Anda di halaman 1dari 23

ANALISA KRISIS EKONOMI TAHUN 1997-1998 DI INDONESIA

Latifah Arrum Sanda at 8:55 PM

1.             Analisa Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998


Krisis finansial Asia 1997 adalah krisis finansial yang dimulai pada bulan Juli 1997 di
Thailand, dan memengaruhi mata uang, bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa
negara Asia, termasuksebagian negara di Asia Timur. Peristiwa ini juga sering disebut krisis
moneter ("krismon") di Indonesia.
Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak
krisis ini. Hong Kong, Malaysia, dan Filipina juga terpengaruh. Daratan Tiongkok, Taiwan,
dan Singapura hampir tidak terpengaruh. Jepang tidak terpengaruh banyak tapi mengalami
kesulitan ekonomi dalamjangka panjang.

2.             Sejarah Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998

Sampai tahun 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara
berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki "current account
deficit" dan perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan
menyebabkan keterbukaan yang berlebihan dari risiko pertukaran valuta asing dalam sektor
finansial dan perusahaan.
Pelaku ekonomi telah memikirkan akibat Daratan Tiongkok pada ekonomi nyata sebagai
faktor penyumbang krisis. RRT telah memulai kompetisi secara efektif dengan eksportir Asia
lainnya terutaman pada 1990-an setelah penerapan reform orientas-eksport. Yang paling
penting, mata uang Thailand dan Indonesia adalah berhubungan erat dengan dollar, yang naik
nilainya pada 1990-an. Importir Barat mencari produsen yang lebih murah dan
menemukannya di Tiongkok yang biayanya lebih rendah dibanding dollar.

Krisis Asia dimulai pada pertengahan tahun 1997 dan memengaruhi mata uang, pasar
bursa, dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika
Selatan, investor Barat kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai
menarik uangnya, menimbulkan efek bola salju.

Banyak pelaku ekonomi, termasuk Joseph Stiglitz dan Jeffrey Sachs, telah meremehkan
peran ekonomi nyata dalam krisis dibanding dengan pasar finansial yang diakibatkan
kecepatan krisis. Kecepatan krisis ini telah membuat Sachs dan lainnya untuk
membandingkan dengan pelarian bank klasik yang disebabkan oleh shock risk yang tiba-tiba.
Sach menunjuk ke kebijakan keuangan dan fiskal yang ketat yang diterapkan oleh pemerintah
pada saat krisis dimulai, sedangkan Frederic Mishkin menunjuk ke peranan informasi
asimetrik dalam pasar finansial yang menuju ke "mental herd" di antara investor yang
memperbesar risiko yang relatif kecil dalam ekonomi nyata. Krisis ini telah menimbulkan
keinginan dari pelaksana ekonomi perilaku tertarik di psikologi pasar.

Berikut adalah daftar Negara-negara di Asia yang terkena efek dari Krisis Ekonomi tahun
1997-1998.

1.    Thailand

Gambar. 1.1. Pertukaran Uang Baht-Dollar


Dari 1985 sampai 1995, Ekonomi Thailand tumbuh rata-rata 9%. Pada tanggal 14-15
Mei 1997, mata uang baht terpukul oleh serangan spekulasi besar. Pada tanggal 30 Juni,
Perdana Mentri Chavalit Yonchaiyudh berkata bahwa dia tidak akan mendevaluasi baht,
tetapi administrasi Thailand akhirnya mengambangkan mata uang lokal tersebut pada 2 Juli.
Pada 1996, "dana hedge" Amerika telah menjual $400 juta mata uang Thai.

Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok pada 25 kepada dolar AS. Baht jatuh tajam
dan hilang setengah harganya. Baht jatuh ke titik terendah di 56 ke dolar AS pada Januari
1998. Pasar saham Thailand jatuh 75% pada 1997. Finance One, perusahaan keuangan
Thailand terbesar bangkrut. Pada 11 Agustus, IMF membuka paket penyelamatan dengan
lebih dari 16 miliar dolar AS (kira-kira 160 trilyun Rupiah). Pada 20 Agustus IMF
menyetujui, paket "bailout" sebesar 3,9 miliar dolar AS.

2.    Filipina
Bank sentral Filipina menaikkan suku bunga sebesar 1,75 persentasi point pada Mei
dan 2 point lagi pada 19 Juni. Thailand memulai krisis pada 2 Juli. Pada 3 Juli, bank sentral
Filipina dipaksa untuk campur tangan besar-besaran untuk menjaga peso Filipina, menaikkan
suku bunga dari 15 persen ke 24 persen dalam satu malam.

3.    Hong Kong

Pada Oktober 1997, dolar Hong Kong, yang dipatok 7,8 ke dolar AS, mendapatkan
tekanan spekulatif karena inflasi Hong Kong lebih tinggi dibanding AS selama bertahun-
tahun. Pejabat keuangan menghabiskan lebih dari US$1 miliar untuk mempertahankan mata
uang lokal. Meskipun adanya serangan spekulasi, Hong Kong masih dapat mengatur mata
uangnya dipatok ke dolar AS. Pasar saham menjadi tak stabil, antara 20 sampai 23 Oktober,
Index Hang Seng menyelam 23%. Otoritas Moneter Hong Kong berjanji melindungi mata
uang. Pada 15 Agustus 1997, suku bunga Hong Kong naik dari 8 persen ke 23 persen dalam
satu malam.

4.    Korea Selatan

Korea Selatan adalah ekonomi terbesar ke-11 dunia. Dasar makroekonominya bagus
namun sektor banknya dibebani pinjaman tak-bekerja. Hutang berlebihan menuntun ke
kegagalan besar dan pengambil-alihan. Contohnya, pada Juli, pembuat mobil ketiga terbesar
Korea, Kia Motors meminta pinjaman darurat. Di awal penurunan pasar Asia, Moody's
menurunkan rating kredit Korea Selatan dari A1 ke A3 pada 28 November 1997, dan
diturunkan lagi ke Baa2 pada 11 Desember. Yang menyebabkan penurunan lebih lanjut di
saham Korea sejak jatuhnya pasar saham di November. Bursa saham Seoul jatuh 4% pada 7
November 1997. Pada 8 November, jatuh 7%, penurunan terbesar yang pernah tercatat di
negara tersebut. Dan pada 24 November, saham jatuh lagi 7,2 persen karena ketakutan IMF
akan meminta reform yang berat. Pada 1998, Hyundai Motor mengambil alih Kia Motors.

5.    Malaysia

Pada 1997, Malaysia memiliki defisit akun mata uang besar lebih dari 6 persen dari
GDP. Pada bulan Juli, ringgit Malaysia diserang oleh spekulator. Malaysia mengambangkan
mata uangnya pada 17 Agustus 1997 dan ringgit jatuh secara tajam. Empat hari kemudian
Standard and Poor's menurunkan rating hutang Malaysia. Seminggu kemudian, agensi rating
menurunkan rating Maybank, bank terbesar Malaysia. Di hari yang sama, Bursa saham Kuala
Lumpur jatuh 856 point, titik terendahnya sejak 1993. Pada 2 Oktober, ringgit jatuh lagi.
Perdana Mentri Mahathir bin Mohamad memperkenalkan kontrol modal. Tetapi, mata uang
jatuh lagi pada akhir 1997 ketika Mahathir bin Mohamad mengumumkan bahwa pemerintah
akan menggunakan 10 miliar ringgit di proyek jalan, rel dan saluran pipa.

Pada 1998, pengeluaran di berbagai sektor menurun. Sektor konstruksi menyusut 23,5
persen, produksi menyusut 9 persen dan agrikultur 5,9 persen. Keseluruhan GDP negara ini
turun 6,2 persen pada 1998. Tetapi Malaysia merupakan negara tercepat yang pulih dari krisis
ini dengan menolak bantuan IMF.

6.    Indonesia

Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia
memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata
uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik. Tapi banyak
perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Pada tahun berikut, ketika rupiah menguat
terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut level efektifitas
hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal
meningkat.

Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur
perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14
Agustus 1997, pertukaran mengambang teratur ditukar dengan pertukaran mengambang-
bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tapi
rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah,
permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada
bulan September. Moody's menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi "junk
bond".
Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November
ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang
meminjam dalam dollar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh
penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah,
menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.

Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di
negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi
ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi
presiden. mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak.

7.         Singapura

Ekonomi Singapura berhasil mengatur performa yang relatif sehat dibandingkan


dengan negara lain di Asia selama dan setelah krisis finansial, meskipun hubungan erat dan
ketergantungan ekonomi regional tetap membawa efek negatif terhadap ekonominya. Tetapi,
secara keseluruhan kemampuannya menghilangkan krisis diperhatikan secara luas, dan
meningkatkan penelitian kebijakan fiskal Singapura sebagai pelajaran bagi negara
tetangganya.
Sebagai ekonomi terbuka, dolar Singapura terbuka terhadap tekanan spekulatif seperti telah
terjadi pada 1985. Ekonomi sangat penting dalam keberlangsungan Singapura sebagai negara
merdeka, pemerintah Singapura berhasil mengatur suku pertukaran mata uangnya untuk
menghindari potensi penyerangan speklulatif.

8.         Tiongkok daratan

Republik Rakyat Tiongkok tidak terpengaruh oleh krisis ini karena renminbi yang tidak
dapat ditukar dan kenyataan bahawa hampir semua investasi luarnya dalam bentuk pabrik dan
bukan bidang keamanan. Meskipun RRT telah dan terus memiliki masalah "solvency" parah
dalam sistem perbankannya, kebanyakan deposit di bank-bank RRT adalah domestik dan
tidak ada pelarian bank.

9.         Amerika Serikat dan Jepang

"Flu Asia" juga memberikan tekanan kepada Amerika Serikat dan Jepang. Ekonomi
mereka tidak hancur, tetapi terpukul kuat.
Pada 27 Oktober 1997, Industri Dow Jones jatuh 554-point, atau 7,2 persen, karena
kecemasan ekonomi Asia. Bursa Saham New York menunda sementara perdagangan. Krisis
ini menuju ke jatuhnya konsumsi dan keyakinan mengeluarkan uang.

Jepang terpengaruh karena ekonominya berperan penting di wilayah Asia. Negara-


negara Asia biasanya menjalankan defisit perdagangan dengan Jepang karena ekonomi
Jepang dua kali lebih besar dari negara-negara Asia lainnya bila dijumlahkan, dan tujuh kali
lipat RRT. Sekitar 40 persen ekspor Jepang ke Asia. Pertumbuhan nyata GDP melambat di
1997, dari 5 persen ke 1,6 persen dan turun menjadi resesi pada 1998. Krisis Finansial Asia
juga menuntun ke kebangkrutan di Jepang.

10.       Laos

Laos terpengaruh ringan oleh krisis ini dengan nilai tukar Kip dari 4700 ke 6000
terhadap satu dolar AS.

3.             KonsekuensiKrisisEkonomiTahun 1997-1998

Krisis Asia berpengaruh ke mata uang, pasar saham, dan harga aset lainnya di beberapa
negara Asia. Indonesia, Korea Selatan dan Thailand adalah beberapa negara yang
terpengaruh besar oleh krisis ini. Krisis ekonomi ini juga menuju ke kekacauan politik, paling
tercatat dengan mundurnya Soeharto di Indonesia dan Chavalit Yongchaiyudh di Thailand.
Ada peningkatan Anti-Barat, dengan George Soros dan IMF khususnya, keluar sebagai
kambing hitam.
Secara budaya, krisis finansial Asia mengakibatkan kemunduran terhadap ide adanya
beberapa set "Asian value", yaitu Asia Timur memiliki struktur ekonomi dan politik yang
superior dibanding Barat. Krisis Asia juga meningkatkan prestise ekonomi RRT.

Krisis Asia menyumbangkan ke krisis Rusia dan Brasil pada 1998, karena setelah krisis
Asia, bank tidak ingin meminjamkan ke negara berkembang.
Krisis ini telah dianalisa oleh para pakar ekonomi karena perkembangannya, kecepatan,
dinamismenya,dia memengaruhi belasan negara danmemiliki efek ke kehidupan berjuta-juta
orang, terjadi dalam waktu beberapa bulan saja. Mungkin para pakar ekonomi lebih tertarik
lagi dengan betapa cepatnya krisis ini berakhir, meninggalkan ekonomi negara berkembang
tak berpengaruh. Keingintahuan ini telah menimbulkan ledakan di pelajaran tentang ekonomi
finansial dan "litani" penjelasan mengapa krisis ini terjadi. Beberapa kritik menyalahkan
tindakan IMF dalam krisis, termasuk oleh pakar ekonomi Bank DuniaJoseph Stiglitz.

4.             Sebab-SebabTerjadinyaKrisisEkonomiTahun 1998

Ada beberepa sebab terjadinya krisis ekonomi tahun 1998 diantaranya adalah sebagai
berikut:

1.    Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek yang telah
menciptakan “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan,
bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri dibidang ekonomi maupun masyarakat
perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut. Pemerintah
sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap hutang yang dibuat oleh sector
swasta Indonesia. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut
benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli
1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta
(World Bank, 1998). Mengapa demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat
meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki
inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah
besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan
terbuka.
2.   Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik
perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah
perbankan dalam negeri.
3.    Tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang
menjadi persoalan ekonomi pula.
4.  Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada
gilirannya memperbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
5.      Miss government
6.      Faktor utama yang menyebabkan krisis moneter tahun 1998 yaitu faktor politik. Pada tahun
1998 krisis ekonomi bercampur kepanikan politik luar biasa saat rezim Soeharto hendak
tumbang. Begitu sulitnya merobohkan bangunan rezim Soeharto sehingga harus disertai
pengorbanan besar berupa kekacauan (chaos) yang mengakibatkan pemilik modal dan
investor kabur dari Indonesia. Pelarian modal besar-besaran (flight for safety) karena
kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada pelarian modal yang dipicu oleh
pertimbangan ekonomi semata (flight for quality). Karena itu, rupiah merosot amat drastis
dari level semula Rp 2.300 per dollar AS (pertengahan 1997) menjadi level terburuk
Rp17.000 per dollar AS (Januari 1998).
7.   Banyaknya utang dalam valas, proyek jangka panjang yang dibiayai dengan utang jangka
pendek, proyek berpenghasilan rupiah dibiayai valas, pengambilan kredit perbankan yang
jauh melebihi nilai proyeknya, APBN defisit yang tidak efisien dan efektif, devisa hasil
ekspor yang disimpan di luar negeri, perbankan yang kurang sehat, jumlah orang miskin dan
pengangguran yang relative masih besar, dan seterusnya.
8.      Krisis moneter dimulai dari gejala/kejutan keuangan pada juli 1997, menurunnya nilai tukar
rupiah secara tajam terhadap valas, diukur dengan dolar Amerika Serikat yang merupakan
pencetus/trigger point. Meskipun tidak ada depresiasi tajam baht(mata uang Thailand),
Krismon tetap akan terjadi di Negara tercinta ini. Kenapa? karena gejolak sosial dan politik
Indonesia yang memanas. Oleh karena itu penyebab krismon 98 bisa dikatakan campuran
dari unsur-unsur eksternal dan domestik (J. Soedrajad Djiwandono).
9.   Diabaikannya early warning system merupakan penyebab mengapa krismon 97 melanda
Inonesia. Adapun early system warningnya adalah: meningkatnya secara tajam deficit
transaksi berjalan sehingga pada saat terjadinya krisis, defisit transaksi berjalan Inonesia
sebesar 32.5% dari PDB. Utang luar negeri baik pemerintah maupun swasta yang tinggi.
Boomingnya sektor properti dan financial yang mengabaikan kebijakan kehati-hatian dalam
pemberian kredit perbankan diperuntukan untuk membiayai proyek-proyek besar yang
disponsori pemerintah dan tidak semua proyek besar itu visibel. Tata kelola yang buruk(bad
governence) dan tingkat transpalasi yang rendah baik sektor publik maupun swasta(Marie
Muhamad).
10.  Argument bahwa pasar financial internasional tidak stabil secara inheren yang kemudian
mengakibatkan buble ekonomi dan cenderung bergerak liar. Bahkan sejak tahun 1990-an
pasar financial lebih tidak stabil lagi. Hal ini dikarenakan tindakan perbankan negara-negara
maju menurunkan suku bunga mereka. Sehingga mendorong dana-dana masuk pasar global.
Maka pada tahun 1990-an dana asing melonjak dari $9 Miliar menjadi lebih dari $240 Miliar.
11.  Kegagalan manajemen makro ekonomi tercermin dari kombinasi nilai tukar yang kaku dan
kebijakan fiskal yang longgar, inflasi yang merupakan hasil dari apresiasi nilai tukar efectif
riil, deficit neraca pembayaran dan pelarian modal.
12.  Kelemahan sector financial yang over gradueted, but under regulete dan masalah moral
hazar.
13.  Semakin membesarnya cronycapitalism dan sistem politik yang otoriter dan sentralistik(M.
Fadhil Hasan). Jika diartikan secara ekonomis teknis, krisis bisa disebut sebagai titik balik
pertumbuhan ekonomi yang menjadi merosot. Dan penyebabnya jika ditinjau dari teori
konjungtur, ada dua karakteristik krisis
1). krisis disebabkan tidak sepadannya kenaikan konsumsi ketimbang kenaikan kapasitas
produksi atau underconsumption crisis.
2). Krisis disebabkan terlampau besarnya investasi yang dipicu modal asing karena tabungan
nasional sudah lebih dari habis untuk berinvestasi. Krisis seperti ini disebut overinvestment,
dan ini yang terjadi di Indonesia(Kwik Kian Gie). Begitulah beberapa penyebab krismon 98
di Indonesia, yang dampaknya masih terasa sampai sekarang.
NB: “krisis kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala
masalah ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang
dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.

5.             AnalisaKrisisEkonomi Di Indonesia

1.      Masa Reformasi Latar belakang jatuh atau berakhirnya Orde Baru
Krisis politik Pemerintah Orde Baru, meskipun mampu mengangkat Indonesia dari
keterpurukan ekonomi dan memberikan kemajuan, gagal dalam membina kehidupan politik
yang demokratis, terbuka, adil, dan jujur. Pemerintah bersikap otoriter, tertutup, dan personal.
Masyarakat yang memberikan kritik sangat mudah dituduh sebagai anti-pemerintah,
menghina kepala negara, anti-Pancasila, dan subversive. Akibatnya, kehidupan berbangsa
dan bernegara yang demokratis tidak pernah terwujud dan Golkar yang menjadi partai
terbesar pada masa itu diperalat oleh pemerintah Orde Baru untuk mengamankan kehendak
penguasa. Praktik KKN merebak di tubuh pemerintahan dan tidak mampu dicegah karena
banyak pejabat OrdeBaru yang berada di dalamnya. Dan anggota MPR/DPR tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik dan benar karena keanggotaannya ditentukan dan
mendapat restu dari penguasa, sehingga banyak anggota yang bersikap ABS
(AsalBapakSenang) daripada kritis. Sikap yang otoriter, tertutup, tidak demokratis, serta
merebaknya KKN menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Gejala ini terlihat pada
pemilu 1992 ketika suara Golkar berkurang cukup banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan
masyarakat terhadap orba mulai terbuka. Muncul tokoh vokal Amien Rais serta munculnya
gerakan mahasiswa semakin memperbesar keberanian masyarakat untuk melakukan kritik
terhadap pemerintahan OrdeBaru.
Masalah dwifungsi ABRI, KKN, praktik monopoli serta 5 paket UU politik adalah
masalah yang menjadi sorotan tajam para mahasiswa pada saat itu. Apalagi setelah Soeharto
terpilih lagi sebagai Presiden RI 1998-2003, suara menentangnya makin meluas dimana-
mana. Puncak perjuangan para mahasiswa terjadi ketika berhasil menduduki gedung
MPR/DPR pada bulan Mei 1998. Karena tekanan yang luar biasa dari para mahasiswa,
tanggal 21 Mei 1998 Presiden menyatakan berhenti dan diganti oleh wakilnya BJ Habibie.
Krisis ekonomi yang menimpa dunia dan Asia Tenggara telah merembet ke Indonesia,
sejak Juli 1997, Indonesia mulai terkena krisis tersebut. Nilai rupiah terhadap dollar Amerika
terus menurun. Akibat krisis tersebut, banyak perusahaan ditutup, sehingga banyak
pengangguran dimana-mana, jumlah kemiskinan bertambah. Selain itu, daya beli menjadi
rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan pokok.
Sejalan dengan itu, pemerintah melikuidasi bank-bank yang bermasalah serta
mengeluarkan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk menyehatkan bank-bank yang
ada di bawah pembinaan BPPN. Dalam praktiknya, terjadi manipulasi besar-besaran dalam
KLBI sehingga pemerintah harus menanggung beban keuangan yang semakin besar. Selain
itu, kepercayaan dunia internasional semakin berkurang sejalan dengan banyaknya
perusahaan swasta yang tak mampu membayar utang luar negeri yang telah jatuh tempo.
Untuk mengatasinya, pemerintah membentuk tim ekonomi untuk membicarakan utang-utang
swasta yang telah jatuh tempo. Sementara itu, beban kehidupan masyarakat makin berat
ketika pemerintah tanggal 12 Mei 1998 mengumumkan kenaikan BBM dan ongkos angkutan.
Dengan itu, barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan
hidup. Krisis sosial, krisis politik dan ekonomi mendorong munculnya krisis dalam bidang
sosial. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta krisis ekonomi yang ada
mendorong munculnya perilaku yang negatif dalam masyarakat. Misalnya: perkelahian antara
pelajar, budaya menghujat, narkoba, kerusuhan sosial di Kalimantan Barat, pembantaian
dengan isu dukun santet di Banyuwangi dan Boyolali serta kerusuhan 13-14 Mei 1998 yang
terjadi di Jakarta dan Solo. Akibat kerusuhan di Jakarta dan Solo tanggal 13, 14, dan 15 Mei
1998, perekonomian kedua kota tersebut lumpuh untuk beberapa waktu karena banyak
swalayan, pertokoan, pabrik dibakar, dirusak dan dijarah massa. Hal tersebut menyebabkan
angka pengangguran membengkak.
Beban masyarakat semakin berat serta tidak ada kepastian tentang kapan berakhirnya
krisis tersebut sehingga menyebabkan masyarakat frustasi. Kondisi tersebut membahayakan
karena mudah diadu domba, mudah marah, dan mudah dihasut untuk melakukan tindakan
anarkis.

2.      Kronologi mundur/berakhirnya kekuasaan Soeharto:


5 Maret 1998: Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR
untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang
disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka
diterima Fraksi ABRI
11 Maret 1998: Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden
14 Maret 1998: Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan
VII.
15 April 1998: Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus
karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri
melakukan unjukrasa menuntut dilakukannya reformasi politik.
18 April 1998: Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto
dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan
Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi
yang menolak dialog tersebut.
1 Mei 1998: Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi
Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei 1998:Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan
reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (tahun 1998).
4 Mei 1998: Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga
bahan bakar minyak (2 Mei 1998) dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi itu
berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan.
Di Universitas Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut.
5 Mei 1998: Demonstrasi mahasiswa besar - besaran terjadi di Medan yang berujung pada
kerusuhan.
9 Mei 1998: Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G -15. Ini
merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
12 Mei 1998: Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi
secara damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.
13 Mei 1998: Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan
Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu diwarnai
kerusuhan.
14 Mei 1998: Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika
rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara
itu kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti
Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa dari
bangunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang meninggal dunia
akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
15 Mei 1998: Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia
membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih
mencekam. Toko-toko banyak ditutup. Sebagian warga pun masih takut keluar rumah.
16 Mei 1998: Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka. Suasana di
Jabotabek masih mencekam.
19 Mei 1998: Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid,
Abdurrahman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung
selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh
membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap
menginginkan Soeharto mundur.Permintaan tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan
pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau
dipilih lagi menjadi presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa
yang datang ke Gedung MPR untuk berunjukrasa semakin banyak.Sementara itu Amien Rais
mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari
Kebangkitan Nasional.
20 Mei 1998: Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan
pagar kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional namun
pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak datang ke
Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban jiwa.
Sementara ribuan mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan ke gedung
MPR / DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.
21 Mei 1998: Di Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur dari
kursi Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.

3.      Indonesia masa pemerintahan B.J. Habibie:


Kebijakan-kebijakan pada masa Habibie adalah:
1.      Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan yang dibentuk padatanggal 22 Mei 1998,
dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
2.    Mengadakan reformasi dalam bidang politik. Habibie berusaha menciptakan politik yang
transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan
politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen.
3.    Kebebasan menyampaikan pendapat. Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap
berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum.
4.  Refomasi dalam bidang hukum. Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak
hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa Orde
Baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit
bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
5.  Mengatasi masalah dwifungsi ABRI. Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan
mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap
akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara.
Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali
kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut,
keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
6.   Mengadakan sidang istimewa. Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR
berhasil menetapkan 12 ketetapan. Mengadakan pemilu tahun 1999. Pelaksanaan pemilu
dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan
adil).Masalah yang ada yaitu ditolaknya pertanggung jawaban Presiden Habibie yang
disampaikan pada sidang umum MPR tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa kesempatan
untuk mencalonkan diri sebagai presiden lagi sangat kecil dan kemudian dirinya tidak
mencalonkan diri pada pemilu yang dilaksanakan.

4.      Indonesia masa pemerintahan Abdurrahman Wahid:


Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur:
1.      Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan
kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan beragama,
memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).

2. Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggapnya


tidak efesien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi
pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional). Ingin
memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan mencopot
Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur.
3.      Masalah yang ada:
1.      Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
2.  Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota DPR.
3.   Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta
pembubaran Golkar. Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri dan partai politik
serta masyarakat sehingga dekrit tersebut malah mempercepat kejatuhannya. Dan sidang
istimewa 23 Juli 2001 menuntutnya diturunkan dari jabatan.
4.      Indonesia MasaPemerintahan Megawati SoekarnoPutri

Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati:


1.  Memilih dan Menetapkan ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan
menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang
mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
2.   Membangun tatanan politik yang baru yang diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang
pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
3.      Menjaga keutuhan NKRI setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas
seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena
peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
4.      Melanjutkan amandemen UUD 1945 dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan
perkembangan zaman.
5.  Meluruskan otonomi daerah dengan keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan
penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan
dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
6.      Tidak ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom
Bali dan perebutan pulan Ligitan dan Sipadan.

5.      Indonesia masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:


Kebijakan-kebijakan pada masa SBY:
1.      Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
2.      Konversi minyak tanah ke gas.
3.      Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
4.      Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
5.      Buy back saham BUMN
6.      Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
7.      Subsidi BBM.
8.      Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
9.      Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan "Visit Indonesia 2008".
10.  Pemberian bibit unggul pada petani.
11.  Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Masalah yang ada:
1.          Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak
tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah.
2.         Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
3.        Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak
profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat
sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang
tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber
daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang
luar biasa.
4.       Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem
dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok
profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat
Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan anggota
kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
5.        Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan
keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum
menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk
kekuatan kelompok.
6.   Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang
semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok
kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan
korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
7.       Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan
Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah,
utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara
kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan
dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam
urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang.
Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke
Amerika Serikat.

6.      Dampak reformasi bagi rakyat Indonesia:


Pemerintahan orde baru jatuh dan muncul era reformasi. Namun reformasi dan
keterbukaan tidak diikuti dengan suasana tenang, aman, dan tentram dalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Konflik antar kelompok etnis bermunculan di berbagai daerah seperti
Kalimantan Barat. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh masalah-masalah sosial, ekonomi
dan agama. Rakyat sulit membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai eksekutif atau
pimpinan partai politik karena adanya perangkapan jabatan yang membuat pejabat
bersangkutan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan publik yang diembannya.
Banyak kasus muncul ke permukaan yang berkaitan dengan pemberian batas yang tegas pada
teritorial masing-masing wilayah, seperti penerapan otonomi pengelolaan wilayah pengairan.
Pemerintah tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik (misalnya:
munculnya parpol-parpol baru), ekonomi (misalnya: munculnya badan-badan umum milik
swasta, tidak lagi melulu milik negara), dan sosial (misalnya: rakyat berhak memberikan
tanggapan dan kritik terhadap pemerintah). Peranan militer di dalam bidang politik
pemerintahan terus dikurangi (sejak 2004, wakil militer di MPR/DPR dihapus).

7.      Latar belakang munculnya reformasi:


1.   Bidang politik: Munculnya reformasi di bidang politik disebabkan oleh adanya KKN,
ketidakadilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter (tidak demokratis)
dan tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta munculnya
demo mahasiswa yang menginginkan pembaharuan di segala bidang.
2.   Bidang ekonomi: Munculnya reformasi di bidang ekonomi disebabkan oleh adanya sistem
monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang yang
dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan, bahkan mampu
berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya. Selain itu juga disebabkan oleh krisis moneter.
Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha.
Banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan
angka pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis
perbankan. Hal-hal tersebut membuat perlu dilakukannya tindakan-tindakan yang cepat dan
tepat untuk mengatasinya.
3.      Bidang sosial: Krisis ekonomi dan politik pada masa pemerintahan orde baru berdampak
pada kehidupan sosial di Indonesia. Muncul peristiwa pembunuhan dukun santet di
Situbondo, perang saudara di Ambon, peristiwa Sampit, beredar luasnya narkoba,
meningkatnya kejahatan, pembunuhan, pelacuran. Hal tersebut membuat diperlukannya
tindakan yang cepat dan tepat.

7.           Krisis Ekonomi


Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang mengalami krisis mata uang,
kemudian disusul oleh krisis moneter dan berakhir dengan krisis ekonomi yang besar. Seperti
diungkapkan oleh Haris (1998), “Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997
adalah yang paling parah sepanjang Orde Baru. Ditandai dengan merosotnya kurs rupiah
terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya pendapatan per kapita bangsa kita yang
sangat drastis. Lebih jauh lagi, sejumlah pabrik dan industri yang bakal collaps atau disita
oleh kreditor menyusul utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak
lama lagi akan menghasilka ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial.
Ekonom, dan politik yang baru pula”. Menurut Fischer (1998), sesungguhnya pada masa
kejayaan Negara-negara Asia Tenggara, krisis d beberapa negara, seperti Thailand, Korea
Selatan, dan Indonesia, sudah bisa diramalkan meski waktunya tidak dapat
dipastikan.Misalnya di Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan terlalu  besar dan
terus meningkat setiap tahun, sementara pasar  7 arus modal masuk jangka pendek (surplus
neraca kapital) (Tulus Tambunan, 1998).

Faktor-faktor eksternal
Jepang dan Eropa Barat mengalami kelesuan pertumbuhan ekonomi sejak awal dekade
90-an dan tingkat suku bunga sangat rendah. Dana sangat melimpah sehingga sebagian besar
arus modal swasta mengalir ke negara-negara Asia Tenggara dan Timur, yang akhirnya
membuat krisis. Daya saing Indonesia di Asia yang lemah, sedang nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS terlalu kuat (overvalued). (Tulus Tambunan, 1998).

Teori-teori Alternatif
Teori konspirasi, krisis ekonomi sengaja ditimbulkan oleh negara-negara maju tertentu,
khususnya Amerika, karena tidak menyukai sikap arogansi ASEAN selama ini.
Teori contagion, yaitu karena adanya contagion effect; menularnya amat cepat dari satu negar
ake negara lain, disebabkan investor asing merasa ketakutan.
Teori business cycle (konjungtur), karena proses ekonomi berdasarkan mekanisme pasar
(ekonomi kapitalis) selalu menunjukkan gelombang pasang surut dalam bentuk naik turunnya
variabel-variabel makro (Tulus Tambunan, 1998).

Faktor-faktor non-ekonomi
Dampak psikologis dari krisis di Indonesia adalah merebaknya penomena kepanikan,
sehingga para pemilik modal internasional memindahkan modal mereka dari Indonesia secara
tiba-tiba. Kepanikan ini kemudian diikuti oleh warga negara di Indonesia, sehingga
sekelompok orang (spekulan) berusaha meraih keuntungan dengan cara menukar sejumlah
besar rupiah terhadap dollar AS. (Tulus Tambunan, 1998).

Stok Hutang Luar Negeri yang Berjangka Pendek


Hutang luar negeri swasta berjangka pendek yang akan jatuh tempo pada  bulan Maret
1998, telah mencapai US$. 9,6 milyard, meliputi hutang pokok dan  pinjaman. Posisi hutang
luar negeri yang ditanggung oleh perusahaan swasta itu merupakan bagian hutang luar negeri
swasta sebesar US$ 65 milyard dari total  pinjaman luar negeri Indonesia sebesar US$ 117,3
milyard per September1997. Bahkan diperkirakan merosotnya nilai tukar Rupiah antara lain
disebabkan oleh terus membengkaknya hutang luar negeri yang ditanggung swasta, sehingga
begitu kewajiban untuk membayar hutang luar negeri yang jatuh tempo, sementara pada saat
yang sama kondisi moneter di dalam negeri sedang kacau, maka kesulitan langsung membelit
mereka (AD.Uphadi Media Indonesia, 4 Desember 1997).

Sistem Perbankan Indonesia


Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan
sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi
masalah perbankan dalam negeri.

8.             Dampak Krisis Terhadap Perekonomian Indonesia


Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter yang menimpa
dunia khususnya Asia Tenggara. Struktur ekonomi nasional Indonesia saat itu masih lemah
untuk mampu menghadapi krisis global tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara
lain:
1.  Kurs rupiah terhadap dollar AS melemah pada tanggal 1 Agustus 1997, pemerintah
melikuidasi 16 bank bermasalah pada akhir tahun 1997,  pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank bermasalah lainnya dan
mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk membantu bank-bank
bermasalah tersebut. Namun kenyataannya terjadi manipulasi besar-besaran terhadap dana
KLBI yang murah tersebut.
2.  Dampak negatif lainnya adalah kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun,
perusahaan milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar negeri
yang akan dan telah jatuh tempo.
3.    Pengangguran, dimana angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat karena banyak
perusahaan yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya.
4.  Laju inflasi yang tinggi, angka kemiskinan meningkat dan persediaan  barang nasional,
khususnya Sembilan bahan pokok di pasaran mulai 9 menipis pada akhir tahun 1997.
Akibatnya, harga-harga barang naik tidak terkendali dan berarti biaya hidup semakin
tinggi.Biaya-biaya sosial : 1) kerusuhan di mana-mana sejak black May 1998, 2)  banyak
orang kekurangan gizi, 3) anak putus sekilah meingkat, 4) kriminalitas makin tinggi.

Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif. Secara
umum impor barang, termasuk impor buah menurun tajam, perjalanan ke luar negeri dan
pengiriman anak sekolah ke luar negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar,
meningkatkan ekspor khususnya di bidang pertanian,  proteksi industri dalam negeri
meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca  berjalan. Krisis ekonomi juga menciptakan
suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah (UKM) dan Industri Skala Kecil (ISK).
Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar
dari dampak  positifnya. 

9.             Krisis Ekonomi Pada Era JokoWidodo


Pada era Presiden JokoWidodo, Indonesia mengalami gejolak ekonomi yang cukup
mengkhawatirkan. Selama kepemimpinan beliau yang memasuki setengah tahun lamanya,
Indonesia terkena dampak dari pelemahan rupiah terhadap dollar hingga mencapai level
13.200-an atau hampir serupa dengan krisis moneterdi era Presiden Soeharto yang ada di
level mencapai 17.000 dengan harga rupiah saatitu. Namun semuanya hanya baru bisa
dikatakan sebagai perkiraan perkiraan dan asumsi masyarakat atas melemahnya dollar.
Adapun secara fakta, krisis moneter belum bisa dibuktikan. Ini ditandakan dengan masih
stabilnya perekonomian nasional saat ini. Data menunjukkan bahwa Ekonomi Indonesia
Masih Mampu UntukTumbuh Secara Moderat ditengah perlambatan pemulihan ekonomi
dunia, ternyataekonomi Indonesia masih mampu tumbuh sebesar 5,01% yo atau sedikit
mengalami penurunan jika dibandingkan denganpertumbuhan ekonomi di kuartal kedua
tahun ini, yang tercatatsebesar 5,12% yoy. Konsumsi rumah tangga tercatat cukup stabildan
masih meningkat sebesar 5,4% yoy. Daya beli masyarakatmasih tetap tinggi, meskipun efek
belanja pemilu sudah tidak adadan telah terjadi kenaikan harga listrik dan gas.
Kontribusi eksporterhadap pertumbuhan ekonomi juga mengalami perlambatanterutama
disebabkan oleh penurunan harga komoditas.Kegiatan investasi tercatat mengalami
perlambatan sebagaiakibat dari pelemahan nilai tukar Rupiah dan kebijakan moneterketat
yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Namun demikian,menurut data yang dirilis oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal(BKPM), realisasi penanaman modal di Indonesia masih
mengalamipertumbuhan sebesar 19,3% yoy di kuartal ketiga 2014 ataumeningkat dari
pertumbuhan 3,2% yoy yang tercatat di kuartalkedua 2014. Realisasi penanaman modal
dalam negeri naik sebesar24,2% yoy, sedangkan realisasi penanaman modal asing
naiksebesar 6,8% yoy di kuartal ketiga 2014.Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 2015 akan tetap stabil. Hanya akan mengalami kenaikan tipis
dari 5,1 persen di 2014 menjadi sebesar 5,2 persen. “Pertumbuhan eknomi Indonesia
diperkirakan akan cenderung stabil dan sedikit meningkat di tahun 2016 menjadi 5,5 persen,”
menurutseorangekonom Bank Duniauntuk Indonesia. Melambatnya laju pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dipengaruhi oleh  melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Kondisi
tersebut mengakibatkan investasi dan ekspor Indonesia menjadi lemah. Lemahnya ekspor
berpengaruh pada kecilnya kontribusi terhadap penyempitan defisit neraca berjalan. Defisit
neraca berjalan turun menjadi 6,8 miliiar dolar atau 3,1 persen dari PDB kuartal ketiga 2014
dan lebih rendah sebesar 0,8 poin presentase dari PDB dibanding laju tahun lalu. Penurunan
ini secara bertahap akan terus berlangsung.
Kondisi yang sama, lanjutnya, juga terjadi pada sektor fiskal dengan pertumbuhan
penerimaan tetap yang relatif lemah, sementara belanja modal terkontraksi. Pertumbuhan
penerimaan pada periode Januari-Oktober 2014 10,8 persen terus berada di bawah
pertumbuhan PDB nominal 11,8 persen pada kuartal 1- sampai kuartal 3 tahun 2014.
Sementara pada sisi pengeluaran, laju pencairan anggaran secara keseluruhan di akhir
Oktober 2014 mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya karena dorongan
peningkatan belanja subsidi energi.
Adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi akan menyebabkan peningkatan inflasi.
Kendati begitu dampak terhadap inflasi diperkirakan hanya akan bersifat sementara. Pada
tahun 2015 inflasi akan berada di angka 7,5 persen dan akan mengalami penurunan apabila
tidak terjadi gejolak eknomi lainnya. Dari kenaikan BBM itu memang akan memunculkan
inflasi, namun akan menghemat pengeluaran fiscal sebesar 100T.
Penyesuaian harga BBM bersubsidiakan memperluas ruang fiskal bagi peningkatan
belanja pembangunan di sektor-sektor yang lebih penting, salah satunya di sektor kesehatan.
Karena dana belanja kesehatan pemerintah hanya sekitar  1,2 persen dari PDB tahun 2012
atau sekitar 43 dolar AS per kapita relatif lebih rendah di banding negara lain. Dengan adanya
penghematan anggaran dari kenaikan harga BBM tersebut Indonesia memiliki kesempatan
untuk melakukan perbaikan pelayanan kesehatan.
Ditambahkan oleh Masyita Crystaliin, ekonom Bank Dunia untuk Indonesia lainnya,
selain menghadapi tantangan perbaikan layanan kesehatan, pemerintahan baru saat ini juga
dihadapkan pada persoalan pendapatan negara yang terus menurun hanya sedikit di atas 11
persen dari PDB. Apabila tidak dilakukan reformasi, total penerimaan PDB diproyeksikan
akan semakin menurun menjadi 13,7 persen di tahun 2019. Oleh karena itu, ia menekankan
pemerintah kedepan harus mengejar pendapatan negara dengan memaksimalkan pendapatan
pajak. Hal itu bisa dilakukan dengan reformasi kebijakan penerimaan untuk memperluas
basis pajak, menyederhanakan struktur perpajakan, rasionalisasi jenis pajak, dan secara
selektif melakukan revisi sejumlah tarif pajak agar sebanding dengan tarif internasional.
“Dengan fokus yang kuat pada penerimaaan oleh pemerintah yang baru akan sangat penting
dalam menciptakan ruang fiskal bagi pelaksanaan program-program pembangunan,” jelasnya.
Lebih lanjut Masyita mengatakan pembelanjaan APBN yang baik dalam berbagai
bidang termasuk pelayanan kesehatan, jaminan sosial, infrastruktur  diharapkan dapat
menurunkan defisit fiskal tahun 2015. Disamping itu dengan adanya relokasi anggaran
penghematan fiskal dari kenaikan harga BBM bersubsidi ke sektor-sektor tersebut juga
diharapkan bisa mempercepat upaya pengentasan kemiskinan. Pasalnya hingga saat ini
tingkat kemiskinan nasional masih berada pada angka 11, 3 persen dan diproyeksikan
penurunannya akan melambat seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Bahkan diperdiksikan akan tetap berada di atas delapan persen pada tahun 2018 jika tidak
ada aksi bersama untuk mendukung pemerataan pertumbuhan dan memperkuat jaringan
pengamanan sosial,” tandasnya.
Berbeda dengan proyeksi Bank Dunia,  ekonom UGM, Tri Yuwono, Ph.D.,
memperkirakan laju pertumbuhan ekomomi Indonesia cenderung mengalami penurunan
secara berkelanjutan. Pertumbuhan jangka menengah akan ditentukan oleh pertumbuhan
glonal yang lebih lambat dari penurunan terakhir. “Proyeksi dari Gama Leading Economic
Indonesia justru menunjukkan adanya kecenderungan penurunan siklus perekonomian
Indonesia masih berlanjut,” tuturnya. Kecenderungan tersebut terjadi karena aktivitas ekspor
yang lebih kecil kecil dari impor. Sehingga mengakibatkan defisit pada transakasi
perdagangan Indonesia.
Sementara terkait dengan adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi, Tri Yuwono
mengatakan bahwa hal tersebut tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap masyarakat
miskin karena hanya mengkonsumsi BBM dalam jumlah rendah. Namun begitu, hal itu
memberikan dampak susulan yang sangat memberatkan masyarakat kurang mampu akibat
kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dampak dari kenaikan harga BBM. “Saya rasa
pemberian program kompensasi cukup untuk melindungi masyarakat miskin secara efektif
dari dampak kenaikan harga bahan pangan dan transportasi pasca kenaikan harga BBM
betsubsidi,” katanya.
Denni Puspa Purba, ekonom UGM lainnya mengatakan bahwa arahan proyeksi
ekonomi makro Indonesia sudah tepat. Namun pertumbuhan GDP bisa lebih rendah dari 5,2
persen. Ia juga memperkirakaan iklim investasi dan ekspor di Indonesia masih akan berjalan
lambat di tahun 2015 mendatang. (Humas UGM/Ika).
Dari berbagai pendapat diatas dan fakta yang telah terjadi, maka dapat disimpulkan
bahwa krisiis ekonomi pada era Kepresidenan Joko Widodo belum dapat dibuktikan, akan
tetapi masih sebatas asumsi public atas kondisi yang terjadi. Namun dari fakta yang ada,
krisis ekonomi kecil kemungkinan terjadi apabila pemerintah berhasil untuk mengendalikan
kestabilan menguatnya nilai tukar dollar.

Kesimpulan:
Krisis moneter yang berlangsung di Indonesia pada tahun 1997-1998, dapat disimpulkan
sbagai dampak dari penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Tak hanya
Indonesi, negara- negara tetangga pun juga merasakan. Akan tetapi Indonesia termasuk
negara yang terparah akibat masalah tersebut. Hal ini dikarenakan Indonesia sangat
tergantung pada dollar Amerika, entah dari sektor impor maupun sektor lain. Dengan adanya
keadaan tersebut sebenarnya Indonesia mengalami masalah dalam ekonomi makronya. Hal
ini terbukti Indonesia saat itu mengalami Inflasi dan angka pengangguran yang cukup tinggi.
Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada dua aspek
penting yang menunjukkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia menjelang krisis, yakni
saldo transaksi berjalan dalam keadaan defisit yang melemahkan posisi neraca pembayaran
dan adanya utang luar negeri jangka  pendek yang tidak bisa dibayar pada waktu jatuh tempo.
Terjadinya krisis ini menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap  perekonomian
Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan. Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari
jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih besar daripada dampak positif yang ditimbulkan. Dalam
menangani krisis ini, pemerintah tidak dapat menanganinya sendiri. Karena merosotnya nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS
di BI sudah mulai menipis. Oleh karena itu,  pemerintah meminta bantuan kepada IMF. IMF
adalah bank sentral dunia yang fungsi utamanya adalah membantu memelihara stabilitas kurs
devisa Negara-negara anggotanya dan tugasnya adalah sebagai tumpuan akhir bagi bank-
bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas

Saran: Untuk kebaikan ekonomi kedepan, Indonesia harus menjadi Negara yang kreatif
dibidang ekonomi dan Negara harus memilih orang yang handal agar dapat menjaga stabilitas
ekonomi Indonesia dimasa yang akan mendatang.

Anda mungkin juga menyukai