Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti kita ketahui bahwa krisis yang menyerang negara-negara
Asia khususnya Indonesia merupakan masalah terberat yang
pernah dialami negara kita. Sebelumnya krisis itu tidak pernah
terbayangkan akan menyerang negara kita. Karena apabila diamati
indikator-indikator makroekonomi Indonesia, tidak menandakan
akan terjadinya krisis dinegara kita ini. Contohnya yaitu : tingkat
pertumbuhan ekonomi negara kita berkisar antar 6% per annum
(p.a), tingkat inflasi juga berada dalam batas yang wajar yaitu
sekitar 4% p.a, dan nilai tukar rupiah terhadap US dollar juga relatif
stabil yaitu berkisar Rp.2500/US dollar. Dari BOP juga dapat dilihat
bahwa Indonesia berada pada posisi yang man karena memiliki
cadangan devisa yang cukup besar.
Tetapi kemudian secara tidak terduga pada tahun 1997, krisispun
datang dan menyerang negara kita. Penyebabnya dapat dibagi
menjadi 2 yaitu, penyebab internal dan penyebab eksternal.
Penyebab internal disebabkan oleh bobroknya sektor perbankan
Indonesia dan dari pihak eksternal lebih karena contagion effecs,
yaitu setelah Thailand mengambangkan Bath-nya. Hal ini cukup
mempengaruhi keadaan perekonomian Indonesia, sehingga
terjadilah krisis yang sampai sekarang boleh dikatakan masih
berlangsung.
Berbagai upaya kemudian dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi krisis ini. Salah satunya adalah dengan meminta bantuan
dari Dana Moneter Internasional (IMF), yang dilakukan sampai 2
tahap. Tahap pertama ternyata gagal, karena pemerintah dalam hal
ini Presiden Soeharto pada saat itu tidak menjalankan program-
program yang dianjurkan oleh IMF dengan sepenuh hati. Hal ini
dikarenakan bahwa program-program yang dianjurkan
bertentangan dengan kepentingan Presiden dan keluarganya.
Sehingga bantuan tahap I IMF tidak membawa perubahan bagi
Indonesia. Hal yang sama terjadi juga pada saat IMF memberikan
bantuan tahap II. Bantuan yang diberikan IMF tidak membantu
mengobati Indonesia dari krisis yang terjadi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa IMF tidak membawa perubahan bagi keadaan
Indonesia yang sedang dilanda krisis. Oleh karena itu dalam
makalah ini saya akan menulis mengenai bagaimana krisis ekonomi
bermula dinegara kita, dan hal-hal apa saja yang sudah dilakukan
oleh pemerintah dalam upaya pemulihan krisis.
B. Perumusan Masalah
Seperti yang telah ditulis dalam latar belakang masalah, krisis yang
menyerang Indonesia akibat pihak internal dan eksternal sangat
mengganggu kegiatan ekonomi negara kita baik dalam sektor
makro dan sektor mikro. Dan kemudian pemerintah meminta
bantuan IMF untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga dapat
dirumuskan permasalahnnya adalah sebagai berikut:
1. Bantuan apa saja yang diberikan atau ditawarkan oleh Dana
Moneter Internasional (IMF) ?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam menerima dan
melaksanakana program-program yang ditawarkan oleh IMF ?
3. Apakah bantuan tersebut berpengaruh dalam upaya perbaikan
kondisi perekonomian Indonesia akibat krisis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal Krisis
Rupiah mulai menjadi sasaran spekulan setelah Thailand mulai
mengambangkan maata uangnya yaitu Bath Thailand, yitu tepatnya
tanggal 2 Juli 1997. Sedangkan reaksi pemerintah Republik
Indonesia (RI) pada waktu itu adalah :
1. Melonggarkan batas intervensi Bank Sentral (BI) dalam
mengendalikan nilai tukar rupiah. (menambah jumlah dollar
kepasar untuk menolong rupiah), ternyata hanya sedikit
pengaruhnya, sehingga timbul algi spekulan baru.
2. Karena cara BI dengan menambah jumlah dollar kepasar tidak
berhasil maka pemerintah memutuskan untuk mengambangkan
nilai tukar rupaih agar cadangan devisa pemerintah tidak habis
terkuras seperti yang dialami Thailand. Langkah ini ternyata
menimbulkan depresiasi yang hebat sehingga timbullah kepanikan
dalam perekonomian pada saat itu.
3. Panik melihat depresiasi pemerintah yang begitu cepat,
pemerintah mengambil langkah lain yaitu memperketat likuidasi
dengan menaikkan tingkat suku bunga guna menarik kemabli
modal kedalam negeri. Cara ini hanya memperlambat jatuhnya
rupiah tetapi tidak dapat mengembalikan nilai rupiah keposisi
sebelumnya.
4. Pemerintah lalu memutuskan untuk mengencangkan lagi ikat
pinggang yaitu dengan memotong pengeluaran pemerintah.
Beberapa proyek infrastruktur ditunda dan ada pula yang ditinjau
ulang. Pengetatan likuidasi dan pemotongan pengeluaran
pemerintah serta penundaan pembangunan infrastruktur tersebut
menyebabkan timbulnya pengangguran besar-besaran, khususnya
disektor property dan konstruksi. Dipihak lain bank-bank tidak
dapat diberi kredit baru karena politik uang ketat dan bunga yang
tinggi. Keadaan makin tidak menentu dan implikasi-implikasi politik
mulai terlihat.
5. karena merasa serba salah atas apa langkah-langkah yang telat
ditempuhnya, maka pemerintah mengumumkan untuk meminta
bantuan IMF. Pengumuman ini bertujuan untuk menggertak para
spekulan seakan-akan pemerintah memiliki persediaan dalam US
dollar yang cukup besar untuk mengamankan nilai rupiah. Keadaan
mereda untuk sementara, tetapi awal desember 1997 kepanikan
muncul lagi karena isu mundurnya kesehatan Presiden Soeharto
pada saat itu. Ini akibat dibatalkannya 2 rencana kunjungan keluar
negeri yang sudah direncanakan. Nilai rupiah yang tadinya sudah
goyah maka turun lagii secara tajam menjadi Rp.6000/ US dollar.
B. Bantuan IMF Tahap I
Melihat keadaan yang serba tidak menentu, maka akhirnya
Indonesia meminta bantuan IMF untuk mencoba mengatasinya.
Nilai bantuan tahap I ini tidak pernah jelas jumlah nominalnya.
Mulanya diperkirakan antara 18-41 milliar US dollar. IMF, World
Bank (WB), dan Asian Development Bank (ADB) menjanjikan
bantuan senilai US $ 18 milliar, ditambah bantuan secara bilateral
dari beberapa Negara,sperti Singapura yang menyanggupi bantuan
dana seniali US $ 10 milliar. Akhirnya terungkap bahwa paket
bantuan tahap I sebesar US $ 23 milliar termasuk dana seniali US $
5 milliar berasal dari pemerintah Indonesia sendiri. Sebagai
imbalannya pemerintah berjanji akan merubah berbagai kebijakan
mikro dan menjalankan kebijakan secara makro ekonomi yang
menjamin surplus anggaran +/- 1 % dari GDP setiap tahun plus
berbagai kebijakan moneter lainnya. Garis besarnya yaitu IMF
menuntut reformasi besar-besaran dalam sector mikro ekonomi
meliputi beberapa hal berikut :
- liberalisasi perdagangan
- penghapusan monopoli diberbagai bidang
- penyehatan system perbankan
- pengahpusan proyek-proyek ambisius yang dimotori oleh
Menristek B.J Habibie pada saat itu.
C. Paket Bantuan Tahap II
Kegagalan program IMF menimbulkan ketegangan antara
pemerintah dan IMF. Malahan pada akhirnya mereka saling
menyalahkan.
IMF dan Bank Dunia mengumumkan bahwa kegagalan disebabkan
pemerintah Indonesia tidak mematuhi program-program yang
diberikan IMF, khususnya tidak mematuhi anjuran untuk
menciptakan surplus anggaran 1% dari GDP. Pengumuman tersebut
menyebabkan nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp.7000 menjadi
Rp.10.000 per US $.
IMF dan Bank Dunia menekan pemerintah Indonesia untuk lebih
gencar lagi dalam menjalankan dan mematuhi program liberalisasi
perdagangan dan penanaman modal asing.
Kendati semua upaya tersebut sudah diumumkan, pasar tidak
terpengaruh dan nilai tukar rupaih malah terus melemah menjadi
Rp.13.000/ US $., karena :
1. Investor dan pemberi pinjaman luar negri ragu akan kemampuan
Indonesia membayar pinjaman tepat pada waktunya dan program
IMF pun tidak memberi jaminan tersebut.
2. Presiden sendiri memberi kesan tidak seluruhnya sepakat dengan
program IMF. Malah menyatakan ingin agar B.J Habibie menjadi
wakil presiden sedangkan program IMF justru hendak membatalkan
semua proyek-proyek Menristek yang dianggap terlalu ambisius.
3. Penyataan Presiden yang menginginkan B.J Hbibie sebagai wakil
presiden serta merta menyulut reaksi pasar secara negative. Nilai
tukar rupiah dari Rp. 13.000 menjadi Rp. 16.500 per US $. Rupiah
baru sedikit menguat setelah BI campur tangan dan pemerintah
umumkan akan menjamin liabilities bank-bank swasta nasional.
Saat bersamaa juga dicapai kesepakatan bahwa semua hutang luar
negeri pihak swasta akan ditunda pembayarannya. Ini ikut untuk
menunda pemburuan dollar sehingga rupiah jadi sedikit lebih stabil.