Dampak krisis moneter menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap mata
uang greenback atau dolar Amerika Serikat (AS), ke level Rp 16.000 per dolar AS.
Krisis moneter mengakibatkan nilai mata uang rupiah melemah pada 1998. Selain itu, krisis moneter
juga berdampak pada berbagai bidang kehidupan. Berikut dampak krisis moneter pada Indonesia:
Turunnya nilai tukar mata uang rupiah, mengakibatkan harga bahan pokok naik. Kenaikan bahan
pokok membuat masyarakat kehilangan daya beli. Beberapa barang sulit ditemukan hingga harganya
melambung tinggi. Kenaikan harga ini membuat protes masyarakat terjadi di mana saja.
Krisis moneter mengakibatkan perusahaan tidak mampu membayar dan memakai bahan baku
impor. Beberapa perusahaan tidak mampu membayar utang. Akhirnya mereka membutuhkan mata
uang dolar Amerika Serikat untuk membeli bahan baku karena rupiah menurun.
Hal ini berdampak pada pengurangan pekerja di perusahaan. Akhirnya berdampak pada kemiskinan
dan pengangguran tinggi. Naiknya kebutuhan bahan pokok membuat kebutuhan biaya hidup
semakin tinggi.
Mengutip dari Gramedia.com, bank di Indonesia mengalami kredit macet karena turunnya nilai tukar
rupiah. Kredit ini berdampak pada kegagalan bisnis dan utang. Pemerintah memutuskan untuk
menyelamatkan perekonomian dengan cara menggabungkan beberapa bank. Pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Tujuan pembentukan ini untuk
mengawasi bank yang bermasalah.
Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan undur diri menjadi presiden. Setelah
pengumuman tersebut, jabatan presiden digantikan oleh B.J. Habibie.
Krisis moneter membuat investor asing kehilangan kepercayaan. Investor asing ini dapat
menanamkan modal di perusahaan dalam negeri, apabila nilai tukar rupiah sesuai dengan harga
pasar. Tetapi, menurunnya nilai mata uang mengakibatkan investor tidak lagi percaya.
Mengakibatkan beberapa perusahaan gulung tikar.
Order baru dan krisis moneter mengakibatkan kerusuhan warga, mahasiswa, dan aparat. Aksi protes
mengakibatkan pertumpahan darah hingga menewaskan beberapa mahasiswa.
Sistem devisa yang bebas tanpa pengawasan memadai. Ketika itu Indonesia menganut devisa bebas,
sehingga nilai rupiah konvertibel.
Masyarakat bebas membuka rekening valas untuk luar negeri dan dalam negeri.
Nilai mata uang rupiah relatif melemah terhadap dolar AS, dan membuat nilainya terlalu tinggi.
Sistem bank di Indonesia saat itu lemah, sehingga berdampak pada meningkatnya utang luar negeri
Situasi politik yang memanas pada 1998, turut berdampak pada kondisi ekonomi.