Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan,
bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi. Dengan kekuasaannya yang besar, dia mampu melakukan apa pun. Perintah Soeharto bagaikan perintah dewa yang harus dituruti. Selama masa pemerintahan Orde Baru dengan kebijakan-kebijakan
Yang diberlakukannya dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-
Besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar meski tidak merata
Di Indonesia. Contohnya, dengan pertumbuhan ekonomi yang besar ini
Ditandai dengan jumlah orang yang kelaparan banyak berkurang pada tahun
1970-an dan 1980-an. Segala sumber daya alam yang ada di Indonesia benar-
Benar dimanfaatkan bahkan terkesan dikeruk habis-habisan yang dipromotori
Serta dikuasai oleh keluarga Cendana keuntungannya.
Pada bulan Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, surplus perdagangan lebih dari US$900 juta, cadangan devisa yang besar, lebih dari US$20 miliar, dan perbankan yang baik. Tapi banyak perusahaan di Indonesia yang meminjam dalam bentuk dolar AS. Pada tahun berikutnya, ketika rupiah menguat terhadap dolar, kebijakan ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut—level efektivitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat. Pada bulan Juli 1997, Thailand mengambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran mengambang teratur ditukar dengan pertukaran mengambang-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tetapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi “junk bond”. Meskipun krisis rupiah dimulai pada bulan Juli dan Agustus 1997, krisis ini menguat pada bulan November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah. Akibatnya, banyak rakyat yang bereaksi dengan menukarkan rupiah dengan dolar AS, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi. Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Indonesia. Pada bulan Februari 1998, Presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia, Sudrajad Djiwandono. Akhirnya, Presiden Soeharto dipaksa untuk mundur pada tanggal 21 Mei 1998 dan B. J. Habibie diangkat menjadi presiden. Mulai dari sini krisis moneter Indonesia memuncak.