drastis pada perekonomian Indonesia. Jelaskan faktor internal dan eksternal penyebab krisis
moneter tersebut!
Jawab:
Penyebab internal krisis adalah (Rachbini, 2001):
1. pertama, defisit transaksi berjalan Indonesia yang cenderung membesar dari tahun ke
tahun. Akibatnya, tekanan terhadap rupiah menjadi semakin kuat manakala beban
pembayaran terhadap impor dan kewajiban terhadap perusahaan jasa-jasa asing
semakin besar. Selama ini, defisit transaksi berjalan ditambal dengan arus modal
masuk yang cukup besar dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio.
Tetapi setelah krisis kepercayaan terjadi, investor asing tidak ingin menanggung
kerugian maka ia membawa modalnya ke luar.
2. Kedua, tingkat akumulasi inflasi Indonesia yang sangat tinggi. Selama kurun waktu
empat tahun (1992-1996) inflasi kumulatif sebesar 39,1 persen, sedangkan inflasi
Amerika Serikat hanya 14,3 persen. Tetapi pada saat yang sama depresiasi kumulatif
rupiah senantiasa ditahan oleh otoritas moneter sebesar 15,57 persen. Oleh karena itu
rupiah sebenarnya overvaluasi karena depresiasi ditahan yakni sekitar 9,2 persen.
Pemegang otoritas moneter merasa sangat yakin fundamental ekonomi Indonesia
sangat baik sehingga mereka tidak perlu melakukan kebijakan devaluasi.
3. Ketiga, utang luar negeri Indonesia yang terlalu banyak. Kebijakan utang luar negeri
yang dilakukan sejak 1965 telah membuat pemerintah terlena dengan risiko yang
harus ditanggung di masa depan. Pada pertengahan tahun 1980-an sesungguhnya kita
telah harus menghentikan utang luar negeri karena outflow negatif. Utang pokok dan
cicilan yang harus dibayarkan setiap tahun lebih besar daripada utang yang diterima
setiap tahun.
Faktor eksternal juga mendorong terjadinya krisis moneter.
1. Pertama, pergerakan finansial di tiga kutub dunia (AS, Eropa dan Jepang). Pada paruh
kedua dekade 1990-an terjadi pergerakan finansial dari Jepang dan Eropa ke AS
karena masalah perekonomian yang dialami Jepang dan proses ekonomi-politik
penyatuan mata uang Eropa.
2. Kedua, institusi finansial berbentuk negara dan lembaga keuangan yang berkembang
secara global mengalami perkembangan luar biasa sehingga memiliki otoritas yang
lebih besar daripada negara berkembang seperti Indonesia.
3. Ketiga, spekulasi yang mengiringi gejolak finansial global.
Sumber BMP ESPA4314 modul 1hal 1.22
2 Liberalisasi sektor pertanian di Indonesia diawali dengan masuknya Indonesia ke dalam
Perjanjian Pertanian (Agriculture on Agreement/AoA). Jelaskan mengapa kebijakan
liberalisasi pertanian yang diterapkan pemerintah cenderung merugikan petani dalam negeri!
Jawab:
Liberalisasi pertanian cenderung merugikan petani dalam negeri karena kurang memiliki
daya saing yang kuat akibat keterbatasan kemampuan penggunaan teknologi pertanian,
kualitas produksi pertanian yang kurang bagus dan keterbatasan input. Kesejahteraan petani
tidak meningkat secara signifikan. Liberalisasi pertanian justru menguntungkan korporat
besar yang menguasai input pertanian dan perdagangan internasional.
Sumber BMP ESPA4314 modul 2hal 2.15
5 Pajak merupakan instrumen APBN dari sisi penerimaan. Jelaskan latar belakang dan
dampak kebijakan Tax Amnesty bagi pemerintah yang dilakukan pada saat periode
pemerintahan Joko Widodo!
Jawab:
menurut Sri Mulyani penerimaan perpajakan terkumpul sebesar Rp1.283.5 triliun sepanjang
2016, sementara target dalam anggaran pendapatan dan belanja perubahan (APBN-P) 2016
yakni Rp1539, 2 triliun, atau dibawah 11 persen. Kondisi ini membuat periode pemerintahan
Joko Widodo melakukan pengampunan pajak, atau Tax Amnesty sehingga mampu
memberikan tambahan pemasukan pajak sebesar 4,6 persen atau senilai Rp107 triliun.
Insentif pajak berupa penurunan tarif pajak dapat menjadi salah satu alternatif untuk
meningkatkan penerimaan pajak. Secara teoretis, insentif pajak ini memungkinkan untuk
dilakukan. Salah satu teori insentif pajak ini mengemukakan bahwa pemotongan pajak (tax
cuts) akan dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah. Logikanya, jika pajak sudah
terlalu tinggi, orang malas untuk berproduksi, melaksanakan aktivitas ekonomi ataupun
investasi karena keuntungan atau pendapatannya akan ditarik ke kas pemerintah melalui
pajak yang tinggi tersebut. Dalam kondisi demikian, penurunan tarif pajak bisa menjadi
pendorong untuk menggairahkan produksi. Dengan bergairahnya pelaku ekonomi
berproduksi, walaupun tarif pajak menurun, secara absolut penerimaan pajak akan
meningkat. Penerapan insentif pajak memang harus berhati-hati dan melalui kajian yang
mendalam. Penurunan jenis pajak tidak harus menyeluruh, melainkan untuk jenis-jenis yang
tingkat tarifnya sudah terlalu tinggi. Dengan demikian, jika pemerintah berencana
memberikan insentif pajak, maka pemerintah perlu memperbanyak kajian mengenai insentif
pajak