Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KRISIS MONETER INTERNASIONAL

Dosen Pengampu : Mohammad Kamal Reza, S.E., M.E.

Disusun Oleh :
Faradillah Hidayatul Chusnah (4202114081)
Nadya Anggita Panjaitan (4202114078)

D4 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
A. Pengertian Krisis Moneter
Krisis moneter atau yang juga dikenal sebagai krisis keuangan, merupakan situasi di
mana harga aset mengalami penurunan nilai yang tajam, bisnis dan konsumen tidak dapat
membayar hutangnya, dan lembaga keuangan mengalami kekurangan likuiditas. Krisis
moneter sering dikaitkan dengan kepanikan dimana investor menjual aset atau menarik uang
dari rekening tabungan karena mereka takut nilai aset tersebut akan turun jika tetap berada di
lembaga keuangan. Situasi lain yang dapat disebut sebagai krisis keuangan termasuk
pecahnya gelembung keuangan spekulatif, kehancuran pasar saham, gagal bayar pemerintah,
atau krisis mata uang. Krisis keuangan mungkin terbatas pada bank atau menyebar ke seluruh
ekonomi tunggal, ekonomi suatu wilayah, atau ekonomi di seluruh dunia.
Krisis moneter yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 ditandai dengan
merosotnya sendi-sendi perekonomian termasuk perbankan yang diakibatkan oleh nilai
tukar rupiah yang jatuh terhadap nilai tukar dolar. Dalam hal ini, inflasi merupakan salah satu
dampak dari terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda suatu negara. Inflasi
adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga secara tajam yang berlangsung secara
terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama yang diikuti dengan semakin
merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada
tahun 1997-1998 ini sebenarnya merupakan bagian dari krisis Finansial Asia (Asian
Financial Crisis) yang merupakan kombinasi yang parah antara perilaku pasar keuangan di
luar batas dan kebijakan pemerintah yang lemah.

B. Penyebab Terjadinya Krisis Moneter


Ada beberapa penyebab krisis moneter pada suatu negara, di antaranya:
1. Kesenjangan produktifitas yang erat berkaitan dengan lemahnya alokasi asetataupun
faktor-faktor produksi.
2. Jebakan ketidak seimbangan yang berkaitan dengan ketidakseimbanganstruktur antar
sektor produksi.
3. Ketergantungan pada utang luar negeri yang berhubungan dengan perilaku para pelaku
bisnis yang cenderung memobilisasi dana dalam bentuk matauang asing.
4. Stok utang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah
menciptakan kondisi yang tidak stabil. Hal ini diperburuk olehrasa percaya diri yang
berlebihan (bahkan cenderung mengabaikan) paramenteri di bidang ekonomi maupun
masyarakat perbankan sendiri, dalammenghadapi besarnya serta persyaratan utang swasta
tersebut.
5. Terkait erat dengan masalah di atas, adalah banyaknya kelemahan dalamsistem
perbankan di suatu negara. Dengan kelemahan sistemik perbankantersebut, masalah
utang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
6. Sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu
tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
7. Perkembangan situasi politik yang makin menghangat akibat krisis ekonomi,dan pada
gilirannya memperbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
8. Argument bahwa pasar financial internasional tidak stabil secara inheren yangkemudian
mengakibatkan buble ekonomi dan cenderung bergerak liar.Bahkan sejak tahun 1990-
an pasar financiall lebih tidak stabil lagi. Hal inidikarenakan tindakan perbankan negara-
negara maju menurunkan suku bungamereka. Sehingga mendorong dana-ana masuk
pasar global. Maka pada tahun1990-an ana asing melonjak dari $9 Miliyard menjadi lebih
dari $240Milliyard.9.
9. Kegagalan manajemen makro ekonomi tercermin dari kombinasi nilai tukaryang kaku
dan kebijkan fiskal yang longgar, inflasi yang merupakan hasil dariapresiasi nilai tukar
efectif riil,deficit neraca pembayaran dan pelarian modal.10.
10. Kelemahan sektorfinacial yang over gradueted, but under regulete11.
11. Semakin membesarnya cronycapitalism dan sistem politik yang otoriter
dansentralistik(M. Fadhil Hasan).

C. Dampak Dari Krisis Moneter


Krisis Moneter membawa dampak yang kurang baik bagi Negara yang mengalaminya, ini
disebabkan karena kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS,yang melambung tinggi.
Dampak yang terlihat seperti: Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya
dengan alasan tidak dapat membayar upah para pekerjanya. Sehingga menambah angka
pengangguran. Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang naik cukup tinggi,
yang mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat barang-barang kebutuhan pokoknya.
Utang luar negeri melonjak. Harga BBM naik.
Kemiskinan juga termasuk dampak krisis moneter, meningkatnya jumlah penduduk yang
miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai mata uang yang tajam, yang menyebabkan terjadinya
kesenjangan antara penghasilan yang berkurang akibat PHK atau naik sedikit dengan
pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkat inflasiyang tinggi. Disaat krisis itu terjadi
banyak pejabat yang melakukan korupsi. Sehingga mengurangi pendapatan para pekerja
yang lain.
Banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan Negara asing dengan tingkat
bunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban utang Negara. Pada sisi lain
merosotnya nilai tukar mata uang juga membawa hikmah. Secara umum impor barang
menurun tajam. Sebaliknya arus masuk turis asing akan lebih besar, daya saing produk dalam
negeri dengan tingkat kandungan impor rendah meningkat sehingga bisa menahan impor dan
merangsang ekspor khususnya yang berbasis pertanian. Dampak dari krisis moneter lebih
banyak yang negative dibandingkan dampak positifnya. Itu di karenakan krisis ini
mengganggu kesejahteraan masyarakat.

D. Ciri-ciri Negara yang Mengalami Krisis Moneter


Ciri-ciri suatu negara yang rentan terhadap krisis moneter, di antaranya:
1. Memiliki jumlah utang luar negeri yang besar,
2. Menglami inflasi yang tidak terkontrol,
3. Defisit neraca pembayaran yang besar,
4. Kurs pertukaran mata uang tidak seimbang,
5. Tingkat suku bunga diatas kewajaran.
Jika ciri ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara,maka dapat dipastikan Negara tersebut
hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.

E. Kebijakan Moneter Dalam Mengatasi Krisis Moneter


Ada beberapa kebijakan moneter dalam rangka mengatasi krisis moneter, yaitu:
1. Operasi Pasar Terbuka, Operasi pasar terbuka merupakan cara mengendalikan uang yang
beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah. Jika ingin menambah
jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun bila
ingin mengurangi, pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada
masyarakat. Surat berharga tersebut seperti Sertifikat Bank Indoensia (SBI) atau Surat
Berharga Pasar Uang (SPBU).
2. Fasilitas Discount Rate (Diskonto), Fasilitas ini mengatur jumlah uang beredar dengan
memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang
mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat
jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral atau
sebaliknya agar uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio), Mengatur jumlah uang yang
beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan oleh
pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan
wajib. Sedangkan untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion), Himbauan tersebut diberikan untuk mengatur uang
yang beredar kepada pelaku ekonomi. Misalnya, seperti mengimbau perbankan pemberi
kredit untuk waspada dalam mengeluarkan kredit. Sebab, hal tersebut bisa menekan
jumlah uang yang beredar.

F. Pengertian Sistem Moneter Internasional


Sistem moneter internasional terdiri dari kebijakan dan pengaturan resmi yang terkait
dengan pengaturan untuk nilai tukar, pembayaran internasional saat ini dan arus modal
internasional, cadangan internasional, termasuk sekumpulan institusi, aturan, standar dan
konvensi yang mengatur operasinya.
Sistem moneter internasional diawasi oleh serangkaian institusi yang kompleks dan
berkembang yang berusaha untuk membangun dan mempromosikan kepatuhan terhadap
berbagai aturan, standar dan konvensi baik dalam hal kebijakan makroekonomi dan sektor
keuangan. Tujuan menyeluruh dari arsitektur keuangan global ini adalah untuk menjaga
stabilitas keuangan dan moneter global. Berbagai institusi kunci yang memantau dan
mengawasi sistem moneter internasional seperti International Monetery System (IMF),
Bank for International Settlements (BIS), Financial Stability Board (FSB) dan G-20.

G. Sejarah Perkembangan Sistem Moneter Internasional


Sistem moneter internasional memiliki peran sentral dalam ekonomi politik global.
Sejak akhir abad ke-19, awal pembentukan sistem moneter internasioan melalui
berbagai transformasi dalam mengantasipasi berbagai perubahan situasi politik dan
ekonomi internasional. Perubahan paling dramatis adalah pada saat krisis
pengintegrasian sistem moneter internasional selama periode perang.

1. Transformasi sistem moneter internasional yang pertama terjadi sejak tahun


1880 di mana Inggris, Jerman, Jepang dan Amerika telah mengadopsi sistem
standar emas di mana nilai dari setiap mata uang dalam satuan mata uang
lainnya dapat ditentukan secara mudah dengan sistem standar emas sehingga
dapat mendorong perdagangan internasional. Pada awalnya, US$ 1 dihargai
dengan 23,22 grain emas murni atau 1 ons emas sama dengan 480 grain yang
senilai US $20,67. Sejumlah mata uang yang diperlukan untuk membeli satu
ons emas disebut sebagai nilai par emas. Standar emas tidak digunakan lagi sewaktu
terjadinya Perang Dunia 1. Mata uang ditetapkan atas dasar emas atau dapat
menggunakan mata uang lainnya.
2. Transformasi sistem moneter internasional yang kedua terjadi setelah Perang Dunia
II pada tanggal 22 Juli 1944 dengan dengan dihasilkannya perjanjian sistem
moneter internasional yang disepakati oleh 44 negara dalam konferensi moneter
internasional Bretton Woods yang dikenal dengan The Bretton Woods
Conference dengan kembalinya penggunaan standar emas di mana emas
diperdagangkan hanya oleh bank sentral dan bukan secara pribadi. Kurs mata
uang ditetapkan berdasarkan emas dengan menggunakan kurs tetap di mana
semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan emas. Negara-
negara anggota Bretton Woods diminta menjaga kursnya dalam batas interval naik
maupun turun sebesar 1% dari nilai par dan diminta untuk melakukan intervensi
guna menjaga stabilitas nilai kurs tersebut. Pada tahun 1946 didirikanlah
International Monetery Fund (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) untuk
mengawasi sistem moneter internasional tersebut. International Monetery Fund
(IMF) membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya
(Gallagher dan Ocampo, 2013). Selama periode tahun 1944 hingga 1973, mata uang
US Dolar menjadi mata uang yang sangat penting dalam lalu lintas pembayaran
internasional. Negara-negara Eropa yang sangat memerlukan dana untuk
memulihkan keadaan ekonominya sehingga mengakibatkan kenaikan permintaan
dunia terhadap US Dolar banyak diminta. Konsekuensinya, emas menjadi tergeser
oleh US Dolar. Dengan semakin pentingnya fungsi US Dolar, maka setiap
anggota menetapkan perbandingan mata uangnya terhadap US Dolar yang apabila
diperlukan dapat ditukarkan dengan emas.
3. Transformasi sistem moneter internasional yang ketiga, terjadi pada era tahun
1973 di mana terjadi perubahan dari standar nilai tukar emas menjadi dolar
Amerika yang disebabkan karena tekanan spekulasi pasar terhadap sistem kurs
tetap yang tidak layak lagi untuk dapat dipertahankan. Pasar keuangan dunia
sempat tutup selama beberapa minggu pada bulan Maret 1973. Ketika pasar
tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas (free float)
ditentukan oleh kekuatan pasar. Sejak tahun 1973, sistem moneter internasional
merupakan campuran antara kurs tetap dengan kurs mengambang bebas. Mata uang
dunia berfluktuasi tergantung pada permintaan dan penawaran pasar di mana negara-
negara di dunia dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing guna
mengurangi fluktuasi nilai kurs mata uangnya yang berlebihan dengan cara
managed or dirty float yaitu apabila negara mengalami defisit dalam neraca
pembayaran, maka nilai kurs valuta asing cenderung naik sehingga Bank Sentral
masing-masing negara dapat melakukan intervensi berupa penjualan valuta asing.
Demikian juga sebaliknya, apabila surplus dalam neraca pembayaran, maka
Bank Sentral dapat melakukan intervensi berupa pembelian valuta asing di pasar
guna mengurangi penurunan kurs. Sistem kurs managed or dirty float merupakan
lawan dari sistem kurs clean float di mana bank Sentral sama sekali tidak
melakukan intervensi dalam pasar valuta asing. Lima negara Eropa, yaitu Jerman
Barat, Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherland, dan Norwegia memberlakukan
pengaturan sistem kursnya secara tersendiri berupa kurs tetap yang berlaku di
antara mereka sendiri namun dapat berfluktuasi secara bersama-sama terhadap
mata uang negara lain yang disebut dengan snake like . Negara-negara Eropa dan
Jepang telah melepaskan keterikatan mata uangnya dengan US Dolar Namun
demikian, US Dolar masih memegang peranan penting dalam lalu lintas
pembayaran internasional International Monetery Fund (IMF) dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (United Nations) masih tetap menggunakan dasar mata uang US
Dolar.
4.

H. Penetapan Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)


Nilai tukar mata uang (kurs) merupakan perjanjian nilai tukar mata uang suatu
negara terhadap sistem pembayaran internasional pada saat kini atau masa depan.
Sistem penentuan kurs suatu negara dapat dikategorikan menurut Bruno, Kim, dan Shin
(2018), De Conti dan Prates (2011), Wardhana, et al (2014), Betts dan Devereux (2000),
yaitu:
1. Mengambang bebas (free float) di mana dalam sistem ini, kurs mata uang dibiarkan
mengambang bebas tergantung pada kekuatan pasar baik permintaan maupun
penawaran mata uang negara tersebut di pasar internasional. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi nilai kurs dalam sistem ini seperti tingkat inflasi dan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang dapat digunakan oleh pasar internasional dalam
mengevaluasi nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan terkait dengan
permintaan dan penawaran terhadap mata uang negara tersebut. Sistem mengambang
bebas juga disebut sebagai clean
2. Mengambang yang dikelola (managed float) di mana dalam sistem ini terjadi
intervensi oleh Bank Sentral suatu negara yang cukup aktif apabila kurs yang terjadi
di luar batasan yang telah ditetapkan oleh Bank Sentral tersebut dalam bentuk
seperti:
(1) menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan
menjaga stabilitas kurs agar perubahan kurs cukup teratur;
(2) menunda kurs (leaning against the wind). Melalui cara ini, bank sentral
melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi fluktuasi jangka
pendek yang cukup tajam yang diakibatkan oleh kejadian yang sifatnya
sementara. Sistem mengambang yang dikelola (managed float) sering disebut
juga sebagai dirty float (Erten dan Ocampo, 2014)
3. Sistem kurs tetap (fixed rate) di mana dalam sistem ini, Bank Sentral suatu negara
menetapkan kurs secara resmi dengan selalu melakukan intervensi secara aktif guna
menjaga kurs yang telah ditetapkan tersebut. Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak
sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi negara tersebut, maka Bank Sentral
dapat melakukan devaluasi atau revaluasi, pinjaman asing, pengetatan peredaran mata
uang asing, pengendalian harga, pengendalian pembayaran upah, dan pembatasan
aliran modal keluar negeri (Gerko dan Rey, 2017; Bruno dan Shin, 2015; Gallagher,
Jones dan Ocampo, 2012).
4. Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging) di mana dalam sistem ini Bank
Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan secara resmi kurs mata
uangnya terhadap sistem pembayaran internasional.
5. Perjanjian Zona Target Tertentu di mana dalam sistem ini beberapa negara sepakat untuk
menentukan kurs mata uangnya secara Bersama-sama dalam wilayah kurs tertentu.
Jika kurs melewati batas atas atau batas bawah, Bank Sentral negara yang
bersangkutan akan melakukan intervensi.
6. Dikaitkan dengan mata uang lain di mana dalam sistem ini negara-negara anggota
IMF mengaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara lainnya atau.
terhadap mata uang negara tetangganya.
7. Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain di mana dalam sistem ini negara-negara
mengaitkan nilai mata uangnya terhadap kelompok mata uang lainnya yang biasanya
terdiri dari mata uang mitra dagangnya yang penting.
8. Dikaitkan dengan indikator tertentu di mana dalam sistem ini negara-negara
mengaitkan nilai mata uangnya terhadap indikator tertentu seperti kurs riil efektif (kurs
yang telah memasukkan inflasi terhadap mitra dagang mereka yang penting).
DAFTAR PUSTAKA

https://kamus.tokopedia.com/k/krisis-moneter/ (Diakses Selasa, 03 Januari 2023)


https://www.academia.edu/36087011/Perkembangan_Sistem_Moneter_dan_Krisis_Moneter_Int
ernasional_Serta_Dampaknya_Terhadap_Indonesia_Diajukan_untuk_melengkapi_Program_Per
kuliahan_Manajemen_Keuangan_Internasional (Diakses Selasa, 03 Januari 2023)
https://www.academia.edu/7309726/Krisis_moneter_adalah_krisis_yg_berhubungan_dengan_ua
ng_atau_keuangan_suatu_Negara (Diakses Selasa, 03 Januari 2023)
https://www.researchgate.net/publication/359539366_SISTEM_MONETER_INTERNASIONA
L (Diakses Kamis, 05 Januari 2023)
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/20/080000969/krisis-moneter-pengertian-dan-
dampaknya?page=all (Diakses Kamis, 05 Januari 2023)

Anda mungkin juga menyukai