Anda di halaman 1dari 66

BAB 25

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA


BERENCANA
BAB 25

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

I. PENDAHULUAN
Masalah kependudukan dan keluarga berencana dalam Repe-
lita V ditandai oleh pertumbuhan penduduk yang relatif masih
tinggi, persebaran penduduk antar daerah yang kurang seim-
bang, dan kualitas kehidupan penduduk dan masyarakat yang
perlu ditingkatkan. Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi,
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1988 menetapkan po-
kok-pokok kebijaksanaan kependudukan dalam kurun waktu Repe-
lita V sebagai berikut:

"Kebijaksanaan kependudukan diarahkan pada pengembangan


penduduk sebagai sumberdaya manusia agar menjadi kekuat-
an pembangunan bangsa yang efektif dan bermutu dalam
rangka mewujudkan mutu kehidupan masyarakat yang senan-
tiasa meningkat. Sehubungan dengan itu perlu terus di-
tingkatkan upaya pengendalian pertumbuhan dan persebaran
penduduk, di samping pendidikan, kesehatan, pertumbuhan
ekonomi, pembangunan daerah dan penciptaan lapangan
kerja".

Dalam rangka memanfaatkan jumlah penduduk dan angkatan


kerja yang besar sebagai modal dasar pembangunan maka kegiat-

283
an pembangunan yang berorientasi pada sumber daya manusia
perlu ditingkatkan dan dimantapkan. Hal ini di satu pihak
berarti kegiatan pembangunan di berbagai sektor harus meng-
utamakan pencapaian sasaran perluasan lapangan kerja produk-
tif seluas mungkin. Di lain pihak, perlu dilakukan usaha pem-
binaan dan pengembangan penduduk, antara lain melalui pening-
katan pangan dan mutu gizi, memperluas dan memperbaiki mutu
pendidikan dan meningkatkan derajat kesehatan. Dengan lang-
kah-langkah tersebut diharapkan tercipta manusia-manusia pem-
bangunan yang berbudi luhur, tangguh, cerdas dan terampil,
mandiri dan memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, pro-
duktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin serta berorientasi
kepada prestasi di masa depan. Keadaan ini selanjutnya me-
mungkinkan percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional
ke arah peningkatan taraf dan kualitas kehidupan penduduk dan
masyarakat yang lebih tinggi.

Pertumbuhan penduduk masih memerlukan upaya penurunan


tingkat kelahiran. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkat-
an gerakan keluarga berencana, peningkatan usia perkawinan
pertama dan usia saat melahirkan anak pertama. Di samping
itu, perlu pula ditingkatkan kesadaran akan pentingnya mem-
punyai jumlah anak yang sedikit melalui pelembagaan Norma Ke-
luarga Kecil Bahagia dan Sejahtera dalam kehidupan bangsa In-
donesia.

Upaya penting lainnya di bidang kependudukan dan ke-


luarga berencana adalah upaya yang terarah pada penurunan
tingkat kematian, terutama kematian bayi, anak dan ibu. Upaya
ini dilaksanakan melalui peningkatan pelayanan kesehatan,
terutama kesehatan ibu dan anak, peningkatan kesadaran dan
kemampuan masyarakat untuk melaksanakan pemeriksaan kehamilan
dan perawatan bayi dan anak termasuk melakukan imunisasi,

284
perbaikan gizi serta peningkatan kesehatan lingkungan. Keber-
hasilan penurunan tingkat kematian ini juga akan memberikan
dampak pada penurunan tingkat kelahiran.

Persebaran penduduk di Indonesia yang belum merata ku-


rang mendukung pencapaian tujuan pemerataan pembangunan. Dalam
kaitan ini maka kebijaksanaan transmigrasi, kebijaksanaan
Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan kebijaksanaan-kebijaksana-
an lain yang mendukung pembangunan regional yang lebih merata
perlu terus ditingkatkan. Di samping itu, usaha tersebut per-
lu ditunjang pula oleh pembangunan kota dan desa yang seimbang
sehingga penduduk tidak berkeinginan untuk pindah ke kota-kota
besar saja.

Untuk mendukung pembangunan sektoral dan regional, maka


kebijaksanaan pengembangan kualitas tenaga kerja menjadi
sangat penting. Kebijaksanaan tersebut dilakukan melalui
peningkatan kemampuan dan keterampilan kerja. Perluasan ke-
sempatan kerja juga perlu didorong, sehingga partisipasi ang-
katan kerja terus dapat meningkat, termasuk partisipasi ang-
katan kerja wanita.

Untuk mendukung terlaksananya pembangunan yang berkelan-


jutan, kebijaksanaan kependudukan perlu dipadukan dengan ke-
bijaksanaan pembangunan lingkungan hidup, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial. Dalam kaitan ini pelaksanaan
kebijaksanaan kependudukan tetap memegang teguh prinsip kese-
rasian, keselarasan dan keseimbangan. Penduduk sebagai sum-
ber daya manusia perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin sebagai
sumber pertumbuhan dan ditingkatkan kemampuannya untuk me-
manfaatkan alam dan lingkungan guna kepentingan pembangunan.
Sementara itu kualitas lingkungan hidup dan lingkungan sosial

285
perlu ditingkatkan guna menunjang pembangunan yang berkelan-
jutan dalam jangka panjang dan terciptanya keserasian antara
kependudukan dan lingkungan hidup.

Dengan ditanganinya masalah-masalah kependudukan berupa


penurunan angka kelahiran, penurunan tingkat kematian, pe-
ngendalian penyebaran dan mobilitas penduduk serta peningkat-
an kualitas kehidupan penduduk dan tenaga kerja, maka jumlah
penduduk yang besar itu merupakan sumber daya manusia Indone-
sia yang akan berkembang menjadi modal dasar pembangunan yang
secara potensial dapat mendorong peningkatan taraf hidup, ke-
sejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pem-
bangunan nasional lainnya.

II. KEADAAN DAN MASALAH

Terdapat tiga ciri pokok yang menandai perkembangan dan


permasalahan kependudukan Indonesia dewasa ini, yaitu laju
pertumbuhan penduduk yang masih perlu diturunkan, persebaran
penduduk antar daerah yang kurang seimbang, serta mutu kehi-
dupan penduduk yang perlu ditingkatkan. Ketiga ciri pokok
tersebut merupakan tantangan dan sekaligus kesempatan yang
dapat dimanfaatkan dalam Repelita V. Tingkat pertumbuhan pen-
duduk dewasa ini masih menyebabkan besarnya jumlah penduduk
muda dan selalu bertambah. Di satu pihak hal ini berarti me-
ningkatnya kebutuhan pangan, papan, sandang, dan kebutuhan-
kebutuhan pokok serta barang dan jasa lainnya. Di lain pihak
peningkatan jumlah penduduk muda akan berarti bertambahnya
angkatan kerja usia muda dan meningkatnya kebutuhan akan
lapangan kerja, namun bilamana dapat dikembangkan sebagai
tenaga kerja produktif akan merupakan kekuatan besar bagi

286
pembangunan. Berbagai segi dari masalah dan keadaan kependu-
dukan tersebut di atas sangat berkaitan erat satu dengan yang
lain. Oleh karena itu langkah-langkah kebijaksanaan untuk me-

nanggulangi masalah-masalah kependudukan perlu dilaksanakan


secara terpadu dan terkoordinasi.

Di samping itu perlu disadari benar bahwa pemecahan per-


masalahan kependudukan memerlukan usaha jangka panjang. Dalam
rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia yang merupakan
sasaran utama Repelita V sebagaimana digariskan dalam GBHN
1988, maka jumlah penduduk yang menganggap keluarga berencana
sebagai salah satu kebutuhan perlu ditingkatkan, terutama di
kalangan mereka yang berumur muda. Sementara itu, jumlah
pasangan usia subur yang belum berkeluarga berencana secara
berkesinambungan masih perlu ditingkatkan.

1. Kependudukan

a. Pertumbuhan Penduduk

Pada akhir tahun 1988 penduduk Indonesia diperkirakan


berjumlah sekitar 175,6 juta. Jumlah tersebut diperkirakan
akan naik menjadi 192,9 juta pada tahun 1993 (Tabel 25-1).
Dengan demikian selama Repelita V jumlah penduduk Indonesia
akan naik sebanyak 17,3 juta, suatu pertambahan penduduk yang
cukup besar yaitu sekitar 9,9% dari jumlah penduduk tahun
1988. Itu berarti rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun
selama Repelita V adalah 1,9%. Pertumbuhan penduduk ini
lebih kecil dibandingkan dengan rata-ratanya selama Repelita
IV yang meningkat dengan 2,1% per tahun. Laju pertumbuhan
penduduk ini merupakan sasaran yang perlu diusahakan penca-
paiannya selama Repelita V.

287
Pertumbuhan penduduk sebesar 1,9% per tahun merupakan
hasil akhir dua komponen penting kependudukan, yaitu tingkat
kelahiran dan tingkat kematian. Pada tahun 1988 angka kela-
hiran kasar diperkirakan 28,7 per 1.000 penduduk, dan angka
kematian kasar adalah 7,9 per 1.000 penduduk. Dengan demi-
kian tingkat pertumbuhan penduduk alami pada awal Repelita
V diperkirakan sekitar 2,1%. Pada akhir Repelita V angka ke-
lahiran kasar dan angka kematian kasar per 1.000 penduduk
masing-masing diperkirakan sebesar 25,4 dan 7,5 sehingga
tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun tersebut diperkirakan
menjadi 1,8%.

Tingkat pertumbuhan penduduk tersebut diperkirakan atas


dasar perkiraan angka kelahiran yang relatif masih tinggi
jika dibandingkan dengan angka kematian. Perlu dicatat bahwa
pola tingkat kematian, terutama kematian bayi, selama 15
tahun terakhir menunjukkan penurunan yang lebih cepat jika
dibandingkan dengan penurunan tingkat kelahiran. Perkembangan
ini memberi petunjuk perlunya diusahakan penurunan tingkat
kelahiran yang lebih tajam sehingga dapat mempercepat penu-
runan pertumbuhan penduduk.

b. Struktur Umur Penduduk

Tingkat kelahiran mempengaruhi struktur umur penduduk,


karena makin tinggi tingkat kelahiran makin besar jumlah pen-
duduk yang dilahirkan setiap tahunnya. Dalam kurun waktu
yang lama keadaan tersebut akan menyebabkan meningkatnya jum-
lah penduduk berumur muda yang selanjutnya akan menimbulkan
berbagai masalah sosial ekonomi kependudukan. Sebaliknya,
jika tingkat kelahiran telah mengalami penurunan, jumlah pen-
duduk usia muda juga akan mulai mengecil.

288
Pada akhir tahun 1988 penduduk umur 0 - 14 tahun diper-
kirakan berjumlah 65,9 juta orang atau 37,5% dari seluruh
penduduk Indonesia. Sementara itu, pada akhir tahun 1993 jum-
lah tersebut menjadi 66,9 juta atau 34,7% dari seluruh
penduduk (Tabel 25-2). Angka-angka ini menunjukkan adanya
pergeseran struktur umur penduduk yang semakin mengecil pada
umur muda. Hal ini disebabkan karena adanya gejala penurunan
tingkat kelahiran selama 15 tahun terakhir ini.

Salah satu indikator yang berkaitan dengan struktur


umur penduduk adalah tingkat ketergantungan. Tingkat keter-
gantungan dihitung sebagai persentase dari jumlah penduduk
usia 0 - 14 tahun dan penduduk yang berumur 65 tahun ke atas,
terhadap jumlah penduduk usia 15 - 64 tahun. Tingkat keter-
gantungan ini pada tahun 1988 adalah 70,2%, sedangkan pada
tahun 1993 adalah 63,7%. Dengan demikian jumlah penduduk yang
kurang produktif dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
produktif semakin mengecil menjelang akhir Repelita V.

Data yang disajikan di atas menunjukkan bahwa jumlah


penduduk usia muda masih cukup besar. Hal ini membawa akibat
kebutuhan yang lebih besar akan penyediaan sarana pendidikan,
sarana dan pelayanan kesehatan, papan, pangan dan kesempatan
kerja. Dalam hal penyediaan pangan, misalnya, tingginya kebu-
tuhan pangan bukan saja disebabkan oleh adanya pertambahan
penduduk yang masih besar melainkan juga disebabkan karena
penduduk umur muda membutuhkan lebih banyak pangan, untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Sementara itu besarnya jum-
lah penduduk di bawah umur lima tahun (Balita) menyebabkan
tingginya kebutuhan akan pelayanan kesehatan, pendidikan pra
sekolah, perbaikan gizi dan kebutuhan hidup lainnya.

Masalah lain yang dihadapi akibat struktur penduduk umur

289
TABEL 25 - 1
PERKIRAAN JUMLAH PENDUDUK INDONESIA,
1988 - 1993
(juta)

TABEL 25 - 2
PERKIRAAN PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR,
1988 - 1993

290
GRAFIK 25 - 1
PERKIRAAN JUMLAH PENDUDUK INDONESIA,
1988 DAN 1993

291
muda adalah peningkatan jumlah penduduk dalam usia kerja,
yaitu mereka yang berumur 10 tahun dan lebih. Pada tahun 1988
jumlahnya 131,3 juta orang, meningkat menjadi 147,5 juta
orang pada tahun 1993. Hal ini jelas menuntut perluasan la-
pangan kerja yang tidak kecil.

c. Persebaran Penduduk

Masalah kependudukan yang mempengaruhi pelaksanaan dan


pencapaian tujuan pembangunan di Indonesia adalah pola perse-
baran penduduk dan mobilitas tenaga kerja yang kurang seim-
bang, baik dilihat dari sisi antar pulau, antar daerah, mau-
pun antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan, serta antar
sektor. Pulau Jawa dengan luas tanah 132,2 ribu kilometer
persegi, pada akhir tahun 1993 diperkirakan dihuni oleh seki-
tar 114,1 juta jiwa sehingga mempunyai kepadatan rata-rata
geografis sebesar 864 orang per kilometer persegi. Sementara
itu pulau Sumatera dengan luas tanah 473,6 ribu kilometer
persegi, diperkirakan dihuni oleh 41,2 juta jiwa sehingga
hanya memiliki kepadatan rata-rata geografis sebesar 87 orang
per kilometer persegi. Di lain pihak, Irian Jaya dengan luas
tanah 421,9 ribu kilometer persegi diperkirakan hanya dihuni
oleh 1,7 juta jiwa sehingga kepadatan rata-rata geogra-
fisnya hanya mencapai 4 orang per kilometer persegi (Tabel
25-3). Ketimpangan persebaran dan kepadatan penduduk se-
perti yang diuraikan di atas mempunyai pengaruh yang luas
terhadap berbagai segi kehidupan manusia dan lingkungannya.
Kepadatan penduduk yang tinggi di Jawa mengakibatkan makin
mengecilnya luas pemilikan tanah pertanian bagi para petani.
Sebaliknya, banyak tanah-tanah kosong di luar Jawa yang belum
dapat dimanfaatkan secara optimal oleh karena kekurangan

292
TABEL 25 - 3
PERSEBARAN, PERTUMBUHAN DAN KEPADATAN PENDUDUK INDONESIA
MENURUT PROPINSI, 1988 DAN 1993

Jumlah Penduduk Rata-Rata Kepadatan Penduduk


Luas (juta) Pertumbuhan (orang per km2)
Propinsi
(ribu km2) Per Tahun
1988 1993 (%) 1988 1993

1. D I Aceh 55,4 3,2 3,6 2,44 58 66


2. Sumatera Utara 70,8 1 0, 1 11,2 1,98 143
3. Sumatera Barat 49,8 3,9 4,1 1, 02 78 82
4. Riau 94,6 2,8 3,2 2,73 30 34
5. Jambi 44,8 1,9 2,3 3,36 43 51
6. Sumatera S e l a t a n 103,7 5,9 6,8 2,74 57 65
7. Bengkulu 21,2 1,1 1,3 3,87 51 61
8. Lampung 33,3 6,9 8,7 4,82 207 262

SUMATERA 473,6 35,8 41,2 2,81 76 87

10,3 3,23 14.922 17.491


9. DKI J a k a r t a 0,6 8,8
10. Jawa Barat 46,3 33,1 36,3 1,88 715
11. Jawa Tengah 34,2 28,3 30,1 1, 25 826 879
12. D I Yogyakarta 3,2 3,1 3,3 1,39 972
13. Jawa Timur 47,9 32,5 34,1 0,97 679 712

JAWA 132,2 105,8 11 4, 1 1,54 800 864

14. Bali 5,5 2,8 2,9 1,03 495


15. Nusa Tenggara Barat 20,2 3,2 3,6 2,09 160
16. Nusa Tenggara Timur 47,9 3,3 3,7 2,09 69 77
17. Timor Timur 14,9 0,7 0,8 2,63 47 53

BALI DAN NUSA TENGGARA 88,5 10,0 11, 0 1,84 113 124
124
18. Kalimantan Barat 146,8 3,1 3,5 2,47 21 24
19. Kalimantan Tengah 152,6 1,2 1,4 2,97 8 9
20. Kalimantan Selatan 37,7 2,4 2,6 1,71 64 70
21. Kalimantan Timur 202,4 1,7 2 ,1 3,90 9 10

KALIMANTAN 539,5 8,4 9,6 2,63 16 18

22. Sulawesi Utara 19,0 2,4 2,6 1,41 128 137


23. Sulawesi Tengah 69,7 1,7 1,9 3,17 24 28
24. Sulawesi Selatan 72,8 6,9 7,3 1,07 95 100
25. Sulawesi Tenggara 27,7 1,3 1,5 3,26 45 53

SULAWESI 189,2 12,3 13,3 1, 66 65 71

26. Maluku 74,5 1,8 2,0 2,47 24 27


27. I r i a n Jaya 411,9 1,5 1,7 2,79 4 4
MALUKU DAN IRIAN JAYA 496,4 3,3 3,7 2,62 7 8

INDONESIA 1.919,4 175,6 192,9 1, 90 91 101

293
TABEL 25 - 4

JUMLAH PENDUDUK DAERAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN

(juta)

Daerah 1988 1993

Perkotaan 50,2 (28,59%) 61,1 (31,69%)

Pedesaan 125,4 (71,41%) 131,8 (68,31%)

Jumlah 175,6 (100,00%) 192,9 (100,00%)

294
tenaga kerja. Keadaan yang demikian kurang menguntungkan bagi
pelaksanaan pembangunan daerah dan bagi peningkatan pertahan-
an dan keamanan, serta Wawasan Nusantara.

Sebagai hasil kegiatan pembangunan yang dilaksanakan se-


lama ini maka selama kurun waktu 1980 - 1985 semua propinsi
di Jawa, kecuali DKI Jaya, sudah mengalami perpindahan pendu-
duk yang lebih besar ke luar Jawa dari pada yang masuk ke
Jawa. Meskipun demikian pulau Jawa masih merupakan pulau yang
memiliki daya tarik yang besar.

Penduduk yang pindah dari pulau Jawa ke pulau-pulau lain


di luar Jawa sebagian besar terdiri dari para petani dan bu-
ruh tani beserta keluarganya yang pendidikannya relatif ren-
dah. Sebaliknya, penduduk yang pindah dari luar Jawa ke Jawa
sebagian besar berusia muda, belum menikah, serta memiliki
pendidikan yang relatif tinggi. Dalam rangka pemerataan sum-
berdaya manusia terdidik dan pemerataan kegiatan pembangun-
an, pola perpindahan yang demikian perlu mendapat perhatian
dan penanganan secara khusus.

Selain hal-hal yang dikemukakan di atas hampir semua


propinsi di Indonesia memperlihatkan adanya gejala makin
meningkatnya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Hal
ini menyebabkan pertumbuhan penduduk daerah perkotaan lebih
cepat dibandingkan daerah pedesaan, namun jumlah penduduk
daerah pedesaan tetap masih lebih besar. Pada akhir Repelita
IV, jumlah penduduk daerah perkotaan sebesar 50,2 juta meru-
pakan 28,59% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia (Tabel
25-0. Persentase tersebut diperkirakan akan menjadi 31,7%
pada akhir Repelita V. Keadaan yang demikian ini akan menye-
babkan timbulnya masalah-masalah penduduk perkotaan, seperti
lapangan kerja, perumahan, angkutan kota dan sebagainya. Di

295
samping itu, dengan makin meningkatnya transportasi dan komu-
nikasi antara desa-kota, makin banyak pula orang-orang yang
bekerja atau sekolah di kota Akan tetapi tetap bertempat
tinggal di luar kota. Sebagian dari mereka berpindah secara
musiman dan sebagian lagi merupakan migrasi desa-kota secara
ulang-alik. Keadaan yang demikian dengan sendirinya juga me-
merlukan perhatian dan penanganan secara khusus.

d. Kependudukan dan Lingkungan Hidup

Pertumbuhan penduduk mempengaruhi secara langsung upaya


peningkatan mutu dan pemanfaatan sumber daya manusia. Pertum-
buhan penduduk merupakan sumber utama peningkatan jumlah
sumber daya manusia yang memerlukan pembinaan, pengembangan
serta pemanfaatan. Dalam hubungan ini, adanya pertumbuhan
penduduk yang relatif masih tinggi memperberat tekanan terha-
dap sumber daya alam dan lingkungan hidup serta mempersulit
usaha-usaha menciptakan keserasian sosial.

Perusakan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup,


baik fisik maupun sosial, bukan hanya berkaitan dengan ber-
tambahnya jumlah manusia tetapi juga dengan belum meluasnya
kesadaran dan penghayatan mengenai azas keseimbangan dan
keselarasan dalam perikehidupan bermasyarakat. Masih belum
meluasnya kesadaran ini antara lain disebabkan oleh karena
kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai berbagai segi
kependudukan, lingkungan hidup, dan keserasian kependudukan
dengan lingkungan hidup, serta terbatasnya penyebaran infor-
masi yang ada. Oleh karena itu pendidikan dan penerangan di
bidang kependudukan dan lingkungan hidup penting peranannya
dalam upaya menanggulangi masalah kependudukan dan lingkungan
hidup serta peningkatan keserasian sosial. Di samping itu

296
perlu dipantau dampak pembangunan yang berkaitan dengan masa-
lah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup, baik fisik
maupun sosial.

e. Kualitas Penduduk

Agar penduduk dapat dijadikan modal bagi pembangunan dan


merupakan sumber daya manusia yang efektif dan produktif, maka
mereka perlu mempunyai kualitas fisik maupun nir fisik yang
memadai. Keadaan ini merupakan prasyarat terbentuknya manusia
dengan tingkat produktivitas kerja yang tinggi. Tanpa adanya
peningkatan kualitas jumlah penduduk yang besar akan dapat
menimbulkan berbagai permasalahan di masa depan dan merupakan
beban bagi pembangunan.

Kualitas fisik penduduk merupakan ciri fisik yang mele-


kat pada penduduk, yang terdiri dari bobot fisik, daya fisik
dan derajat kesehatan. Dengan demikian indikator kualitas
fisik penduduk adalah tinggi dan berat badan, atau perban-
dingan antara keduanya yang menggambarkan bobot fisik, kese-
garan jasmani yang menggambarkan daya fisik, angka kesakitan,
termasuk kurang gizi, dan angka kematian bayi yang menggam-
barkan derajat kesehatan.

Kualitas fisik penduduk Indonesia masih perlu ditingkat-


kan agar dapat lebih meningkatkan percepatan pelaksanaan pem-
bangunan. Walaupun telah menunjukkan penurunan, sekitar 33
persen anak berusia di bawah lima tahun mengalami kurang
gizi. Demikian juga halnya dengan angka kesakitan yang dise-
babkan oleh penyakit-penyakit infeksi juga masih perlu ditu-
runkan. Tambahan pula angka kematian bayi, walaupun telah
menunjukkan penurunan yang cukup cepat, juga masih perlu
diturunkan. Tingkat kematian bayi, yang pada tahun 1988

297
sebesar 58 per 1.000 kelahiran hidup, akan diusahakan untuk
diturunkan menjadi 50 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 1993. Dengan menurunnya tingkat kematian bayi ter-
sebut, maka tingkat harapan hidup rata-rata yang akan dicapai
seseorang pada saat dilahirkan juga akan meningkat. Tingkat
harapan hidup pada awal Repelita V diperkirakan 63 tahun, dan
diusahakan untuk dapat naik menjadi 65 tahun pada akhir Repe-
lita V.

Kualitas nir fisik penduduk menyangkut segi-segi kuali-


tas kepribadian bermasyarakat, spiritual dan kekaryaan yang
diperlukan bagi peningkatan kemampuan penduduk untuk hidup
dalam hubungan keselarasan dengan lingkungannya. Dalam Repe-
lita V berbagai segi kualitas nir fisik penduduk ini perlu
dibina dan ditingkatkan.

2. Keluarga Berencana

GBHN menegaskan bahwa agar pembangunan ekonomi dan pe-


ningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat
maka perlu. dilakukan pengendalian pertumbuhan penduduk
secara bijaksana melalui program keluarga berencana. Gerakan
keluarga berencana tidak hanya harus dilaksanakan secara ber-
hasil, tetapi juga harus dilaksanakan sedemikian rupa sehing-
ga mampu menurunkan tingkat kelahiran secara lebih cepat
lagi. Di samping tujuan kuantitatif tersebut, gerakan keluar-
ga berencana juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
ibu dan anak dalam rangka mewujudkan norma keluarga kecil,
bahagia dan sejahtera (NKKBS).

Upaya-upaya yang telah dilakukan di bidang keluarga be-


rencana selama ini telah menunjukkan hasil yang menggembira-
kan. Dari pasangan usia subur, yaitu wanita yang berstatus

298
kawin dan berusia 15 - 49 tahun, hampir seluruhnya telah me-
ngetahui keluarga berencana. Sementara itu yang pernah ber-
partisipasi dalam keluarga berencana, yaitu pernah memakai
alat kontrasepsi, telah mencapai sekitar 68,4%. Hasil ini
menunjukkan bahwa kepada sebagian besar pasangan usia subur
telah berhasil diberikan pengetahuan mengenai keluarga beren-
cana; mereka juga berhasil diajak menjadi peserta keluarga
berencana.

Jumlah pasangan usia subur yang berhasil diajak berke-


luarga berencana (Peserta KB Baru) selama Repelita IV diper-
kirakan sebesar 24,7 juta. Sementara itu jumlah pasangan
usia subur yang secara aktif berpartisipasi dalam pemakaian
alat kontrasepsi (Peserta KB Aktif) sampai dengan akhir Re-
pelita IV diperkirakan sebesar 18,3 juta.
Pelaksanaan program keluarga berencana di seluruh wila-
yah Indonesia dilakukan secara bertahap. Dalam Repelita I
hanya meliputi daerah-daerah yang jumlah penduduknya besar,
yaitu propinsi-propinsi di Jawa dan Bali. Liputan ini dalam
Repelita II diperluas ke sepuluh propinsi di luar Jawa dan
Bali, dan dalam Repelita III diperluas lagi ke sebelas pro-
pinsi lainnya. Dengan demikian sejak Repelita III, program
keluarga berencana telah meliputi seluruh wilayah Indonesia.

Masalah pokok yang berkaitan dengan bidang keluarga be-


rencana adalah masih tingginya tingkat kelahiran dan fertili-
tas, jumlah pasangan usia subur yang selalu meningkat, dan
diperlukannya peningkatan dan kesinambungan pemakaian alat
kontrasepsi.

a. Tingkat Kelahiran dan Fertilitas


Angka kelahiran kasar pada tahun 1988 sebesar 28,7 per

299
1.000 penduduk dirasa masih terlalu tinggi sehingga laju per-
tumbuhan penduduk juga masih tinggi. Di samping itu, angka
fertilitas total yang menunjukkan rata-rata anak yang dila-
hirkan wanita selama masa reproduksinya juga masih tinggi
yaitu 3,48. Masih tingginya tingkat fertilitas ini mengharus-
kan peningkatan gerakan keluarga berencana.

Masalah yang berkaitan dengan keluarga berencana adalah


rendahnya usia kawin. Walaupun peraturan perundangan yang
berlaku memberi batasan terendah umur perkawinan 16 tahun
bagi wanita, di beberapa daerah masih terdapat perkawinan di
bawah umur tersebut.
b. Jumlah Penduduk Muda
Sebagai akibat tingginya tingkat kelahiran di masa lalu,
penduduk Indonesia merupakan penduduk muda, berarti persen-
tase mereka yang berumur muda sangat besar. Sejalan dengan
hal tersebut maka jumlah penduduk usia subur dari tahun ke
tahun juga bertambah besar. Pada tahun 1988 jumlah pasangan
usia subur adalah 30,0 juta. Jumlah ini akan naik menjadi
33,7 juta pada tahun 1993 (label 25-5). Dengan demikian
rata-rata pertambahan pasangan usia subur per tahun adalah
2,4%. Pertambahan ini lebih besar dibandingkan rata-rata per-
tumbuhan penduduk yang diperkirakan 1,9%.

Di samping penduduk yang tergolong pasangan usia subur,


gerakan keluarga berencana juga mempunyai sasaran penduduk
usia subur yang belum menikah dan penduduk muda lainnya.
Kelompok yang disebutkan terakhir ini merupakan potensi
sasaran gerakan keluarga berencana di masa yang akan datang.
Dari data yang ada, jumlah ini juga menunjukkan peningkatan
yang pesat. Jumlah wanita usia subur sebesar 44,4 juta pada
tahun 1988 diperkirakan akan naik menjadi 50,5 juta pada

300
tahun 1993; berarti terdapat rata-rata pertambahan sebesar
2,6% per tahun (Tabel 25-5). Dengan peningkatan kelompok pen-
duduk muda yang pesat ini berarti sasaran gerakan keluarga
berencana juga menjadi lebih besar. Mereka ini harus merupa-
kan sasaran awal program keluarga berencana untuk memudahkan
usaha penurunan tingkat kelahiran dan pertumbuhan penduduk di
masa yang akan datang.

c. Kelestarian Peserta Keluarga Berencana

Sejak dilaksanakannya program keluarga berencana telah


berhasil diajak sekitar 50,1 juta pasangan usia subur untuk
berkeluarga berencana yang disebut dengan Peserta KB Baru.
Pada akhir Repelita IV sekitar 18,3 juta yang menjadi Peserta
KB Aktif; dan sekitar 14,4 juta yang secara berkesinambungan
dan efektif melaksanakan keluarga berencana. Angka-angka ter-
sebut menunjukkan bahwa proporsi peserta KB yang tidak mela-
kukan KB secara berkesinambungan dan efektif masih perlu di-
turunkan. Sehubungan dengan hal tersebut pembinaan terhadap
peserta keluarga berencana perlu ditingkatkan, baik dari segi
pemakaian alat kontrasepsi maupun dari segi peningkatan kese-
jahteraan hidupnya.

Di samping itu hingga saat ini pelaksanaan program ke-


luarga berencana masih seluruhnya menjadi tanggung jawab pe-
merintah, baik dari segi penyelenggaraan dan pelayanan maupun
dari segi pengadaan alat kontrasepsinya. Namun secara ter-
pencar dan terpisah telah pula terlihat adanya peran serta
masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan program keluarga
berencana. Hal ini perlu ditingkatkan terus sehingga pendu-
duk dan masyarakat tidak hanya merupakan obyek tetapi ber-
ubah menjadi subyek dalam pelaksanaan gerakan keluarga beren-

301
TABEL 25 - 5
PERKIRAAN JUMLAH WANITA USIA SUBUR,
PASANGAN USIA SUBUR DAN GENERASI MUDA,
1988 DAN 1993
(juta)

K a t e g o r i 1988 1993

Jumlah Wanita Usia Subur (15-49 tahun) 44,4 50,5

Jumlah Pasangan Usia Subur (15-49 tahun) 30,0 33,7

Jumlah Pemuda (15 - 29 tahun)

- Laki-laki 24,0 27,9


- Perempuan 25,1 27,8
- Jumlah 49,1 55,7

302
cana. Selain itu perlu secara berangsur ditumbuhkan sifat ke-
mandirian dalam pelaksanaan keluarga berencana, dimulai dari
pemberian pelayanan menuju ke pengadaan alat kontrasepsinya.

III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH

1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah di Bidang


Kependudukan

a. Pengendalian Pertumbuhan Penduduk

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dikemukakan bahwa


kebijaksanaan kependudukan diarahkan pada pengembangan pendu-
duk sebagai sumber daya manusia agar menjadi kekuatan pemba-
ngunan bangsa yang efektif dan bermutu dalam rangka mewujudkan
mutu kehidupan masyarakat yang senantiasa meningkat. Sehu-
bungan dengan itu perlu terus ditingkatkan upaya pengendalian
pertumbuhan dan penyebaran penduduk, di samping pendidikan,
kesehatan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah dan pencip-
taan lapangan kerja.

Jelaslah kiranya bahwa salah satu unsur pokok kebijaksa-


naan kependudukan sebagai upaya pengembangan sumber daya manu-
sia adalah upaya pengendalian pertumbuhan penduduk. Pengenda-
lian pertumbuhan penduduk mutlak diperlukan, bukan saja oleh
karena pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mengurangi serta
memperlambat pencapaian sasaran peningkatan kesejahteraan
rakyat secara menyeluruh, melainkan karena pertumbuhan yang
tinggi juga akan mempengaruhi secara kurang menguntungkan ke-
sejahteraan keluarga dan perkembangan mutu sumber daya manusia.

Oleh karena itu pengendalian pertumbuhan penduduk akan

303
ditingkatkan dan diintensifkan dalam Repelita V. Pengendalian
pertumbuhan penduduk terutama akan dilaksanakan melalui penu-
runan tingkat kelahiran dan penurunan tingkat kematian.

b. Penurunan Tingkat Kelahiran

Penurunan tingkat kelahiran terutama akan diusahakan se-


cara langsung melalui pemantapan pelaksanaan program keluarga
berencana yang diarahkan pada pengikutsertaan seluruh lapisan
masyarakat dan potensi yang ada. Usaha ini perlu dilaksanakan
secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat tercipta suatu
gerakan keluarga berencana. Kebijaksanaan penurunan tingkat
kelahiran perlu pula dibarengi dengan kebijaksanaan yang di-
arahkan kepada usaha meningkatkan umur perkawinan dan umur
persalinan pertama, dan dengan upaya meningkatkan kesadaran
penduduk akan kegunaan dan keuntungan mempunyai anak sedikit.
Kebijaksanaan ini selanjutnya akan mendorong pelembagaan
Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) di
samping akan mempercepat penurunan tingkat kelahiran.

Penurunan tingkat kematian, terutama kematian bayi, anak


dan ibu, serta peningkatan usia harapan hidup pada saat la-
hir, dilaksanakan melalui kebijaksanaan peningkatan status
kesehatan dan gizi, peningkatan pelayanan kesehatan, pening-
katan kesehatan lingkungan dan peningkatan keselamatan kerja.
Sesuai dengan amanat GBHN usaha langsung untuk menurun-
kan tingkat kelahiran adalah melalui kebijaksanaan pelaksa-
naan keluarga berencana. Di samping itu GBHN juga menekankan
pentingnya keberhasilan pelaksanaan keluarga berencana karena
ketidakberhasilannya akan membahayakan generasi yang akan
datang. Dengan makin banyaknya peserta keluarga berencana,
maka akan dapat diusahakan secara lebih efektif penurunan

304
tingkat kematian dan peningkatan peranan wanita dalam pem-
bangunan yang akhirnya akan menurunkan tingkat kelahiran.

Sementara itu peningkatan kegiatan pembangunan akan me-


nyebabkan kenaikan pendapatan masyarakat. Hal ini selanjutnya
akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuh-
an pendidikan minimum yang dibutuhkan oleh peningkatan ke-
giatan pembangunan. Oleh karena itu peranan anak sebagai
sumber tenaga kerja menjadi berkurang. Hal ini berarti bahwa
jumlah angkatan kerja di bawah umur 15 tahun akan menurun.
Perkembangan yang demikian akan membuka kemungkinan terjadinya
kenaikan usia kawin. Keadaan ini akan mengurangi dorongan untuk
mempunyai jumlah anak yang besar dan selanjutnya menurunkan
tingkat kelahiran.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa tercapainya ber-


bagai sasaran pembangunan baik secara langsung maupun tidak
langsung akan memberikan sumbangan positif bagi tercapainya
sasaran di bidang kependudukan, yaitu menurunkan angka ferti-
litas total dari 3,48 per wanita umur 15 - 49 tahun pada ta-
hun 1988 menjadi 2,99 pada tahun 1993.

Penundaan usia kawin baik bagi pria maupun wanita akan


memperlambat kelahiran anak pertama. Kawin pada usia muda
memperpanjang masa reproduksi dan mengarah kepada tingkat
kelahiran yang tinggi. Oleh karena itu berbagai usaha ke arah
peningkatan usia kawin perlu dilanjutkan dan ditingkatkan.
Untuk itu perlu diusahakan agar laki-laki menikah serendah-
rendahnya pada usia 25 tahun, sedangkan wanita pada usia 20
tahun. Dalam hubungan ini usaha-usaha penerangan dan konsul-
tasi perkawinan akan terus ditingkatkan sehingga tercapai
tujuan peningkatan umur perkawinan. Sementara itu penerangan
perkawinan juga diberikan kepada mereka yang akan melang-

305
sungkan perkawinan agar bersedia menunda kelahiran anak per-
tamanya.

Penundaan perkawinan dan kelahiran anak pertama juga


akan memberikan dampak pada peningkatan sumber daya manusia.
Mereka yang kawin pada usia yang lebih dewasa akan melahirkan
anak yang lebih sehat dan dapat merawat anaknya secara lebih
baik dan sehat. Dengan demikian, anak-anak yang dilahirkan
tersebut diharapkan mempunyai kualitas yang lebih baik dan
merupakan sumber daya manusia yang lebih tangguh.

Peningkatan peranan wanita akan berpengaruh positif pada


penundaan usia perkawinan dan ini berarti akan menurunkan
tingkat kelahiran. Oleh karena itu kebijaksanaan dan usaha
peningkatan peranan wanita dalam pembangunan terus dilaksana-
kan. Dalam kaitan ini maka partisipasi organisasi-organisasi
wanita dalam berbagai aspek pembangunan kependudukan akan
terus didorong.

c. Penurunan Tingkat Kematian

Usaha-usaha pembangunan kependudukan secara keseluruhan


telah dapat meningkatkan tingkat harapan hidup dari 56 tahun
pada tahun 1983 menjadi 63 tahun pada tahun 1988. Di samping
itu, tingkat kematian khususnya kematian bayi juga sudah me-
nurun, yaitu dari 90 bayi per 1.000 kelahiran hidup pada
tahun 1983 menjadi 58 per 1.000 kelahiran pada tahun 1988.
Walaupun demikian, tingkat kematian bayi tersebut masih dira-
sakan terlalu tinggi sehingga usaha penurunannya masih terus
dilaksanakan selama Repelita V.

Dalam Repelita V secara nasional tingkat kematian bayi


diharapkan dapat diturunkan dari 58 per 1.000 kelahiran pada
akhir Repelita IV menjadi sekitar 50 per 1.000 kelahiran pada

306
akhir Repelita V. Sasaran penurunan tingkat kematian bayi ini
akan dibarengi dengan penurunan tingkat kematian kasar dari
7,9 per 1.000 penduduk pada tahun 1988 menjadi sekitar 7,5
per 1.000 penduduk pada tahun 1993. Sementara itu, angka
harapan hidup waktu lahir diharapkan meningkat dari 63 tahun
pada tahun 1988 menjadi sekitar 65 tahun pada tahun 1993.

Dalam rangka pencapaian sasaran-sasaran di atas, dalam


Repelita V dilaksanakan usaha-usaha peningkatan pelayanan
kesehatan. Ini antara lain dilakukan dengan mengusahakan agar
pelayanan kesehatan tidak saja dekat, tetapi juga terjangkau
rakyat banyak. Dalam hubungan ini maka jumlah Puskesmas dan
fungsinya terus ditingkatkan dan dikembangkan sehingga men-
jadi pusat pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Semen-
tara itu untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
rakyat dilakukan juga Pelayanan Terpadu yang memberikan pela-
yanan kesejahteraan ibu dan anak seperti dalam mengatasi ma-
salah-masalah gizi, diare, imunisasi dan keluarga berencana.
Di samping itu untuk meningkatkan produktivitas kerja, seka-
ligus sebagai usaha untuk mencapai sasaran pembangunan kepen-
dudukan, dilakukan pula upaya peningkatan kesehatan kerja.

Dalam rangka peningkatan kesehatan lingkungan maka


dalam Repelita V dilaksanakan usaha-usaha peningkatan mutu
lingkungan di pedesaan dengan pendekatan pembangunan kesehatan
masyarakat desa. Dalam kaitan ini akan terus diusahakan agar
semakin besar jumlah penduduk pedesaan yang mendapatkan air
bersih, menggunakan sarana jamban keluarga, menertibkan pem-
buangan sampah dan mengelola air limbah.

d. Peningkatan Mutu Penduduk


Peningkatan status gizi penduduk amat penting peranannya

307
dalam pencapaian sasaran-sasaran kependudukan. Kebijaksanaan
di bidang pangan dan gizi secara umum ditujukan bagi pening-
katan upaya penyediaan pangan dan penganekaragaman pola kon-
sumsi pangan dalam rangka terpenuhinya kebutuhan gizi pendu-
duk yang semakin bermutu secara merata. Namun secara khusus
dalam rangka menurunkan tingkat kematian dan memperpanjang
tingkat harapan hidup, maka kebijaksanaan pangan dan perbaik-
an gizi terutama ditujukan bagi peningkatan keadaan gizi ke-
lompok-kelompok tertentu yang mengalami penyakit kekurangan
gizi, yaitu penyakit kurang kalori protein, kekurangan vi-
tamin A, gondok endemik dan anemia gizi besi. Kelompok sasar-
an usaha-usaha tersebut adalah golongan penduduk rawan gizi
termasuk anak balita, ibu hamil dan menyusui dan anak-anak
sekolah dasar, baik di kota maupun di desa, serta golongan
masyarakat berpendapatan rendah.

Pendidikan penting peranannya dalam usaha mencapai sa-


saran-sasaran kependudukan terutama melalui perubahan sikap
dan perilaku terhadap suatu tatanan kehidupan yang baru.
Kesadaran dan kemampuan yang dibutuhkan dalam rangka melaksa-
nakan cara hidup sehat, pengendalian kelahiran, peningkatan
kemampuan dan kualitas sumber daya manusia, serta keserasian
antara kependudukan dan lingkungan hidup, dapat dipercepat
peningkatannya melalui pendidikan. Sejalan dengan itu maka
usaha-usaha di bidang pendidikan terus ditingkatkan.

Salah satu masalah yang dihadapi dalam Repelita V adalah


meningkatnya jumlah penduduk yang memerlukan sarana dan pra-
sarana sekolah menengah. Dalam hubungan ini akan dilaksana-
kan perluasan kesempatan belajar pada tingkat pendidikan me-
nengah dengan meningkatkan daya tampung pendidikan formal dan
non formal, serta meningkatkan partisipasi perguruan swasta.

308
Sejalan dengan hal tersebut, akan ditingkatkan pula daya tam-
pung, produktivitas dan kualitas pendidikan tingkat sekolah
lanjutan atas, kejuruan, politeknik dan perguruan tinggi se-
hingga dapat menunjang pencapaian tujuan peningkatan kualitas
manusia serta sumber daya manusia.

Usaha-usaha peningkatan pendidikan dan keterampilan juga


diarahkan pada kemampuan untuk meningkatkan perluasan lapang-
an kerja dan partisipasi produktif angkatan kerja guna mengu-
rangi beban ketergantungan. Di samping itu usaha-usaha peme-
rataan pendapatan dan kesempatan kerja tersebut diharapkan
akan dapat mengurangi motivasi ke arah keinginan mempunyai
anak dalam jumlah yang banyak. Sejalan dengan itu, dalam
rangka pengendalian kelahiran serta peningkatan mutu sumber
daya manusia langkah-langkah dan kebijaksanaan pembangunan
bagi perluasan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di-
lanjutkan dan ditingkatkan.

Masalah kependudukan merupakan masalah jangka panjang


sehingga pemecahannya pun memerlukan waktu yang lama. Di sam-
ping itu keadaan penduduk Indonesia yang muda juga menuntut
peningkatan kesadaran akan masalah kependudukan dari generasi
muda. Dalam hubungan ini GBHN menekankan agar pendidikan ke-
pendudukan, termasuk keluarga berencana, ditingkatkan sehing-
ga menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama generasi
muda.

Usaha di bidang pendidikan kependudukan yang telah di-


laksanakan dalam Repelita-repelita sebelumnya akan dimantap-
kan dalam Repelita V. Untuk itu pendidikan kependudukan di-
integrasikan kedalam berbagai pendidikan umum, pendidikan ke-
juruan, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Melalui
pendidikan kependudukan, maka setiap anak didik diharapkan

309
memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan tingkah laku yang
rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh pertambahan
penduduk terhadap kehidupan manusia. Sejalan dengan hal ter-
sebut perlu pula dikembangkan sikap kemandirian, kewiraswas-
taan dan swakarsa di kalangan generasi muda, khususnya di ka-
langan anak didik melalui metode dan isi pendidikan.

e. Persebaran dan Mobilitas Penduduk

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan akan sangat memban-


tu di dalam pemecahan masalah persebaran penduduk dan tenaga
kerja yang lebih seimbang. Ketimpangan persebaran penduduk
mengakibatkan bahwa di daerah padat penduduk sumber daya alam
menderita tekanan eksploitasi berlebihan, sedang di daerah
jarang penduduk sumber daya alam tidak dikelola secara efek-
tif. Oleh karena itu kebijaksanaan persebaran penduduk ter-
tuju pada tercapainya keseimbangan antara jumlah penduduk dan
tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pembangunan daerah dengan
sumber alam yang tersedia. Di samping itu diusahakan agar
tercipta keserasian kehidupan sosial di daerah yaitu antara
penduduk pendatang dan penduduk asli. Dalam hubungan ini maka
berbagai kebijaksanaan pembangunan sektoral diarahkan pada
pencapaian sasaran kebijaksanaan persebaran penduduk antar
daerah.

Peningkatan pembangunan di daerah yang kurang penduduk-


nya akan memperbesar daya tarik migran untuk masuk ke daerah
tersebut. Dalam kaitan ini akan diusahakan agar arus perpin-
dahan penduduk tidak tertuju kepada beberapa kota besar saja
tetapi juga ke kota-kota kecil. Langkah dan kebijaksanaan da-
lam rangka mengusahakan tercapainya sasaran tersebut akan di-
serasikan dengan pembangunan pedesaan, pembangunan perkotaan

310
dan kaitan di antara keduanya. Hal ini selanjutnya akan me-
ngurangi kesenjangan tingkat hidup antara kota dan desa, ser-
ta antara kota besar dan kota sedang serta kecil. Berkurang-
nya kesenjangan tingkat hidup tersebut selanjutnya akan mem-
bantu tercapainya sasaran persebaran penduduk yang lebih
serasi dan seimbang secara berlanjut.

Persebaran penduduk yang lebih serasi dan seimbang di-


maksudkan untuk mengurangi jumlah penduduk yang berada di
daerah-daerah yang padat penduduknya, dan meningkatkan jumlah
penduduk yang mendiami daerah-daerah yang kurang penduduknya.
Salah satu kegiatan penting dalam rangka pemerataan perse-
baran penduduk adalah pelaksanaan program transmigrasi. Mela-
lui program transmigrasi daerah-daerah yang kekurangan tenaga
kerja tetapi mempunyai potensi alam akan semakin mampu ber-
kembang dan menarik tenaga kerja dari daerah-daerah yang pa-
dat penduduknya. Dalam hubungan ini maka kebijaksanaan trans-
migrasi perlu mempertimbangkan lingkungan fisik dan sosial
yang seimbang dan serasi sehingga mempermudah usaha-usaha
peningkatan kesejahteraan transmigran di tempat baru.

Dalam rangka memperbaiki pola persebaran penduduk dan


angkatan kerja di antara berbagai pulau, maka perlu diupaya-
kan pembagian lapangan kerja antar daerah yang seimbang.
Kegiatan yang dilakukan adalah melalui program antar kerja
antar daerah (AKAD) yang dimaksudkan untuk mempertemukan
permintaan dengan penawaran tenaga kerja. Dengan demikian di-
harapkan penyebaran tenaga kerja dari daerah banyak tenaga
kerja ke daerah yang kurang tenaga kerja akan dapat terlaksa-
na dengan lebih lancar. Sejalan dengan hal tersebut berbagai
usaha yang telah dilaksanakan dalam rangka perluasan lapangan
kerja terus ditingkatkan dalam Repelita V.

311
f. Kebijaksanaan Kependudukan Lainnya

Di samping itu, kebijaksanaan kependudukan juga diarah-


kan untuk menunjang peningkatan taraf hidup, peningkatan
lingkungan sosial, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta
tujuan-tujuan pembangunan lainnya. Sehubungan dengan itu
kebijaksanaan kependudukan juga diintegrasikan dengan kebi-
jaksanaan pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, pangan
dan gizi, pertanian, industri, koperasi, pengembangan dunia
usaha, tenaga kerja, transmigrasi, sumber alam dan lingkungan
hidup, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
kebudayaan, perumahan dan pemukiman, kesejahteraan sosial,
generasi muda, peranan wanita, hukum, penerangan dan media
massa, dan pendidikan P-4. Sementara itu, akan diusahakan
pula pelestarian nilai-nilai luhur budaya yang ada di setiap
lingkungan sosial di Indonesia.

Mengingat pentingnya peranan berbagai gejala kependuduk-


an bagi pencapaian tujuan pembangunan, maka perlu dilakukan
pemantauan atas perkembangan jumlah dan pertumbuhan penduduk.
Dalam hubungan ini dalam Repelita V akan diusahakan pengem-
bangan sistem pencatatan penduduk yang lazim juga disebut
dengan Registrasi Penduduk.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah di bidang Keluarga


Berencana

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dikemukakan bahwa


pelaksanaan gerakan keluarga berencana harus mutlak berhasil
karena kegagalan pelaksanaan gerakan keluarga berencana akan
membahayakan generasi yang akan datang. Pernyataan ini menun-
jukkan pentingnya peranan gerakan keluarga berencana dalam

312
mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Hal ini
berkaitan dengan kenyataan bahwa pencapaian tujuan pembangun-
an nasional akan terhambat jika pertumbuhan penduduk tidak
dapat dikendalikan.

Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk sangat ditentukan


oleh tingginya tingkat kelahiran karena tingkat kematian sen-
diri sudah cenderung turun secara mengesankan selama dua de-
kade terakhir. Dengan demikian kebijaksanaan utama dalam
bidang kependudukan yang dapat mendukung pencapaian dan per-
cepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional adalah perce-
patan penurunan tingkat kelahiran. Mengingat keluarga beren-
cana merupakan usaha langsung yang memberikan dampak percepat-
an penurunan tingkat kelahiran maka kebijaksanaan utamanya
adalah peningkatan pelaksanaan keluarga berencana dalam rang-
ka menurunkan tingkat kelahiran. Di samping itu dalam GBHN
juga dinyatakan bahwa gerakan keluarga berencana bertujuan
pula untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam
rangka mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

a. Perluasan Jangkauan

Dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan gerakan


keluarga berencana dalam Repelita V, GBHN memberikan arahan
kebijaksanaan agar jangkauan program keluarga berencana ke
seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang tinggal di
daerah terpencil, daerah pemukiman baru dan daerah transmi-
grasi. Walaupun hasil program keluarga berencana yang telah
dicapai selama ini sudah cukup menggembirakan namun masih
diperlukan peningkatan lebih jauh. Dari pasangan usia subur
yang ada ternyata sekitar 95% telah mengetahui keluarga
berencana. Dari jumlah tersebut sekitar 68,4% yang pernah

313
memakai alat kontrasepsi atau berkeluarga berencana. Kebutuh-
an akan peningkatan perluasan jangkauan ini menjadi lebih
penting mengingat jumlah pasangan usia subur selalu bertambah
setiap tahun sebagai akibat tingginya tingkat kelahiran di
masa lalu dan rendahnya umur perkawinan di beberapa daerah
tertentu.
Perluasan jangkauan gerakan keluarga berencana dilaksa-
nakan dengan mengajak pasangan usia subur untuk berkeluarga
berencana atas dasar azas sukarela, kesadaran dan rasa tang-
gung jawab dengan mempertimbangkan nilai-nilai sosial, buda-
ya, kesusilaan, agama serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Upaya lain yang dilakukan dalam rangka perluasan
jangkauan gerakan keluarga berencana adalah meningkatkan par-
tisipasi kaum pria. Dalam hubungan ini peran serta pria tidak
hanya terbatas pada kesediaan kaum pria memakai alat kontra-
sepsi, tetapi juga meliputi kesediaan kaum pria untuk memoti-
vasi istri mereka agar berkeluarga berencana. Data yang ada
menunjukkan bahwa pada tahun 1987 jumlah pasangan subur yang
secara berkesinambungan memakai alat kontrasepsi diperkirakan
bare mencapai 46,7% dari pasangan usia subur yang ada. Dengan
demikian, hanya 46,7% inilah yang memberi dampak terhadap
tinggi rendahnya tingkat kelahiran dan fertilitas. Perbedaan
yang nyata antara ketiga angka tersebut, yaitu 95% yang me-
ngetahui KB, 68,4% yang pernah memakai alat kontrasepsi atau
berpartisipasi sebagai peserta KB Aktif, dan tingkat preva-
lensi 46,7%, menunjukkan bahwa masih diperlukan pembinaan
yang lebih berkesinambungan dan efektif terhadap peserta KB.

GBHN memberikan arahan kebijaksanaan untuk meningkatkan


pembinaan terhadap peserta KB selama Repelita V. Pembinaan
yang dimaksud tidak hanya pembinaan atas jumlah peserta,

314
tetapi juga atas kualitas alat kontrasepsi yang dipakai. Dari
segi kuantitas peserta KB, sasaran kebijaksanaan Repelita V
adalah meningkatkan keikutsertaan menjadi 52,4% dari 48,0%
pada tahun 1988. Untuk itu selama Repelita V perlu diajak
pasangan usia subur sebagai Peserta KB sehingga jumlah Peser-
ta KB Aktifnya menjadi 21.460 ribu. Dari segi kualitas peser-
ta KB, perlu diusahakan agar mereka bersedia memakai alat
kontrasepsi yang lebih mantap dan efektif sehingga perlin-
dungan terhadap kehamilannya lebih tinggi yang akhirnya dapat
mempercepat penurunan tingkat kelahiran dan fertilitas.

Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut perlu pula diting-


katkan usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan peserta
KB dan keluarganya, termasuk kesejahteraan dan kecerdasan
anak yang sekaligus juga akan meningkatkan kualitas penduduk.
Dengan usaha-usaha ini mereka tidak hanya merasa mempunyai
kewajiban untuk berkeluarga berencana tetapi mereka dapat me-
nikmati dan merasa mendapatkan keuntungan dalam kehidupan
berkeluarga berencana secara wajar.

Usaha pembinaan peserta KB agar tetap berkeluarga beren-


cana ini perlu diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan setem-
pat yang ada, terutama dengan kegiatan-kegiatan yang dilaku-
kan oleh organisasi wanita setempat, misalnya PKK atau lemba-
ga pembangunan di desa. Di samping itu perluasan jangkauan
dan peningkatan pembinaan peserta KB perlu didukung oleh
kebijaksanaan peningkatan penerangan, motivasi dan penyuluhan
kependudukan dan keluarga berencana sebagaimana ditetapkan
dalam GBHN. Usaha ini juga diarahkan kepada pemantapan dan
pematangan perilaku kependudukan dan keluarga berencana.
Dengan demikian keluarga berencana akan dianggap sebagai
bagian tak terpisahkan dari kebutuhan kehidupan. Hal ini se-

315
lanjutnya akan mempermudah pelembagaan norma keluarga kecil
yang bahagia dan sejahtera.
b. Pelembagaan Keluarga Berencana

Proses pelembagaan keluarga berencana di Indonesia telah


mulai digalakkan dalam Repelita IV dan akan terus ditingkat-
kan dalam Repelita V. Untuk menunjang pelembagaan tersebut
maka perlu ditingkatkan peran serta masyarakat, termasuk orga-
nisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Bidan
Indonesia dan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, organisasi
masyarakat lainnya, pemuka masyarakat, dunia usaha sampai
dengan perorangan peserta KB. Dengan makin meningkatnya pe-
lembagaan ini maka secara bertahap masyarakat Indonesia akan
dapat melaksanakan keluarga berencana secara mandiri. Keman-
dirian ini tidak hanya dalam arti ekonomis tetapi lebih jauh
dari itu, yaitu kemandirian pribadi dan psikologis.

Penyelesaian masalah penurunan tingkat kelahiran akan


memakan waktu lama. Sementara itu jumlah penduduk usia muda
yaitu yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) terus bertam-
bah dengan pesat. Kedua hal tersebut menuntut suatu usaha
untuk mempersiapkan mereka yang termasuk dalam kelompok
Pra-PUS untuk menyadari dan menghayati masalah kependudukan
di Indonesia. Untuk itu, GBHN memberikan arahan kebijaksanaan
untuk meningkatkan pendidikan kependudukan dan keluarga be-
rencana bagi generasi muda baik melalui jalur sekolah maupun
jalur di luar sekolah.

Dalam rangka pemantapan dan perluasan pelembagaan gerak-


an keluarga berencana, maka kebijaksanaan keluarga berencana
akan dipadukan dengan program-program pembangunan lainnya,
baik lintas sektoral maupun institusional. Di samping itu
akan terus ditingkatkan peran serta masyarakat, organisasi

316
kemasyarakatan dan dunia usaha dalam pengelolaan gerakan
keluarga berencana. Dengan demikian, secara bertahap pelaksa-
naan gerakan keluarga berencana akan beralih dari masyarakat
sebagai obyek pembangunan ke masyarakat sebagai subyek pem-
bangunan. Hal ini selanjutnya akan memantapkan pelaksanaan
gerakan keluarga berencana secara mandiri.

c. Keterpaduan Keluarga Berencana dengan Berbagai


Program Pembangunan.

Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan yang diren-


canakan dan dilaksanakan guna mencapai kesejahteraan masyara-
kat. Pemerataan kegiatan dan hasil pembangunan mempunyai
dampak yang positif terhadap usaha pengendalian kelahiran.
Dengan demikian usaha pemerataan di berbagai bidang pemba-
ngunan secara tidak langsung telah membantu keberhasilan
gerakan keluarga berencana selama ini. Pemerataan di bidang
kebutuhan pokok, khususnya pangan dan pelayanan kesehatan,
akan meningkatkan mutu gizi dan derajat kesehatan di kalangan
keluarga yang kurang mampu yang pada umumnya adalah keluar-
ga-keluarga dengan tingkat kelahiran relatif tinggi.
Perbaikan gizi dan kesehatan ibu yang meningkat akan
meningkatkan kesempatan bagi ibu-ibu untuk merawat bayi dan
anak-anak mereka secara lebih baik dan lebih sehat. Peningkat-
an kesehatan bayi dan anak ini akan mengurangi risiko kema-
tian bayi dan anak, yang selanjutnya akan mengurangi keingin-
an orang tua mereka untuk mempunyai anak yang banyak. Kea-
daan ini membantu mendorong pengurangan kelahiran, dan me-
mungkinkan penjarangan kehamilan sehingga pada akhirnya ting-
kat kelahiran akan dapat dikurangi.

Usaha pemerataan di bidang lapangan kerja dan pendapatan

317
diperkirakan mempunyai dampak positif terhadap usaha pengen-
dalian pertumbuhan penduduk pada umumnya, khususnya terhadap
pengendalian tingkat kelahiran dan fertilitas. Semakin luas
lapangan kerja produktif akan semakin merata pendapatan yang
akan diperoleh masyarakat. Bilamana pendapatan sudah relatif
merata dan meningkat, maka kemampuan untuk memperoleh pelayan-
an kesehatan yang lebih baik dan makanan yang lebih bergizi
juga meningkat. Dalam pada itu lebih luasnya lapangan kerja,
khususnya bagi wanita, akan merupakan penggunaan waktu luang
untuk usaha dan kegiatan yang produktif dan akan memperkecil
tingkat ketergantungan. Semakin banyak wanita yang bekerja
akan semakin besar pendapatan keluarga, dan semakin tinggi
kesibukan wanita di luar rumah. Hal-hal ini cenderung mengu-
rangi tingkat kelahiran.

Dalam Repelita V gerakan keluarga berencana di daerah


rawan dan padat penduduk serta di daerah yang kurang berha-
sil lebih ditingkatkan keterpaduannya dengan usaha-usaha per-
luasan kesempatan kerja produktif. Kegiatan ini penting
artinya bagi kelestarian peserta keluarga berencana mengingat
salah satu alasan ingin mempunyai anak banyak bagi suatu
keluarga adalah untuk meningkatkan tambahan pendapatan bagi
keluarga yang bersangkutan.

Pengembangan di bidang kesejahteraan sosial dimaksudkan


agar jumlah keluarga pekerja yang mendapat fasilitas jaminan
sosial dapat meningkat dan merata. Oleh karena itu program
asuransi tenaga kerja untuk pekerja swasta yang telah dimulai
sejak Repelita yang lalu akan terus dilanjutkan dan dimantap-
kan dalam Repelita V. Makin meratanya jaminan sosial diharap-
kan akan membantu meningkatkan kualitas hidup dan usaha per-
wujudan norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (NKKBS).

318
Pemerataan kesempatan pendidikan penting artinya bagi
usaha peningkatan keluarga berencana. Meningkatnya pendidikan
akan berarti meningkatnya kesadaran dan kesediaan warga ma-
syarakat menerima tatanan kehidupan baru, termasuk perilaku
fertilitas rendah dan keluarga berencana. Selanjutnya pemera-
taan kesempatan memperoleh pendidikan akan berarti juga ada-
nya pemerataan di bidang lapangan kerja dan pendapatan bagi
semua generasi. Dengan demikian pemerataan di bidang pendidik-
an mempunyai pengaruh yang positif terhadap pelaksanaan ge-
rakan keluarga berencana di dalam pengendalian pertumbuhan
penduduk, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Program kebudayaan dapat mempunyai peranan penting dalam


usaha mewujudkan ide NKKBS. Dalam hubungan ini program kebu-
dayaan akan diarahkan antara lain untuk menyebarluaskan ide
keluarga kecil bahagia dan sejahtera melalui penyampaian
pesan yang berisi penjarangan kelahiran dan cara-cara mening-
katkan kesehatan ibu dan anak melalui peningkatan gizi, peme-
liharaan kesehatan, dan lain-lain. Melalui pesan-pesan yang
tepat akan dikembangkan suasana pendapat umum, terutama di
pedesaan, bahwa kawin muda kurang tepat bagi pembangunan dan
kesejahteraan keluarga. Dengan demikian umur perkawinan akan
dapat meningkat baik bagi laki-laki maupun bagi wanita.

IV. PROGRAM-PROGRAM

1. Program Kependudukan
Kegiatan dan usaha program kependudukan dalam Repelita V
ditujukan untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan pen-
capaian sasaran kependudukan. Sasaran-sasaran tersebut antara

319
lain adalah pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kema-
tian bayi, anak dan ibu, perpanjangan harapan hidup, pengen-
dalian persebaran dan mobilitas penduduk, serta pengembangan
kualitas hidup penduduk dan kualitas kependudukan. Hal-hal
tersebut selanjutnya dimaksudkan untuk mencapai sasaran pe-
ningkatan kualitas sumber daya manusia.

Program kependudukan yang dilaksanakan selama Repelita V


merupakan bagian dari usaha berkesinambungan program-program
kependudukan dan program pembangunan lainnya. Program-program
pembangunan lainnya antara lain adalah program-program di bi-
dang kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, kesejahteraan
sosial, perumahan, transmigrasi, pembangunan daerah, perta-
nian, industri, perhubungan, perdagangan, perkoperasian, dan
pengembangan dunia usaha. Di samping itu pelaksanaan program
kependudukan disesuaikan dengan kebutuhan daerah dalam rangka
pembangunan daerah.
a. Pengendalian Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk

Tingkat pertumbuhan penduduk ditentukan oleh dua faktor


utama, yaitu tingkat kelahiran dan tingkat kematian. Oleh
karena itu untuk mengendalikan laju pertumbuhan perlu diting-
katkan usaha untuk mempercepat penurunan tingkat kelahiran
dan tingkat kematian. Usaha yang akan mempunyai dampak lang-
sung terhadap penurunan tingkat kelahiran dilakukan melalui
gerakan keluarga berencana. Sementara itu usaha langsung
untuk menurunkan tingkat kematian terutama kematian bayi,
balita, dan ibu diusahakan melalui perbaikan mutu kesehatan
dan gizi penduduk. Di samping itu perbaikan keadaan sosial-
ekonomi penduduk juga akan mempunyai dampak tidak langsung
dalam penurunan tingkat kelahiran dan kematian.

320
Untuk mengatasi ketimpangan persebaran penduduk akan
dilaksanakan berbagai penelitian dan pengkajian yang dapat
menghasilkan masukan bagi koordinasi kebijaksanaan dan lang-
kah-langkah yang mempengaruhi gerak perpindahan penduduk.
Kajian tersebut akan memperhitungkan tiga unsur utama, yaitu
kebutuhan daerah untuk pembangunan daerah, daya tampung
daerah, dan program pembangunan sektoral seperti transmi-
grasi, pembangunan daerah, industri, pertanian, pemukiman
kembali penduduk, tenaga kerja, perhubungan, kesehatan, pen-
didikan dan sebagainya.

Di samping perpindahan penduduk secara tetap akan diusa-


hakan pula berbagai kebijaksanaan untuk mengendalikan migrasi
ulang-alik dan migrasi musiman. Kebijaksanaan pengendalian
migrasi ulang-alik diarahkan untuk mempengaruhi arus gerak
penduduk (mobilitas) yang terjadi setiap hari untuk mengu-
rangi beban kota. Hal ini dilakukan dengan mengusahakan pola
angkutan ulang-alik, rangsangan bermukim di luar kota, dan
pengembangan kota sesuai dengan rencana tata ruang yang se-
rasi.

b. Kualitas Penduduk

Untuk meningkatkan kualitas fisik penduduk akan dilaksa-


nakan berbagai kegiatan dan program, antara lain program-pro-
gram yang berkaitan dengan pengadaan pangan, perbaikan gizi,
peningkatan kesehatan, peningkatan kegiatan olah raga, dan
pembinaan latihan keterampilan. Sementara itu, untuk mening-
katkan kualitas nir fisik penduduk akan diusahakan hal-hal
yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas penduduk,
peningkatan martabat penduduk, perluasan kesetiakawanan so-
sial dan pengembangan etika lingkungan. Selanjutnya juga akan
dirangsang peranserta masyarakat, khususnya lembaga swadaya

321
masyarakat, untuk turut aktif mengembangkan berbagai segi
kualitas nir fisik penduduk termasuk lingkungan sosial dan
keserasian sosial. Dengan demikian pemecahan masalah kependu-
dukan dan lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan peran
serta dari segala lapisan dan kelompok masyarakat.

Dalam Repelita V akan dimantapkan pembakuan konsep kua-


litas penduduk dan kualitas kehidupan. Untuk itu terus
dikembangkan penelitian dan pengkajian tentang kualitas fisik
penduduk dan kualitas nir fisik penduduk, termasuk faktor-
faktor yang mempengaruhi perkembangannya.

Untuk memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak


positif pembangunan terhadap kehidupan sosial akan dikembang-
kan analisa dampak sosial yang mencakup pengkajian dan iden-
tifikasi unsur-unsur yang dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap keserasian, kesejahteraan, dan lingkungan sosial.
Sehubungan dengan hal tersebut akan dilakukan penelitian dan
uji coba metodologi analisa dampak sosial yang tepat guna,
baik secara nasional maupun untuk wilayah-wilayah tertentu.

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kualitas penduduk


akan dikembangkan lebih lanjut indikator kependudukan yang
mencakup tingkat kematian, tingkat kematian bayi, harapan
hidup, tingkat kelahiran, tingkat fertilitas, konsumsi kalori
dan protein, tingkat buta huruf, keadaan pendidikan, keadaan
fasilitas pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Indikator
kependudukan ini perlu dipantau dan dikaji perkembangannya
sebagai bahan masukan kebijaksanaan pembangunan berwawasan
kependudukan sebagai sumber daya manusia.

c. Informasi dan Data Kependudukan


Dalam program kependudukan selama Repelita V ini juga

322
akan dilaksanakan kegiatan-kegiatan untuk pengkajian dan
pengembangan jaringan informasi kependudukan, pengembangan
perangkat lunak kependudukan dan perangkat lainnya, yang men-
cakup antara lain tenaga ahli kependudukan, sarana hukum ke-
pendudukan, aparatur kependudukan serta pengembangan komuni-
kasi dan peran serta masyarakat. Di samping itu akan dikem-
bangkan pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup baik
dari segi pendekatan dan metodik mengajar maupun materi pen-
didikan kependudukan.

Perangkat pelaksana kebijaksanaan kependudukan, baik


pemerintah maupun swasta, di pusat maupun di daerah, akan
terus ditingkatkan efektivitas dan efisiensinya. Dalam hu-
bungan ini kerja sama di antara semua jajaran pelaksana
tersebut terus ditingkatkan dalam Repelita V. Kerjasama
antara segenap pihak yang berkepentingan dengan penanggulang-
an masalah kependudukan akan makin memperlancar pencapaian
tujuan akhir kebijaksanaan dan program kependudukan, yaitu
pengembangan potensi penduduk sebagai modal dasar pembangunan
untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan, dan kecerdasan
bangsa.

Dalam Repelita V akan diusahakan pengembangan sistem


registrasi penduduk dengan mempertimbangkan pelaksanaan yang
sudah dilakukan serta kelemahan-kelemahan dan masalah-ma-
salah yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Melalui pelaksanaan
program ini diusahakan agar tercipta sistem registrasi pendu-
duk yang baku untuk seluruh Indonesia, dan tersedianya data
kependudukan secara berkala yang tepat, cepat dan dapat di-
percaya.

Pada tahap awal akan dilakukan inventarisasi masalah dan


usaha yang telah dilakukan hingga saat ini. Berdasarkan pe-

323
ngetahuan tersebut akan dikembangkan suatu sistem pelaksanaan
registrasi penduduk yang kemudian diujicobakan di beberapa
Kabupaten dan Kotamadya. Setelah dilakukan evaluasi atas baik
buruknya sistem tersebut, maka dilakukan pembakuan sistem
registrasi penduduk baik yang menyangkut tata cara pelaksa-
naan serta lembaga pelaksananya dari tingkat Pusat sampai
Daerah terkecil, yaitu Desa.

Berdasarkan sistem yang telah dibakukan tersebut diberi-


kan latihan kepada petugas-petugas pelaksana, yang meliputi
petugas pengumpul data, yaitu pelaksana registrasi di desa,
dan pengolah serta penyaji data pada masing-masing tingkatan
administrasi.

Dengan dimilikinya registrasi penduduk ini diharapkan


bahwa data dan angka kependudukan, baik mengenai jumlah mau-
pun tingkat pertumbuhannya, dapat dihitung secara pasti dan
dengan kecermatan yang lebih tinggi sehingga akan lebih dapat
memenuhi kebutuhan pembangunan.

2. Program Keluarga Berencana

Pelaksanaan program keluarga berencana bertujuan untuk


mengajak penduduk berkeluarga berencana secara berkesinam-
bungan dan lestari dengan memakai alat kontrasepsi yang mem-
punyai perlindungan yang tinggi terhadap kehamilan. Dalam
kaitan ini amatlah penting peranan pemberian pelayanan ke-
luarga berencana kepada masyarakat dengan cara yang mudah,
murah dan aman.

Dalam melaksanakan program keluarga berencana terus di-


tingkatkan kerja sama dengan semua organisasi profesi, orga-
nisasi masyarakat, lembaga fungsional dan masyarakat. Peranan
organisasi wanita, khususnya PKK, terus dikembangkan melalui

324
kelompok-kelompok khusus, seperti kelompok Dasa Wisma yang
terdiri atas 10 keluarga dan Panca Wisma yang terdiri dari 5
keluarga, serta kader-kadernya. Di samping itu kegiatan-
kegiatan melalui pendekatan wilayah paripurna, kemasyarakatan,
desentralisasi manajemen, koordinasi aktif dan kemandirian,
terus ditingkatkan.

Berbagai usaha dan kegiatan yang mendukung gerakan


keluarga berencana, dan yang akan ditingkatkan pelaksanaannya
dalam Repelita V, adalah penerangan dan motivasi, pendidikan
keluarga berencana, pelayanan kontrasepsi dan peningkatan pe-
ran serta masyarakat. Dalam pada itu untuk menunjang keberha-
silan gerakan keluarga berencana perlu adanya sarana dan
prasarana yang memadai, peningkatan keterampilan para penge-
lola program, serta pemantauan pelaksanaan program yang ber-
kesinambungan.

a. Penerangan dan Motivasi

Tujuan pelaksanaan penerangan dan motivasi keluarga be-


rencana dalam Repelita V adalah memantapkan sikap dan peri-
laku masyarakat dalam pelembagaan dan pembudayaan NKKBS.
Dalam melaksanakan penerangan dan motivasi diterapkan meka-
nisme sosio-kultural yang telah terbina selama Repelita IV,
yaitu melalui kegiatan KIE-KB (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi KB). Kegiatan ini dilaksanakan bersama masyarakat dan
disesuaikan dengan keadaan serta budaya setempat.

Dengan demikian diharapkan peran serta masyarakat dalam


menggunakan alat kontrasepsi dalam rangka pencapaian peserta
KB Baru akan semakin meningkat sehingga dapat memperluas
jangkauan gerakan keluarga berencana. Di samping itu kuali-
tas keikutsertaan dalam keluarga berencana juga semakin me-

325
ningkat karena makin didasari kesadaran sendiri, dengan me-
makai kontrasepsi yang lebih efektif, dan dilakukan secara
berkelanjutan.

Berdasarkan tujuan dan dengan cara pelaksanaan tersebut


di atas, maka penerangan dan motivasi diarahkan untuk mewu-
judkan di kalangan peserta keluarga berencana sikap yang man-
diri, dinamis, tanggap terhadap aspirasi masyarakat sekitar-
nya, dan mampu membangun dirinya sendiri serta keluarganya
sebagai potensi sumber daya pembangunan.

Berbagai kelompok penduduk yang potensial dalam per-


ubahan fertilitas, seperti remaja, pra-Pasangan Usia Subur,
Pasangan Usia Subur muda dan kaum suami, merupakan sasaran
penting dari kegiatan penerangan dan motivasi. Guna menjang-
kau sasaran tersebut akan digalakkan partisipasi segenap
potensi yang ada di masyarakat. Tokoh formal, seperti para
pamong, guru, serta tokoh non formal, seperti ulama, tokoh
pemuda dan peserta keluarga berencana lestari, motivator dan
kader pembangunan, akan digerakkan bersama-sama dengan sege-
nap pengelola penerangan dan motivasi keluarga berencana.

Pesan-pesan yang disampaikan berkaitan dengan kaidah


keluarga berencana yang, antara lain, berintikan materi
reproduksi sehat, pembinaan keluarga bahagia sejahtera, pro-
gram-program terpadu, semuanya mengarah pada tercapainya
pemantapan proses pelembagaan NKKBS secara fisik dan men-
tal. Di samping itu penerangan dan motivasi yang diberikan
juga akan berisi pesan-pesan untuk menggalakkan kemandirian
masyarakat dalam berkeluarga berencana. Selanjutnya di-
tingkatkan pula penerangan medis keluarga berencana sehingga
calon peserta dapat mengetahui kegunaan dan keuntungan

326
masing-masing alat kontrasepsi. Hal ini akan menghasilkan
adanya kemantapan dalam pemilihan jenis kontrasepsi dan ke-
sinambungan pemakaiannya.

Pendekatan yang digunakan dalam penerangan dan motivasi


adalah pendekatan kultural edukatif. Hal ini dilakukan dengan
mendorong kreativitas para pengelola penerangan keluarga
berencana untuk menumbuhkan kesadaran dan perilaku yang ber-
tanggung jawab atas pemecahan masalah kependudukan, sehingga
akan diperoleh keikutsertaan keluarga berencana yang mantap
dan efektif. Pendekatan lain yang dilakukan adalah pendekatan
media penerangan yang beragam dengan membina dan mendayaguna-
kan segenap potensi media yang ada dalam masyarakat.

Untuk menjamin keberhasilan dan efektivitas kegiatan


penerangan dan motivasi keluarga berencana, pengetahuan dan
keterampilan para pengelola penerangan dan motivasi keluarga
berencana akan lebih ditingkatkan melalui kegiatan pendidik-
an dan latihan, sarasehan, orientasi, dan pembinaan yang
berjenjang dan berkesinambungan. Di samping itu diusahakan
pula untuk melengkapi sarana-sarana penerangan dan motivasi
keluarga berencana baik berupa perangkat keras maupun perang-
kat lunak yang sesuai dengan wilayah penggarapan.

b. Pendidikan Keluarga Berencana

Dalam rangka mewujudkan pelembagaan dan pembudayaan


NKKBS, ditempuh pula pendidikan keluarga berencana. Pendidik-
an tersebut pada pokoknya bertujuan untuk menanamkan dan me-
numbuhkan kesadaran serta meningkatkan pengertian para peser-
ta pendidikan agar mereka memiliki perilaku yang rasional dan
bertanggung jawab atas pemecahan masalah kependudukan.

327
Program pendidikan yang dilakukan secara bertahap dan
terencana akan memberi kemungkinan terciptanya kondisi-kon-
disi sosial yang mendorong tertanamnya pandangan mengenai
pentingnya perencanaan keluarga dan reproduksi sehat dalam
masyarakat. Pelaksanaan pendidikan kependudukan dan lingkung-
an hidup di sekolah dan pendidikan keluarga berencana di luar
sekolah selama Repelita IV telah ikut memantapkan peserta
keluarga berencana dan generasi muda untuk menjadi kader
penggerak program keluarga berencana.

Bertitik tolak dari kondisi tersebut, maka dalam Repe-


lita V keikutsertaan lembaga-lembaga pendidikan non formal,
seperti gerakan pramuka, KNPI, organisasi pemuda lainnya,
Karang Taruna, PKK, dan Lembaga Sosial Masyarakat, merupakan
wadah strategis untuk pelaksanaan pendidikan keluarga beren-
cana. Di samping itu kegiatan kelompok belajar, kursus-kur-
sus, dan kegiatan inovatif dan produktif lainnya, seperti
Kejar Paket Usaha, dapat digunakan sebagai wadah untuk me-
ningkatkan kualitas hidup, sekaligus juga sebagai upaya untuk
menurunkan tingkat fertilitas. Untuk itu peran lembaga-lemba-
ga dan kelompok-kelompok tersebut akan terus dibina, dan par-
tisipasi mereka dalam pelaksanaan pendidikan keluarga beren-
cana ditingkatkan. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
tersebut akan dikembangkan sarana dan bahan pengajaran pen-
didikan keluarga berencana yang disesuaikan dengan segmentasi
sasaran dan strategi operasional gerakan keluarga berencana
yang dilaksanakan.

Sasaran pendidikan keluarga berencana pada prinsipnya


adalah seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda
atau remaja berusia antara 7 - 25 tahun. Pelaksanaan peng-
ajaran pendidikan keluarga berencana dilakukan melalui pende-
katan terpadu, yaitu dengan cara mengintegrasikan bahan peng-

328
ajaran pendidikan keluarga berencana dalam mata pelajaran
yang relevan. Untuk itu akan terus diupayakan agar komponen
pendidikan keluarga berencana dalam sistem pendidikan pada
lembaga pendidikan dan kegiatan kemasyarakatan lainnya dapat
terus disempurnakan.

Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pendidikan ke-


luarga berencana yang lebih berdayaguna, maka jumlah tenaga
pengelola dan pelaksana yang akan dilatih terus ditingkatkan.
Selama Repelita V akan dilatih sejumlah tenaga kader pengge-
rak di seluruh Indonesia (Tabel 25-6).

c. Pelayanan Kontrasepsi

Jika kegiatan penerangan dan motivasi merupakan titik


pusat perluasan jangkauan gerakan keluarga berencana, maka
kegiatan pelayanan kontrasepsi merupakan titik pusat dari
pembinaan mereka yang sudah berkeluarga berencana untuk tetap
berkeluarga berencana. Kegiatan pelayanan kontrasepsi mempu-
nyai dua jenis kegiatan pokok yaitu penyelenggaraan pelayanan
kontrasepsi dan penyediaan alat kontrasepsi termasuk pelayan-
an efek sampingan yang timbul.

Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi yang kini sudah


berjalan akan ditingkatkan dan dimantapkan dalam Repelita V
sehingga dapat mencakup seluruh wilayah dan lapisan masyara-
kat termasuk wilayah pemukiman baru dan daerah transmigrasi.
Peningkatan jangkauan pelayanan kontrasepsi untuk beberapa
jenis alat kontrasepsi juga diusahakan melalui partisipasi
masyarakat seperti Dasa Wisma, Panca Wisma dan Kader Keluarga
Berencana.
Di samping perluasan jangkauan pelayanan, peningkatan
pelayanan kontrasepsi juga ditujukan agar cara-cara keluarga

329
TABEL 25 - 6

JUMLAH TENAGA PROGRAM YANG AKAN DIDIDIK/DILATIH

SELAMA REPELITA V

Jumlah Peserta

Pendidikan Dan Kursus/ Pendidikan


T a h u n Pelatihan Orientasi KB

1989/1990 59.434 421.950 60.000

1990/1991 59.430 441.950 60.000

1991/1992 51.830 400.000 60.000

1992/1993 44.430 369.900 60.000

1993/1994 44.044 346.200 60.000

Jumlah 259.168 1.980.000 300.000

330
berencana diarahkan pada pemakaian metode yang efektif terpi-
lih serta mencegah kemungkinan penyalahgunaannya. Untuk itu
partisipasi aktif masyarakat dalam pelayanan kontrasepsi perlu
terus ditingkatkan. Upaya peningkatan itu akan dilaksanakan
melalui penyediaan pelayanan di tempat pelayanan kontrasepsi
swasta, baik berupa dokter dan bidan praktek swasta, klinik
swasta, maupun rumah sakit swasta. Bentuk lain dari partisi-
pasi bagi perorangan adalah dengan mendatangi tempat-tempat
pelayanan kontrasepsi swasta. Dengan demikian maka peranan
organisasi swasta dan masyarakat dalam pengelolaan program
akan semakin meningkat. Sementara itu peranan Pemerintah
dalam pengelolaan program dapat berkurang.

Guna mencapai tujuan tersebut maka pelayanan program


diarahkan pada tiga strata. Pertama, pemerintah sepenuhnya
menyediakan pelayanan keluarga berencana bagi masyarakat yang
belum mampu mandiri. Kedua, pemerintah membantu kelompok-ke-
lompok masyarakat yang kemampuannya untuk melaksanakan pro-
gram mulai tumbuh. Ketiga, pemerintah mengarahkan bantuannya
kepada usaha-usaha yang bersifat pengayoman bagi masyarakat
yang sudah mampu menyediakan keperluannya untuk keluarga
berencana.

Dalam kaitan ini perlu ditekankan bahwa kemandirian


berarti suatu sikap mental yang lebih dewasa dan dilandasi
oleh rasa tanggung jawab, pengabdian dan pembaharuan sebagai
insan pembangunan. Dengan strategi kemandirian ini dibuka
kesempatan seluas-luasnya bagi segenap potensi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam gerakan KB dengan suatu wahana
kekeluargaan dan kegotongroyongan. Sehubungan dengan itu,
diharapkan terjadi peningkatan partisipasi masyarakat, khu-
susnya di kota-kota besar dan yang mempunyai kemampuan

331
ekonomi, untuk berupaya mencari pelayanan kontrasepsi melalui
jalur swasta.

Sehubungan dengan kemandirian serta peningkatan peran-


serta masyarakat, maka dalam Repelita V akan diusahakan agar
dunia usaha dapat berpartisipasi aktif dalam pengadaan sarana
pelayanan keluarga berencana ini. Usaha tersebut sebenarnya
sangat bermanfaat bagi dunia usaha itu sendiri, sebab dengan
partisipasinya akan membuka kesempatan untuk meningkatkan
produktivitas karyawannya.

Dalam Repelita V fasilitas pelayanan kontrasepsi akan


ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanannya
dan sekaligus mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Fasi-
litas tersebut akan diberikan melalui klinik-klinik, rumah
sakit, dan pelayanan keliling di luar klinik, termasuk Tim
Keluarga Berencana Keliling (TKBK), Pembantu Pembina Keluarga
Berencana Desa (PPKBD), Sub PPKBD, kelompok Kader Keluarga
Berencana dalam Dasa Wisma dan Panca Wisma, PKK serta Pos
Pelayanan Terpadu.

Jumlah klinik keluarga berencana akan ditingkatkan jum-


lahnya dari 10.000 pada awal Repelita V menjadi 12.000
pada akhir Repelita V (Tabel 2S-7). Dalam peningkatan ini
diutamakan klinik-klinik swasta. Jumlah rumah sakit yang me-
layani KB juga akan ditingkatkan. Peningkatan ini meliputi
rumah sakit pemerintah dan swasta sehingga pada akhir Repe-
lita V semua rumah sakit sudah dapat ikut serta dalam pelayan-
an keluarga berencana.

Pelayanan keluarga berencana di luar klinik meliputi


pelayanan melalui dokter dan bidan praktek swasta, apotik, PPKBD
dan Sub PPKBD, Posyandu serta kelompok-kelompok akseptor

332
TABEL 25 - 7
PERKIRAAN JUMLAH PESERTA KB BARU, PESERTA KB AKTIF,
PERKIRAAN PREVALENSI, DAN KLINIK KB,
1989/90 - 1993/94

Peserta KB Peserta KB Perkiraan Klinik


Tahun Baru Aktif Prevalensi (buah)

(ribu) (ribu)
(%)

1989/1990 4.378 18.974 48,96 10.000

1990/1991 4.410 19.623 49,93 10.500

1991/1992 4.406 20.277 50,77 11.000

1992/1993 4.442 20.867 51,62 11.500

1993/1994 4.477 21.460 52,35 12.000

333
GRAFIK 25 - 2

22.000 -
21.000 -

20.000 -

19. 00 0 -

18.000 -

17.000 -

16.000 -

15.000 -

PERKIRAAN JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA AKTIF,


1 9 8 9 / 9 0 - 1993/94

(Ribu)

1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94

334
GRAFIK 25 - 3
PERKIRAAN TINGKAT PREVALENSI KELUARGA BERENCANA,
1989/90 - 1993/94

(Persen)

55.0

52.5

50.0

47.5

45.0

42.5

1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94


40.0

335
13.000
12.000 -

11.000 -

10.000 -

9.000 -

8.000 -

GRAFIK 25 - 4

PERKIRAAN JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA,


1989/90 - 1993/94

(Ribu)
1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94

336
serta Tim Keluarga Berencana Keliling. Pelayanan ini terutama
dilakukan melalui dokter dan bidan praktek swasta yang akan
ditingkatkan jumlahnya, sehingga pada akhir Repelita V
tersedia 15.000 pelayanan melalui dokter praktek swasta,
8.000 pelayanan melalui bidan praktek swasta dan 2.000 pelayanan
melalui apotik. Jumlah dan kualitas pelayanan
kontrasepsi melalui PPKBD/Sub-PPKBD dan kelompok-kelompok
akseptor keluarga berencana serta Tim Keluarga Berencana
Keliling juga akan terus ditingkatkan.

Aspek lain dari pelayanan kontrasepsi adalah penyediaan


alat kontrasepsi. Penyediaan alat kontrasepsi dalam jumlah
yang cukup dan pada saat yang tepat merupakan syarat utama
pembinaan keikutsertaan dalam program keluarga berencana.
Dalam Repelita V penyediaan alat kontrasepsi diarahkan kepada
alat kontrasepsi yang berkualitas baik, aman dan harganya
terjangkau sehingga dapat membangkitkan minat masyarakat
untuk memilih alat kontrasepsinya secara mandiri. Di samping
mutu, cara penyaluran juga perlu ditingkatkan sehingga lebih
berdayaguna dan berhasilguna.

Pengadaan kebutuhan alat kontrasepsi diutamakan yang


berasal dari produksi dalam negeri. Namun masih ada jenis
alat kontrasepsi tertentu yang terpaksa masih didatangkan
dari luar negeri. Untuk mengurangi ketergantungan dari luar
negeri dalam penyediaan alat kontrasepsi produksi dalam
negeri terus ditingkatkan.

Dalam rangka mempercepat proses kemandirian, khususnya


yang menyangkut pembiayaan pelayanan dan alat-alat kontra-
sepsi, maka akan diintensifkan usaha peningkatan pendapatan
keluarga peserta keluarga berencana.

337
d. Pelembagaan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan
Sejahtera.

Dalam rangka upaya melembagakan dan membudayakan Norma


Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS), program
keluarga berencana, di samping mengajak penduduk berkeluarga
berencana, juga mencakup usaha meningkatkan kesejahteraan
mereka. Usaha ini dilakukan melalui upaya keterpaduan pelak-
sanaan program keluarga berencana dengan sektor pembangunan
lainnya.

Mengingat jumlah penduduk kelompok umur muda di Indone-


sia sangat banyak maka peran serta generasi muda dan remaja
dalam keluarga berencana akan terus ditingkatkan. Kepada
mereka diberikan kegiatan-kegiatan latihan mengenai kependu-
dukan dan keluarga berencana sehingga mereka dapat menjadi
kader dan motivator keluarga berencana.

Untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak terus


ditingkatkan pelayanan terpadu. Dalam pelayanan terpadu ber-
bagai jenis pelayanan, yaitu keluarga berencana, imunisasi,
peningkatan gizi, penanggulangan diare, dan peningkatan ke-
sehatan ibu dan anak diberikan di satu atap. Di samping itu,
untuk meningkatkan kecerdasan anak dikembangkan pelaksanaan
Bina Keluarga dan Balita (BKB) yang dilaksanakan melalui pem-
berian kegiatan edukatif bagi Balita. Kegiatan BKB ini telah
mencakup sekitar 1.000 desa pada akhir Repelita IV dan akan
diupayakan untuk dikembangkan sehingga dapat meliput sekitar
40% dari seluruh jumlah desa yang ada pada akhir Repelita V.

Agar supaya penduduk dapat berperanserta dalam pem-


bangunan, terutama dalam gerakan keluarga berencana, mereka
didorong untuk melakukan usaha ekonomis produktif. Upaya ini

338
dilakukan melalui kegiatan Usaha Peningkatan Pendapatan
Keluarga Akseptor (UPPKA), yaitu dengan memberikan bantuan
modal kepada kelompok peserta Keluarga Berencana. Jumlah
kelompok yang mendapatkan bantuan modal untuk usaha ekonomis
produktif melalui UPPKA yang berjumlah sekitar 19.000 pada
awal Repelita V akan ditingkatkan menjadi 55.000 pada akhir
Repelita V dan meliput pula daerah-daerah transmigrasi.

Keterpaduan pelaksanaan program keluarga berencana juga


meliputi sektor-sektor transmigrasi, pertanian, tenaga kerja,
kesehatan, dan dunia usaha. Penggarapan program keluarga
berencana di daerah pemukiman transmigrasi telah dimulai
dalam Repelita IV di lima propinsi dan akan ditingkatkan
dalam Repelita V. Dengan usaha ini para transmigran tidak
akan menjadi beban bagi daerah penerima transmigrasi. Semen-
tara itu kepada peserta keluarga berencana juga diberikan
bantuan kelapa hibrida sehingga mereka dapat memanfaatkan
lahan pekarangan.

Dalam rangka meningkatkan kemandirian pelaksanaan pro-


gram keluarga berencana, kepada para pengusaha akan dihimbau
untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya melalui pelak-
sanaan keluarga berencana. Usaha ini sangat menguntungkan
bagi dunia usaha sendiri karena karyawannya akan menjadi
lebih produktif. Sementara itu pemberian pelayanan keluarga
berencana melalui dokter dan bidan praktek swasta serta
apotek ditingkatkan.

Dengan peningkatan kesejahteraan peserta keluarga beren-


cana tersebut secara bertahap mereka akan dapat mengambil
alih prakarsa dan tanggung jawab pelaksanaan program keluarga
berencana di lapangan dan melaksanakan program keluarga be-
rencana secara mandiri.

339
Aspek lain dari pelembagaan NKKBS adalah pembinaan pe-
ngelola program keluarga berencana baik pada tingkat atas,
menengah maupun di lapangan, atas dasar potensi dan kemampuan
yang ada. Pada tingkat desa pengelola tersebut adalah suatu
kelompok yang disebut Pembantu Pembina Keluarga Berencana
Desa (PPKBD). Jumlah PPKBD dan Sub PPKBD pada awal Repelita V
masing-masing 74.941 buah dan 216.318 buah dan akan diting-
katkan jumlahnya dalam Repelita V. Pada tingkat paling bawah
pengelolaan keluarga berencana dilakukan oleh kelompok peser-
ta keluarga berencana yang berjumlah sekitar 360.000 pada
awal Repelita V, dan akan terus ditingkatkan jumlahnya se-
hingga mencapai 996.000 buah pada akhir Repelita V. Di sam-
ping itu, kelompok akseptor ini juga akan dibina menjadi
kelompok Kader Keluarga Berencana dalam Dasa Wisma dan Panca
Wisma dengan tugas dan fungsi yang lebih dipertajam selama
Repelita V. Di samping jumlahnya kelompok tersebut secara
bertahap akan ditingkatkan kemampuannya sehingga dapat
mandiri dalam mengelola pelaksanaan keluarga berencana.

e. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan dalam Repelita V diarahkan pada


peningkatan kualitas tenaga-tenaga pengelola program keluarga
berencana. Para tenaga pengelola program diharapkan memiliki
loyalitas, disiplin, dedikasi dan profesionalisme yang tinggi
sehingga dapat mendukung terselenggaranya gerakan keluarga
berencana secara mantap. Untuk itu terus diusahakan pendidik-
an dan pelatihan yang lebih intensif guna membekali mereka
dengan pengetahuan dan keterampilan.

Tenaga pengelola program yang mendapat prioritas untuk


dididik dan dilatih selama Repelita V adalah tenaga pelayanan

340
keluarga berencana dan kader yang berada di lini lapangan,
berjumlah sekitar 559.168 orang. Di samping itu kegiatan
pengembangan tenaga pengelola program juga dilakukan dengan
melanjutkan pelaksanaan pembinaan jarak jauh (PJJ) secara
nasional.

f. Pemantauan, Pengembangan dan Jaringan Informasi

Untuk mengetahui tahap pelaksanaan program keluarga


berencana diperlukan laporan pelaksanaan berkala dan berke-
sinambungan. Sehubungan dengan itu maka upaya pencatatan dan
pelaporan akan terus dilaksanakan dan ditingkatkan. Peningkat-
an sistem pelaporan ini terutama berkaitan dengan usaha untuk
meningkatkan kecermatan dan kebenaran laporan sehingga
memerlukan uji petik dari waktu ke waktu.

Liputan gerakan keluarga berencana telah sangat luas


sehingga tingkat pencapaian pelaksanaan dan masalah yang ter-
kait sangat beragam. Keadaan ini memerlukan kegiatan peneli-
tian dan penilaian yang intensif dan efektif yang dapat
menghasilkan data dan informasi yang cepat, tepat dan dapat
dipercaya. Kegiatan penelitian juga ditujukan untuk melakukan
identifikasi masalah di lapangan, mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh dalam pelaksanaan dan dapat memberikan al-
ternatif pemecahan.

Di samping pengkajian hasil pelaksanaan gerakan keluarga


berencana yang dilakukan dengan memakai data hasil peneli-
tian, diperlukan juga pemantauan pelaksanaan program di suatu
wilayah secara makro. Upaya ini dilakukan melalui penilaian
yang melihat dan memperhatikan segi masukan, proses, ke-
luaran, efek dan dampak program serta faktor-faktor lingkung-
an.

341
Identifikasi permasalahan yang didapatkan dari peneli-
tian, pengembangan kebijaksanaan serta inovasi pelaksanaan
dan penilaian merupakan sumber informasi yang sangat penting.
Informasi ini pada akhirnya diperlukan sebagai masukan bagi
pengambil keputusan dan penyusunan kebijaksanaan untuk me-
nyempurnakan dan mengembangkan gerakan keluarga berencana
secara menyeluruh dan terpadu.

Data dan informasi yang baik, banyak, serta tersebar


tidak akan banyak manfaatnya jika tidak dirangkum dan dapat
dipakai oleh siapa saja yang memerlukan. Sehubungan dengan
hal tersebut, sistem informasi manajemen gerakan keluarga
berencana yang telah dimulai dalam Repelita IV perlu diting-
katkan dan disempurnakan dalam Repelita V. Untuk itu dilaku-
kan pendekatan melalui pengembangan bank data dan informasi,
baik di tingkat Pusat maupun di propinsi. Agar data dan
informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh semua yang membu-
tuhkan maka dalam Repelita V akan ditingkatkan penyebarluasan
data dan informasi melalui sistem jaringan informasi dan do-
kumentasi yang dilakukan melalui jaringan komputer. Semen-
tara itu, otomatisasi pengolahan data dengan bantuan komputer
diharapkan dapat menambah kecermatan, ketelitian, serta kece-
patan pengolahan dan penyajian informasi.

g. Pengelolaan Program

Perencanaan, pengelolaan dan pengawasan pada dasarnya


merupakan fungsi-fungsi manajemen yang harus berjalan lebih
berdayaguna dan berhasilguna dalam rangka mencapai tujuan dan
sasaran gerakan keluarga berencana. Dengan makin luasnya
liputan gerakan keluarga berencana, maka makin diperlukan
adanya penataan dan pengembangan perangkat manajemen. Usaha

342
usaha yang telah dirintis dalam Repelita IV diteruskan dan
dikembangkan agar supaya pada akhir Repelita V perangkat
manajemen tersebut dapat diwujudkan dan berfungsi sebagai
yang diharapkan.

Untuk menjamin keberhasilan program pengelolaan pelaksa-


naannya diikuti dengan kegiatan pengawasan yang terus mene-
rus. Tujuan pengawasan gerakan keluarga berencana adalah agar
seluruh kegiatan keluarga berencana berlangsung secara ber-
lanjut dan dinamis. Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha me-
lembagakan pengawasan melekat yang mendorong usaha-usaha
promotif atas keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan dan
mencapai hasil.

343
TABEL 25 - 8
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KELIMA,
1989/90 - 1993/94
(dalam milyar rupiah)

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

1989/90 1989/90-1993/94
No. Kode SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM (Anggaran (Anggaran
Pembangunan) Pembangunan)

10 SEKTOR KESEHATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL, PERANAN


WANITA, KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA
BERENCANA 434,1 4.088,3

10.3 Sub Sektor Kependudukan dan Keluarga Berencana 159,3 1.131,0

10.3.01 Program Keluarga Berencana 149,1 1.058,6

344

Anda mungkin juga menyukai