Pengertian Biaya
Konsep biaya merupakan konsep yang terpenting dalam akuntansi
biaya dan akuntansi manajemen. Adapun tujuan memperoleh informasi
biaya digunakan untuk proses perencanaan, pengendalian dan pembuatan
keputusan.
Daftar Pusaka :
Kuliah Akmen. 2011. Konsep
Biaya. http://herryakmen.blogspot.co.id/2011/09/konsep-biaya.html (dia
kses 28 Maret 2017)
Berkaitan dengan konsep penandingan ini, ada beberapa hal penting yang
perlu dipahami, yaitu:
#1: Kelayakan Ekonomi
Masalah penandingan terletak pada penentuan dasar atau basis yang
memuaskan untuk menyatukan pendapatan dan biaya.
Penandingan yang tepat harus didasarkan pada kelayakan ekonomi dan
bukan fisik.
Sebagai contoh dalam industri sepatu, nilai kulit yang dibebankan sebagai
biaya produksi adalah semua cost lembar kulit yang masuk proses.
Walaupun secara fisik banyak bagian dari kulit yang tidak menjadi sepatu,
tapi menjadi potongan-potongan sisa kulit sisa kulit sebagai bahan
buangan.
Demikian juga biaya BBM yang telah dibakar dalam periode tersebut.
Biaya BBM yang yang dibakar sebenarnya dikonsumsi oleh aktivitas-
aktivitas yang menikmatinya.
Dan biaya yang akan dibebankan terhadap pendapatan periode berjalan
tergantung pada ada tidaknya biaya BBM yang terikat dalam barang dalam
proses.
Dan dengan demikian berkaitan dengan aktivitas periode berikutnya.
Jadi, biaya jasa yang digunakan dalam operasi hanya akan dibebankan ke
pendapatan sebanding dengan produk yang dianggap telah menghasilkan
pendapatan.
#2: Menandingkan Bukan Mengkompensasi
Ada kalanya biaya komisi penjualan, biaya angkut pengiriman barang, dan
biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan transaksi penjualan
dikurangkan langsung terhadap hasil penjualan.
Dan hanya jumlah rupiah netto dicatat dalam akun penjualan dan penjualan
dilaporkan sebesar jumlah netto-nya.
Secara umum perlakuan seperti ini secara teoritis tidak layak.
Karena karakteristik yang berbeda, upaya harus dipisahkan dengan HASIL.
Semua cost yang merepresentasikan upaya harus tetap dicatat
sebagai cost atau biaya kalau langsung dibebankan.
Sebaliknya, seluruh hasil penjualan produk harus dicatat seluruhnya secara
utuh sebagai pendapatan.
Alasannya adalah aliran pendapatan dan biaya berbeda.
Dan keduanya mencerminkan dua faktor yang berbeda (upaya dan hasil),
sehingga tiap faktor harus ditunjukkan secara utuh sesuai dengan
fungsinya.
Pos yang satu tidak selayaknya dikompensasi dengan pos yang lain.
Penyimpangan terhadap prinsip ini jelas akan megaburkan faktor-faktor
penting dalam penentuan laba, walaupun besarnya laba tidak terpengaruh.
E: Asosiasi Sebab dan Akibat
Konsep upaya dan capaian menyatakan bahwa biaya merupakan upaya
dalam rangka mendapatkan capaian berupa pendapatan.
Ini berarti ada hubungan sebab-akibat antara biaya dan pendapatan.
Oleh karena itu, basis penandingan yang paling masuk akal adalah sebab
akibat.
Walaupun basis ini lebih merupakan asumsi daripada kenyataan karena
dalam banyak hal sulit untuk dibuktikan secara menyakitkan bahwa biaya
menyebabkan pendapatan.
Hubungan biaya dan pendapatan tidak selalu bersifat fisik atau hubungan
satu lawan satu (pos lawan pos).
Hubungan biaya dan pendapatan adalah hubungan agregat antara
berbagai faktor biaya sebagai kesatuan dan berbagai faktor pendapatan
sebagai kesatuan yang lain.
Jadi, hubungan biaya dan pendapatan bersifat ekonomi bukannya fisik.
Walaupun demikian, hubungan sebab-akibat mempunyai validitas karena
pengamatan terhadap operasi perusahaan pada umumnya menunjukkan
bahwa pendapatan tidak akan terjadi tanpa penyerahan barang dan jasa.
Jadi, tidak ada hasil tanpa upaya, tidak ada biaya, tidak ada pendapatan.
Inilah yang disebut konsep PENYEBABAN (causation).
Sebagai contoh, komisi penjualan, gaji dan upah, dan biaya barang terjual
periode tertentu dapat dianggap menjadi upaya dalam melimbulkan
pendapatan periode tersebut.
Karena biaya-biaya tersebur secara mudah dan intuitif dapat dikaitkan
langsung dengan pendapatan.
Dalam hal perusahaan jasa, pada umumnya tidak ada suatu obyek fisik
yang dapat dijadikan dasar (penilaian) untuk menghubungkan pendapatan
dengan biaya.
Oleh karena itu, indikator penghubungnya adalah periode.
Cost yang ditandingkan adalah cost yang terjadi dalam periode terjadinya
pendapatan karena cost yang telah terjadi dalam periode tersebut
dianggap telah menyebabkan pendapatan tersebut.
Misalnya, gaji sopir tahun tertentu dalam perusahaan angkutan dapat
ditandingkan langsung dengan pendapatan angkutan tahun tersebut.
Karena dengan takaran periode, gaji sopir tersebut dapat dikaitkan
langsung dengan pendapatan (hubungan sebab-akibat).
Untuk perusahaan manufaktur, penandingan semacam ini nantinya disebut
dengan penandingan periode (period matching).
Dalam hal perusahaan manufaktur, produk fisik dapat digunakan sebagai
sarana atau indikator hubungan sebab akibat.
Bila penyerahan 800 unit produk (dengan cost Rp 10.800) mendatangkan
pendapatan Rp 15.000, dapat dikatakan penyerahan produk tersebut
menyebabkan pendapatan.
Dalam hal ini, cost yang harus ditandingkan dengan pendapatan, yang
menjadi biaya adalah seluruh cost potensi jasa yang melekat pada produk
yang telah terjual yang mendatangkan pendapatan (sales revenues).
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua biaya produksi adalah wajar
dan perlu dilekatkan pada unit produk dan baru diakui sebagai biaya pada
produk tersebut terjual.
Penandingan, sebab akibat semacam ini disebut penandingan langsung
(direct matching).
Dan untuk perusahaan manufaktur, penandingan langsung seperti seperti
itu disebut dengan penandingan produk (product matching).
Dasar ini adalah yang paling ideal karena paling mencerminkan konsep
biaya upaya dan hasil.
Tentu saja penandingan yang ideal ini menuntut bahwa semua potensi jasa,
termasuk biaya administratif dan penjualan tergabung menjadi satu dan
melekat produk (menjadi cost produk(.
Bila dikaitkan dengan klasifikasi biaya berdasarkan fungsi, penandingan
produk yang ideal dapat dilukiskan dalam gambar berikut ini:
Klasifikasi biaya berdasarkan fungsi
Dari contoh soal klasifikasi biaya yang digambarkan seperti di atas dapat
dijelaskan bahwa:
Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung sering disebut biaya
produksi langsung dan biasanya bersifat variabel.
Biaya overhead disebut pula dengan cost produksi tak langsung dan
biasanya bersifat tetap per periode.
Penandingan langsung seperti gambar di atas, dengan jelas dapat
mencerminkan hubungan sebab akibat.
Tidak dapat diragukan bahwa penyerahan produk sebanyak 800 unit
dengan cost Rp 10.800 menyebabkan penjualan Rp 15.000.
Tanpa penyerahan produk, tidak ada pendapatan (penjualan) sebesar Rp
15.000.
Walaupun demikian, penandingan langsung menghadapi beberapa masalh
teknis seperti berikut ini:
#1: Produk Usang atau Musiman
Masalah yang berkaitan dengan penandingan atas dasar sebab-akibat
adalah adanya produk musiman yang tidak laku dijual.
Persoalannya adalah apakah cost produk musiman yang tidak terjual adalah
sebab (sebagai biaya) atau bukan (sebagai rugi).
Dalam keadaan yang khusus sebagian biaya persediaan barang yang tidak
terjual dalam suatu periode secara logis dapat dijadikan
komponen cost barang terjual.
Perhatikan contoh berikut ini:
Suatu toko pakaian musiman harus menyediakan berbagai ukuran dan
warna yang cukup banyak untuk memenuhi selera konsumen.
Dengan konsekuensi yang tidak terhindarkan dan cukup pasti bahwa
sebagn dari persediaan pakaian jadi tersebut tidak akan laku terjual pada
akhir musim tertentu.
Dalam keadaan seperti itu, sebenarnya dapat dianggap bahwa sebagian
atau seluruh cost persediaan pakaian yang tidak terjual tersebut adalah
bagian dari cost pakaian yang telah terjual.
Tentu saja dalam hal ini harus diasumsikan bahwa volume penjualan yang
terjadi tidak mungkin akan dicapai tanpa mengadakan persediaan dengan
variasi yang cukup banyak.
Dengan kata lain, persediaan akhir yang tidak terjual sebenarnya adalah
upaya (biaya) atau sebab untuk mendatangkan penjualan yang dicapai
pada musim tertentu.
Dengan demikian, tidak selayaknyalah cost persediaan yang tidak terjual
diperlakukan sebagai rugi.
#2: Barang Rusak
Persoalan yang sama dengan barang musiman dapat diterapkan untuk
produk rusak.
Apakah cost produk rusak dapat dianggap sebagai upaya atau sebab untuk
menimbulkan pendapatan?
Kelayakan ekonomi menuntut pertimbangan dengan memperhatikan
kondisi yang melingkupi suatu masalah.
Bila kerusakan produk adalah hal yang normal atau bahkan merupakan
prasyarat untuk menghasilkan barang dengan kualitas baik.
Cost barang yang rusak dapat dianggap sebagai upaya menghasilkan
pendapatan.
Perhatikan contoh berikut ini:
Produk yang sengaja harus rusak untuk percobaan dalam menghasikan
produk atau dasar spesifikasi khusus dari pelanggan.
Jika kerusakan atau penurunan muta adalah karakteristik normal aktivitas
operasi perusahaan.
Maka jumlah rupiah yang mengukur cost kerusakan atau penurunan mutu
dapat diperlakukan sebagai komponen harga pokok produksi yang
akhirnya menjadi biaya.
Sebaliknya, jika kerusakan atau cacatnya produk adalah hal yang tidak biasa
terjadi.
Misalnya karena kelalaian dan musibah, maka jumlah rupiah tersebut dapat
diperlakukan sebagai rugi.
F: Identifikasi Biaya Produk
Karena produk terjual adalah ukuran penandingan, biaya produk akan
dibedakan menjadi dua komponen, yaitu:
biaya produk yang telah terjual dan
biaya produk yang belum terjual dan masih menjadi aset perusahaan.
Cost yang melekat pada produk terjual akan langsung dibebankan sebagai
biaya.
Cost persediaan baru dibebankan sebagai biaya, jika produk telah terjual.
Masalah teknis yang timbul adalah tidak semua cost potensi jasa dapat
dengan mudah dikaitkan dengan unit produksi.
Demikian juga, tidak semua unsur cost produksi dapat secara langsung
dikaitkan dengan unit fisik produk atau dengan suatu angkatan produksi.
Secara teoritis dan praktis, jika hubungan sebab akibat harus
dipertahankan, hanya biaya variabel yang sebenarnya dapat dengan mudah
diidentifikasi dengan produk.
Karena besarnya biaya variabel sangat ditentukan oleh volume produksi.
Biaya variabel meliputi cost produksi dan non produksi.
Dengan demikian biaya manakah yang dapat ditandingkan langsung
dengan pendapatan dan hasil penjualan?
Apakah hanya biaya variabel?
Jika hanya biaya variabel, apakah hanya harga pokok produksi saja atau
termasuk cost non produksi variabel?
Dengan mempertahankan hubungan sebab-akibat secara penuh, salah satu
alternatif pemecahan masalah penandingan yang tepat adalah persediaan
barang dan harga pokok barang terjual hanya memuat biaya variabel.
Sementara itu, biaya tetap (produksi dan non produksi) dipecah secara
proporsional sesuai dengan perbandingan persediaan barang
dengan cost barang terjual.
Masalah yang kemudian timbul adalah apakah cost non produksi tetap
bersifat tersediakan (inventoriable).
Dapat juga, semua biaya tetap adalah dianggap tidak tersediakan dan
diperlakukan sebagai biaya periode.
Pendekatan semacam ini disebut dengan pembiayaan langsung/ variabel
(direct variable costing), sebagai pasangan dari pembiayaan penuh (full
costing).
Dengan pendekatan ini, cost operasi total yang dapat ditandingkan dengan
pendapatan adalah biaya produksi variabel yang melekat pada unit
produksi terjual plus semua biaya tetap.
Dengan demikian cost persediaan hanya memuat biaya produksi variabel
saja.
Dan penandingan semacam ini sebenarnya tidak secara penuh merupakan
penandingan langsung atau sebab akibat.
Untuk tujuan pelaporan keuangan, pendekatan ini mempunyai kelemahan
karena harga pokok persediaan tidak mempresentasikan secara penuh
biaya potensi jasa yang melekat pada persediaan.
Dalam hal penjualan angsuran, yang mengakui pendapatan dalam suatu
periode hanya sebesar kas yang telah diterima.
Penandingan langsung atas dasar seba-akibat mengalami kesulitan teknis
untuk menentukan cost yang dianggap telah menghasilkan penerimaan
tersebut.
Dengan kata lain, tidak ada dasar yang cukup untuk memecah cost ke
dalam bagian yang telah menjadi sebab.
Dalam hal tertentu, pemecahan tersebut menjadi sangat arbiter, sehingga
penandingan langsung tidak mudah diterapkan untuk penjualan angsuran.
G: Identifikasi Biaya Non produksi
Jika penandingan atas dasar sebab-akibat akan dipertahankan maka secara
logis tidak seluruh cost non produksi akan dibebankan sebagai biaya.
Sebagai contoh, perhatikan gambar berikut ini:
Contoh perhitungan biaya produksi
Pada contoh gambar di atas, jika produk yang terjual hanya 800 unit,
maka cost memproduksi yang harus diakui sebagai biaya adalah sebagai
berikut:
= 80% X (Rp 4.500 + Rp 1.500)
= Rp 4.800
Perlakuan seperti ini didasarkan atas argumen bahwa kalau potensi jasa
yang telah dikonsumsi (used up) belum memberi manfaat dalam periode
sekarang.
Tapi juga tidak merupakan rugi, maka cost tersebut tentunya akan memberi
manfaat di masa mendatang.
Oleh karena itu, perlu diadakan alokasi agar dapat dicapai penandingan
yang tepat antara biaya dan pendapatan yang dihasilkan.
Walaupun secara teknis hal ini mungkin saja
dilakukan, accounting menganggap bahwa harga pokok produksi tidak
menyebabkan pendapatan.
Karena sulit secara teknis untuk menelususri hubungan sebab akibat
tersebut.
Dengan kata lain, sulit untuk mengatakan bahwa bagian dari harga pokok
produksi (cost) memproduksi yang ditunda pembebanannya akan
menghasilkan pendapatan di masa mendatang.
Lebih dari itu, karena cost tersebut tidak mencerminka nilai tambahan
terhadap produk, akuntansi menganggap cost memproduksi bersifat tak
tersediaan (uninventoriable).
Penangguhan semacam ini hanya berakibat meratakan laba dan tidak
menambah muatan informasi (information content)
Masalah lain adalah apakah bagian cost yang ditunda tersebut memenuhi
definisi aset.
Pada prinsipnya, suatu jumlah rupiah dapat ditunda pembebanannya
sebagai biaya atau rugi, jika jumlah rupiah tersebut memenuhi kriteria
sebagai aset.
Salah satu kriteria penting aset adalah adanya manfaat ekonomi masa
datang yang cukup pasti.
Cukup pasti di sini berarti manfaat tersebut tidak hanya ada dan dapat
diukur.
Tapi juga harus dapat dihubungkan secara cukup jelas dan teliti, tidak
layaklah untuk menunda pembebanan sebagai biaya.
Cost memproduksi pada umumnya mempunyai karakteristik semacam ini.
Contoh jenis cost lain yang relevan dengan masalah ini adalah biaya:
riset dan pengembangan
kampanya produk baru, misalnya melalui Iklan Google dan FB Ads.
biaya organisasi.
Jadi, dalam kaitannya dengan penandingan sebab
akibat, cost memproduksi tidak harus ditunda pembebanannya untuk
dikaitkan dengan pendapatan masa datang.
Kalau tidak ada kepastian tentang pendapatan masa datang yang dapat
dikaitkan dengan cost memproduksi tersebut.
Demikian juga, tidak adanya pendapatan dalam periode berjalan atau
adanya kemungkinan rugi tahun berjalan tidak dapat dijadikan alasan untuk
menunda pembebanan cost non produksi.
Dengan kata lain, bila pendapatan masa datang yang dapat dikaitkan
dengan cost non produksi tidak dapat diantisipasi dengan jelas.
Atau kalau pendapatan semacam itu sangat tidak pasti, cost memproduksi
harus diakui sebagai biaya pada periode berjalan meskipun hal tersebut
dapat mengakibatkan rugi.
Ini berarti asosiasi produk diganti dengan asosiasi periode.
04: Penyajian Biaya
Penyajian biaya tidak dapat dilepaskan dari penyajian pendapatan.
Dan sarana untuk itu adalah Laporan Laba Rugi.
Penyajian elemen pendapatan, untung, biaya dan rugi tergantung pada
konsep tentang apa saja yang membentuk laba.
Untuk menyusun Laporan Laba Rugi periodik, pendapatan ditakar lebih
duhulu dan baru biaya yang tepat dimasukkan dalam penakar yang sama,
sehingga laba yang tepat dapat ditentukan.
Penyajian biaya sebagai beban pendapatan juga mengikuti konvensi ini dan
pos-pos biaya disajikan berdasarkan biaya asosiasi.
Perhatikan gambar (flowchart) berikut ini:
Gambar: Siklus Akuntansi Biaya
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa penyajian seperti itu bukan
dimaksudkan untuk pemeringkatan arti penting biaya.
Melainkan untuk pengungkapan secara informatif.
Atas dasar konsep homogenitas cost, cost barang terjual tidak lebih
penting daripada cost administratif.
Biaya dalam arti luas dan dalam konteks jangka panjang (kontinuitas usaha)
meliputi juga rugi.
Masalah pembebanan cost dan basis asosiasi berlaku untuk semua jenis
potensi jasa.
Masalah khusus terjadi dalam hal persediaan dan aset tetap, khususnya
fasilitas fisik yaitu gudang pabrik dan perlengkapan.
Karakteristik biaya ada 2, yaitu:
1. Aliran/ penurunan aset atau kenaikan kewajiban
2. Berkaitan dengan operasi utama yang berkelanjutan.
Rugi dibedakan dengan biaya karena timbul dari sumber yang secara tidak
langsung berkaitan dengan operasi utama perusahaan.
Rugi berasal dari:
transaksi,
aktivitas atau sumber berupa aktivitas periferal,
transfer non timbal balik,
penahanan aset,
faktor lingkungan.
Untuk mendapatkan laba periodik yang berarti, maka pendapatan yang
diakui untuk suatu periode harus ditandingkan (diasosiasi) dengan biaya
yang dianggap telah menciptakan pendapatan tersebut.
Penandingan (asosiasi) yang tepat akan terjadi jika terdapat asosiasi yang
masuk akal antara pendapatan dan biaya.
Penandingan harus didasarkan atas kelayakan ekonomi bukan kelayakan
fisik.
Penandingan tidak dapat disamakan dengan pengkompensasian.
Kriteria pengakuan biaya adalah pemanfaatan dan kelenyapan.
Biaya diakui bilamana manfaat ekonomi telah dikonsumsi dalam rangka
penyerahan barang.
Atau jasa untuk mendatangkan pendapatan atau bilamana manfaat
ekonomi masa datang telah lenyap.
Biaya diukur dengan cost yang sebelumnya melekat pada aset.
Biaya dapat dipandang sebagai bagian cost yang telah habis dalam rangka
menciptakan pendapatan.
Bagian cost yang habis dapat dihubungkan dengan pendapatan atas dasar:
hubungan sebab akibat,
alokasi sistematik dan rasional, atau
pengakuan segera.
Basis asosiasi atas dasar sebab akibat atau penandingan langsung atas
dasar produk adalah basis yang paling ideal.
Tapi karena alasan kepraktisan beberapa faktor cost, seperti administrasi
dan pemasaran, menjadikan akuntansi beralih ke penandingan tak
langsung atau penandingan periode.
Dengan kata lain, standar penandingan bukan lagi produk, melainkan
periode.
Dengan periode sebagai takaran, alokasi sistematik lebih menggambarkan
kelayakan ekonomi daripada pembebanan langsung semua manfaat pada
saat terjadinya atau daripada pendekatan tanpa alokasi.
Untuk penentuan cost produk yang tepat, alokasi internal adalah kebutuhan
(necessity).
Alokasi harus dilakukan karena bila suatu produk menghasilkan
pendapatan, maka pendapatan tersebut jelas bukan tanpa biaya.
Bila biaya dipandang dalam arti luas, penandingan pendapatan dan biaya
dapat didasarkan atas penandingan produk, periode dan arbitrer.
Depresiasi atau penyusutan adalah biaya yang nyata, bukan biaya hipotesis.
Akuntansi biaya penyusutan adalah proses alokasi sistematis dalam
rangka penandingan biaya dan pendapatan.
Akuntansi penyusutan bukan sarana akumulasi dana untuk penggantian
aset tetap.
Akuntansi penyusutan bukan juga sarana untuk pemulihan investasi.
Akuntansi penyusutan juga bukan merupakan proses penurunan nilai aset,
tapi merupakan bagian cost yang menunjukkan biaya dalam rangka
mendatangkan pendapatan dalam suatu periode.