Anda di halaman 1dari 2

Chyntia Novalita Anwar

191110046
V Pasmod MK A KRY S1
Manajemen Risiko Bisnis

Kasus Risiko Kekuasaan dengan Risiko Kredit

Moral Hazard, Penyebab Krisis Ekonomi 1998 dan Krisis Ekonomi Global 2008
Beberapa pendapat ekonom mengatakan bahwa salah satu diantara penyebab krisis ekonomi di
berbagai negara adalah karena adanya tindakan moral hazard dari pemilik perbankan maupun
pemilik kapital. Krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998 dan krisis ekonomi global tahun 2008 salah
satu penyebabnya adalah karena tindakan moral hazard. Berbeda dengan krisis 1998,krisis ekonomi
global tahun 2008 bersumber dari kredit macet perumahan di Amerika Serikat. Pada tahun 2008,
krisis ekonomi global tersebut terjadi yang ditandai dengan beberapa indikator penting yaitu adanya
penurunan ekonomi di seluruh dunia. Indikator tersebut terkait tingginya harga minyak dunia, yang
menyebabkan krisis pangan dunia dan inflasi di berbagai negara terutama karena adanya kenaikan
bahan pangan. Karena ketergantungan produksi makanan terhadap minyak, dan juga penggunaan
bahan makanan sebagai alternatif minyak bumi, sehingga menimbulkan inflasi tinggi. Demikian juga
terjadi krisis kredit macet yang menyebabkan bangkrutnya beberapa bank besar serta lembaga
keuangan non bank, yang kemudian meningkatnya pengangguran dan menciptakan resesi global.
Bila diamati krisis 2008 ini ada kemiripan dengan krisis yang terjadi di Indonesia dan beberapa
negara Asia pada tahun 1997/1998. Krisis saat itu lebih banyak disebabkan oleh kegagalan
pembayaran rutin utang-utang luar negeri. Krisis ekonomi ini menambah panjang penderitaan rakyat
Indonesia. Para konglomerat saat itu beramai-ramai menggunakan bank miliknya sebagai
pengumpul dana masyarakat. Setelah terkumpul uang tersebut digunakan sebagai kredit untuk
membesarkan perusahaan mereka yang lain. Ketika akhirnya kredit tersebut macet maka
pemerintah kita pun akhirnya yang membeli semua aset macet perusahaan para konglomerat itu.
Hal ini juga sama dengan keadaan di Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia saat itu juga
berargumen, bila kondisi semacam ini tidak diselamatkan maka sistem keuangan kita akan kolaps
dan ekonomi akan hancur. Pada akhirnya, pemerintah kita merugi karena melakukan pembelian aset
macet dengan harga sangat tinggi namun menjualnya dengan harga dibawah harga pasar.
Krisis keuangan global 2008 dimulai dari Amerika. Berbeda dari krisis keuangan 1998 yang
berdampak lokal, krisis 2008 meluas ke hampir seluruh belahan dunia. Bursa saham berjatuhan.
Perusahaan-perusahaan keuangan multinasional bangkrut. Banyak perusahaan di Amerika Serikat
melakukan pengurangan pekerja. Efeknya yang luar biasa antara lain menyebabkan pasar modal
dunia di Bursa Efek negara dunia turun drastis dan bahkan Bursa Effek Indonesia sempat menutup
kegiatan bursa yang ada demi menyelamatkan pasar dari ulah spekulan saham ataupun tindakan
moral hazard lainnnya. Saat itu, informasi dari Dow Jones Wilshire 5000, bursa saham Amerika
Serikat telah kehilangan nilai saham sebesar $2,4 triliun hanya dalam satu pekan terakhir dengan
total $8,4 triliun sepanjang tahun 2008. Untuk itu, pemerintah Amerika Serikat juga telah melakukan
sejumlah usaha penyelamatan keuangan dalam negeri demi menyelamatkan keuangan dunia.
Setelah usulan RUU bailout atau penyelamatan aset macet dengan cara membeli aset tersebut gagal
dilakukan akibat sebagian besar anggota Senat Amerika Serikat menolak usul tersebut, akhirnya
Amerika Serikat mengesahkan undang-undang dana talangan sebesar $700 miliar serta membeli
surat berharga $900 miliar. Langkah ini diikuti oleh negara-negara G7 (Kanada, Inggris, Perancis,
Jerman, Italia dan Jepang). Pemerintah Inggris telah memberi pinjaman kepada perbankan mereka
dengan suntikan dana segar sebesar 500 miliar poundsterling serta menjamin semua utang bank.
Argumen pemberian bailout oleh pemerintah banyak ditentang.
Alasan : bila diamati krisis 2008 ini ada kemiripan dengan krisis yang terjadi di Indonesia dan
beberapa negara Asia pada tahun 1997/1998. Krisis saat itu lebih banyak disebabkan oleh kegagalan
pembayaran rutin utang-utang luar negeri ini yang menjadikan risiko kredit menyebabkan krisis
ekonomi ini menambah panjang penderitaan rakyat Indonesia. Para konglomerat saat itu beramai-
ramai menggunakan hak kekuasaan bank miliknya sebagai pengumpul dana masyarakat. Setelah
terkumpul uang tersebut digunakan sebagai kredit untuk membesarkan perusahaan mereka yang
lain. Ketika akhirnya kredit tersebut macet maka pemerintah kita pun akhirnya yang membeli semua
aset macet perusahaan para konglomerat itu. Hal ini juga sama dengan keadaan di Amerika Serikat.
Pemerintah Indonesia saat itu juga berargumen, bila kondisi semacam ini tidak diselamatkan maka
sistem keuangan kita akan kolaps dan ekonomi akan hancur. Pada akhirnya, pemerintah kita merugi
karena melakukan pembelian aset macet dengan harga sangat tinggi namun para konglomerat
memnggunakan kekuasaannya menjualnya dengan harga dibawah harga pasar.

Anda mungkin juga menyukai