Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL

KRISIS MATA UANG (CURRENCY CRISIS) DI INDONESIA 1998

Diajukan untuk menjadi Tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Internasional

Dosen Pengampu: Rayna Kartika, M.Com., Ak., CA.

OLEH:

KELOMPOK 7

SYAHRANI EKA PUTRI 2010532009

NURVA AYUNDA ZALMAN 2010533025

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2023
Krisis Mata Uang Di Indonesia 1998

Krisis 1997/1998 bermula dari krisis mata uang di beberapa negara Asia, seperti
Thailand pada Mei 1997. Pemerintah di negara Thailand merasa lebih sulit untuk mematok
baht Thailand pada THB25 per dolar AS. Pada 2 Juli 1997, Thailand mengizinkan baht
mengapung bebas dan tidak dipatok.
Krisis itu menjalar ke Indonesia dan dengan cepat menggoyang perekonomian
nasional yang fondasi ekonominya rapuh. Indonesia yang memiliki cadangan devisa yang
besar dan dipandang memiliki perekonomian yang kuat, merespon pada 11 Juli 1997, dengan
memperlebar batas target nilai tukar dari 8% menjadi 12%. Indonesia telah mengambil
tindakan serupa pada tahun-tahun menjelang krisis, pada bulan Desember 1995 dari 2%
menjadi 3%, sebagai tanggapan terhadap krisis keuangan Meksiko, dan pada bulan Juni dan
September 1996, dari 3 menjadi 5% dan kemudian 5% menjadi 8 %.
Namun, strategi pelebaran ini gagal. Sebelum krisis melanda Indonesia, nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS masih relatif stabil di level Rp2.380 per dolar AS pada Juni 1997.
Tiba-tiba, pada Januari 1998, kurs rupiah sempat merosot hingga 185%, dari Rp 5.400/US$
pada akhir 1997 hingga menyentuh Rp 15.400/US$ pada 23 Januari 1998. Setelahnya rupiah
mampu memangkas pelemahan, tetapi mulai pertengahan tahun kembali merosot hingga
menyentuh rekor terlemah sepanjang sejarah Rp 16.800/US$ pada 17 Juni 1998. Jebloknya
kurs rupiah membuat inflasi Indonesia melonjak hingga 77% sementara ekonomi terkontraksi
13,7% lebih.
Pelemahan nilai tukar rupiah diperparah oleh jatuh temponya utang luar negeri
perusahaan swasta yang sangat besar, sehingga pelemahan nilai tukar rupiah sangat tajam
dalam waktu singkat. Akibat pelemahan tajam tersebut, maka likuiditas terjadi kekurangan
likuiditas perbankan, termasuk Bank BUMN. Rush uang rupiah terjadi di berbagai Bank yang
menjadi titik awal ambrolnya perbankan nasional. Saat yang bersamaan terjadi kelangkaan
bahan pokok, terutama beras di berbagai kota, terutama di Jakarta. Ini menimbulkan
kepanikan masyarakat sehingga masyarakat memborong bahan pokok di berbagai
supermarket.

A. Penyebab Terjadinya Krisis Mata Uang Di Indonesia Tahun 1998


Adapun penyebab krisis moneter 1998 di Indonesia, di antaranya yaitu:
1. Nilai Rupiah Menurun
Krisis moneter ini sebenarnya sudah terlihat sejak tahun 1997, tepatnya pada
bulan Agustus. Hal tersebut ditandai dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing, khususnya dolar Amerika Serikat. Mata uang rupiah mengalami
penurunan drastis dari rata-rata Rp2.450 pada Juni 1997 menjadi Rp13.513 di akhir
Januari 1998. Selain itu, cadangan devisa negara juga tidak mampu untuk menahan
gejolak penurunan nilai mata uang rupiah.
2. Tingginya Utang Luar Negeri
Penyebab krisis moneter 1998 yang berikutnya adalah besarnya utang luar
negeri, terutama pada sektor swasta. Pada Maret 1998, total utang luar negeri
Indonesia yaitu sebesar 138 miliar dolar Amerika Serikat, di mana setengah dari
jumlah tersebut ialah milik swasta. Lebih buruknya lagi, sepertiga dari utang tersebut
bersifat jangka pendek dan akan jatuh tempo pada akhir tahun 1998. Tidak hanya itu,
cadangan devisa negara pada saat itu hanyalah sekitar 14,4 miliar dolar Amerika
Serikat, sehingga tidak cukup untuk membayar kembali utang dan suku bunganya.
3. Pemerintah Kurang Tanggap
Penyebab krisis moneter 1998 juga dipengaruhi oleh tata kelola pemerintah
dalam menyelesaikan masalah perekonomian yang kian memburuk. Hal ini
dipengaruhi oleh kondisi politik yang masih berputar pada pemilihan umum terakhir
dan kesehatan Presiden Soeharto saat itu.
4. Solusi IMF Gagal
Berbagai pihak telah banyak memberikan kritik terhadap IMF terkait krisis
yang terjadi di Asia. Adapun beberapa keluhan tersebut, di antaranya: Meskipun
program IMF terlalu seragam, masalah yang dihadapi setiap negara tidak sama persis.
Program IMF terlalu melanggar kedaulatan negara donor dan bantuan yang diberikan
tidak memberikan dampak baik, terutama di Indonesia, Thailand, serta Korea Selatan
Setelah melihat program yang diterapkan pada tiga negara tersebut, timbul
kesan bahwa IMF tidak memahami secara mendalam terkait penyebab krisis moneter
1998. Hal itulah yang membuat mereka tidak bisa memberikan jalan keluar secara
tepat. Salah satu pemecahan masalah standar dari IMF adalah menuntut adanya
surplus anggaran belanja negara.
Padahal, Indonesia dalam hal anggaran belanja negara pada tahun 1996 -1997
hampir selalu surplus, meskipun ditutupi dengan bantuan dari luar negeri. Peristiwa
ini menjadi salah satu ujian terberat Indonesia. Krisis moneter dan ekonomi
menyebabkan berbagai gangguan keamanan serta ketertiban. Pada situasi tersebut,
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mampu menemukan
cara mengatasi krisis moneter 1998 dengan tepat.

B. Dampak Krisis Mata Uang


1. Krisis Mata Uang Dapat Memicu Default dan Krisis Perbankan.
Risiko gagal bayar utang luar negeri melonjak. Depresiasi menyebabkan utang
dalam mata uang asing meningkat secara dramatis, mengurangi kemampuan untuk
membayar debitur, baik itu pemerintah atau perusahaan. Misalnya, sebuah perusahaan
berutang 1 dolar AS dengan nilai tukar Rp1.000 per USD. Krisis melanda, dan nilai
tukar terdepresiasi menjadi Rp14.000 per USD.
Jika diubah ke rupiah, depresiasi menyebabkan utang membengkak dari
Rp1.000 (1 dolar AS) menjadi Rp14.000 atau meningkat 14 kali lipat. Peningkatan
nominal utang seperti itu bisa membuat perusahaan bangkrut. Ini dapat menyusup ke
dalam sistem keuangan, karena perusahaan juga dapat mengambil pinjaman dari bank
domestik. Mencoba mengamankan bisnis, beberapa orang mungkin membeli dolar AS
untuk mengantisipasi depresiasi lebih lanjut.
Tentu saja, membeli dolar AS hanya akan memperburuk keadaan. Penjualan
mata uang domestik menyebabkan nilai tukar jatuh lebih jauh. Situasi seperti ini
terjadi pada masa krisis di Indonesia pada tahun 1998.
2. Krisis Menguras Cadangan Devisa
Krisis mata uang bisa sangat merusak perekonomian. Bank sentral mengambil
peran menangkis serangan spekulatif menggunakan cadangan devisa. Tujuannya agar
depresiasi tidak semakin dalam.
Akibatnya, cadangan devisa turun tajam. Seberapa kuat cadangan devisa dapat
bertahan tergantung pada intensitas spekulasi, beratnya depresiasi nilai tukar, dan
besarnya cadangan devisa yang dimiliki.
3. Krisis Membawa Ketidakpastian Bagi Perdagangan Internasional
Depresiasi yang tajam membuat barang-barang dalam negeri menjadi sangat
murah bagi orang asing. Itu harus meningkatkan ekspor. Seberapa signifikan
pengaruhnya terhadap permintaan barang domestik tergantung pada elastisitas harga
barang ekspor - semakin elastis permintaan, semakin besar ekspornya.
Di sisi lain, depresiasi yang parah menyebabkan harga barang luar negeri
melambung tinggi bagi konsumen dalam negeri. Impor menyusut. Sekali lagi,
seberapa besar impor akan menyusut tergantung pada elastisitas harga barang impor.
4. Depresiasi yang Parah Meningkatkan Inflasi Impor
Harga barang-barang impor melonjak karena depresiasi nilai tukar. Konsumen
dapat berhenti membeli barang impor. Namun, perusahaan tidak bisa begitu saja
menghentikan impor. Memang, mereka dapat menunda pembelian barang modal
impor. Tapi, untuk bahan baku, mereka tetap akan membeli (jika tidak, mereka akan
berhenti beroperasi sama sekali).
Kenaikan harga bahan baku menaikkan biaya produksi. Untuk
mempertahankan keuntungan, produsen meneruskan kenaikan biaya ke harga jual.
Akibatnya, inflasi domestik meningkat tajam.

C. Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Krisis Ekonomi 1998


Saat krisis ekonomi 1998 terjadi, ada beberapa upaya yang dilakukan oleh
pemerintah, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki Sistem Perbankan
Saat itu, salah satu penyebab terjadinya krisis adalah rusaknya sistem
perbankan nasional. Ada banyak praktik perbankan tidak sehat yang dijalankan,
lemahnya penegakan hukum serta masalah independensi bank sentral. Sebagai upaya
pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi tersebut, IMF, dan Indonesia sepakat
untuk menutup beberapa bank yang bermasalah. Selain itu, pemerintah juga
membentuk BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) untuk melakukan
restrukturisasi perbankan nasional secara menyeluruh.
2. Restrukturisasi Utang Swasta
Ini adalah upaya pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi 1998 yang
selanjutnya. Berdasarkan data dari World Bank, total utang luar negeri Indonesia
hingga Maret 1998 adalah sebesar 138 miliar dollar AS. Dari total jumlah tersebut,
sebesar 64,5% miliar dolar AS adalah utang perusahaan swasta. Dengan nilai tukar
rupiah yang merosot tajam, tentu perusahaan mengalami kesulitan untuk membayar
utang tersebut. Inilah mengapa, restrukturisasi akhirnya dilakukan. Harapannya
adalah agar posisi likuiditas perusahaan bisa terjaga sehingga tidak terjadi gangguan
produksi dan minim PHK.
Pada Januari 1998, pemerintah akhirnya ikut andil dalam penyelesaian
masalah utang ini. Dalam hal ini, tim Penyelesaian Utang Luar Negeri Swasta berhasil
mencapai kesepakatan yang mencakup pembiayaan perdagangan, pinjaman
perusahaan swasta, dan penyelesaian pinjaman antar bank.
3. Makro Ekonomi
Dalam krisis ekonomi 1998, tidak hanya bank dan perusahaan saja yang
mengalami kesusahan. Masyarakat dan rakyat kecil khususnya, juga ikut menderita
karena krisis. Menurut data dari BPS, jumlah penduduk miskin meningkat dari
17,47% menjadi 24,20%. Akhirnya, sebagai upaya pemerintah dalam mengatasi krisis
ekonomi, APBN diperlonggar untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin.
Defisit APBN diperlonggar menjadi 8,5% di PDB untuk membiayai program Jaringan
Pengaman Nasional dan penyediaan kebutuhan pokok.
Sumber Bacaan:

5 Penyebab Krisis Moneter 1998 dan Dampaknya di Indonesia. (2023, Maret 15). Retrieved
from OCBC NISP: https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/03/15/penyebab-krisis-
moneter-1998
Didu, M. S. (2020, Maret 20). Anatomi Penangan Krisis 1998, 2008, dan 2020. Retrieved
from Kumparan: https://kumparan.com/said-didu/anatomi-penangan-krisis-1998-
2008-dan-2020-1t3vhw1ZOyi/4
Merosot Terus, Rupiah Bakal Seperti Krisis 2008 atau 1998? (2022, September 30).
Retrieved from Jasa Utama Capital:
https://www.jasautamacapital.com/berita/baca/1691/merosot-terus-rupiah-bakal-
seperti-krisis-2008-atau-1998
Nasrudin, A. (2022, April 9). Krisis Mata Uang: Penyebab, Tanda, Dampak dan
Kemungkinan Solusinya. Retrieved from Cerdasco: https://cerdasco.com/krisis-mata-
uang/

Anda mungkin juga menyukai