang yang tingkat perekonomiannya rendah.
Pendapatan utama negara Indonesia berasal dari Pajak. Menurut Mardiasmo (2016), pajak dapat
diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh negara kepada warga negaranya berdasarkan
undang-undang, dimana atas pungutan tersebut negara tidak memberikan kontraprestasi secara
langsung kepada warga negaranya. Pajak sebagai penerimaan negara harus dinilai positif, karena
melalui pajak kemandirian suatu negara dalam membiayai pembangunan dan pemerintahannya
dapat tercapai. Suluruh biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan dan pengembangan negara
berasal dari masyarakat sendiri, bukan dari bantuan negara lain. Keadaan yangseperti ini akan
berdampak pada kemandirian negara yang lebih kuat sehingga negara tidak bergantung pada
negara lain dalam pembiayaan pembangunan dalam negaranya. Oleh karena itu, pajak yang
memiliki peran strategis ini seharusnya mendapatkan perhatian penting dari masyarakat dan
pemerintah.
• Latar belakang kebijakan Tax Amnesty bagi pemerintah yang dilakukan pada saat periode
pemerintahan Joko Widodo: Pemerintah Indonesia telah melakukan kebijakan
pengampunan pajak (Tax Amnesty ) pada tahun 2016. Latar belakang dilakukannya
kebijakan tax amnesty tersebut, antara lain adalah karena banyaknya harta warga negara
Indonesia yang belum atau belum semuanya dilaporkan dalam Surat Pemeritahuan
Tahunan.
• Dampak kebijakan Tax Amnesty bagi pemerintah yang dilakukan pada saat periode
pemerintahan Jokowi Dodo adalah Tax amnesty yang dilakukan berulang memiliki potensi
penurunan penyerapan pajak, penurunan kesadaran melaporkan pajak, dan cenderung
mengarah pada sikap meremehkan atau menyepelekan.

Anda mungkin juga menyukai