Anda di halaman 1dari 12

1881421002, I Made Gede Sancita Wiguna

Perekonomian Indonesia, S2 Magister Ilmu Ekonomi

Proses Terjadi Dan Cara Menanggulangi Krisis Moneter Umumnya Pada


Masa Soekarno Dan Masa Soeharto 1997/1998

1. Proses terjadinya krisis moneter dan cara menanggulanginya pada masa


Soekarno 1945/1950
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk,
antara lain disebabkan oleh Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena
beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Saat itu, untuk
sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di
wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia
Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang, sehingga menyebabkan jumlah uang
beredar menjadi banyak dan akhirnya terjadi inflasi. Kemudian pada tanggal 6
Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan
sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai
sekutu.
Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas
baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang agar
hanya ada satu mata uang resmi dan penetapan ‘Kasimo Plan’ sebagai upaya
swasembada pangan. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang
beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. Pada tahun 1950-1957 pemerintah
menerapkan masa demokrasi liberal. Sistem ekonominya menggunakan prinsip
ekonomi pasar, dimana semua kebutuhan ditentukan oleh pasar yang tujuannya
untuk memperbaiki kondisi ekonomi. Pada masa ini, ekonomi diserahkan kepada
rakyat yang belum lama merdeka dan masih lemah ekonominya.
1
Usaha-usaha kecil banyak yang mati karena tidak mampu bersaing. Upaya
yang diambil untuk menanggulanginya adalah dengan penetapan ‘Gunting
Syafruddin’ untuk memotong nilai uang NICA dan De Javasche Bank menjadi
setengahnya saja yang berlaku. Pada saat itu pecahan Rp5 ke atas digunting
menjadi dua bagian. Guntingan bagian kiri berlaku sebagai alat pembayaran yang
sah dengan nilai setengah dari nilai semula, sedangkan bagian kanan tidak berlaku
sebagai alat pembayaran. Selain itu pemerintah juga melakukan Nasionalisasi De
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
Masa inflasi terus terjadi hingga masa Demokrasi Terpimpin pada tahun
1959-1967. Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, berbagai upaya terus dilakukan untuk
menekan inflasi, namun upaya ini belum berhasil. Salah satunya adalah upaya
devaluasi nilai rupiah. Devaluasi adalah penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing. Pada saat itu rupiah didevaluasi dari 1 USD = Rp11.40 menjadi 1 USD
= Rp45. Selain itu, pemerintah juga menerapkan kebijakan Sanering yang
merupakan upaya pembatasan daya beli masyarakat, dengan cara memotong nilai
uang tanpa menurunkan harga komoditas di pasar. Contohnya, pemerintah
Indonesia melakukan sanering dari Rp4.000,00 menjadi Rp400,00. Namun, harga
gula tetap sebesar Rp4.000,00/kg dengan kata lain hal ini membatasi kemampuan
masyarakat untuk membeli suatu barang. Pada waktu itu, ekspektasi dan realita
devaluasi tidak berjalan sesuai dengan rencana pemerintah, sehingga memperparah
inflasi yang ada.
Setelah masa demokrasi terpimpin pemerintah menerapkan masa
Demokrasi Pancasila. Pada era ini, kebijakan moneter yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia adalah meningkatkan cadangan wajib minimum menjadi 5%
yang sebelumnya 3%. Dengan meningkatnya cadangan minimum maka porsi
tabungan yang dapat dipinjamkan ke masyarakat akan berkurang. Meningkatnya
cadangan wajib minimum dapat memperlambat laju inflasi sehingga jumlah uang
beredar mulai dapat berkurang.

2
2. Proses terjadinya krisis moneter dan cara menanggulanginya pada
masa Soeharto 1997/1998
Krisis Moneter adalah krisis finansial yang dimulai pada Juli 1997 di Thailand,
dan memengaruhi mata uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa
negara Asia, sebagian Macan Asia Timur. Peristiwa ini juga sering disebut krisis
moneter “krismon” di Indonesia. Krisis ini membawa berbagai masalah di
Indonesia, terutama di bidang ekonomi. Tingginya krisis menyebabkan
memperparah perekonomian di Indonesia.
Melemahnya pertumbuhan perekonomian Indonesia yang disebabkan oleh
merosotnya nilai tukar dollar Amerika, diperparah lagi oleh peristiwa dalam dunia
perdagangan seperti yang diungkapkan oleh Adwin S. Atmadja dalam Jurnal
Akuntansi dan keuangan tahun 1999 bahwa krisis ekonomi di Indonesia terjadi
akibat adanya Domino Effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath) dan
negara lainya, di mana salah satunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan
harga barang-barang yang diimpor Indonesia dari luar negeri yang menyebabkan
lonjakan harga dalam negeri secara drastis. Krisis moneter yang dialami Indonesia
sejak tahun 1997-1998, ini ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang
sangat drastis yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
yaitu defisit transaksi berjalan Indonesia cenderung membesar dari tahun ke tahun.
Faktor eksternal yang mendorong terjadinya krisis moneter adalah finansial di tiga
kutub dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang pada paruh kedua dekade
1990-an, karena perekonomian yang dialami jepang dan proses ekonomi-politik
penyatuan mata uang Eropa (Edy Suandi Hamid, 2017).
Menurut ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasentiantono,
ada tiga penyebab mengapa Indonesia dan beberapa negara di Asia terkena krisis
ekonomi pada 1998. Pertama, kurs mata uang yang sampai 1997 dipatok fixed atau
tetap. Akibatnya, rupiah mengalami over value alias kemahalan terhadap dollar AS.
Bersamaan, harga-harga barang juga melambung. Kedua, tekor utang. Indonesia
dan beberapa negara seperti Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan terbelit utang
luar negeri yang menggunakan denominasi dollar AS, tanpa ada kemampuan
membayar. Saat itu, utang luar negeri Indonesia mencapai 130 miliar dollar AS,
3
sementara cadangan devisa hanya 20 milliar dollar AS. Rasio utang yang jauh
melampaui cadangan devisa membuat kemampuan membayar utang sangat
lemah. Terlebih lagi, banyak utang Indonesia pada saat itu adalah utang-utang
jangka pendek dengan tenor sekitar 5 tahun. Ketiga, sembrono mengelola
bank. Masih lemahnya kontrol dari Bank Indonesia (BI) membuat bank-bank
sembrono dalam menyalurkan kredit. Kredit macet pun terjadi di banyak bank. Dari
berbagai penyebab terjadinya krisis moneter tersebut mengakibatkan beberapa
masalah ekonomi seperti inflasi yang tinggi dan masalah sosial yang tak kunjung
selesai seperti pengangguran. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan
tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar
negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah Indonesia tidak mampu mengatasi krisis ini maka pemerintah
Indonesia memutuskan untuk mencari bantuan keuangan dari Internasional
Monetary Fund (IMF) pada bulan Oktober 1997. Namun, bukannya sembuh,
ekonomi Indonesia justru kian jatuh. Ada tiga kesalahan IMF yaitu; pertama,
menyuntikkan obat dengan dosis yang tidak pas. IMF datang memberikan bantuan
dana 1 miliar dollar AS setiap bulan kepada Indonesia. Namun, bantuan dana itu
tak mampu menutup lebarnya gap kemampuan Indonesia membayar utang sebesar
130 miliar dollar dan cadangan devisa yang hanya 20 miliar dollar AS. Situasi
bantuan IMF jauh berbeda saat krisis melanda Mexico pada 1984. Saat itu, IMF
menyuntikkan dana 30 miliar dollar AS dan ekonomi Mexico bisa sembuh. Kedua,
meminta pemerintah memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM). IMF percaya
ekonomi yang baik adalah ekonomi yang tanpa subsidi. Hal inilah yang diinginkan
IMF di Indonesia, karena mengharapkan suntikan dana IMF pemerintah
menyanggupi permintaan itu. Namun situasi justru bergejolak. Masyarakat
menentang keputusan itu karena membuat harga BBM dan harga-harga kebutuhan
pokok melonjak. Ketiga, IMF meminta pemerintah menutup 16 bank pada 1
November 1997, termasuk bank yang dimiliki keluarga Presiden Soeharto.
Tujuannya, agar kepercayaan rakyat kepada pemerintah muncul. Alih-alih, pasar
menyambut negatif keputusan itu. Masyarakat juga malah panik dan berbondong-
bondong menarik dananya dari bank. Untuk menghentikan rush, pemerintah
4
melalui Bank Indonesia (BI) terpaksa mengambil dua
langkah. Pertama, menjamin 100 persen semua simpanan di bank. Kedua,
menaikkan suku bunga deposito hingga 60 persen. Tujuan kedua langkah
pemerintah itu adalah agar masyarakat percaya menyimpan dananya di bank
dan tetap memegang rupiah. Tanpa kepercayaan itu, dollar AS akan kian perkasa,
sementara rupiah kian terpuruk.

Gambar 2.1 Inflasi Tahun 1972-2008

Berdasarkan Gambar 2.1 bahwa pada tahun 1997, tepatnya pada bulan
November inflasi sebesar 8,44 persen. Pada bulan Maret tahun 1998 menjadi 27,11
persen. yaitu bulan September pada tahun yang sama meningkat menjadi 82,40
persen. Dimana titik ini adalah puncak keterpurukan ekonomi Indonesia kurang dari
satu tahun bulan Januari tahun 2000 menjadi 0,28 persen. September 2005, dan
terjadi lonjakan kembali Oktober 2005 sampai September 2006. Kestabilan inflasi
pun terganggu kembali pada Mei 2008 sebesar 10,38 persen hingga September
2008 sebesar 12,14 persen. Pada bulan selanjutnya terus mengalami penurunan
hingga bulan Desember 11,06 persen.
Krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia menciptakan keresahan
yang luar bisa di kalangan rakyat jelata. Mereka yang awam terhadap ekonomi
beranggapan bahwa pemerintah orde baru tidak mampu mengatasi persoalan yang
sulit. Di sisi lain rezim Soeharto memang telah melakukan berbagai tindakan
represi yang menyakitkan. Atas desakan berbagai pihak, terutama gerakan
5
mahasiswa, rezim Soeharto di jatuhkan.Utang luar negeri Indonesia terlalu
banyak ini di lakukan sejak 1965 telah membuat membuat pemerintah terlena
resiko yang di tanggung di masa depan.

3. Dampak krisis moneter pada perekonomian Indonesia


Berbagai dampak krisis moneter timbul di Indonesia. Krisis moneter
membawa dampak yang kurang baik bagi Indonesia, ini disebabkan karena kurs
nilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan
dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah tetap. Dampak yang terlihat seperti :
Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak
dapat membayar upah para pekerjanya. Sehingga menambah angka pengangguran
di Indonesia. Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang naik cukup
tinggi, yang mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat barang-barang
kebutuhan pokoknya. Utang luar negeri dalam rupiah melonjak. Harga BBM naik.
Kemiskinan juga termasuk dampak krisis moneter. Pada oktober 1998
jumlah keluarga miskin di perkirakan sekitar 7.5 juta. Meningkatnya jumlah
penduduk yang miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai mata uang rupiah yang
tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang
berkurang akibat PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam
karena tingkat inflasi yang tinggi. Disaat krisis itu terjadi banyak pejabat yang
melakukan korupsi. Sehingga mengurangi pendapatan para pekerja yang lain.
Banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan negara asing dengan
tingkat bunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban utang Negara.

4. Krisis Ekonomi
Menurut ahli ekonomi, pengertian krisis ekonomi secara sederhana adalah
suatu keadaan dimana sebuah Negara yang pemerintahnya tidak dipercaya lagi oleh
rakyatnya, khususnya masalah financial. Menurut Arafat (2009) Krisis ekonomi
global merupakan peristiwa dimana seluruh sektor ekonomi pasar dunia mengalami
keruntuhan (keadaan gawat) dan mempengaruhi sektor lainnya diseluruh dunia.
Akibat dari krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara maju seperti Amerika
Serikat, memberi dampak besar pada negara-negara Asia yang sedang berkembang.
6
Ketika Indonesia mempunyai hutang terhadap negara lain dan bunga dari
hutang tersebut semakin bertambah setiap tahunnya, tetapi pendapatan
Indonesia tidak mengalami pertambahan akibat krisis ekonomi global,
membuat Indonesia mengalami kesulitan untuk membayar hutang-hutangnya.

5. Teori Siklus Bisnis/Siklus Ekonomi


Siklus dapat terjadi dalam jangka pendek, jangka menengah, atau jangka
panjang, tergantung sistem ekonomi yang dianut dan penyebab siklus dalam suatu
negara. Kaum kapitalis memperkirakan bahwa akan terjadi krisis (economics
downturn) dalam siklus bisnis setiap 25 tahun sekali, sedang kaum sosialis
memperkirakan krisis akan terjadi setiap 45 tahun sekali, jangka waktu ini lebih
panjang mengingat besarnya peran pemerintah dalam perekonomian terutama
dalam pengaturan harga.

6. Teori Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan
harga) pada barang lainnya.

7. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter terbagi dua:
1. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary expansive policy)
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy)
Kebijakan moneter yang digunakan di Indonesia adalah Inflation Targeting
Framework (ITF). Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi
kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi
yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi,
kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance
kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke
depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Bank Indonesia
memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal yang

7
dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan terhadap harga-
harga dan jasa yang tercermin pada inlfasi. Untuk mencapai tujuan tersebut,
sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter
dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting
framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floatin).

8. Inventarisasi Variabel
Inventarisasi variabel adalah pencatatan atau pendataan variabel-variabel
yang terdapat dalam topik ini. Variabel merupakan segala sesuatu yang memiliki
nilai tertentu. Nilai tersebut dapat berbeda pada waktu yang berbeda untuk obyek
atau orang yang sama. Variabel yang dapat diinventarisasi dari pokok bahasan
proses terjadi dan cara menanggulangi krisis moneter antara lain :
a) Pertumbuhan ekonomi,
Penelitian yang dilakukan oleh Frederic S. Miskin pada bukunya
Monetary Policy (hal 312), 2007 menyatakan bahwa defisit fiskal rata-
rata 1% dari PDB, berarti ketika inflasi meningkat membuat PDB
menjadi lambat pergerakannya namun ketika inflasi stabil pada titiknya
membuat pertumbuhan ekonomi menjadi cepat peningkatannya, hingga
8% pada saat itu.
b) Nilai tukar (kurs),
Eijffinger dan Karatas (2012) menyatakan kebijakan moneter
menyebabkan depresiasi nilai tukar dengan tambahan 0,06 persen untuk
subsample tersebut.
c) Jumlah Uang Beredar (JUB),
Jumlah uang beredar juga menjadi variabel yang mempengaruhi krisis,
penelitian yang telah dilakukan oleh Hartomo (2010) menyatakan
bahwa Berdasarkan uji normalitas (J-B Test) pada metode Ordinary
Least Square (OLS) memperlihatkan bahwa jumlah uang beredar
berpengaruh negatif terhadap tingkat inflasi, yang berarti jumlah uang
beredar dan inflasi berhubungan positif

8
d) Inflasi,
Mishkin di bukunya berjudul Monetary Policy (hal 335) 2007
menjelaskan bahwa menggunakan inflation targeting strategy untuk
menjalan kebijakan moneter yang pernah digunakan di Brazil pada 21
Juni 1999 dan presiden Brazil mengisukan hal ini pada tahun itu, karena
nilai tukar jatuh. Dengan cara menggunakan stabilisasi nilai tukar,
inflasi berkurang dari 2.500 % pada bulan Desember 1993 menjadi
kurang dari 2 % pada Desember 1998.
e) Suku bunga,
Menurut Ridwan (2013), ketika suku bunga menurun membuat ekonomi
tumbuh menjadi lebih baik walaupun terjadi perlambatan perekonomian
global.
f) Rasio pembayaran hutang.
Drehmann dkk (2012), di 5 negara yaitu Inggris, Italia, Korea, Australia,
Finlandia dan Amerika dalam penelitiannya menemukan bahwa DSR
menjadi sinyal peringatan dini krisis yang akurat pada sistematik
perbankan yang akan datang, karena penelitian ini menyimpulkan
bahwa DSR dapat berfungsi sebagai indikator yang berguna untuk
membangun kerentanan dalam ekonomi riil dan sektor keuangan.

5. Sifat Sifat Variabel

Berdasarkan sifat sifatnya, variabel dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:


1) Dependent Variable/Variabel Terikat yaitu variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat dari variabel lainnya dan menjadi pusat
perhatian dalam sebuah penelitian
2) Independent Variable/Variabel Bebas yaitu variabel yang
mempengaruhi atau variabel yang menjadi penyebab variabel lainnya.
Variabel ini dapat mempengaruhi variabel dependen dengan arah yg
positif atau negatif

9
3) Moderating Variable yaitu variabel yang mempengaruhi hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel ini dapat
memperkuat atau memperlemah hubungan tersebut.
4) Intervening Variable yaitu variabel yang muncul ke permukaan pada
saat variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.
Berdasarkan hasil inventarisasi variabel di atas, maka dapat ditentukan sifat
dari masing-masing variabel tersebut sebagai berikut :
a) Pertumbuhan ekonomi : Variabel Terikat (Y1)
b) Inflasi : Variabel Moderasi (Y2)
a) Nilai tukar (kurs) : Variabel Bebas (X1)
b) Jumlah Uang Beredar (JUB) : Variabel Bebas (X2)
c) Suku bunga : Variabel Bebas (X3)
d) Rasio pembayaran hutang : Variabel Bebas (X4)

10
6. Kerangka konseptual

Nilai Tukar
(X1)
Pertumbuhan
Inflasi Ekonomi
(Y1) (Y2)

Jumlah Uang
Beredar (X2)
 Indeks Harga  Pendapatan
Konsumen Nasional Riil
(IHK)  Pendapatan
 Indeks Harga Riil Perkapita
Perdagangan  Kesejahteraan
Suku Bunga Besar (IHPB)
(X3) Penduduk

Rasio
Pembayarana
Hutang (X4)

11
Daftar Pustaka :

Badan Pusat Statistik (BPS). 1992. Indonesia

drehman, M., & Juselius, M. (2012). Do Debt Service Costs Affect


Macroeconomic And Financial Stability?. BIS Quarterly Review .

Eijfinjer, S. C., & Karatas, B. (2012). Currency Crises And Monetary Policy: A
Study on Advence and Emerging Economies. Journal of International
Money and Finance , 948-974

Hamid, Edy Suandi, 2017.Disruptive Innovation: Manfaat Dan Kekurangan Dalam


Konteks Pembangunan Ekonomi, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia

Iriana, r., & Sjohlom, F. (2002). Indonesia's Ecocnomic Crisis: Contagion and
Fundamental. The Developing Economies .

Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM), Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan


Bisnis Unsyiah, Vol.1, No.02, Nopember 2016 : 377-388.

Mishkin, F. S. (2007). Monetary Policy Strategy. Cambridge: The MIT Press

Mohammad, R. (2013). Analisis Makro Ekonomi Terhadap Return LQ 45 dan


Dampak Terhadap IHSG. Retrieved July 12, 2016, from
www.google.co.id: www.google.co.id

https://nasional.kompas.com/jeo/rezim-soekarno-soeharto-dan-20-tahun-
reformasi-dalam-hal-ekonomi

https://blog.ruangguru.com/kebijakan-moneter-untuk-krisis-ekonomi-di-indonesia

https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/ekonomi/krisis-keuangan-
asia/item246

12

Anda mungkin juga menyukai