Anda di halaman 1dari 16

MEKANISME PENYELESAIAN PELANGGARAN BERAT HAM MASA LALU PADA

PERISTIWA MEI 1998 DI INDONESIA

Disusun oleh :

KELOMPOK 3 :

1. BAIQ NISVA AZTY NUZULA (D1A020549)


2. FERRY CHANDRA KUSUMA (D1A020184)
3. KARLIANI (D1A020256)

ILMU HUKUM

FSKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kita tentunya pernah mendengar tentang kerusuhan mei 1998 bahkan mungkin ada yang
merupakan saksi mata peristiwa kerusuhan tersebut. Rentetan peristiwa yang menyeramkan dan
menyedihkan terus bergulir pada mei 1998. Kerusuhan mei 1998 merupakan peristiwa yang
teramat menyakitkan bagi etnis Tionghoa Indonesia yang terjadi pada 13-15 Mei 1998.

Kita tentunya perlu mengetahui apasih pelanggaram itu? Berikut Menurut UU RI No. 26 Tahun
2000 tentang pengadilan HAM, telah dijelaskan mengenai pengertian pelanggaran HAM, yang
berbunyi: "Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin
oleh UU ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian
hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku."

Pelanggaran HAM menurut Pasal 1 angka 6,UU no. 39 Tahun 1999, yaitu “setiap tindakan yang


disengaja atau tidak disengaja atau lalai oleh seseorang atau sekelompok orang, termasuk
pegawai negeri, yang mengurangi, menghalangi, membatasi dan merampas hak seseorang yang
dijamin oleh undang-undang, atau sekelompok orang yang diterima atau tidak terpengaruh tidak
memiliki hak untuk bertobat secara adil dan adil berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Berbagai bentuk penindasan ditujukan kepada mereka baik itu penjarahan, penghancuran toko
dan rumah, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, pelecehan dan masih banyak pelanggaran
HAM lainnya. Bahkan terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang di perkosa secara
beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian di bunuh. Amuk massa ini membuat para
pemilik toko di wilayah tersebut ketakutan dan menulis muka toko mereka dengan tulisan milik
pribumiatau pro-reformasi. Akibatnya, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa
meninggalkan Indonesia. Kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa tersebut berpusat di ibukota
Jakarta, Medan, Surakarta dan beberapa daerah lainnya.

Kerusuhan ini di latar belakangi oleh keruntuhan ekonomi akibat dari krisis finansial Asia 1997,
adanya kritik terhadap pemerintah Orde Baru yang saat itu di pimpin oleh presiden Soeharto dan
dipicu oleh tragedi Trisakti dimana empat mahasiswa Universitas Trisakti di tembak dan
terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Peristiwa tersebut hingga sampai saat ini masih
dikenang.

Beberapa jenderal yang tidak memiliki hubungan dengan prekonomian, memprovokasi


masyarakat dengan mengatakan bahwa etnis-Tionghoa lah penyebab krisis moneter ini. Hal itu
dikarenakan, orang Tionghoa lah yang melarikan uang rakyat ke luar negeri, sengaja menimbun
sembako sehingga rakyat Indonesia sengsara dan, kelaparan.

RUMUSAN MASALAH

1. Faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya kerusuhan Mei 1998 di berbagai tempat ?
2. Apa saja bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada peristiwa kerusuhan Mei 1998 ?
3. Bagaimana mekanisme yang tepat dalam penyelesaian pelanggaran berat HAM yang
terjadi ?

LANDASAN TEORI
BAB II

PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERISTIWA

1. krisis moneter/krisis finansial Asia 1997-1998


Krisis adalah peristiwa saat ini (atau diantisipasi) yang mengarah pada situasi yang tidak
stabil dan berbahaya yang memengaruhi individu, kelompok, komunitas, atau seluruh
masyarakat. Krisis dianggap menyebabkan perubahan negatif dalam masalah keamanan,
sosial atau lingkungan ketika krisis terjadi secara tiba-tiba dengan sedikit atau tanpa
peringatan. Krisis juga merupakan istilah yang berarti masa pencobaan atau peristiwa
darurat.
Krisis merupakan suatu masa sulit yang dialami oleh manusia di suatu keluarga, kelompok
masyarakat, bahkan negara. Keadaan ini membuat semua orang sulit untuk melakukan
kebebasan karena memikirkan hal-hal lain yang lebih penting. Contoh kecil dari krisis adalah
krisis keuangan, atau bisa dibilang sebuah keluarga yang sedang mengalami penurunan
pendapatan. Tentu hal tersebut membuat keadaan keluarga tersebut menjadi susah.
Dalam hal ini, krisis yang akan dibahas adalah mengenai krisis yang terjadi di Indonesia pada
tahun 1998, yaitu krisis moneter. Krisis moneter mungkin jika di analogikan mirip seperti
krisis keuangan, namun dalam jangkauan yang luas, yaitu keuangan negara.
Penyebab Krisis Moneter :
a. Sistem devisa yang bebas tanpa pengawasan memadai. Ketika itu Indonesia menganut
devisa bebas, sehingga nilai rupiah konvertibel.
b. Masyarakat bebas membuka rekening valas untuk luar negeri dan dalam negeri.
c. Perusahaan tidak dapat membayar utang jatuh tempo beserta bunganya.
d. Nilai mata uang rupiah relatif melemah terhadap dolar AS, dan membuat nilainya terlalu
tinggi.
e. Sistem bank di Indonesia saat itu lemah, sehingga berdampak pada meningkatnya utang
luar negeri Situasi politik yang memanas pada 1998, turut berdampak pada kondisi
ekonomi.
Dampak Krisis Moneter
Krisis moneter mengakibatkan nilai mata uang rupiah melemah pada 1998. Selain itu, krisis
moneter juga berdampak pada berbagai bidang kehidupan. Berikut dampak krisis moneter
pada Indonesia:
a. Harga Bahan Pokok Naik Turunnya nilai tukar mata uang rupiah, mengakibatkan harga
bahan pokok naik. Kenaikan bahan pokok membuat masyarakat kehilangan daya beli.
Beberapa barang sulit ditemukan hingga harganya melambung tinggi. Kenaikan harga ini
membuat protes masyarakat terjadi di mana saja.
b. Banyak Perusahaan Bangkrut Krisis moneter mengakibatkan perusahaan tidak mampu
membayar dan memakai bahan baku impor. Beberapa perusahaan tidak mampu
membayar utang. Akhirnya mereka membutuhkan mata uang dolar Amerika Serikat
untuk membeli bahan baku karena rupiah menurun. Hal ini berdampak pada pengurangan
pekerja di perusahaan. Akhirnya berdampak pada kemiskinan dan pengangguran tinggi.
Naiknya kebutuhan bahan pokok membuat kebutuhan biaya hidup semakin tinggi.
c. Bank di Indonesia Mengalami Kredit Macet Mengutip dari Gramedia.com, bank di
Indonesia mengalami kredit macet karena turunnya nilai tukar rupiah. Kredit ini
berdampak pada kegagalan bisnis dan utang. Pemerintah memutuskan untuk
menyelamatkan perekonomian dengan cara menggabungkan beberapa bank. Pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Tujuan pembentukan ini
untuk mengawasi bank yang bermasalah.
d. Terjadi Demo Besar-besaran Tahun 1998, mahasiswa di seluruh Indonesia menggelar
protes hingga terjadi bentrokan. Aksi protes ini terjadi di pertengahan 1998 sampai akhir
tahun. Aksi demonstrasi tersebut menuntut Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri
sebagai presiden. Sehingga pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan undur
diri menjadi presiden. Setelah pengumuman tersebut, jabatan presiden digantikan oleh
B.J. Habibie.
e. Hilangnya Kepercayaan Negara Asing. Krisis moneter membuat investor asing
kehilangan kepercayaan. Investor asing ini dapat menanamkan modal di perusahaan
dalam negeri, apabila nilai tukar rupiah sesuai dengan harga pasar. Tetapi, menurunnya
nilai mata uang mengakibatkan investor tidak lagi percaya. Mengakibatkan beberapa
perusahaan gulung tikar.

2. Peristiwa trisakti
12 Mei 1998 merupakan aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai elemen
mahasiswa, termasuk Mahasiswa Universitas Trisakti. Demonstrasi dipicu mulai
goyahnya ekonomi Indonesia sejak awal 1998 akibat pengaruh krisis finansial Asia sejak
1997 dan menuntut Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden RI.

Kepanikan masyarakat pun kian bertambah saat terjadi kenaikan harga bahan makanan.
Goyahnya perekonomian di Indonesia pada saat itu menimbulkan aksi protes dari
masyarakat, terutama para mahasiswa.Tanggal 12 Mei 1998 para mahasiswa melakukan
aksi damai dalam kampus. Setelah itu, mahasiswa mulai turun ke Jalan S Parman dan
hendak berangkat ke gedung MPR atau DPR. Melihat segerombolan mahasiswa di depan
kantor tersebut membuat aparat polisi menghadang laju mereka. Setelah itu, terjadi
perundingan antara pihak polisi dengan para mahasiswa. Kesepakatan yang dicapai ialah
para mahasiswa tidak melanjutkan aksi unjuk rasa mereka ke MPR atau DPR.

Saat para mahasiswa sedang membubarkan diri, tiba-tiba terdengar suara tembakan dari
arah belakang barisan mahasiswa, para mahasiswa pun dengan panik segera berlari
mencari perlindungan dengan masuk ke dalam gedung-gedung kampus. Sekitar pukul
17.15, situasi di kampus sangatlah mencekam. Beberapa korban jiwa juga berjatuhan,
salah satunya adalah empat mahasiswa Trisakti yang tewas karena tertembak. Keempat
mahasiswa Trisakti tersebut adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto,
dan Hendiawan Sie.

3. Kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa


Pada rentang 13-15 Mei,1998 Indonesia bergejolak akibat kerusuhan rasial terhadap etnis
Tionghoa di sejumlah kota, antara lain Jakarta, Medan, Palembang, Solo, Surabaya serta
beberapa kota lainnya. Koordinator Investigasi dan Pendataan Tim Relawan, Sri Palupi
pernah menganalisis peristiwa rusuh tersebut dan mendapat kesimpulan bahwa
Kerusuhan Mei 1998 disebabkan oleh sentimen anti-Tionghoa yang telah lama
berlangsung yang kemudian dimanfaatkan untuk memicu kericuhan akibat krisis
moneter. Saat itu beredar tuduhan bahwa etnis Tionghoa penyebab krisis moneter,
provokasi tersebut disebarkan oleh beberapa jenderal yang tidak memiliki hubungan
dengan perekonomian. Tuduhan tersebut didasarkan pada informasi palsu bahwa etnis
Tionghoa melarikan uang rakyat ke luar negeri dan sengaja menimbun sembako sehingga
rakyat Indonesia kelaparan dan sengsara. Apalagi jika dilihat secara materi,
perekonomian etnis Tionghoa yang stabil dan strategis, serta dinilai lebih sukses, hal
tersebut semakin memperkuat kebencian masyarakat pribumi terhadap keberadaan etnis
Tionghoa tersebut.

PELANGGARAN HAM YANG TERJADI PADA PERISTIWA KERUSUHAN MEI 1998

Banyak sekali dugaan pelanggaran HAM yang terjadi pada peristiwa tersebut. Seperti, pelecehan
seksual, pemerkosaan, penindasan bahkan pembunuhan terhadap masyarkat Indonesia keturunan
Tionghoa.

Pemerkosaan secara biadab terhadap wanita Tionghoa oleh pelaku rusuh Mei 1998 dilakukan
dengan cara gang rape, dimana korban diperkosa ramai-ramai secara bergantian dalam waktu
bersamaan. selain dilakukan di rumah korban, pemerkosaan juga dilakukan di tempat-tempat
umum, tidak peduli bahkan di depan orang lain.

Para perusuh tidak pandang bulu terhadap korban, mereka menyekap wanita Tionghoa yang
mereka temukan baik di jalan dan di rumah, hingga di transportasi seperti taksi, angkot, maupun
bus. Selain diperkosa, wanita Tionghoa yang mereka tangkap kemudian disiksa, dilecehkan,
dianiaya, bahkan dibunuh.

Kejadian tersebut menyisakan bekas trauma psikis yang amat berat bagi korban yang masih
hidup, beberapa di antaranya bahkan memiliki mengakhiri hidup karena tidak sanggup
menanggung beban trauma, ada yang menjadi gila, diusir oleh keluarga, serta menghilangkan
diri keluar negeri dengan mengganti identitas.
Salah satu korban pemerkosaan, Ita Martadinata Haryono yang telah bergabung sebagai anggota
Tim Relawan bahkan dibunuh secara keji pada 9 Oktober 1998. Ita tewas di rumahnya sesaat
sebelum kepergiannya ke Amerika Serikat sebagai saksi Pembela HAM Internasional terkait
kasus Kerusuhan Mei 1998 tersebut. Total korban tewas dalam kerusuhan Mei 1998 adalah
sekitar 1.188 orang, dan setidaknya 85 wanita dilaporkan mengalami pelecehan seksual.

MEKANISME YANG TEPAT DALAM PENYELESAIN PELANGGARAN HAM


BERAT YANG TERJADI PADA KERUSUHAN MEI 1998

Disisi lain proses penyelesaian melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tercantum dalam
Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang mengamanatkan bahwa :
pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum berlakunya undang-undang ini tidak menutup
kemungkinan penyelesaian dilakukan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Kemudian,
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan
undangundang. Mekanisme ini tercantum dalam pasal 47 Undang-undang No 26 Tahun 2000,
dan untuk menindak lanjuti ketentuan pasal 47 pada tanggal 6 Oktober 2004 pemerintah
mengesahkan Undang-undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Mekanisme yang tepat untuk diterapkan di Indonesia yaitu dengan membentuk Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi di Indonesia. Disatu sisi konsep komisi tersebut terakomodasi dalam
konsep keadilan transisi, sedangkan disisi lain konsep keadilan transisi merupakan salah satu
kewajiban negara. Sehingga, keadilan transisi dan pertanggungjawaban negara merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut dikarenakan ketika pertanggungjawaban
individu melalui suatu badan pengadilan yang memberikan pembebanan kepada pelaku untuk
memberikan restitusi tidak terlaksana maka negara selaku pemegang otoritas harus ambil andil
dengan cara-cara memulihkan hak-hak korban untuk mendapatkan biaya perbaikan serupa
kompenisasi dari negara. Upaya penyelesaian melalui pengadilan HAM sudah dilakukan namun
seperti dikemukakan di atas bahwa putusan tersebut masih jauh dari rasa keadilan. Sehingga
penulis beranggapan bahwa dalam proses penyelesaian perlu dibentuk suatu komisi yang
mengakomodir konsep Keadilan Transisi. Keadilan Transisi yang dalam penerapannya terfokus
pada empat mekanisme; pertama melalui pengadilan, kedua melalui Badan-Badan Pencari Fakta,
ketiga Reparasi atau Pemulihan, dan keempat Reformasi Keadilan yang mencakupi reformasi
hukum. Namun tak dapat dipungkiri disisi lain Keadilan Transisi selalu dianggap merupakan
bias dari sistem impunitas karena selalu beririsan dengan subjek-subjek lain seperti amnesty,
rekonsiliasi, dan pengawetan memori, dan juga demokratisasi, dan upaya perdamaian. Dalam
analisis yang ingin kami deskripsikan untuk mencapai suatu tesis bahwa keadilan transisi
merupakan bentuk untuk membuat konsep Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Maka dalam
melakukan analisis, kami mendasarkan pada karakter yang melekat dalam keadilan transisi.

RESPON DARI BERBAGAI NEGARA ATAS PERISTIWA MEI 1998

Atas kejadian tersebut pemerintahan Indonesia mendapat kecaman keras dari berbagai negara
seperti Singapura, Taiwan, Malaysia, Thailand dan Amerika Serikat yang dianggap gagal dalam
melindungi warga negaranya, berikut sikap apatis yang ditunjukkan pemerintahan Indonesia
yang tidak tanggap mengatasi kerusuhan tragis ini yang berlangsung lebih dari sehari. Oleh
karena itulah, negara-negara tersebut mengambil langkah diantaranya:

1. Singapura
Membuka Bandara Internasional Changi selama 1 x 24 jam dan siap menerima kedatangan
korban kerusuhan.
2. Taiwan
Menyampaikan protes kepada pemerintah Indonesia serta mengirimkan pesawat untuk
membawa para Korban kerusuhan.
3. Malaysia
Sekretasi Partai Aksi Malaysia, Lin Juxiang, meminta Komite HAM PBB untuk menyelidiki
peristiwa pemerkosaan bergilir yang terjadi pada wanita etnis Tionghoa Indonesia dan kasus
pembunuhan yang terjadi, serta menyerahkan hasil penyelidikan Internasional untuk diadili.
Selain itu, Malaysia menggelar aksi demonstrasi guna mendukung penuh korban kerusuhan.
4. Amerika Serikat
Melaporkan tindak kekerasan pada kerusuhan mei 1998 dan menyampaikan kecaman keras
atas kejadian tersebut. Selain itu, Amerika juga memaksa pemerintah Indonesia
menghentikan kerusuhan in dan juga mengirimkan sejumlah kapal perangnya di Indonesia
untuk mengangkut korban kerusuhan.

AKHIR KERUSUHAN 1998


Kerusuhan mei 1998 ini menghasilkan pengunduran diri Presiden Soeharto yang dipaksa mundur
pada 21 Mei 1998 dan dilanjutkan dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan di
bawah pimpinan Presiden B.J.Habibie

Pada akhirnya, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF ) yang dibentuk oleh Presiden B.J. Habibie,
tidak berhasil mengusut tuntas oknum-oknum yang terlibat kerusuhan mei 1998 ini dan terkesan
ditutupi dari publik. Kerusuhan mei 1998 berakhir begitu saja tanpa ada pengambilan tindakan
lebih lanjut dan hanya menjadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia.

BAB III

ANALISIS

pada Tahun 1998 telah terjadi tiga peristiwa, diketahui peristiwa tersebut adalah kerusuhan Mei,
penembakan mahasiswa trisakti dan kasus semanggi I. Namun demikian, pembentukan tim untuk
menyelediki peristiwa tersebut di bagi menjadi dua tim. Untuk kerusuhan Mei 13-15 Mei
dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Kerusuhan Mei 1998 berdasarkan keputusan
menteri pertahanan keamanan dan/atau panglima ABRI, Mentri Kehakiman, Mentri Dalam
Negri, Mentri Luar Negri, Mentri Negara Urusan Wanita dan Jaksa Agung, pada tanggal 23 Juli
1998 dengan tujuan untuk menemukan dan mengungkap fakta dan latar belakang terjadinya
peristiwa 13-15 Mei 1998. Setelah menjalankan tugasnya, TGPF mengumumkan hasil berupa
laporan akhir yang pada intinya pada kerusuhan tersebut mempunyai indikasi adanya
pelanggaran HAM yang berat (gross violation of human rights). Khusus kejahatan terhadap
kemanusiaan (crimes againts humanity). Sedangkan, peristiwa Trisakti, Semanggi I-II dijadikan
satu paket untuk diselidiki. Atas peristiwa Trisakti, Semanggi I-II, segera direspon oleh rezim
transisi (B.J Habibie) dengan digelar pengadilan militer, DPR juga membuat Pansus untuk tiga
peristiwa. Namun usaha-usaha penegakan hukum ini, menimbulkan kekecewaan besar dari
kalangan masyarakat terutama korban. Menaggapi hal tersebut, Komnas HAM melakukan
penyelidikan lebih lanjut. Untuk itu, pada 27 Agustus 2001 dengan surat keputusan ketua
Komnas HAM No. 034/Komnas HAM/VII/2001 dibentuk KPP HAM, masa kerjanya 90 hari
dengan surat keputusan Komnas HAM No 034/Komnas HAM /XI/2001 tanggal 27 November
2001 dan diperpanjang kembali selama 1 bulan pada 27 Febuari 2002. Masa kerja KPP
berlangsung dari 27 Febuari 2001 hingga 27 Maret 2002.

Sejatinya dalam Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM telah mengamanatkan
pada pasal 47 bahwa :

1) pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diberlakukan undang-undang ini tidak menutup
kemunkinan diselesaikan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
2) Komisi Kebenaran yang dimaksud dalam ayat 1 harus dibentuk dengan undang-undang.

Mandat dari pasal tersebut jelas menegaskan bahwa dalam penyelesaian pelanggaran HAM memiliki
dua pola yang pertama melalui pengadilan HAM adhoc kemudian kedua melalui Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi. Oleh sebab itu, jika pengadilan HAM gagal dalam mengadili para pelaku, maka
sudah sepantasnya Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi segera dibentuk. Asumsi tersebut karena
berdasarkan hasil analisis diatas mekanisme pengadilan atau yudisial yang telah gagal memenuhi
dan memberikan rasa keadilan terhadap korban.

Menurut Zainal Abidin yang mengungkapkan bahwa Pengadilan HAM itu bertujuan untuk mengadili
para pelaku, memeriksa dugaan pelanggaran berat HAM kemudian memberikan putusan terkait
dengan pemulihan kepada korban dengan cara memberikan restitusi, kompenisasi dan rehabilitasi.
Kemudian, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, fakta-
fakta yang lebih luas dengan apa yang terjadi ini merupakan suatu yang berbeda namun tidak perlu
dipertentangkan, hasil dari komisi kebenaran itu adalah suatu laporan tentang pengakuan fakta
yang terjadi dimasa lalu termasuk dengan siapa pelaku, korbannya, tindakan yang dilakukan dan
dampaknya seperti apa. Hasil dari pengakuan itulah memberikan jalan kepada pemerintah untuk
melakukan tindakantindakan yang memungkinkan termasuk apakah pelakunya diadili dengan
membawa para pelaku ke pengadilan atau bagaimana korban dipulihkan hak-haknya dan bagaimana
agar peristiwa itu tidak terulang lagi. Hal tersebut menjadi alasan mengapa Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi perlu dibentuk karena sebagai bagian dari salah satu alternative untuk mengatasi
pelanggaran HAM masa lalu, dan pengalaman diberbagai negara mendapat pengakuan bahwa
Komisi Kebenaran secara relative telah meraih sukses dibeberapa negara lainnya. Namun disatu sisi,
Komisi kebenaran memiliki kelemahan karena tidak bisa dan tidak boleh menggantikan fungsi
pengadilan, karena mereka bukan badan peradilan, mereka bukan persidangan hukum, dan mereka
tidak memiliki kekuasaan untuk mengirim seseorang ke penjara atau memfonis bersalah seseorang
karena suatu kejahatan tertentu.

Gejolak yang terjadi dan desakan disertai kecaman terhadap sikap pemerintah Indonesia,
mendasari terbentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh presiden
B.J.Habibie guna mengusut kasus kerusuhan 13-15 Mei 1998.

Berdasarkan hasil penyelidikan TPGF, ditemukan ada 85 perempuan yang menjadi korban
kekerasan seksual dengan rincian 52 korban pemerkosaan, 14 korban penganiayaan, 10 korban
penganiayaan seksual, dan 9 korban pelecehan seksual. Meskipun, tim sudah dibentuk tetapi
oknum-oknum yang mendalangi kerusuhan mei 1998 masih belum terungkap dan kasus ini
terkesan ditutupi

Berbagai pengaduan dan pelaporan dari Tim Relawan terkait kasus pemerkosaan massal
terhadap wanita etnis Tionghoa yang ditujukan ke pemerintahan Indonesia, sempat diragukan
dan dibantah pemerintah dengan menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak terdapat pada
kasus-kasus pemerkosaan tersebut. Hal itu tentu saja memicu bantahan dan kecaman dari
berbagai pihak.

Meskipun pada akhirnya, kasus pemerkosaan itu telah terbukti, tetap saja kasus ini masih tidak
mendapat titik terang, dan pemerintah dianggap tidak serius menanggapi kasus ini dengan tidak
mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap bertanggung jawab atas
kerusuhan ini yang mungkin masih hidup sampai sekarang.

Beberapa pihak berpendapat kerusuhan ini sudah direncanakan oleh beberapa petinggi
pemerintahan dan beberapa lagi berpendapat lain bahwa kerusuhan ini diprovokasi oleh pihak-
pihak tertentu. Etnis-Tonghoa Indonesia pun menganggap kejadian ini adalah bentuk kejahatan
genosida (pembasmian dan pemusnahan) terhadap etnis Tionghoa.
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

Agar masalah ini dapat cepat diselesaikan, diperlukan partisipasi masyarakat untuk ikut turut
serta dalam proses penuntasan kasus ini. Namun, sampai sekarang yang masih berjuang hanyalah
para keluarga korban dan beberapa aktivis mahasiswa yang masih peduli dengan masalah ini.
Seharusnya masyarakat dan mahasiswa tidak tinggal diam karena pengusutan kasus ini yang
belum sepenuhnya selesai. Walaupun sulit untuk menuntaskan kasus tersebut secara sepenuhnya,
tetapi jika masyarakat dan mahasiswa ingin bekerjasama dengan pihak terkait seharusnya
masalah bisa diselesaikan, dengan catatan stakeholder yang bersangkutan harus jujur dalam
memberikan informasi. Di luar itu semua, ada hal lain yang sebenarnya bisa diambil oleh
masyarakat dan mahasiswa dalam peristiwa tersebut, yaitu semangat melawan pemerintahan
yang tidak adil dan tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Walaupun bisa dibilang bahwa
Indonesia dari tahun ke tahun terus membaik dan berkembang dari segi pembangunan, tetapi
tetap banyak masalah yang sebenarnya bisa terlihat jika kita berbicara dari tentang pemerintahan.

Beberapa contoh masalah-masalah pemerintahan yang ada, yaitu korupsi, perebutan kekuasaan
untuk kepentingan golongan, berbagai praktik kecurangan dalam menapai kekuasaan, dan
masalah lainnya.

Dari masalah-masalah tersebut, seharusnya masyarakat dan mahasiswa banyak mengambil peran
dalam pengarahan dan evaluasi kepemimpinan. Untuk peran mahasiswa tak dapat dipungkiri
akan semakin besar karena di pundak mereka ada sebuah beban tanggung jawab dimana para
mahasiswa dituntut harus membentuk pemimpin-pemimpin yang cakap untuk mengelola
Indonesia yang lebih baik di masa depan. Agar peristiwa ini tak kembali terulang, Hak
kebebasan berpendapat setiap warga negara benar-benar harus ditegakan.

Kami berharap Presiden Jokowi berani membuka kebenaran dan menuntaskan proses hukum
atas kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lampau. Penundaan atas proses hukum
dalam Tragedi Trisakti dan Tragedi Mei yang berlarut-larut adalah bentuk dari pengabaian hak
atas keadilan yang melekat pada korban sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang tentang
Hak Asasi Manusia dan instrumen HAM internasional yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Kumalasari, R. (2018). Kebijakan Pidana Mati Dalam Perspektif HAM. Jurnal Untidar, 2(1).

Asgart, S. M. (2003). Politisasi Sara: Dari Masa Orba Ke Masa Transisi Demokrasi. Jakarta: isai.

Afiyah, M. S. (2021). REFORMASI EKONOMI HABIBIE 1998-1999: SEBUAH KEBIJAKAN ATASI KRISIS
EKONOMI ORDE BARU. Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya, 15(2), 249-
262.

Nadia, N. (2019). Mobilisasi Sumberdaya dalam Aksi Kamisan (Bachelor's thesis, FISIP UIN Jakarta).

Jubaedah, S. (2019). Gerakan Mahasiswa (Kajian Tentang Peranan Mahasiswa Universitas Trisakti Pada
Mei 1998 Dalam Proses Pergantian Kekuasaan Orde Baru). Criksetra: Jurnal Pendidikan Sejarah, 8(2),
18-40.

Hutahaean, J. (2014). Dampak Kerusuhan Mei 1998 Terhadap Pengu-Saha Etnis Tionghoa Di
Petukangan Jakarta Tahun 1998-2003. Journal of Indonesian History, 3(1).

KHADAFI, M. (2021). TINJAUAN KRIMINOLOGI PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG


DIDUGA DILAKUKAN OLEH OKNUM KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYELIDIKAN (Doctoral
dissertation).

https://perpustakaan.komnasperempuan.go.id/web/index.php?
p=show_detail&id=3576#:~:text=Kerusuhan%20ini%20diawali%20oleh%20krisis,Soeharto
%2C%20serta%20pelantikan%20B20%20Habibie

https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2016/5/12/100/18-tahun-tragedi-trisakti-
dankerusuhan-mei.html

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200511230413-20-502279/12-mei-1998-krisis-
ekonomi-politik-hingga-kejatuhan-rezim

https://app.cnnindonesia.com/https://katadata.co.id/intan/berita/620b718b6068c/penyebab-dan-
dampak-krisis-moneter-masa-reformasi-1998

Anda mungkin juga menyukai