Anda di halaman 1dari 11

Teori Krisis Ekonomi

Menurut ahli ekonomi, pengertian krisis ekonomi secara sederhana adalah


suatu keadaan dimana sebuah negara yang pemerintahnya tidak dipercaya lagi oleh
rakyatnya. Khususnya masalah finansial. Rakyatnya tidak mau lagi menyimpan
uangnya di bank-bank yang ada. Sehingga bank-bank mengalami kesulitan uang
tunai. Jika itu terjadi maka bank sentral akan mencairkan asetnya untuk menalangi
semua bank-bank itu. Setelah itu maka harga-harga akan naik seiring dengan
banyaknya uang tunai di masyarakat akibat bank kelebihan uang tunai.

Kronologi Krisis Ekonomi 1997-1998


Tahun 1997 - 1998 adalah sebuah tragedi yang bersejarah dan tak terlupakan
bagi Indonesia. Karena perekonomian Indonesia tercatat sebagai keadaan yang paling
suram. Begitu Soeharto menyatakan diri mundur sebagai presiden ke-2 RI pada
Tanggal 21 Mei 1998. banyak sekali tragedy-tragedi yang terjadi di Indonesia.
Kecenderungan pelemahan rupiah pasar, terus menjadi-jadi Sejak aksi penembakan
mahasiswa Trisakti tangal 12 Mei dan aksi penjarahan 14 Mei di Jakarta. Hal itu
diikuti gelombang kerusuhan dan aksi politik yang tidak habis-habisnya pasca
mundurnya Soeharto.

Pada bulan Juli 1997, kurs Rupiah terhadap dollar mulai merosot mencapai
Rp. 17.000, pada saat inilah awal sejarah perekonomian sangat buruk bagi masyarakat
Indonesia. Merasa tidak mampu dan tidak percaya diri menyelesaikan krisis yang ada,
sejumlah pejabat pemerintah akhirnya memunculkan wacana untuk meminta
pertolongan IMF. Bahkan banyak media massa dalam dan luar negeri yang saat itu
memuat saran-saran agar Indonesia segera meminta pinjaman pada International
Monetary Fund (IMF).

Akhirnya, pada tanggal 8 Oktober 1997 pemerintah meminta bantuan kepada


IMF untuk memulihkan keadaan krisis ekonomi saat itu. sebenarnya ECONIT secara
tegas memperingatkan bahwa mengundang IMF hanya akan menjerumuskan
Indonesia ke jurang krisis yang lebih parah. ECONIT mengibaratkan Indonesia
sebagai orang sakit. Memang Indonesia menghadapi sejumlah penyakit dan harus

1
diberikan perawatan diriumah sakit, tetapi Indonesia tidak harus masuk kedalam
perawatan Unit Gawat Darurat (UGD) yang diibaratkan IMF. Berdasarkan
pengalaman dari negara-negara yang pernah bekerjasama dengan IMF, hanya
sementara saja IMF memberikan perekonomian yang stabil dan tidak lama kemudian
krisis itu kembali lagi. Tetapi Indonesia mengabaikan peringatan dari ECONIT.
Direktur Pelaksana IMF, Michel Camdessus, mengumumkan paket bantuan IMF
untuk Indonesia senilai 23 miliar dollar AS untuk menstabilkan keuangan dan
melakukan reformasi ekonomi. Bantuan tersebut terdiri atas 18 miliar dollar AS
pinjaman badan multilateral dan lima miliar dollar AS sisanya berasal dari pemerintah
Indonesia. Toh, meskipun IMF telah mengumumkan bantuannya kepada Indonesia,
kurs rupiah tetap saja melemah hingga mencapai Rp 3.670.

Kebijakan yang disarankan IMF juga menjerumuskan Indonesia ke krisis


yang lebih parah, seperti kasus likuidasi 16 bank pada bulan November 1997, yang
memicu rush terhadap puluhan bank besar Indonesia seperti Bank BCA dan Bank
Danamon, membuat kolaps sistem perbankan nasional, dan kian menenggelamkan
nilai tukar rupiah.

IMF juga memicu kerusuhan sosial melalui saran yang diberikan. Atas saran
IMF, untuk memangkas subsidi BBM dan listrik, pemerintah menaikkan harga BBM
antara 25 persen (minyak tanah) sampai 71 persen (premium) pada tanggal 4 Mei
1998. Selang sehari kemudian, ribuan mahasiswa di Makasar turun ke jalan dan
terjadi bakar-bakaran untuk memprotes kenaikan harga BBM. Pada hari-hari
berikutnya, aksi tersebut meluas ke Medan, Surabaya, Solo, Yogyakarta, dan
puncaknya berakhir di Jakarta 12 Mei 1998. Akibat saran IMF tersebut, ratusan orang
meninggal di seluruh Indonesia, ribuan luka-luka, ratusan gedung dan ribuan
kendaraan hancur dan terbakar. Inilah contoh kesekian kalinya di negara berkembang:
terjadi kerusuhan sosial akibat saran IMF

Dengan kata lain sangatlah sulit bagi negara-negara yang memiliki


perekonomian yang berkembang diatas sistem keuangan dunia yang labil dan
cenderung menjerumuskannya kedalam perangkapnya. Rekayasa dan spekulasi yang
disengaja untuk menyerang mata uang suatu negara bisa berakibat fatal bagi sistem
ekonomi suatu negara secara keseluruhan. Bentuk aksinya adalah dengan
2
memperlemah sistem keuangan yang berlaku dengan negara yang bersangkutan. Hal
ini bisa terjadi oleh karena kekuatan berupa potensi dan yang dimilikinya dan
diperkuat dengan praktik dan institusi pasar valuta. Pada gilirannya, praktik-praktik
semacam ini menyebabkan negara dan rakyat yang aktif di sector riil menanggung pil
pahit dari akibat yang ditimbulkannya.
Kronologis krisis moneter yang ada di indonesia dari 1997 :
 Tertekannya nilai tukar rupiah setelah terjadi hal yang serupa terhadap baht
Thailand yang diikuti dengan pengambangan baht tanggal 2 Juli 1997 dan peso
Pilipina 11 Juli 1997.
 Dilakukan pelebaran kurs intervensi rupiah dari 8% menjadi 12% pada 11 Juli
1997, setelah dilakukan pelebaran sebanyak enam kali sejak 1994.
 Dilakukan penghapusan rentang kurs intervensi atau pengambangbebasan rupiah
pada tanggal 14 Agustus 1998.
 Dilakukan intervensi dalam pasar valas menghadapi tekanan yang timbul baik
setelah pelebaran kurs intervensi maupun setelah 14 Agustus 1997. Hal ini diikuti
dengan langkah-langkah yang biasa dilakukan untuk mempertahankan kurs
dengan intervensi, yaitu pengetatan likuiditas melalui kebijakan moneter dan
fiskal dengan berbagai bentuknya (penundaan pengeluaran anggaran, peningkatan
suku bunga SBI dan pengubahan deposito milik BUMN ke dalam SBI).
 Langkah -langkah kebijakan makro dan sektoral 3 September 1997, suatu "self
imposed IMF program ": Keputusan untuk meminta bantuan IMF awal Oktober
1997, Perundingan dengan IMF yang menghasilkan 'letter of intent' pertama, 31
Oktober 1997, dari precautionary menjadi standby arrangement. Program yang
akan diimplementasikan meliputi kebijakan pengendalian moneter dan nilai tukar,
langkah-langkah fiskal, restrukturisasi sektor keuangan dan restrukturisasi sektor
riil.
 Kebijakan pencabutan ijin usaha 16 bank dan implikasinya.
 Pencairan pinjaman tahap pertama $3 milyar dari pinjaman IMF $10 milyar
sebagai bagian dari paket $43 milyar. Intervensi pasar valas bersama Jepang dan
Singapore yang berhasil, kemudian implementasi program dengan dukungan IMF
yang kurang lancar (masalah tuntutan terhadap Gubernur BI dan Menkeu di
PTUN, ketidakjelasan pelaksanaan penghapusan monopoli dan penundaan

3
proyek-proyek serta pelaksanaan kebijakan moneter yang seret) dan reaksi pasar
yang negatif.
 Proses terjadinya 'letter of intent' kedua, 15 Januari 1998, didahului dengan
desakan G7.
 Reaksi pasar terhadap kemungkinan pencalonan Habibie sebagai Wapres.
 Pelaksanaan restrukturisasi perbankan dengan pemberian garansi terhadap semua
deposito, giro, tabungan dan pinjaman perbankan serta pendirian BPPN.
 Keputusan BPPN membekukan 7 bank serta melaksanakan pengawasan intensif
terhadap 7 bank lain.
 Perundingan Pemerintah dengan IMF yang menghasilkan "Memorandum
Tambahan tentang Kebijaksanaan Ekonomi dan Keuangan", yang ditanda tangani
Menko Ekuin pada tanggal 9 April 1998.
 Pencairan pinjaman tahap ke dua sebesar $1 milyar.
 Penyelesaian pinjaman swasta dengan berbagai perundingan di Tokyo, New York
dan Frankfurt.
 Pengumuman Kabinet Reformasi dan pemberian status independen ke pada Bank
Indonesia setelah pergantian Presiden dari Soeharto ke Habibie.

Penyebab Krisis Ekonomi


Berbagai kajian yang menelaah krisis keuangan Asia telah banyak dilakukan,
tentunya dari berbagai sudut pandang pula. Secara umum terlihat suatu pola dan
karakteristik yang berlaku sama di seluruh negara yang dilanda krisis. Namun, dalam
hal kedalamannya dan jangka waktunya, Indonesia dapat dikatakan sangat unik. Sulit
mencari pembandingnya, barangkali negara yang paling layak untuk dibandingkan
waktu itu adalah Rusia, dan sekarang mungkin Argentina. Sebagai introspeksi, harus
diakui bahwa krisis di Indonesia benar-benar tidak terduga datangnya, sama sekali
tidak terprediksi sebelumnya.
Seperti dikatakan oleh Furman dan Stiglitz (1998), bahwa di antara 34 negara
bermasalah yang diambil sebagai sampel penelitiannya, Indonesia adalah negara yang
paling tidak diperkirakan akan terkena krisis bila dibandingkan dengan negara-negara
lainnya. Ketika Thailand mulai menunjukkan gejala krisis, orang umumnya percaya
bahwa Indonesia tidak akan bernasib sama. Fundamental ekonomi Indonesia
dipercaya cukup kuat untuk menahan eksternal shock akibat kejatuhan ekonomi

4
Thailand. Berikut ini akan diuraikan mengenai penyebab Krisis Ekonomi Indonesia
tahun 1997-1998 :

Faktor utama yang menyebabkan krisis moneter tahun 1998 yaitu faktor politik. Pada
tahun 1998 krisis ekonomi bercampur kepanikan politik luar biasa saat rezim
Soeharto hendak tumbang. Begitu sulitnya merobohkan bangunan rezim Soeharto
sehingga harus disertai pengorbanan besar berupa kekacauan yang mengakibatkan
pemilik modal dan investor kabur dari Indonesia. Pelarian modal besar-besaran karena
kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada pelarian modal yang dipicu oleh
pertimbangan ekonomi semata. Karena itu, rupiah merosot amat drastis dari level
semula Rp 2.300 per dollar AS (pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp17.000
per dollar AS (Januari 1998). Penyebab lainnya adalah:
1. Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek,
telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan” ekonomi Indonesia. Hal ini
diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan,
dari para menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri
menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut. Pemerintah selama ini
selalu ekstra hati-hati dalam mengelola hutang pemerintah (atau hutang publik
lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam batas-batas yang dapat tertangani
(manageable). Akan tetapi untuk hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia,
pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan.

2. Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan


sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih
menjadi masalah perbankan dalam negeri. Ketika liberalisasi sistem perbankan
diberlakukan pada pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian dan
pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya
pertumbuhan sektor perbankan. Hampir tidak ada penegakan hukum terhadap bank-
bank yang melanggar ketentuan, khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok
bisnisnya sendiri, konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu, dan pelanggaran kriteria
layak kredit. Pada waktu yang bersamaan banyak sekali bank yang sesunguhnya tidak
bermodal cukup (undercapitalized) atau kekurangan modal, tetapi tetap dibiarkan
beroperasi. Semua ini berarti, ketika nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem

5
perbankan tidak mampu menempatkan dirinya sebagai “peredam kerusakan”, tetapi
justru menjadi korban langsung akibat neracanya yang tidak sehat.

3. Sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang
pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula. Hill (1999)
menulis bahwa banyaknya pihak yang memiliki vested interest dengan intrik-intrik
politiknya yang menyebar ke mana-mana telah menghambat atau menghalangi gerak
pemerintah, untuk mengambil tindakan tegas di tengah krisis. Jauh sebelum krisis
terjadi, investor asing dan pelaku bisnis yang bergerak di Indonesia selalu
mengeluhkan kurangnya transparansi, dan lemahnya perlindungan maupun kepastian
hukum. Persoalan ini sering dikaitkan dengan tingginya “biaya siluman” yang harus
dikeluarkan bila orang melakukan kegiatan bisnis di sini. Selama Indonesia
menikmati economic boom persepsi negatif tersebut tidak terlalu menghambat
ekonomi Indonesia. Akan tetapi begitu krisis menghantam, maka segala kelemahan itu
muncul menjadi penghalang bagi pemerintah untuk mampu mengendalikan krisis.
Masalah ini pulalah yang mengurangi kemampuan kelembagaan pemerintah untuk
bertindak cepat, adil, dan efektif. Akhirnya semua itu berkembang menjadi “krisis
kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah
ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang
dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.

4. Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan
pada akhirnya memperbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri. Faktor ini merupakan
hal yang paling sulit diatasi. Kegagalan dalam mengembalikan stabilitas sosial-politik
telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai pemulihan secara mantap dan
berkesinambungan. Meskipun persoalan perbankan dan hutang swasta menjadi
penyebab dari krisis ekonomi, namun, kedua faktor yang disebut terakhir di atas
adalah penyebab lambatnya pemulihan krisis di Indonesia. Pemulihan ekonomi sangat
sulit dan bahkan tidak mungkin dicapai, tanpa pulihnya kepercayaan pasar, dan
kepercayaan pasar tidak mungkin pulih tanpa stabilitas politik dan adanya
permerintahan yang terpercaya.

6
Dampak Krisis Ekonomi (Fundamental Indonesia)
Berbagai dampak krisis ekonomi timbul di Indonesia. Krisis ekonomi membawa
dampak yang kurang baik bagi Indonesia, ini disebabkan karena kurs nilai tukar valas,
khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan dengan pendapatan
masyarakat dalam rupiah tetap. Dampak yang terlihat seperti:
- Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan
tidak dapat membayar upah para pekerjanya. Sehingga menambah angka
pengangguran di Indonesia.
- Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang naik cukup
tinggi, yang mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat barang-barang
kebutuhan pokoknya.
- Hutang luar negeri jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar
rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa
untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya, ditambah
sistem perbankan nasional yang melemah.
- Harga BBM naik.
- Kemiskinan juga termasuk dampak krisis moneter.
- Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam.
- Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan
kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal
langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
Pada Oktober 1998 jumlah keluarga miskin di perkirakan sekitar 7.5 juta.
Meningkatnya jumlah penduduk yang miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai mata
uang rupiah yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara
penghasilan yang berkurang akibat PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang
meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi. Disaat krisis itu terjadi banyak
pejabat yang melakukan korupsi. Sehingga mengurangi pendapatan para pekerja yang
lain. Banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan Negara asing dengan
tingkat bunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban utang Negara.
Pada sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah juga membawa hikmah. Secara
umum impor barang menurun tajam. Sebaliknya arus masuk turis asing akan lebih
besar, daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan impor rendah
meningkat sehingga bisa menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang
berbasis pertanian. Krisis ini sangat mengganggu kesejahteraan masyarakat.
7
Macam-Macam Krisis Ekonomi
Krisis-krisis ekonmi yang berasal dari sumber-sumber yang berbeda juga
mempunyai proses tau jalur tranmisi dampak yang berbeda , dan sektor-sektor
ekonomi yang secara langsung terkena dampaknya juga berbeda.
1. Krisis Produksi
Krisis produksi adalah termasuk tipe krisis ekonomi yang bersumbe dari
dalam negeri .Krisis ini bida dalam bentuk penurunan produ domestik secara
mendadak dari sebuah komoditas pertanian, cthnya : padi/beras.Penurunan produkssi
tersebut berakibat langsung pada penurunan tingkat pendapatan rill dari para petani
dan para buruh tani padi.
Apabila padi/beras selain dikonsumsi secara langsung juga digunakan sebagai
bahan baku utama oleh sektor-sektor ekonomi lainnya, misalnya industri makanan dan
minuman dan volume produksi , kesempatan kerja dan pendapatan sektor-sektor
terkait juga akan mengalami penurunan.Hal ini merupakan efek tidak langsung dari
krisis tersebut.Secara keseluruhannya tingkat kemiskinan di wilayah –wilayah
tersebutakan mengalami peningkatan yang besar.
Jika pemerintah di sebuah provinsi mengalami penurunan produksi padi dan
tidak melakukan impor beras untuk mengkompnsasi kekrangan beras di pasar lokal
akan menyebabkan kelebihan permintaan dalam provinsi tersebut.Dan sesuai
mekanisme pasar harga beras di provinsi tersebut akan melonjak naik yang berakhir
dengan inflasi yang tinggi.
Dalam tipe ini , jalur-jalur transmisi dampaknya terhadap kemiskinan adalah
perubahan-perubahan dalam harga (inflasi), jumlah kesempatan kerja dan tingkat
pendapatan.Kelompok-kelompok masyrakat yang paling rentan terhadap tipe kriris ini
adalah petani dan keluarganya , buruh tani dan keluarganya , dan pada peringkat
berikutnya adalah para pekerja dan pemilik usaha serta keluarga mereka di sektor
lainnya yang terkait lewat produksi dengan subsektor pertanian.
2. Krisis Perbankan
Dampak langsung atau fase pertama dari efek krisis perbankan adalah
kesempatan kerja dan pendapatan yang menurun di subsektor keuangan tersebut. Pada
fase kedua, krisis perbankan merembet ke perusahaan-perusahaan yang sangat
tergantung pada sektor perbankan dalam pembiayaan kegoatan-kegiatan produksi /
bisnis mereka.Perusahaan tersebut tidak bisa mendapatkan pinjaman dari perbankan
karena subsektor keuangan tersebut sedang mengalami kekurangan atau kebangkrutan
8
atau perusaahaan masih dapat kredit tapi tetapi dengan tingkat suku bunga pinjaman
(R) yang jauh lebih tinggi dibandingkan pada saat perbankan dalam keadaan
normal.Kenaikan suku bunga disebabkan oleh permintaan kredit dunia usaha yang
besar di satu sisi dan disisi lain dana yang terkumpul dari pihak tinggi untuk di
salurkan sebagai kredit usaha yang terbatas.
Rumah tangga juga terkena dampak krisis ini.Ada dua macam dampak
terhadap rumah tanggga dan dua tipe kelompok rumah tangga yang terkena
dampaknya. Pertama , kelompok rumah tangga kaya :tabungan mereka hilang karena
bank-bank yang menyimpan uang mereka bangkrut. Kedua, kelompok rumah tangga
non-kaya : pengeluaran-pengeluaran mereka terutama untuk barang-barang buksn
kebutuhuhan pokok menurun karena mereka tidak bisa lagi meminjam dari bank ,
atau masih tetap bisa mendapatkan kredit konsumen namun dengan tingkat R yang
sangat tinggi yang membuat biaya pinjaman menjadi terlalu mahal.
Dalam tipe krisis ini , jalur-jalur tranmisi paling utana lewat mana krisis
tersebut berdampak pada tingkat kemiskinan yaitu : perubahan dalam arus kredit dari
perbankan ke dunia usaha atau tingkat suku bunga pinjaman , volume produksi ,
jumlah kesempatan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.Kelompok-keompok
masyrakat yang paling rentan terhadap krisis ini adalah bukan masyrakat miskin
melainkn masyrakat kelas menegah keatas.
3.Krisis Nilai Tukar
Perubahan kurs dari sebuah mata uang , misalnya rupiah terhadap dollar AS
diangggap krisis apabila kurs dari mata uang tersebut mengalami penurunan tau
depresiasi yang sangat besar yang prosesnya mendadak dan berlangsung secara teru-
menerus yang membentuk sebah tren yang meningkat.Dampak langusng krisis ini
adalah pada ekspor dan impor. Menurut teori konvensional mengenai perdagangan
internasional depresiasi nilai tukar dari suatu mata uang terhadapa misalnya dollar AS
yang membuat daya saing harga dari produk-produk buatan negara dari mata uang
tersebut membaik, yang selajutnya membuat volume ekspor meningkat.Teori ini
didasarkan pada asumsi bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi secara langsung
maupun tidak langsung volume ekspor konstan tidak berubah.
Disisi impor, akibat kurs mata uang nasional melemah, misalnya dalam rupiah
dari Rp.2000 per satu dollar AS menjadi Rp.10.000 per satu dollar AS maka harga-
harga dalam negeri dari produk-produk impor akan naik, bahkan dapat menyebabkan
meningkatnya laju inflasi Indonesia.
9
Besar pengaruhnya terhadap laju inflasi sangat bergantung pada jenis produk
yang paling banyak di impor dan keterkaitan antara barang-barang yang diimpor
dengan kegiatan-kegiatan produksi dalam negeri.Sebagai suatu respon langsung dari
kenaikan harga ada 2 kemungkinan , yaitu : Pertama , volume impor menurun dan
apabila barang impor tersebut adalah bahan baku atau kebutuhan lainnya untuk
kegiatan produksi domestik, maka produksi dalam negri juga akan berkurang dan
berakibat pada peningkatan jumlah pengagguran dan kemiskinan. Kedua , volume
impor mungkin tetap tidak berkurang karena sangat dibutuhkan di dalam negeri.Jika
barang impor tersebut adalah bahan baku maka baiaya produksi dalam negri akan
meningkatdan hasilnya dalah peningkatan laju inflasi lewat sautu efek penggandaan.
Jadi depresiasi nilai tukar dari suatu mata uang pada dasarnya berdampak
positif terhadap ekonomi dari negara yang mata uangnya mengalami pelemahan lewat
sisi ekspor dan berdampak negatif lewat sisi impor.
4.Krisis Perdagangan
Dalam krisis ekonomi yang berasal dari sumber eksternal ada dua jalur utama
yaitu perdagangan dan investasi / arus modal.Didalam jalur perdagangan internasioanl
ada 2 sub jalur, yaitu ekspor dan impor .Dalam jalur ekspor misalnya ekspor barang ,
keaadan krisis bagi sebuah negara eksportir bisa terjadi baik karena harga di pasal
internasional dari komoditas yang di ekspor menurun secara drastis atau permintaan
dunia terhadap komoditas tersebut turun secara signifikan.
Dalam ekspor jasa, suatu krisisbisa terjadi jika jumlah wisatawan asing yang
bekunjung kedalam negeri menurun secara drastis atau jumlah pengiriman uang ke
Indonesia dar TKI yang bekerja diluar negeri mengalami penurunan yang signifikan.
Dalam hal impor , suatu kenaikan harga dunia yang signifikan atau suatu
penurunan secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang besar dari persediaan dunia untuk
suatu komoditas yang di perdagangkan di pasar global dapat menjadi suatu krisis
ekonomi yang serius bagi negara-negara importir jika komoditas itu sangat crusial
msalnya , beras atau minyak yang juga serimg merupakan komoditas-komoditas
kunci bagi masyrakat miskin.
5.Krisis Modal
Pengurangan modal didalam negeri dalam jumlah yang besar atau penghentian
bantuan serta pinjaman luar negeri akan menjadi sebuah krisis ekonomi bagi banyak
dunia miskin di dunia.Pelarian modal baik yang berasal dari sumber dalam negeri

10
maupun luar negeri yang besar dan secara mendadak bisa menjelma menjadi sebuah
krisis besar bagi ekonomi negara-negara yang sangat memerlukan modal investasi.
Proses mulai dari larinya modal keluar negeri hingga menjadi sebuah krisis
ekonomi sangat sederhana : dana investasi di dlam negeri berkurang, investasi
menurun,kegiatan / volume produksi dan tingkat produktivitas menurun, pertumbuhan
ekonomi menurun, jumlah angkatan kerja yang bisa bekerja berkurang , tingkat
pendapan rill menurun dan pada akhirnya , tingkat kemiskinan bertambah.Di sisi lain ,
suatu pelarian modal dalam julah besar akan menyebabkan depresiasi nilai tukar mata
uang dari negara bersangkutan.
Dalam kasus ini , jalur-jalur tranmisi memilki dampak utama yakni perubahan
– peruubahan dalam jumlah investasi , khususnya investasi jangka panjang , volume
produksi dan jumlah tenaga kerja yang bekerja.Kelompok masyarakat yang paling
rentan terhadap krisis ekonomi dari kategoriini bisa kelompok miskin tetapi bisa juga
kelompok non-miskin tergantung pada sektor atau industri yang paling dirugikan
dengan kekurangan modal investasi.
Rangkuman dari pembahasan semua tipe krisis ekonomi tersebut
menunjukkan bahwa tingkat atau laju inflasi dan jumlah kesempatan kerja atau
jumlah orang yang mengganggur adalah penentu-penentu utama dari tingkat penentu
kemiskinan.
BESARAN SURPLUS EKSPOR INDONESIA DALAM KURUN WAKTU 10
TAHUN TERAKHIR

11

Anda mungkin juga menyukai