100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
35 tayangan7 halaman
Ekonomi Amerika Serikat adalah ekonomi terbesar di dunia namun mengalami krisis keuangan pada 2007-2008 yang dipicu oleh kredit macet subprime mortgage. Pemerintah AS melakukan bailout besar-besaran dan menurunkan suku bunga untuk menstabilkan ekonomi. Krisis ini berdampak global karena menyebabkan kerugian bank-bank internasional dan penurunan daya beli Amerika Serikat.
Ekonomi Amerika Serikat adalah ekonomi terbesar di dunia namun mengalami krisis keuangan pada 2007-2008 yang dipicu oleh kredit macet subprime mortgage. Pemerintah AS melakukan bailout besar-besaran dan menurunkan suku bunga untuk menstabilkan ekonomi. Krisis ini berdampak global karena menyebabkan kerugian bank-bank internasional dan penurunan daya beli Amerika Serikat.
Ekonomi Amerika Serikat adalah ekonomi terbesar di dunia namun mengalami krisis keuangan pada 2007-2008 yang dipicu oleh kredit macet subprime mortgage. Pemerintah AS melakukan bailout besar-besaran dan menurunkan suku bunga untuk menstabilkan ekonomi. Krisis ini berdampak global karena menyebabkan kerugian bank-bank internasional dan penurunan daya beli Amerika Serikat.
Para pakar ekonomi pertama kali melihat kesehatan sebuah negara dengan mengajukan dua pertanyaan yaitu; Seberapa besar negara tersebut dari sudut pandang ekonomi dan berapakah standar hidupnya. Maka untuk mengukur suatu pertumbuhan suatu ekonomi maka harus melihat output negara tersebut dan tingkat produksi suatu negara secara keseluruhan. Ekonomi Amerika Serikat adalah ekonomi terbesar di dunia. Pada tahun 2010 output Amerika sebesar $14,7 trilliun yang berkontribusi atas 23% ekonomi di dunia. Hal tersebut menjadikannya sebagai negara terbesar di dunia dalam bidang ekonomi dan standar hidup Amerika sangatlah tinggi yang mana output perorang adalah $47.300. Amerika Serikat bukanlah negara dengan output per orang yang paling tinggi didunia, tetapi yang paling mendekati dengan yang paling atas. Pakar ekonom dunia melihat suatu kesehatan negara dengan melihat dengan tiga variabel dasar: 1. Pertumbuhan Output (Output growht) 2. Tingkat pengangguran (unemployment rate)-proporsi pekerja dalam ekonomi yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan 3. Tingkat inflasi (Inflation rate) - tingkat dimana rata-rata harga barang dalam ekonomi meningkat selama beberapa waktu. Oleh karena itu tabel dibawah ini menjelasakan bagaimana angka angka untuk ketiga variabel ekonomi Amerika Serikat disajikan:
Pada tabel diatas memperjelas angka-angka pada tahun tersebut, kolom
pertama menyajikan rata rata nilai tingkat pertumbuhan output, tingkat pengangguran, dan tingkat inflasi di Amrika Serikat selama periode 1980 hingga 1999. Kolom berikutnya menyajikan tahun tahun yang memberikan angka-angka pertama untuk periode tahun 2000 hingga 2007, dan kemudian angka untuk setiap tahun dari tahun 2008-2012. Pada kolom pertama tahun 2007, tepat sebelum terjadinya krisis para pakar ekonomi merasa optimis dengan perekonomian Amerika Serikat. Tingkat pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2000 adalah 2,6% sedikit lebih rendah dari rata rata 20 tahun sebelumnya, tetapi masih cukup tinggi bagi sebuah negara maju. Demikian juga, rata rata tingkat pengangguran sejak tahun 2000 adalah 5,0% yang secara substantial lebih rendah dari 20 tahun sebelumnya. Dan inflasi pada saat itu juga rendah, yaitu hanya 2,8% secara rata rata sejak tahun 2000, yang sekali lagi secara substansial lebih rendah dari inflasi masa lalu. Ketika krisis melanda, dapat dilihat pada angka angka tahun 2008 dan selanjutnya. Output tidak tumbuh pada tahun 2008 dan menurun sebesar 3,5% pada tahun 2009. Penggangguran meningkat secara dramatis, hingga mendekati 10%. Inflasi menurun, menjasi sedikit negatif pada tahun 2009 dan kemudian tetap positif tetapi sejak saat itu rendah lagi . Pada tahun 2010, ekonomi bangkit kembali dengan pertumbuhan sebesar 3%. Akan tetapi, sejak saat itu perumbuhan kembali menurun menjadi sedemikian lemah sehingga penggauran diramalkan akan tetap tinggi untuk waktu yang lama.
B. Penyebab Krisis Keuangan di Amerika Serikat
Penyebab terjadinya kriris di Amerika Serikat yaitu kredit macet subprime mortgage pada pertengahan tahun 2007, Amerika Serikat dilanda krisis subprime mortgage dan memuncak pada September 2008, yang ditandai dengan pengumuman kebangkrutan beberapa lembaga keuangan. Awal mula masalah tersebut terjadi pada periode 2000-2001, saat saham saham perusahaan dotcom. di Amerika Serikat kolaps, sehingga perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak mampu membayar pinjaman ke bank. Untuk mengatasi hal tersebut, The Fed (Bank Sentral AS) menurunkan suku bunga. Suku bunga yang rendah dimanfaatkan oleh para perusahaan developer dan perusahaan pembiayaan perumahan. Rumah-rumah yang dibangun oleh developer dan dibiayai oleh perusahaan pembiayaan perumahan adalah rumah-rumah murah, yang mana lembaga keuangan pemberi kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pembiayaan dalam arti rumah dijual kepada kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki jaminan keuangan yang memadai. Kemudahan pemberian kredit terjadi justru ketika harga properti di AS sedang naik. Pasar properti yang sedang bergairah membuat spekulasi di sektor tersebut meningkat kredit properti memberi suku bunga tetap selama tiga tahun yang membuat banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku bunga disesuaikan. Perusahaan-perusahaan tersebut berani memberikan KPR karena memiliki skema menyita dan menjual kembali rumah jika seandainya terjadi gagal bayar. Akan tetapi kenyataan membuktikan bahwa banyak pemilik rumah di Amerika yang gagal akan memenuhi kewajiban kredit KPR. Akibatnya, perusahaan pemberi KPR menghadapi kredit macet dan tidak mampu membayar kembali utangnya. Disisi lain, banyak rumah yang disita oleh bank (foreclosed) dan saat dijual ternyata harga pasar properti sudah turun drastis. Krisis kredit di Amerika Serikat berakibat kredit bertambah mahal dan sulit diperoleh, banyak bank enggan memberikan pinjaman kepada nasabah. Para banker lebih suka mencari aman (safety) dengan pola kredit ketat, dan tindakan ini logis sebagai langkah preventif meminimalisasi risiko dari pengaruh mortgage. Terakumulasinya dana besar di sektor perumahan telah melahirkan stagnasi yang berakibat melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2007 yang diperkirakan tumbuh 2,3%, padahal tahun 2006 tumbuh 3,3%. Keadaan ini juga diikuti dengan memburuknya keadaan sosial dengan tingkat angka pengangguran sebesar 4,9%, sementara pada tahun 2006 3%. Inflasi pada tahun 2006 sebesar 2,1% dan tahun 2007 meningkat menjadi 4,3% Subprime mortgage ini juga mengacaukan bursa sejak pertengahan tahun 2007 memanas, dan satu per satu perusahaan besar berjatuhan seperti: Bear Stern, Morgan Stanley, Citigroup, bahkan General Motor pun jatuh. Subprime mortgage penyebab krisis pasar uang antar bank, menelan korban sampai Eropa dan Jepang. Bank-bank dan perusahaan sekuriti telah menghapus buku asset, kerugian kredit per 1 April 2008 US $ 232 miliar. Banyak perusahaan menjadikan subprime mortgage sebagai jaminan (underlying asset ) untuk surat-surat utang.
C. Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat terhadap Krisis Keuangan
Dalam mencegah krisis yang semakin besar pemerintah AS pada saat dibawah pemerinthana George W. Bush. menerapkan beberapa kebijakan, yaitu: Memberikan dana talangan (bailout) sebesar USD 700 miliar. Dana itu ditujukan untuk menyelamatkan institusi keuangan dan perbankan demi mencegah krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bailout juga dilakukan dalam bentuk pembelian surat utang subprime mortgage yang macet dari investor Menaikkan suku bunga 0,5 persen menjadi 1,5 persen. Hal ini dilakukan agar dana-dana masyarakat tidak mengendap di bank dan bisa menggerakkan sektor riil Pemerintah juga berjanji membeli surat berharga jangka pendek USD 900 miliar. Adapun Bank central Amerika juga mengumumkan rencana radikal untuk menutup sejumlah besar utang jangka pendek yang bertujuan menciptakan terobosan dalam kemacetan kredit yang mengakibatkan krisis finansial global Pasca pemerinthan Bush, dengan berbagai gejolak krisis finansial, Amerika Serikatpun dipimpin oleh kubu demokrat. Obama saat itu mewarisi krisis yang parah. Adapun kebijakan yang diambil oleh Obama pada saat itu adalah: Memberikan paket bantuan lebih dari 700 miliar AS. Paket ini dimaksud untuk menyelamatkan perekonomian Amerika Serikat, teruatama warga kelas menengah ke bawah Menjamin adanya pengawasan yang ketat terhadap lembaga-lembaga keuangan. Selama ini para Direktur, manajer, dan pejabat-pejabat lembaga keuangan menikmati gaji dan bonus yang besar, jet dan kapal pesiar, dan kehidupan yang mewah Melakukan penghematan diberbagai sektor dalam upaya mengatasi krisis namun tetap mendorong investasi yakni disektor energi, asuransi kesehatan dan pendidikan Menaikkan plafon utang negara dari 14,3 triliun dollar AS (2011) dimana sebelumnya berjumlah 10,6 triliun dollar AS sejak Obama memimpin pemerintah (2009)
D. Dampak Krisis keuangan Amerika Serikat secara Global
Krisis Keuangan di Amerika Serikat merambat ke sektor lainnya diseluruh dunia. Karena keuangan yang melanda Amerika Serikat pada awal dan pertengahan tahun 2008 menyebabkan daya beli masyarakat turun. Amerika Serikat yang dikenal sebagai konsumen terbesar atas barang. Barang dari negara lain harus mengurangi impor untuk menstabilkan ekonomi. Bank-bank di Amerika Serikat, Eropa, Asia (terutama Jepang), Australia, dan lembaga investasi teratas di dunia yang memiliki subprime mortgage securities ikut terkena dampaknya. Lembaga tersebut mengalami kerugian hingga miliaran dolar, sementara bank-bank dan lembaga investasi tersebut tercatat di bursa saham. Kondisi ini menyebabkan kejatuhan pasar saham di seluruh dunia. Selain kerugian bagi bank berskala global, terjadi pengeringan likuiditas di pasar modal dan perbankan global yang akan diiringi dengan penarikan dana baik yang berbentuk portofolio saham, obligasi maupun pinjaman dalam valuta asing sehingga pendanaan dalam valuta asing akan sangat sulit didapat dan menjadi mahal. Tidak berbeda dengan di Amerika Serikat dimana Bank/Institusi Keuangan/Korporasi besar bangkrut, hampir di seluruh kawasan Eropa mengalami hal yang sama. Berbeda dengan kawasan Asia Pasifik, kebangkrutan Bank/Institusi Keuangan/Korporasi hanya dialami oleh Singapura dan negara lain di kawasan Asia Pasifik hanya mengalami kerugian pada Bank/Institusi Keuangan/Korporasi mereka. Namun, dampak lain seperti peningkatan inflasi, penurunan pertumbuhan ekonomi, dan runtuhnya indeks bursa saham sama dirasakan oleh sebagian negara-negara di kawasan Eropa dan Asia Pasifik. Negara di kawasan Eropa yang terkena dampak langsung krisis keuangan di Amerika Serikat adalah Islandia, Rusia, Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman. Sedangkan negara di kawasan Asia Pasifik yang terkena dampaknya adalah Cina, Taiwan, Singapura, Jepang, dan Australia. E. Dampak Krisis keuangan Amerika Serikat terhadap Indonesia Melambatnya perekonomian Amerika Serikat yang dilanda krisis finansial telah menimbulkan dampak bagi perekonomian Indonesia, bahkan menurunkan minat investor global untuk menambah investasi di Indonesia. Hal ini akan mengakibatkan instability nilai tukar rupiah yang melemah, karena penurunan aliran modal asing yang masuk ke Indonesia. Imbas krisis mulai terasa terutama menjelang akhir 2008. Setelah mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 6% sampai dengan triwulan III-2008, perekonomian Indonesia mulai mendapat tekanan berat pada triwulan IV-2008. Hal itu tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan terutama karena anjloknya kinerja ekspor. Di sisi eksternal, neraca pembayaran Indonesia mengalami peningkatan defisit dan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan. Di pasar keuangan, selisih risiko (risk spread) dari surat-surat berharga Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan yang mendorong arus modal keluar dari investasi asing di bursa saham, Surat Utang Negara (SUN), dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dua komoditi ekspor utama Indonesia diekspor ke Amerika, yaitu CPO (Crude Palm Oil) dan Batubara (Coel). CPO di Pasar Rotterdam mengalami penurunan harga dari USD1,207 per metrik ton di bulan Juni 2008, menjadi USD 705 per metrik ton di bulan September 2008. Sementara, batubara (coal) di Pasar US Spot Big Sandy juga mengalami penurunan harga dari USD133,5 per short ton pada Juni 2008 menjadi USD112,5 per short ton pada September 2008. Secara relatif, posisi Indonesia sendiri secara umum bukanlah yang terburuk di antara negara-negara lain. Perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh sebesar 6,1% pada 2008. Indonesia mampu bertahan dari dampak yang sangat dalam. ada beberapa indikator ekonomi yang menjadi penguat perekonomin dari serangan krisis keuangan tahun 2008, yaitu: Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dari 5,5% di tahun 2006 menjadi 6,3% di tahun 2008. Ekonomi Indonesia masih tumbuh 6,4% pada awal tahun 2008 melalui tiga sektor, yaitu pertanian, pengangkutan dan telekomunikasi, dan sektor listrik, air bersih dan gas. Pertumbuhan konsumsi meningkat 3,2% di tahun 2006 menjadi 5,0% pada tahun 2007 dan diprediksikan akan terus meningkat. Pembentukan modal tetap bruto meningkat tajam dari 2,5% di tahun 2006 menjadi 9,2% di tahun 2007. Pengeluaran pemerintah menurun dari 9,6% menjadi 3,9%. Pertumbuhan sektor pertanian meningkat dari 3,4% (2006) menjadi 3,5% (2007). Terkendalinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (USD). Laju inflasi relatif terkendali. Inflasi di Indonesia pada waktu itu sempat tinggi yaitu 12,14% (September 2008) karena bertepatan dengan bulan Ramadhan dan I’dul Fitri. Menurunnya suku bunga (BI Rate). Penerimaan dalam negeri (pajak) terus meningkat. Dengan fundamental ekonomi Indonesia yang sudah cukup kuat sebelum terjadinya krisis keuangan global, Indonesia yakin mampu menjaga perekonomian dalam negeri dalam kondisi stabil walaupun sudah pasti tetap merasakan imbas krisis keuangan global ini. Kondisi moneter Indonesia cukup stabil. Tingkat likuiditas perbankan masih terjaga walaupun masing-masing bank lebih ketat menjaga likuditas banknya karena kekhawatiran akan terimbas dampak krisis keuangan global yang sedang melanda sehingga transaksi peminjaman dana segar antar bank untuk sementara sangat sulit berjalan. Tingkat inflasi yang terjaga pada tingkat 6,6% antara tahun 2006-2007 meningkat menjadi 10,47% pada akhir September 2008. Namun, kenaikan inflasi ini lebih disebabkan peningkatan harga minyak dunia. REFERENSI
Blanchard, Oliver. 2006. Macroeconomic 4 Edition. Pearson Prentice Hall. New
Jersey Uzaifah. 2008. Kebijakan Pemerintah Dalam Membendung Dampak Krisis keuangan Global 2008. Jurnal Ekonomi Islam. 3(1) Sihono, Teguh. 2008. Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. 5 (2) International Monetary Fund. https://www.imf.org/external/index.htm BBC News. 2013, 25 April. UK Economy: The Story the Downturn. https://www.bbc.com/news/business-22283940 Kontan.co.id. 2011,5 Oktober. World Bank: Dampak Krisis Global ke Perbankan Indonesia relatif kecil. https://keuangan.kontan.co.id/news/world-bank- dampak-krisis-global-ke-perbankan-indonesia-relatif-kecil-1 Ocefinance. 2010, 18 Januari. Penyelamatan Krisis Perbankan 2008 Versi BI.https://economy.okezone.com/read/2010/01/18/320/295127/penyelamatan- krisis-perbankan-2008-versi-bi Kompasiana. 2010, 3 November. Upaya Amerika Serikat dalam Krisis Ekonomi Global.https://www.kompasiana.com/anantamapradipta/55003ec9a333115372 510423/upaya-amerika-serikat-dalam-krisis-ekonomi-global#