Gambar 1
2. Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok: Selama krisis ekonomi, harga-harga
kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan gula naik tajam. Hal ini sangat
membebani masyarakat Indonesia yang kebanyakan hidup dari gaji harian atau upah
minimum. Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan
kekacauan di Indonesia. Pada bulan Februari 1998, Presiden Soeharto memecat
Gubernur Bank Indonesia, Sudrajad Djiwandono. Akhirnya, Presiden Soeharto dipaksa
untuk mundur pada tanggal 21 Mei 1998 dan B. J. Habibie diangkat menjadi presiden.
Mulai dari sini krisis moneter Indonesia memuncak.
3. Kerugian bagi sektor perbankan: Banyak bank Indonesia mengalami kerugian besar
karena mereka memberikan pinjaman yang besar untuk pengembangan proyek yang
tidak layak. Banyak bank juga mengalami masalah likuiditas karena tidak dapat
memenuhi kewajiban mereka untuk membayar deposito nasabah. Beberapa bank juga
gulung tikar akibat krisis ekonomi.
4. Krisis sosial dan politik: Krisis ekonomi menyebabkan kerusuhan di beberapa wilayah
Indonesia, seperti Jakarta, Surakarta, dan Surabaya. Kondisi ini meningkatkan
ketegangan antara berbagai kelompok masyarakat dan mengancam stabilitas politik
negara.
5. Perubahan kebijakan ekonomi: Krisis ekonomi juga memicu perubahan besar dalam
kebijakan ekonomi Indonesia. Pada tahun 1998, Indonesia memutuskan untuk
membebaskan nilai tukar rupiah dan menunda pembayaran utang luar negeri. Keputusan
ini membuat Indonesia ditekan oleh lembaga keuangan internasional seperti IMF dan
memicu reformasi ekonomi yang signifikan di Indonesia.
6. Keprihatinan internasional: Krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1997 memiliki
dampak yang sangat luas dan memicu kekhawatiran internasional. Krisis ini menyebar ke
negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina, dan memicu krisis
finansial global.
Dalam keseluruhan, dampak dari krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia sangat
merusak dan membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan perekonomian dan stabilitas
politik. Namun, krisis ini juga memicu reformasi dan perubahan kebijakan ekonomi yang
signifikan di Indonesia.
Peran IMF dalam Krisis Ekonomi Indonesia
Krisis ekonomi pada tahun 1997 di Indonesia menjadi salah satu krisis paling parah
dalam sejarah ekonomi modern. Pada saat itu, pemerintah Indonesia meminta bantuan dari
Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membantu mengatasi krisis ekonomi yang sedang
terjadi. Berikut adalah beberapa peran IMF dalam mengatasi krisis ekonomi pada tahun 1997:
1. Memberikan pinjaman: IMF memberikan pinjaman keuangan yang signifikan kepada
pemerintah Indonesia untuk membantu mengatasi krisis ekonomi yang sedang terjadi.
Dalam hal ini, IMF memberikan pinjaman sebesar US$ 23 miliar dengan syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia.
2. Membantu mengambil kebijakan ekonomi yang benar: IMF membantu pemerintah
Indonesia dalam merancang dan menerapkan kebijakan ekonomi yang benar, termasuk
pengurangan defisit anggaran, pemotongan subsidi, dan reformasi sektor keuangan dan
moneter.
3. Memperketat pengawasan terhadap sistem keuangan: IMF memperketat pengawasan
terhadap sistem keuangan Indonesia untuk mencegah terjadinya krisis serupa di masa
depan. Hal ini dilakukan dengan memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap
perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
4. Memberikan dorongan pada reformasi struktural: IMF memberikan dorongan pada
reformasi struktural di Indonesia, termasuk peningkatan keterbukaan ekonomi, perbaikan
infrastruktur, peningkatan sistem pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan tata kelola
pemerintahan.
5. Menyediakan konsultasi dan dukungan teknis: IMF juga memberikan konsultasi dan
dukungan teknis pada pemerintah Indonesia dalam berbagai bidang, termasuk
pengelolaan keuangan, kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan sektor keuangan.
Dengan bantuan IMF, pemerintah Indonesia berhasil mengatasi krisis ekonomi pada
tahun 1997 dan kembali memulihkan perekonomiannya. Meskipun terdapat kritik terhadap
beberapa syarat dan kebijakan yang diberlakukan oleh IMF, namun IMF tetap dianggap
berperan penting dalam membantu Indonesia mengatasi krisis ekonomi pada tahun 1997.
Pemerintah dalam Mengatasi Krisis
Untuk mengatasi krisis ini, pemerintah melakukan reformasi dan perubahan kebijakan
ekonomi yang signifikan. Berikut adalah beberapa perubahan kebijakan ekonomi yang
dilakukan pada saat itu:
1. Pembatasan devaluasi rupiah: Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membatasi
devaluasi rupiah, yang telah turun secara dramatis sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan
mengeluarkan kebijakan baru tentang nilai tukar yang diperketat dan menaikkan suku
bunga.
2. Penyederhanaan regulasi perbankan: Pemerintah melakukan penyederhanaan regulasi
perbankan, termasuk mengurangi jumlah bank nasional dari sekitar 240 menjadi hanya
56, dan memperketat pengawasan terhadap kinerja bank.
3. Peningkatan keterbukaan ekonomi: Pemerintah meningkatkan keterbukaan ekonomi
dengan membuka pasar Indonesia untuk investasi asing dan menghapus beberapa
hambatan perdagangan.
4. Perbaikan infrastruktur: Pemerintah meningkatkan investasi pada infrastruktur,
termasuk jalan raya, jembatan, pelabuhan, dan bandara. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan daya saing Indonesia dalam pasar global.
5. Pemberian stimulus ekonomi: Pemerintah memberikan stimulus ekonomi dalam bentuk
paket kebijakan fiskal dan moneter. Stimulus ini bertujuan untuk meningkatkan
permintaan agregat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Perubahan kebijakan ekonomi tersebut memang tidak seketika berhasil mengatasi
krisis ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia pada tahun 1997, tetapi pada akhirnya mampu
mengembalikan kepercayaan investor dan membawa Indonesia keluar dari krisis tersebut.
2. Krisis Ekonomi Pada Tahun 1998
Krisis ekonomi yang terjadi di Asia pada tahun 1998, juga dikenal sebagai Krisis
Keuangan Asia, bermula pada akhir tahun 1997 ketika mata uang Thailand, baht, mengalami
devaluasi yang signifikan. Krisis ini kemudian menyebar ke negara-negara Asia lainnya,
termasuk Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, dan Filipina.
Berikut adalah kronologi awal mula krisis ekonomi pada tahun 1998 di Asia:
1. Juli 1997: Pemerintah Thailand memutuskan untuk membiarkan baht mengambang
bebas, yang sebelumnya diikat dengan dolar AS. Keputusan ini memicu penurunan
nilai tukar baht yang signifikan terhadap dolar AS.
2. Agustus 1997: Krisis keuangan di Thailand semakin memburuk, dengan bank-bank
dan perusahaan terbesar di negara itu mulai mengalami kesulitan keuangan.
3. November 1997: Krisis finansial di Thailand menyebar ke negara-negara lain di Asia,
termasuk Indonesia, Korea Selatan, dan Filipina. Nilai tukar mata uang di negara-
negara tersebut juga mengalami penurunan yang signifikan.
4. Desember 1997: Pemerintah Korea Selatan memutuskan untuk mengambil langkah-
langkah drastis dalam upaya mengatasi krisis keuangan, termasuk menaikkan suku
bunga dan meminta bantuan dari IMF.
5. Januari 1998: Krisis keuangan di Asia semakin memburuk, dengan penarikan modal
asing dari pasar keuangan dan turunnya harga saham di negara-negara Asia.
6. Februari 1998: Pemerintah Indonesia memutuskan untuk meminta bantuan dari IMF
setelah rupiah mengalami devaluasi yang signifikan.
Beberapa data ekonomi yang menunjukkan bagaimana krisis ekonomi pada tahun 1998
terjadi di Asia antara lain:
Penurunan nilai tukar mata uang: Nilai tukar mata uang di banyak negara Asia, seperti
baht Thailand, rupiah Indonesia, won Korea Selatan, dan ringgit Malaysia, mengalami
penurunan yang signifikan. Pada tahun 1997, nilai tukar baht Thailand turun sekitar
20%, sedangkan nilai tukar rupiah Indonesia turun sekitar 80%.
Anjloknya harga saham: Harga saham di banyak negara Asia juga mengalami
penurunan yang signifikan selama krisis ini. Pada tahun 1997, indeks saham Hang
Seng di Hong Kong turun sekitar 40%, sementara indeks saham Nikkei di Jepang
turun sekitar 30%.
Penarikan modal asing: Krisis keuangan ini juga menyebabkan penarikan modal asing
yang signifikan dari pasar keuangan di Asia. Pada tahun 1998, jumlah modal asing
yang keluar dari negara-negara Asia mencapai sekitar US$ 100 miliar.
Kenaikan suku bunga: Pemerintah di banyak negara Asia terpaksa menaikkan suku
bunga dalam upaya mengatasi krisis keuangan ini. Namun, langkah ini justru
memperparah krisis karena mengurangi investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kerugian bank dan lembaga keuangan: Bank dan lembaga keuangan di banyak negara
Asia mengalami kerugian yang besar selama krisis ini. Misalnya, Bank Indonesia
mengalami kerugian sekitar US$ 23 miliar, sedangkan Bank of Thailand mengalami
kerugian sekitar US$ 21 miliar.
Data ekonomi ini menunjukkan bahwa krisis keuangan pada tahun 1998 di Asia sangat
kompleks dan berdampak luas pada perekonomian di kawasan tersebut.
Dampak dari krisis ekonomi ini sangat besar, terutama bagi negara-negara yang terkena
dampaknya. Beberapa dampak ekonomi dari krisis ini antara lain:
1. Penurunan pertumbuhan ekonomi: Pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang
terkena dampak krisis ekonomi menurun secara signifikan.
2. Kenaikan pengangguran: Krisis ini juga menyebabkan kenaikan tingkat pengangguran
di banyak negara.
3. Krisis finansial: Bank dan lembaga keuangan di banyak negara mengalami kerugian
yang besar, dan beberapa bahkan mengalami kebangkrutan.
4. Turunnya nilai tukar mata uang: Nilai tukar mata uang di banyak negara juga
mengalami penurunan yang signifikan selama krisis ini.
Krisis keuangan Asia pada tahun 1997/1998 adalah salah satu krisis ekonomi paling parah
dalam sejarah Asia dan telah memberikan pelajaran berharga bagi negara-negara di kawasan
tersebut tentang pentingnya regulasi dan pengawasan yang ketat pada sektor keuangan.
Krisis Ekonomi Global 1998
Krisis ekonomi global pada tahun 1998 bermula dari negara-negara berkembang, dan
kemudian menyebar ke negara-negara maju seperti Rusia, Jepang, dan Brasil.
Beberapa faktor yang memicu krisis ekonomi global pada tahun 1998 antara lain:
1. Krisis finansial di Asia Tenggara: Krisis finansial yang melanda Asia Tenggara pada
tahun 1997 menyebar ke negara-negara lain di Asia dan memicu krisis finansial global.
Melemahnya nilai tukar mata uang, meningkatnya suku bunga, dan penarikan modal
asing dari pasar keuangan menjadi faktor utama yang memperburuk krisis ini.
2. Kerentanan sektor keuangan: Terdapat kelemahan pada sektor keuangan di banyak
negara, seperti rendahnya tingkat transparansi, pengawasan dan regulasi yang lemah, dan
risiko kredit yang tinggi. Hal ini memicu terjadinya keruntuhan pada beberapa lembaga
keuangan dan bank, seperti yang terjadi pada bank-bank di Asia Tenggara.
3. Kebijakan moneter yang salah: Beberapa negara melakukan kebijakan moneter yang
salah, seperti menetapkan nilai tukar yang tidak realistis dan menaikkan suku bunga
secara drastis, yang memperburuk kondisi ekonomi.
4. Krisis di Rusia: Pada tahun 1998, Rusia mengalami krisis finansial yang sangat serius,
di mana nilai rubel melemah secara dramatis dan banyak bank dan perusahaan yang
mengalami kebangkrutan. Krisis di Rusia memicu terjadinya ketidakstabilan pada pasar
keuangan global dan memperparah krisis ekonomi global pada tahun 1998.
Krisis ekonomi global pada tahun 1998 berdampak luas pada perekonomian dunia.
Beberapa akibat dari krisis ini antara lain:
1. Penurunan perdagangan internasional: Krisis ekonomi global menyebabkan
penurunan perdagangan internasional yang signifikan. Negara-negara yang terkena
dampaknya, seperti Rusia dan negara-negara Asia, mengalami penurunan ekspor
karena melemahnya nilai tukar mata uang mereka dan menurunnya permintaan dari
negara-negara lain.
2. Turunnya harga komoditas: Harga komoditas, seperti minyak, gas, dan logam, juga
mengalami penurunan selama krisis ekonomi global. Hal ini disebabkan oleh
penurunan permintaan dari negara-negara konsumen dan penurunan investasi pada
sektor tersebut.
3. Kerugian investor: Krisis ekonomi global juga menyebabkan kerugian yang besar
bagi investor di pasar keuangan. Banyak investor kehilangan uang mereka ketika
harga saham dan nilai tukar mata uang turun.
4. Menurunnya pertumbuhan ekonomi: Krisis ekonomi global juga menyebabkan
penurunan pertumbuhan ekonomi di banyak negara. Di Rusia, misalnya, pertumbuhan
ekonomi pada tahun 1998 turun hingga -5%.
5. Penurunan kepercayaan investor: Krisis ekonomi global juga menyebabkan
penurunan kepercayaan investor terhadap perekonomian dunia. Hal ini
mengakibatkan investasi asing menurun dan banyak perusahaan yang gagal dalam
menggalang dana untuk ekspansi bisnis mereka.
6. Intervensi IMF: Krisis ekonomi global pada tahun 1998 juga menyebabkan
intervensi dari IMF dan negara-negara maju lainnya dalam upaya mengatasi krisis
tersebut. Bantuan finansial dan program pemulihan ekonomi dilakukan di negara-
negara yang terkena dampak krisis, seperti Rusia, Indonesia, dan Korea Selatan.
7. Pelajaran berharga: Krisis ekonomi global pada tahun 1998 juga memberikan
pelajaran berharga bagi negara-negara di seluruh dunia untuk meningkatkan regulasi
dan pengawasan pada sektor keuangan dan mengevaluasi kebijakan ekonomi mereka.
Secara keseluruhan, krisis ekonomi global pada tahun 1998 menyebabkan kerugian yang
besar bagi perekonomian dunia dan mengakibatkan dampak jangka panjang pada banyak
negara.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi krisis global pada tahun 1998 meliputi
beberapa langkah, di antaranya:
1. Intervensi IMF: IMF memberikan bantuan finansial dan program pemulihan
ekonomi pada negara-negara yang terkena dampak krisis, seperti Rusia, Indonesia,
dan Korea Selatan. Jumlah bantuan yang diberikan oleh IMF pada tahun 1998
mencapai sekitar US$110 miliar.
2. Program reformasi ekonomi: Banyak negara yang terkena dampak krisis melakukan
program reformasi ekonomi untuk memperbaiki kondisi perekonomian mereka.
Program reformasi ini meliputi pengurangan subsidi, penghematan belanja
pemerintah, reformasi sektor keuangan, dan peningkatan regulasi.
3. Stabilisasi nilai tukar mata uang: Negara-negara yang terkena dampak krisis juga
melakukan stabilisasi nilai tukar mata uang mereka untuk mengurangi volatilitas
pasar. Misalnya, Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk
menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil.
4. Stimulus fiskal: Beberapa negara juga melakukan stimulus fiskal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan mengatasi krisis. Misalnya, Korea Selatan mengeluarkan
paket stimulus fiskal senilai US$29 miliar untuk mempercepat pemulihan ekonomi.
Berikut adalah beberapa data ekonomi yang mencerminkan upaya-upaya yang dilakukan
untuk mengatasi krisis global pada tahun 1998:
1. Pertumbuhan ekonomi di Asia pada tahun 1998:
Indonesia: -13,1%
Korea Selatan: -5,8%
Malaysia: -7,5%
Filipina: -0,5%
Thailand: -10,5%
2. Jumlah bantuan finansial yang diberikan oleh IMF pada tahun 1998:
Rusia: US$22,6 miliar
Indonesia: US$11,7 miliar
Korea Selatan: US$21,0 miliar
3. Program reformasi ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara yang terkena dampak
krisis:
Indonesia: Program Stabilitas Ekonomi (PSE)
Korea Selatan: Program Kebijakan Restrukturisasi dan Reorganisasi (KRRP)
Malaysia: Program Pemulihan Ekonomi (ERP)
Filipina: Program Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi (PSGE)
Thailand: Program Restrukturisasi dan Pemulihan Ekonomi (PRE)
4. Stimulus fiskal yang dilakukan oleh negara-negara yang terkena dampak krisis:
Korea Selatan: Paket stimulus fiskal senilai US$29 miliar
Indonesia: Stimulus fiskal senilai US$1,8 miliar
Malaysia: Stimulus fiskal senilai US$1,3 miliar
Secara keseluruhan, upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi krisis global pada
tahun 1998 mencakup berbagai macam kebijakan dan program. Meskipun masih terdapat
tantangan dalam pemulihan ekonomi, langkah-langkah ini dapat dianggap berhasil.
Krisis Ekonomi di Indonesia 1998
Krisis ekonomi tahun 1998 menghantam Indonesia, menjadi salah satu krisis ekonomi
terparah dalam sejarah negara ini. Krisis tersebut berawal dari kondisi ekonomi yang kurang
sehat, seperti melemahnya nilai tukar rupiah dan defisit anggaran yang semakin meningkat,
serta kebijakan pemerintah yang kurang tepat dalam mengatasi masalah tersebut.
Berikut adalah beberapa faktor yang memicu krisis ekonomi tahun 1998:
1. Melemahnya nilai tukar rupiah: Pada tahun 1997, rupiah melemah secara signifikan
terhadap dolar AS, yang berdampak pada inflasi dan kenaikan harga-harga barang.
Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya spekulasi pasar valuta asing, yang
membuat nilai tukar rupiah semakin merosot.
2. Defisit anggaran yang semakin meningkat: Pemerintah Indonesia mengalami defisit
anggaran yang semakin meningkat akibat peningkatan pengeluaran pemerintah dan
pendapatan yang rendah. Defisit anggaran ini membuat pemerintah semakin
tergantung pada pinjaman luar negeri.
3. Ketergantungan pada pinjaman luar negeri: Indonesia tergantung pada pinjaman luar
negeri untuk membiayai pembangunan dan kegiatan ekonomi lainnya. Kondisi ini
semakin memburuk ketika pasar keuangan global menarik kembali investasi dari
negara berkembang, termasuk Indonesia.
4. Masalah pada sektor perbankan: Pada tahun 1997, terjadi krisis perbankan di
Indonesia akibat pemberian kredit yang tidak hati-hati dan pemanfaatan dana nasabah
yang tidak terawasi dengan baik.
Akibat dari faktor-faktor tersebut, krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1998 semakin
memburuk dan memunculkan dampak-dampak yang cukup serius, antara lain:
1. Inflasi yang tinggi: Harga-harga barang naik secara signifikan, membuat daya beli
masyarakat semakin menurun.
2. Kenaikan suku bunga: Suku bunga mengalami kenaikan drastis akibat tingginya
permintaan akan pinjaman uang.
3. Krisis likuiditas: Terjadi kelangkaan uang tunai dan banyak perusahaan yang tidak
mampu membayar hutang-hutangnya.
4. Kebangkrutan perusahaan: Banyak perusahaan yang terpaksa gulung tikar karena
tidak mampu memenuhi kewajiban keuangan.
5. Meningkatnya tingkat pengangguran: Banyak perusahaan yang tutup dan
pengangguran semakin meningkat.
6. Turunnya pertumbuhan ekonomi: Indonesia mengalami resesi ekonomi, di mana
pertumbuhan ekonomi menurun dan bahkan terjadi kontraksi ekonomi.
b. Dampak krisis global: Krisis ekonomi global yang dimulai dari AS pada tahun 2007
menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dampaknya:
Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2007-2008 berdampak besar pada
perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang mempengaruhi dampak krisis global
tersebut terhadap perekonomian Indonesia antara lain:
Penurunan ekspor: Karena krisis global, permintaan terhadap produk ekspor
Indonesia menurun drastis, terutama produk komoditas seperti minyak, gas, dan
batu bara. Hal ini mengakibatkan penurunan pendapatan dari sektor ekspor yang
merupakan salah satu kontributor terbesar bagi perekonomian Indonesia.
Kepemilikan asing di sektor keuangan: Indonesia juga terkena dampak dari krisis
keuangan global karena banyak perusahaan di Indonesia yang dimiliki oleh
investor asing. Dalam krisis global ini, banyak investor asing menarik dana
mereka dari Indonesia, sehingga mengakibatkan tekanan pada perekonomian
Indonesia.
Depresiasi nilai tukar: Krisis global menyebabkan depresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS. Hal ini mengakibatkan harga impor menjadi lebih mahal,
sehingga mengakibatkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.
Penurunan investasi: Krisis global juga menyebabkan banyak investor yang
menunda atau mengurangi investasi mereka di Indonesia. Hal ini mengakibatkan
penurunan investasi dalam negeri yang menjadi salah satu faktor penting bagi
pertumbuhan ekonomi.
Dampak dari krisis global tersebut pada akhirnya menyebabkan perekonomian
Indonesia mengalami kontraksi. Pada tahun 2009, PDB Indonesia hanya tumbuh
sebesar 4,6%, jauh di bawah target pemerintah sebesar 6,2%.
c. Pelemahan sektor keuangan: Krisis global juga menyebabkan pelemahan sektor
keuangan di Indonesia. Banyak investor asing yang menarik dananya dari pasar
keuangan Indonesia, menyebabkan penurunan nilai tukar rupiah dan turunnya harga
saham.
Krisis likuiditas pada sektor perbankan
Krisis likuiditas pada sektor perbankan terjadi karena adanya kenaikan suku bunga
global pada tahun 2006 dan 2007, sehingga membuat biaya pinjaman bank semakin
tinggi. Selain itu, adanya pemberian kredit yang berlebihan juga menjadi penyebab
utama krisis likuiditas pada sektor perbankan di Indonesia. Bank-bank memberikan
kredit dengan bunga yang rendah, tetapi tidak memperhitungkan risiko kredit yang
diambil. Akibatnya, banyak bank yang mengalami kesulitan dalam mengumpulkan
dana untuk membayar kewajiban mereka.
Terjadinya penurunan nilai tukar rupiah
Pada tahun 2008, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Hal ini terjadi karena adanya kepanikan investor
yang menarik dananya dari pasar keuangan Indonesia, sehingga menimbulkan
tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Selain itu, kondisi politik yang tidak stabil juga
menjadi faktor penyebab turunnya nilai tukar rupiah.
Melemahnya sektor properti dan konstruksi
Sektor properti dan konstruksi di Indonesia juga mengalami pelemahan pada tahun
2007 sampai 2008. Hal ini terjadi karena adanya penurunan permintaan akan
properti dan perumahan yang disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat.
Selain itu, terjadi juga kelebihan pasokan properti dan perumahan yang membuat
harga properti dan perumahan turun drastis.
Turunnya harga komoditas
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas seperti minyak, gas,
dan batu bara. Pada tahun 2007 sampai 2008, harga komoditas global mengalami
penurunan yang cukup signifikan, termasuk harga komoditas yang dihasilkan
Indonesia. Hal ini berdampak pada menurunnya pendapatan negara dari sektor
komoditas dan berimbas pada pelemahan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Dari beberapa faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa pelemahan sektor keuangan
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia
pada tahun 2007 sampai 2008. Krisis tersebut membuat banyak perusahaan mengalami
kesulitan keuangan, tingkat pengangguran meningkat, dan daya beli masyarakat
menurun.
d. Ketergantungan pada ekspor komoditas: Perekonomian Indonesia pada masa itu masih
sangat bergantung pada ekspor komoditas seperti minyak, gas, dan tambang.
Ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas juga merupakan salah satu faktor
yang memperparah krisis ekonomi pada tahun 2007 sampai 2008. Pada saat itu,
sektor ekspor Indonesia yang paling penting adalah komoditas, terutama minyak
mentah, gas alam, dan batu bara, yang membentuk sebagian besar pendapatan
ekspor negara.
Namun, pada tahun 2007 sampai 2008, harga komoditas global mengalami
penurunan tajam karena permintaan global yang menurun akibat krisis keuangan
global. Hal ini membuat pendapatan ekspor Indonesia menurun drastis, yang pada
akhirnya mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan.
Selain itu, ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas juga membuat
perekonomian Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global. Sebagai
negara pengekspor, Indonesia tidak memiliki kendali atas harga komoditas, dan
karenanya terkena dampak jika harga turun. Ini menyebabkan neraca perdagangan
Indonesia menjadi defisit dan melemahkan nilai tukar rupiah.
e. Kurangnya regulasi: Meskipun Indonesia sudah mengalami krisis ekonomi pada tahun
1997-1998, regulasi di sektor keuangan masih belum cukup ketat. Hal ini membuat
sektor keuangan Indonesia rentan terhadap praktik spekulatif dan penyalahgunaan.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2007-2008 disebabkan oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya regulasi dan pengawasan di sektor
keuangan. Setelah krisis ekonomi pada tahun 1998, Indonesia melakukan reformasi
keuangan dan menetapkan berbagai peraturan baru untuk menghindari terjadinya
krisis serupa di masa depan. Namun, seiring waktu, beberapa praktik keuangan yang
merugikan tetap dilakukan oleh beberapa pelaku industri.
Salah satu contoh praktik yang merugikan adalah penyaluran kredit yang tidak
terkelola dengan baik oleh bank-bank besar di Indonesia. Banyak bank memberikan
kredit dalam jumlah besar kepada proyek-proyek yang tidak memiliki potensi
menghasilkan pendapatan yang cukup untuk membayar kembali kredit tersebut. Hal
ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan regulasi dari pihak regulator.
Kurangnya regulasi juga tercermin dalam lemahnya pengawasan terhadap pasar
modal. Saat itu, investor dapat dengan mudah membeli saham tanpa
mempertimbangkan fundamental perusahaan dan hanya berfokus pada spekulasi
harga saham. Hal ini menyebabkan peningkatan harga saham yang tidak berdasar
pada nilai intrinsik perusahaan, sehingga terjadi spekulasi yang tinggi dan pada
akhirnya mengakibatkan gejolak harga saham.
Selain itu, ketidakpastian politik dan kebijakan ekonomi yang tidak konsisten juga
menyebabkan kurangnya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.
Hal ini menyebabkan keluarnya modal asing dari pasar keuangan Indonesia,
memperburuk situasi yang sudah buruk.
Dampak dari kurangnya regulasi dan pengawasan terhadap sektor keuangan adalah
meningkatnya kredit bermasalah, terjadinya kebangkrutan bank-bank besar, dan
melemahnya sektor keuangan secara keseluruhan. Hal ini berdampak pada turunnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan menambah beban pada sektor riil, seperti
sektor manufaktur dan pertanian, yang bergantung pada sektor keuangan untuk
membiayai ekspansi dan investasi.
2. Dampak
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2007-2008 memiliki dampak yang
signifikan terhadap perekonomian dan masyarakat Indonesia. Berikut adalah beberapa
dampak yang disebabkan oleh krisis ekonomi tersebut:
Kurs rupiah melemah terhadap dolar AS, dari Rp 9.200 per dolar AS pada pertengahan
tahun 2007 menjadi sekitar Rp 12.000 per dolar AS pada awal tahun 2009.
Turunnya Pertumbuhan Ekonomi: Dampak pertama dari krisis ekonomi adalah
menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2007, pertumbuhan ekonomi
Indonesia masih mencapai 6,3%, namun pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi hanya
mencapai 4,6%. Hal ini disebabkan oleh turunnya ekspor Indonesia ke negara-negara lain
karena adanya krisis global.
Pengangguran: Krisis ekonomi pada tahun 2007-2008 juga menyebabkan tingginya angka
pengangguran di Indonesia. Banyak perusahaan yang gulung tikar dan melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga banyak tenaga kerja yang kehilangan
pekerjaan. Kenaikan angka pengangguran. Pada tahun 2008, angka pengangguran
meningkat dari 8,46 juta orang pada tahun sebelumnya menjadi 8,66 juta orang.
Pertumbuhan sektor industri melemah. Pertumbuhan industri manufaktur hanya sekitar
3,5% pada tahun 2008 dibandingkan 6,8% pada tahun sebelumnya.
Kenaikan Harga Barang: Selain pengangguran, krisis ekonomi juga menyebabkan naiknya
harga barang-barang di pasaran. Hal ini disebabkan oleh turunnya nilai tukar rupiah yang
menyebabkan kenaikan harga barang impor, seperti bahan pangan dan BBM.
Melemahnya Industri: Krisis ekonomi juga menyebabkan melemahnya industri di
Indonesia. Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan finansial sehingga tidak bisa
melakukan investasi yang dibutuhkan untuk memperbarui teknologi dan meningkatkan
daya saing.
Turunnya Nilai Aset: Turunnya nilai saham, properti, dan aset lainnya juga menjadi
dampak dari krisis ekonomi. Banyak investor yang mengalami kerugian karena nilai aset
mereka turun drastis akibat krisis ekonomi. Terjadi penurunan investasi asing langsung
(FDI) ke Indonesia. FDI pada tahun 2008 turun sekitar 19% dibandingkan tahun
sebelumnya.
Menurunnya Daya Beli Masyarakat: Karena pengangguran yang tinggi dan kenaikan
harga barang, daya beli masyarakat Indonesia juga menurun. Hal ini berdampak pada
turunnya aktivitas ekonomi di sektor ritel dan perhotelan.
Krisis Sosial: Dampak terakhir dari krisis ekonomi adalah krisis sosial. Banyak
masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Hal ini menyebabkan terjadinya kemiskinan dan ketimpangan sosial yang
lebih besar.
Kebijakan yang Dilakukan Pemerintah
Pada tahun 2007-2008, Indonesia juga mengalami dampak dari krisis ekonomi global
yang terjadi, terutama setelah krisis hipotek di AS pada 2008. Beberapa langkah kebijakan
yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut antara lain:
1. Kebijakan fiskal dan moneter: Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan fiskal
dengan memberikan stimulus fiskal yang terdiri dari program percepatan
pembangunan infrastruktur, bantuan langsung tunai, dan insentif perpajakan.
Sedangkan kebijakan moneter dilakukan dengan menurunkan suku bunga acuan Bank
Indonesia.
2. Penjaminan Simpanan: Pemerintah Indonesia meningkatkan jumlah penjaminan
simpanan dalam sistem perbankan, sehingga masyarakat lebih percaya dan
menanamkan uangnya di bank.
3. Program pemulihan ekonomi nasional (PEN): Pemerintah Indonesia juga
mengeluarkan program PEN sebagai upaya untuk meningkatkan ekonomi nasional.
Program ini mencakup bantuan sosial, program subsidi bunga, serta peningkatan
investasi di sektor infrastruktur.
4. Penyelesaian masalah perbankan: Pemerintah Indonesia melakukan penyehatan dan
restrukturisasi perbankan untuk mengurangi risiko kredit bermasalah dan
meningkatkan kinerja sektor perbankan.
5. Kerja sama internasional: Pemerintah Indonesia juga menjalin kerja sama dengan
negara-negara lain dalam bentuk bantuan dan dukungan keuangan.