EKONOMI PEMBANGUNAN
NIM : 049276976
1. Jelaskan keterkaitan antara sistem ekonomi Pancasila dan sistem ekonomi kerakyatan?
keterkaitan antara sistem ekonomi Pancasila dan sistem ekonomi kerakyatan ialah sistem
ekonomi pancasila digali berdasarkan hasil pemikiran bahwa sistem ekonomi
sangat terkait dengan ideologi, sistem nilai dan sosial budaya atau kelembagaan
masyarakat dimana sistem tu dikembangkan. Menurut mubyarto ekonomi pancasila
merupakan sistem ekonomi yang khas indonesia, yang digali dan dikembangkan
berdasar kehidupan ekonomi riil rakyat indonesia. Ekonomi pancasila adalah sistem
yang mengacu pada sila-sila dalam pancasila, yang terwujud dalam lima landasan
ekonomi, yaitu ekonomi moralistik (ber-ketuhanan) , ekonomi kemanusiaan ,ekonomi
nasionalisme, demokrasi ekonomi (ekonomi kerakyatan), dan diarahkan untuk
mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. sistem ekonomi kerakyatan
mencerminkan suatu bagian dari sistem perekonomian indonesia. Ekonomi
kerakyatan ini dapat dikatakan sebagai subsistem dari sistem ekonomi pancasila
pertama, defisit transaksi berjalan Indonesia yang cenderung membesar dari tahun
ke tahun. Akibatnya, tekanan terhadap rupiah menjadi semakin kuat manakala
beban pembayaran terhadap impor dan kewajiban terhadap perusahaan jasa-
jasa asing semakin besar. Selama ini, defisit transaksi berjalan ditambal dengan
arus modal masuk yang cukup besar dalam bentuk investasi langsung dan
investasi portofolio. Tetapi setelah krisis kepercayaan terjadi, investor asing
tidak ingin menanggung kerugian maka ia membawa modalnya ke luar.
Kedua, tingkat akumulasi inflasi Indonesia yang sangat tinggi. Selama kurun waktu
empat tahun (1992-1996) inflasi kumulatif sebesar 39,1 persen, sedangkan inflasi
Amerika Serikat hanya 14,3 persen. Tetapi pada saat yang sama depresiasi
kumulatif rupiah senantiasa ditahan oleh otoritas moneter sebesar 15,57
persen. Oleh karena itu rupiah sebenarnya overvaluasi karena depresiasi
ditahan yakni sekitar 9,2 persen. Pemegang otoritas moneter merasa sangat
yakin fundamental ekonomi Indonesia sangat baik sehingga mereka tidak perlu
melakukan kebijakan devaluasi.
Ketiga, utang luar negeri Indonesia yang terlalu banyak. Kebijakan utang luar
negeri yang dilakukan sejak 1965 telah membuat pemerintah terlena dengan risiko
yang ditanggung di masa depan. Pada pertengahan tahun 1980-an
sesungguhnya kita telah harus menghentikan utang luar negeri karena outflow
negatif. Utang pokok dan cicilan yang harus dibayarkan setiap tahun lebih
besar daripada utang yang diterima setiap tahun. Kebijakan utang pemerintah
ini ditiru oleh sektor swasta yang celakanya lagi tidak dikontrol oleh pemerintah.
Mereka berbondong-bondong membuat utang luar negeri karena banyak modal
negara maju yang menganggur. Mereka tidak membuat perhitungan cara
pengembaliannya di kemudian hari.
Pertama, pergerakan finansial di tiga kutub dunia (AS, Eropa dan Jepang).
Pada paruh kedua dekade 1990-an terjadi pergerakan finansial dari Jepang dan
Eropa ke AS karena masalah perekonomian yang dialami Jepang dan proses
ekonomi-politik penyatuan mata uang Eropa.
Kebijakan Pemasaran
4. Jelaskan dampak krisis moneter 1997/ 1998 terhadap perbankan saat Bank Indonesia
melakukan penghentian transaksi Surat berharga pasar uang menarik dana BUMN dan m
enaikkan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI)?
Krisis moneter 1997/1998 memiliki dampak yang signifikan terhadap sektor perbankan d
i Indonesia. Saat Bank Indonesia melakukan langkah-langkah seperti penghentian transa
ksi Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), menarik dana Badan Usaha Milik Negara (BUM
N), dan menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), beberapa dampak terjadi
pada sektor perbankan, antara lain:
2. Peningkatan risiko kredit: Dalam situasi krisis, banyak perusahaan mengalami kesul
itan keuangan, menghadapi penurunan pendapatan, atau bahkan mengalami kebangk
rutan. Hal ini meningkatkan risiko kredit bagi bank, karena debitur mungkin tidak d
apat memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman. Bank juga mungkin menghadapi p
eningkatan jumlah kredit macet, yang dapat mempengaruhi kualitas aset mereka.
3. Menurunnya nilai aset: Dampak krisis moneter dapat menyebabkan penurunan nilai
aset perbankan, terutama jika bank memiliki portofolio yang signifikan terpapar risi
ko valuta asing atau risiko pasar. Penurunan nilai aset dapat berdampak negatif pada
modal bank dan kemampuan mereka untuk memberikan kredit.
5. Peningkatan beban bunga: Kenaikan suku bunga SBI oleh Bank Indonesia dapat ber
dampak pada beban bunga yang harus ditanggung oleh perbankan. Bank mungkin h
arus membayar bunga yang lebih tinggi untuk mendapatkan dana dari Bank Indones
ia atau pasar uang, yang dapat mempengaruhi margin keuntungan mereka.
Dalam keseluruhan, langkah-langkah yang diambil oleh Bank Indonesia saat krisis
moneter 1997/1998, seperti penghentian transaksi SBPU, penarikan dana BUMN, da
n peningkatan suku bunga SBI, memiliki dampak yang signifikan terhadap sektor pe
rbankan. Perbankan menghadapi tantangan likuiditas, risiko kredit yang meningkat,
penurunan nilai aset, penurunan kepercayaan publik, dan beban bunga yang lebih tin
ggi. Dampak-dampak ini memperburuk kondisi perbankan yang pada akhirnya mem
erlukan restrukturisasi dan upaya pemulihan yang signifikan.
5. Jelaskan pentingnya peranan lembaga keuangan mikro bagi pelaku usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM)?
Menurut Krisnamurti (2013), keuangan mikro dapat menjadi faktor kritikal dalam
usaha penanggulangan kemiskinan yang efektif. Peningkatan akses dan pengadaan
sarana penyimpanan, pembiayaan dan asuransi yang efisien dapat membangun.
keberdayaan kelompok miskin dan peluang mereka untuk ke luar dari kemiskinan,
melalui:
1) tingkat konsumsi yang lebih pasti dan tidak befluktuasi,
2) mengelola resiko dengan lebih baik,
3) secara bertahap memiliki kesempatan untuk membangun aset,
4) mengembangkan kegiatan usaha mikronya.
5) menguatkan kapasitas perolehan pendapatannya, dan
6) dapat merasakan tingkat hidup yang lebih baik.
Akan tetapi salah satu masalah yang banyak dihadapi oleh usaha mikro, kecil,
dan menengah adalah berkaitan dengan permodalan. Sumber dana yang digunakan
umumnya adalah dari modal sendiri, atau modal keluarga. Sumber dana dari pihak
luar umumnya berasal dari lembaga keuangan informal, yang biasanya mengenakan
bunga yang tinggi. Hal ini dilakukan karena para pelaku UKMK sulit memenuhi
persyaratan yang diminta oleh lembaga keuangan formal. Di samping persyaratan
dan prosedur yang dipandang sukar, usaha ekonomi rakyat ini mayoritas dianggap
tidak bankable, walaupun dilihat dari kelaikan usaha unit usaha tersebut banyak yang
feasible. Dalam konteks dukungan pada ekonomi rakyat ini perlu kebijakan yang
tegas untuk membuka akses seluas-luasnya pada unit-unit usaha ekonomi rakyat yang
kecil dan mikro. Sebagaimana dikemukakan di atas, hambatan utama bagi unit usaha
ini adalah ketiadaan jaminan (collateral). Di sisi lain, perbankan secara ketat
menerapkan prinsip prudential banking yang mengharuskan adanya jaminan
tersebut. Akibatnya mereka hanya mengandalkan modal sendiri atau dengan
meminjam dari pelepas uang dengan tingkat bunga yang sangat tinggi sehingga
menyulitkan perkembangan usaha lebih lanjut. Kebijakan yang membuka akses
pada lembaga keuangan formal tersebut seharusnya dilakukan secara menyeluruh di
tanah air dengan cara
a. menyediakan lembaga keuangan nonbank yang memberi peluang usaha
ekonomi rakyat untuk meminjam tanpa jaminan;
b. pemerintah (Pusat/Daerah) membeli premi risiko lembaga keuangan bank;
dan dalam jangka panjang kemungkinan mengkaji untuk mengamandemen
UU Perbankan yang membuka peluang memberikan tanpa jaminan.