TUGAS 1
UNIVERSITAS TERBUKA
1. Jelaskan faktor internal dan eksternal penyebab krisis moneter di indonsia
a. Faktor Internal penyebab krisis moneter indonesia adalah sebagai berikut :
deficit transaksi berjalan Indonesia cenderung membesar dari tahun ke tahun,
yang mengakibatkan tekanan terhadap rupiah menjadi semakin kuat
manakala beban pembayaran terhadap impor dan kewajiban terhadap
perusahaan jasa-jasa asing semakin besar.
Tingkat akumulasi inflasi Indonesia yang sangat tinggi, selama kurun waktu
empat tahun (1992-1996). Inflasi kumulatif sebesar 39,1 persen, sedangkan
inflasi amerika serikat hanya 14.3 persen, tetapi pada saat yang sama
depresiasi kumulatif rupiah senantiasa ditahan oleh otoritas moneter sebesar
15,57 persen.
Utang luar negeri Indonesia yang terlalu banyak,sehingga terjadi outflow
negatif. Utang pokok dan cicilan yang harus dibayarkan setiap tahun lebih
besar daripada utang yang diterima setiap tahun. Kebijakan utang pemerintah
ini ditiru oleh sektor swasta yang celakanya lagi tidak dikontrol oleh
pemerintah. Dan tidak adanya perhitungan cara untuk mengembalikannya di
kemudian hari.
b. Faktor Eksternal penyebab krisis moneter Indonesia adalah sebagai berikut :
Pergerakan finasnial di tiga kutub dunia ( AS, Eropa, dan Jepang ). Pada paruh
kedua dekade 1990an terjadi pergerakan finansial dari Jepang dan Eropa ke
AS karena masalah perekonomian yang dialami jepang dan proses ekonomi
politik penyatuan mata uang Eropa.
Institusi finansial berbentuk negara dan lembaga keuangan yang berkembang
secara global mengalami perkembangan luar biasa sehingga memiliki otoritas
yang lebih besar daripada negara berkembang seperti Indonesia.
Spekulasi yang mengiringi gejolak finansial global.
4. Menurut krisnamurti ( 2013 ), keuangan mikro dapat menjadi faktor kritikal dalam
usaha penanggulangan kemiskinan yang efektif. Peningkatan akses dan pengadaan
sarana penyimpanan, pembiayaan dan asuransi yang efisien dapat me,bangun
keberdayaan kelompok miskin dan peluang mereka untuk ke luar dari kemiskinan
melalui :
a. Tingkat konsumsi yang lebih pasti dan tidak berfluktuasi
b. Mengelola resiko dengan baik
c. Secara bertahap memiliki kesempatan untuk membangun asset
d. Mengembangkan kegiatan usaha mikronya
e. Menguatkan kapasitas perolehan pendapatannya, dan
f. Dapat merasakan tingkat hidup yang lebih baik
5. Jelaskan latar belakang dan dampak kebijakan Tax Amnesty bagi pemerintah yang
dilakukan pada saat periode pemerintahan Joko Widodo.
Tax amnesty merupakan suatu kebijakan pemerintah di bidang perpajakan
dengan melakukan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan
membayar tebusan dalam jumlah tertentu dengan tujuan memberikan kesempatan
kepada wajib pajak yang tidak patuh terhadap pajak menjadi patuh, selain itu juga
dapat menambah penerimaan suatu negara. Tujuan dari tax amnesty adalah untuk
meningkatkan penerimaan Negara dan pertumbuhan perekonomian, serta
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan. Tax amnesty adalah salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah
untuk menarik modal yang disimpan di luar negeri oleh Wajib Pajak baik Wajib Pajak
Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan ke Indonesia. Wajib Pajak Orang Pribadi dan
Wajib Pajak Badan yang melaporkan hartanya dan membawa pulang ke Indonesia
tidak akan dikenai sanksi tetapi hanya wajib membayar uang tebusan yang
perhitungannya sudah di tentukan sebelumnya oleh pemerintah. Implementasi
pengampunan pajak di Indonesia memiliki peluang untuk
berhasil dilaksanakan dengan jenis investigation amnesty. Tax amnesty
merupakan harapan yang besar bagi pemerintah Indonesia untuk dapat
memasukan dana dari luar negeri ke Indonesia. Hal ini di yakini oleh pemerintah
karena Wajib Pajak tidak akan merasa ketakutan untuk memasukan hartanya
di Indonesia sebab denda telah dihapuskan, setelah melakukan tax amnesty
semua catatan perpajakan yang di miliki oleh Wajib Pajak menjadi bersih.
Efek negatif dari tax amnesty adalah pada kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Hasil dari peraturan tersebut adalah Wajib Pajak memiliki harapan yang tinggi
dari tax amnesty dan akan menjadi kebiasaan (Nar, 2015).