Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS PEMBENTUKAN DEWAN KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO (STUDI

KASUS BANTUAN LIKUIDITAS BANK INDONESIA TAHUN 1998)

Dosen Pengampu: Dr. Paramita Prananingtyas, S.H., LLM.

Disusun oleh:

Adnan Dwi Fajar Putra Gusti

11000220410169

A1

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Krisis ekonomi adalah krisis dimensional yang menuntut berbagai kebijakan


penanggulangan dari pemerintah. Menurut Market Business News sendiri, krisis ekonomi
adalah keadaan di mana perekonomian di suatu negara mengalami penurunan secara
signifikan.1 Umumnya, negara yang menghadapi keadaan tersebut akan mengalami
penurunan PDB (Produk Domestik Bruto), anjloknya harga properti dan saham, serta naik
turunnya harga karena inflasi. Banyak negara telah dirugikan akibat krisis ekonomi ini.

Menengok ke belakang, setidaknya telah terjadi empat krisis ekonomi di Indonesia.


Yang pertama adalah krisis ekonomi yang pernah terjadi di tahun 1960-1965 yang
menyebabkan inflasi hingga 635% yang diakibatkan oleh salahnya kebijakan ekonomi
Indonesia pada masa Orde Baru. Masih pada era kepemimpinan yang sama, krisis tahun
1997-1998 terjadi. Krisis ekonomi ini membuat kurs rupiah melemah terhadap dolar. Setelah
masa reformasi, Indonesia mengalami krisis ekonomi setidaknya sebanyak dua kali pada
tahun 2008 dan 2013 yang diakibatkan oleh permasalahan ekonomi Amerika Serikat yang
mengguncang perekonomian global.2

Dari keempat krisis ekonomi tersebut, krisis ekonomi tahun 1997-1998 menjadi krisis
ekonomi terbesar yang dialami oleh Indonesia. Tirto menyebut krisis ekonomi 1997-1998
sebagai periode terkelam ekonomi Indonesia dalam artikelnya yang berjudul Krisis Moneter
1997/1998 adalah Periode Terkelam Ekonomi Indonesia.

Dalam artikel tersebut disebutkan pendapat Bank Dunia terhadap krisis ekonomi pada
saat itu, sebagai berikut,

“Indonesia sedang mengalami krisis yang dalam. Sebuah negara yang mencapai
dekade-dekade pertumbuhan cepat, stabilitas, dan pengurangan kemiskinan, kini
ekonominya hampir kolaps,”3

1
“What is an economic crisis? Definition and examples”, https://marketbusinessnews.com/financial-
glossary/economic-crisis/ (diakses pada 16 April 2021, pukul 14.30)
2
“Ditakuti oleh Semua Negara, Apa Penyebab Terjadinya Krisis Ekonomi?”,
https://glints.com/id/lowongan/krisis-ekonomi/#.YH3DopMzafQ (diakses pada 16 April 2021, pukul 15.00)
3
"Krisis Moneter 1997/1998 adalah Periode Terkelam Ekonomi Indonesia", https://tirto.id/f6YV (diakses pada
16 April, 17.30)
Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersama-sama membuat krisis
menuju ke arah yang buruk. Yang pertama adalah akumulasi utang swasta luar negeri dari
tahun 1992 hingga 1997. Sebab yang kedua adalah kelemahan pada sistim perbankan
Indonesia. Ketiga adalah masalah pemerintahan yang mengacu pada kemampuan pemerintah
menangani dan mengatasi krisis. Hal ini kemudian membawa pada krisis kepercayaan dan
keengganan penyandang dana untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat. Yang
terakhir adalah ketidakpastian politik pada era kepemimpinan Soeharto.4

Nasution pada makalahnya yang diseminarkan pada 1997 Economics Conference


yang diselenggarakan di Jakarta pada 17-18 Desember 1997, menambahkan, kebijakan fiskal
dan moneter tidak konsisten dan tidak berkesinambungan dalam menanggulangi krisis 1997-
1998. Pemerintah mengesankan tidak adanya kebijakan yang jelas dan terperinci tentang
bagaimana mengatasi krisis tersebut. Salah satunya dapat dilihat pada BLBI (Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia) dimana pada pelaksanaanya terjadi beberapa permasalahan.
Bantuan yang diberikan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral, mengalami penyimpangan
penyaluran yang luar biasa yang melibatkan multi pihak dan multi dimensi. Pemerintah
dinilai lamban, kurang serius, dan tidak tegas dalam menyelesaikan krisis BLBI. 5

Nurhayani dalam jurnalnya berjudul Upaya Penyelesaian BLBI (Bantuan Likuiditas


Bank Indonesia) menekankan pentingnya penyelesaian permasalahan BLBI dari berbagai
aspek. Salah satunya aspek politik dimana pemisahan tugas policy dan finance. Dimana
sebelumnya sesuai dengan Undang-undang No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang
mengatur kedudukan Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota Dewan Moneter membawa
konsekuensi tanggung jawab di bidang policy dan finance. 6

Kedua tanggungjawab tersebut seharusnya dapat dipisah dimana aspek policy


diserahkan kepada pemerintah sedangkan aspek financial diserahkan kepada Bank Sentral
sehingga lembaga-lembaga ini tidak saling tumpang tindih dan saling melakukan intervensi.
Langkah ini kemudian diambil oleh pemerintah dengan kebijakan penghapusan dewan
moneter guna mendukung independensi Bank Indonesia. Diberlakukannya Undang-undang
No. 3 Tahun 2004 juga mendukung indpendensi Bank Indonesia dimana pada Pasal 4 ayat (2)
disebutkan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam
4
Lepi Tarmidi, “Krisis Moneter Indonesia :Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1998.
5
Nasution, “Lessons from the Recent Financial Crisis in Indonesia”. makalah pada “1997 Economics
Conference”, diselenggarakan bersama oleh USAID, ACAES, LPEM-FEUI, Jakarta, 17-18 Desember.
6
Nurhayani, “Upaya Penyelesaian BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)”. Lex Jurnalica. Vol.4 No.1,
2006, hal. 28-37
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak
lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini.

Mutakhir ini mencuat wacana dihidupkannya kembali Dewan Kebijakan Ekonomi


Makro yang memiliki fungsi seperti Dewan Moneter. Wacana ini tertuang pada Revisi
Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang tengah dibahas oleh Badan
Legislasi DPR RI. Pasal 9 dalam UU No. 23 Tahun 1999 yang berlaku saat ini menuturkan
bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan
tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia pun punya wewenang dan bahkan diwajibkan untuk
menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam
rangka pelaksanaan tugasnya.

Dalam RUU yang sedang dibahas DPR, Pasal 9 tersebut akan dihapuskan dan
digantikan dengan pasal 9a yang akan menambahkan badan baru bernama Dewan Kebijakan
Ekonomi Makro. Dewan Kebijakan Ekonomi Makro ini bertugas untuk memimpin,
mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan umum
pemerintah di bidang perekonomian” dan diketuai oleh Menteri Keuangan. Selain itu, Dewan
Kebijakan Ekonomi Makro juga beranggotakan satu orang menteri yang membidangi
perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, dan
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.7

Hal ini menuai kontroversi dari beberapa kalangan, sama seperti yang telah
disinggung sebelumnya keberadaan Dewan Moneter pada masa sebelum terjadinya krisis
ekonomi menjadikan status dan peranan Bank Indonesia dipandang tidak sesuai lagi dalam
menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan internasional
dewasa ini dan di masa yang akan datang. Keberadaan Dewan Moneter mengakibatkan
perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter yang seharusnya dilakukan oleh
Bank Indonesia menjadi tidak fokus dan independen. Oleh sebab itu, diperlukan landasan
hukum yang baru, yang memberikan status, tujuan, dan tugas yang sesuai kepada Bank
Indonesia selaku bank sentral.

Dalam landasan hukum UU No. 3 Tahun 2004 yang baru ini Bank Indonesia
mempunyai tujuan yang lebih fokus, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah merupakan sebagian prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
7
“Jika Ada Dewan Moneter di Atas Bank Indonesia, Apa Dampaknya?”, https://asumsi.co/post/jika-ada-dewan-
moneter-di-atas-bank-indonesia-apa-dampaknya (diakses pada 18 April 2021, pukul 08.00)
Reorientasi sasaran Bank Indonesia tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemulihan dan
reformasi perekonomian untuk keluar dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Hal itu
sekaligus meletakkan landasan yang kokoh bagi pelaksanaan dan pengembangan
perekonomian Indonesia di tengah-tengah perekonomian dunia yang semakin kompetitif dan
terintegrasi. Sebaliknya, kegagalan untuk memelihara kestabilan nilai rupiah seperti
tercermin pada kenaikan harga-harga dapat merugikan karena berakibat menurunkan
pendapatan riil masyarakat dan melemahkan daya saing perekonomian nasional dalam
perekonomian dunia.8

Piter, seorang ekonom, dalam wawancaranya bersama Suara menyebutkan bahwa


wacana pengaktifan kembali fungsi Dewan Moneter merupakan itu bentuk kekesalan
pemerintah melihat berbagai kebijakan yang telah diterapkan tidak dapat mengatasi krisis
perbankan di masa pandemi Covid-19.9 Dari sisi pemerintahan, Airlangga Hartanto, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan bahwa pengaktifan fungsi Dewan
Moneter ditempuh agar kebijakan-kebijakan moneter yang diambil oleh Pemerintah,
Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keungan, dan Lembaga Penjamin Simpanan dapat
terintegrasi dan berkesinambungan dalam menanggulangi krisis pandemi Covid-19. 10
Berbagai pro-kontra yang terjadi ini membuat penulis tertarik untuk menangkat paper
yang berjudul Analisis Pembentukan Dewan Kebijakan Ekonomi Makro (Studi Kasus
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Tahun 1998.

8
Perry Warjiyo dkk, Kebijakan Moneter di Indonesia (Pusat Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (Ppsk)
Bank Indonesia), hal. 34-35.
9
“Ekonom: Wacana Dewan Moneter Bentuk Pemerintah Emosional”,
https://www.suara.com/bisnis/2020/09/15/181413/ekonom-wacana-dewan-moneter-bentuk-pemerintah-
emosional (diakses pada 18 April 12.00)
10
“Dewan Moneter, Panglima Ekonomi Indonesia”, https://www.cnbcindonesia.com/news/20200901162403-8-
183642/dewan-moneter-panglima-ekonomi-indonesia (diaskses pada 18 April 15.00)
BAB II

PEMBAHASAN

A. INDEPENDENSI BANK INDONESIA

Bank Indonesia merupakan bank sentral yang dimiliki oleh negara Indonesia. Bank
yang mengatur system moneter adalah bank pencipta uang giral dimana Bank Indonesia juga
berfungsi sebagai otoriter system moneter di Indonesia. Fungsi dari otoritas moneter ini
adalah:11

1. Mengeluarkan uang kertas dan logam


2. Menciptakan uang primer
3. Memelihara cadangan devisa nasional
4. Mengawasi system moneter

Dalam menjalankan otoritas moneter tentu memiliki fungsi dan tujuan tertentu,
fungsi dari system moneter antara lain:12

1. Menyeleggarakan mekanisme lalu lintas pembayaran yang efisien sehingga


mekanisme tersebut dapat dilakukan secara cepat, akurat dan dengan biaya yang
relatif kecil.
2. Melakukan fungsi intermediasi guna mempercepat pertumbuhan ekonomi.
3. Menjaga kestabilan tingkat bunga melalui kebijakan moneter.

Sebagai otoritas moneter, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh bank sentral


sangatlah berpengaruh terhadap seluruh kegiatan ekonomi suatu negara. Dalam hal ini bank
sentral berfungsi sebagai pengawas bank dan sebagai pengatur lalu lintas pembayaran, selain
itu bank sentral juga sangat vital dalam hal menjaga stabilitas system keuangan. Indonesia
sebagai negara berkembang pada umumnya di sector keuangan amsih didominasi oleh
peranan industry perbankan. Bank sentral juga berperan dalam mitra strategis dan
penyeimbang bagi otoritas fiscal dalam menjaga stabilitas ekonomi makro pada suatu
perekonomian.

11
Saridawati, “Analisis Peran Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI) Rate Terhadap Nilai Tukar US$ dan
Inflasi”, Moneter, Vol II No. 1, April 2015, hal. 133
12
Ibid.
Tentunya dalam menjalankan perannya sebagai Bank sentral, Bank Indonesia pasti
diikuti oleh berbagai kejadian-kejadian yang menyebabkan kestabilan ekonomi terguncang.
Salah satu guncangan ekonomi adalah krisis yang terjadi pada tahun 1998. Pada tahun ini
krisis ekonomi menghantam Indonesia yang dipicu oleh jatuhnya nilai mata uang bath di
Thailand yang kemudian berimbas pada pertumbuhan beban perekonomian Indonesia sebesar
50% dari Produk DOmestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan krisis tersebut mengakibatkan
sebanyak 16 bank dilikuidasi dan Bank Indonesia nyaris bankrupt. Hal ini bisa dilihat pada
kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Lahirnya BLBI tidak lepas dari krisis ekonomi dan moneter, terutama sejak
pemerintah memberlakukan system kurs mengambang nilai terkendali (managed floating)
dan mengambangkan nilai rupiah (free floating). Namun kebijakan tersebut kemudian
dilanjutkan dengan kebijakan moneter ketat (tight money policy) yang akhirnya menciptakan
rumor negative terhadap perbankan Indonesia.13 Dari rumor rumor yang beredar di
masyarakat ini akhirnya menyebabkan terjadinya rush atau penarikan dana simpanan oleh
nasabah terhadap bank.

Tidak hanya berhenti di tahun kasus BLBI, krisis ekonomi Kembali terjadi pada tahun
2008. Krisis kali ini terjadi secara global dikarenakan adanya informasi mengenai penutupan,
pembekuan dan likuidasi oleh bank. Indonesia tentu saja terkena dampak yang hebat karena
krisis ini dan menimbulkan berbagai persoalan seperti kesulitan likuiditas di sector
perbankan. Krisis ini bermula pada 9 agustus 2007 dimana BNP Paribas Prancis telah
menyatakan ketidaksanggupannya untuk mencairkan sekuritas yang terkait dengan subprime
mortgage dari Amerika Serikat.

Kerugian besar yang terjadi ini sebenarnya bersumber dari praktik pengemasan
subprime mortgage tersebut kedalam berbagai bentuk sekuritas lain, yang kemudian
diperdagangkan di pasar finansial global. Gelombang gagal bayar yang terjadi bersamaan
dengan jatuhnya harga rumah di Amerika Serikat akhirnya menyeret semua investor maupun
Lembaga yang terlibat dalam penjaminan ke dalam persoalan likuiditas yang sangat besar.
Banyak perusahaan besar finansial yang tidak bisa lari dari dampak buruk krisis ini.

Krisis berikutnya terjadi pada awal tahun 2020. Krisis ini disebabkan oleh Pandemi
Covid-19 (corona virus disesease-2019). Pandemi ini berawal di akhir tahun 2019 di Wuhan,
China. Virus ini secara cepat menyebar keseluruh penjuru dunia dan menyebabkan banyak

13
Nurhayani, Op. Cit,, hal. 28
usaha terhenti dan secara otomatis sector perekonomian akan terguncang. Di Indonesia
sendiri akibat adanya pandemic ini mengakibatkan Indonesia nyaris masuk kedalam jurang
resesi. Untuk menanggulangi peristiwa ini maka Pemerintah Indonesia melakukan stimulus-
stimulus demi menunjang perekonomian di Negaranya. Pada kuartal II ekonomi Indonesia
mengalami penurunan di angka minus 5,32%.14

Untuk menghindari terjadinya krisis tersebut maka peranan Bank Indonesia perlu
diperhatikan. Kebijakan-kebijakan yang diambil haruslah dapat memenuhi tugasnya untuk
menjaga stabilitas system keuangan. Dalam pengambilan kebijakan haruslah terbebas dari
segala intervensi. Dapat dilihat dari kasus BLBI bahwa Bank Indonesia mengalami intervensi
yang berlebihan dari Pemerintah. Bank Indonesia dipaksa untuk memberikan dana talangan
kepada bank umum yang terkena rush akibat dari kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Selain itu juga terdapat juga intervensi oleh IMF dalam pengambilan kebijakan
yang akan dilakukan terkait dengan keberatan untuk Indonesia memberikan pengembalian
BLBI yang dilakukan secara tunai oleh para pemilik bank dalam jangka waktu satu tahun.
Dari hal diatas jelas terdapat intervensi yang dilakukan oeh IMF dengan alasan bahwa sangat
tidak mungkin untuk terlaksana dan akan mengganggu pemulihan ekonomi.15

Sebagai Lembaga yang independent maka Bank Indonesia harus terbebas dari
intervensi-intervensi tersebut. Indikator dari independensi bank setral adalah:16

1. Memiliki kemampuan atau otoritas atau kewenangan judgment dalam kaitannya


dengan persoalan kebijakan moneter di negaranya.
2. Efektif dan kuat dengan cakupan ekonomi yang luas dalam operasinya
3. Terlepas dari campur tangan partisan serta tekanan partai politik

Pasal 4 ayat (2) UUBI menjelaskan bahwa BI diberi kewenangan menetapkan


kebijakan moneter secara independent dan bebas dari campur tangan pemerintah. Dilihat
secara structural, kedudukan BI tidak berada dibawah atau didalam cabinet pemerintahan,
namun memiliki kedudukan yang sejajar dengan cabinet pemerintah. Kemandirian dalam
menetapkan kebijakan moneter tersubut merupakan syarat independensi suatu institusi. Hal
ini juga diatur dalam ketentuan pasal 8 huruf a UUBI bahwa BI berwenang untuk

14
Selena Riri Blandina, Alvin Noor Fitrian, Wulan Septiyani, “Strategi Menghindarkan Indonesia dari
Ancamanan Resesi Ekonomi di Masa Pandemi”, Efektor Vol. 7 No 2, 2020, hal. 183
15
Nurhayani, Op. Cit., hal. 30.
16
Lely Savitri Dewi, “Kajian Independensi Bank Indonesia dalam Kedudukannya sebagai Bank Sentral
Menurut Tinjauan Hukum Berdasarkan UUBI Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia”, Coopetition Vol.
9 No. 1, Mei 2008, hal. 44
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system
pembayaran serta mengatur dan mengawasi perbankan. Dari kewenangan tersebut pemerintah
tidak berhak untuk ikut campur atau mengintervensi kebijakan yang dikeluarkan oleh BI
dimana telah ditegaskan dalam pasal 9 ayat (1) UUBI.

Simpulan dari pasal 67 jo pasal 9 UUBI dapat diringkas bahwa kemandirian


organisasi diperlukan oleh BI karena sangat erat berkaitan dengan komposisi dari organ
badan hukum BI dan system pengangkatan dan pemberhentian pegawai BI sebagai bank
sentral.17 Jadi pihak lain dilarang untuk melakukan campur tangan dalam pelaksanaan tugas
BI jadi BI wajib untuk menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari
pihak luar. BI memerlukan sikap netral dan tahan terhadap berbagai tekanan dalam
pencapaian optimal kinerjanya. Selain itu juga dalam pasal 60 UUBI menegaskan bahwa
anggaran BI ditetapkan oleh Dewan Gubernur dan tidak memerlukan approval dari DPR
hanya saja perlu untuk menginformasikan kepada DPR sebagai bentuk control tidak
langsung. Namun dalam perjalanan institusi ini masih kerap mengalami berbagai tekanan dari
berbagai aspek misalnya dari aspek politik.

B. PEMBENTUKAN DEWAN KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO

Pembentukan dewan kebijakan monter ini mengingatkan Kembali akan adanya dewan
moneter pada tahun sebelum 1999. Dewan moneter yang sempat dihapuskan ini berencana
untuk dihadirkan Kembali melalui revisi undang-undang no. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia yang telah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Revisi Undang-undang
ini menuai banyak kontroversi karena dalam salah satu pasal dalam RUU tersebut
menyiratkan bahwa akan hadir intervensi pemerintah dalam pelaksanaan tugas Bank
Indonesia.

Dari sini kita akan melihat Independensi Bank Indonesia akan terancam. Bahwasanya
dalam ketentuan Pasal 9 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 menjelaskan bahwa pihak lain
dilarang untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank
Indonesia. Bank Indonesia juga memiliki wewenang untuk menolak dan atau mengabaikan
segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

Ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang no 3 Tahun 1999 tentang perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juga
telah mengatur dengan tegas bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen
17
Ibid.
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau
pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini. Dengan
adanya intervensi dari Pemerintah melalui hadirnya dewan kebijakan ekonomi ini justru
makin memunculkan anggapan bahwa akan adanya intervensi dari pemerintah untuk
pelaksanaan tugas Bank Indonesia.

RUU tentang Bank Indonesia ini salah satunya akan menghapus mengenai ketentuan
dalam Pasal 9 dan menggantinya dengan ketentuan baru pasal 9A yang berisi untuk
menambahkan dewan baru bernama Dewan Kebijakan Ekonomi Makro. Dewan Kebijakan
Ekonomi Makro bertugas untuk memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan
moneter sejalan dengan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Jika dilihat
memang sangatlah mirip dengan Lembaga Dewan Moneter yang telah dihapus melalui
ketentuan UUBI.

Hadirnya Intervensi dalam pelaksanaan tugas BI jelas tidak bisa dihindarkan dari
kepentingan-kepentingan politik untuk mendapat kekuasaan. Dengan adanya kepentingan-
kepentingan dalam pelaksanaan tugas BI dapat mengakibatkan BI bertugas dengan tidak
maksimal karena adanya pihak lain yang menghambat dan membuat Bank Indonesia tidak
lagi steril.

Indonesia sebenarnya telah memiliki Komite Stabilitas SIstem Keuangan (KSSK)


yang dinilai sudah mampu untuk menjalankan tugas dengan baik. KSSK ini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
Keuangan. Hadirnya Lembaga baru ini dapat menciptakan kelebihan kebijakan. Jika memang
sangat dibutuhkan untuk adanya Dewan Kebijakan Ekonomi Makro ini harus dengan
penjelasan dan pemahaman yang dalam mengenai peranan KSSK sehingga tidak ada
benturan-benturan Lembaga dalam menentukan kebijakanan dan perlunya koordinasi yang
lebih antar lembaganya.

Tujuan dibentukan KSSK adalah untuk mencapati tujuan penguatan struktur


perbankan nasional dan sebagai mekanisme pengamanan system keuangan dari krisis yang
mencakup pencegahan dan penanganan krisis. Fungsi dari KSSK adalah untuk menetapkan
kebijakan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. Dari fungsinya saja sudah jelas
akan terjadi benturan dengan pembentukan dewan kebijakan ekonomi makro atau dewan
moneter ini. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 ini mengatur mengenai peran KSSK yang
diantaranya meliputi:
1. Koordinasi pemantauan dan pemeliharaan stabilitas system keuangan
2. Penanganan krisis system keuangan, dan
3. Penangan permasalahan bank sistemik baik dalam kondisi stabilitas system
keuangan normal maupun kondisi krisis system keuangan.

Titik berat Undang-Undang ini terletak pada pencegahan dan penanganan


permasalahan bank sistemik sebagai bagian penting dari sistem keuangan. 18 Jika dilihat lagi
mengenai KSSK dan independensi BI ini jelas bahwa pembentukan Dewan Kebijakan
Ekonomi Makro masih perlu pertimbangan yang dalam agar pembentukannya memanglah
tepat sasaran dan tidak menghadirkan stigma-stigma negative didalam masyarakat. Salah satu
stigma yang hadir dalam masyarakat jika terdapat intervensi pelaksanaan tugas BI oleh
Pemerintah adalah masuknya kepentingan politik dalam ranah BI.

Kepentingan politik ini diantaranya dapat dilihat dari susunan Dewan Kebijakan
Ekonomi Makro yang beranggotakan salah satunya Menteri keuangan dansalah satu orang
Menteri yang membidangi perekonomian. Masuknya Lembaga eksekutif disini perlu
dipertimbangkan lagi terkait dengan Independensi dar BI yang telah ditegaskan dalam
ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUBI. Menteri Keuangan yang akan menjabat sebagai ketua
dewan kebijakan ekonomi makro ini juga dikhawatirkan akan leluasa mengkoordinasikan dan
mengarahkan kebijakan yang sejalan dengan kepentingan-kepentingan pemerintahan. Dengan
adanya penghilangan independensi dari BI ini dapat dikatakan menjadi sebuah kemunduran
dalam sector moneter dan keuangan di Indonesia.

Banyak contoh yang dapat diambil dari Tindakan intervensi pada Bank Sentral di
suatu Negara. Misalnya pada tahun 1971, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon berhasil
membuat Deferal Reserve atau Bank sentral Amerika dan dapat merendahkan suku bunga
pada saat itu untuk kepentingan terpilihnya Kembali dirinya dalam pemilihan umum kedepan.
Susku bunga yang rendah ini dapat dikatakan dapat menstimulus pertumubuhan ekonomi dan
tercapainya tingkat lapangan kerja. Seiring dengan berjalannya waktu, desakan-desakan yang
dilakunan oleh Presiden Amerika Serikat pada waktu itu terhadap Bank sentral Amerika
memicu timbulnya inflasi yang cukup tinggi selama sisa tahun 1970. Upaya-upaya yang
dilakukan Feredal Reserve untuk menahan kenaikan inflasi ini berakhir dengan jatuhnya AS
kedalam jurang resesi sebanyak dua kali.

18
Paramita Prananingtyas, “Analisis Yuridis Tugas Komite Stabilitas Sistem Keuangan Dalam Pencegahan
Krisis Sistem Keuangan di Indonesia”, Diponegoro Private Law Review Vol. 1 No. 1, November 2017, hal. 7
Contoh lainnya adalah yang terjadi di Hungaria pada tahun 2011. Hungaria pada
waktu itu telah mengesahkan undang-undang yang mencabut independensi bank sentralnya.
Sebagai negara yang pemasukannya bergantung tinggi terhadap investor dari luar negeri,
keputusan ini tentunya membawa dampak yang buruk. Agensi Standard & Poor’s (S&P)
kemudian menurunkan peringkat kredit Hungaria ke status Junk dan berakhir dengan nilai
mata uang Hungaria jatuh serta ekonomi negara tersebut jatuh kedalam jurang resesi.

Masih banyak contoh lainnya seperti yang terjadi di Argentina yang mencapurkan
pemerintah kedalam ranah bank sentral hingga terdapatnya intervensi politik dalam Lembaga
tersebut dan berakhir dalam kenaikan inflasi yang makin tidak terkontrol. Konsekuensi dari
ketidak independensian suatu bank sentral dapat dilihat dari beberapa kasus diatas yang
karenanya telah mencampurkan kepentingan politik kedalam ranah kestabilan ekonomi suatu
negara.

Meskipun Bank Indonesia menjadi Lembaga yang bebas dari intervensi namun bukan
berarti BI menjadi Lembaga yang bebas dari suatu pengawasan. Pasal 58 ayat (1) Undang-
Undang No. 23 Tahun 1999 menjelaskan bahwa Bank Indonesia wajib menyampaikan
informasi kepada masyaralat secara terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun
anggaran. Ketentuan lain yaitu pada pasal 61 ayat (4) UUBI yang menjelaskan bahwa BI
wajib mengumumkan laporan keuangan tahunannya kepada public. Selain itu, DPR RI juga
memiliki tanggung jawab pengawasan terhadap kinerja BI. DPR berwenang untuk meminta
suatu penjelasan terkait dengan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang BI. Atas
permintaan DPR ini maka Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan khusus
terhadap BI.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
independensi suatu bank sentral sangatlah dibutuhkan oleh tiap negara. Bank sentral sebagai
pemegang kebijakan moneter di suatu negara khususnya BI di negara Indonesia yang
berperan besar dalam menjaga stabilitas ekonomi. Dapat dilihat pada kasus BLBI pada tahun
1998 BI mendapat banyak tekanan serta intervensi oleh pihak luar. Pemerintah Indonesia
dengan segala kebijakan-kebijakannya telah mengakibatkan terjadinya rush yang kemudian
menjadi penyebab terjadinya penarikan dana oleh nasabah bank yang terjadi secara besar-
besaran. Sangat perlu diperhatikan bahwa Independensi BI telah dijamin dalam Pasal 4 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.

Hadirnya gagasan RUU UUBI menciptakan kontroversi yang perlu diperhatikan.


Melalui RUU UUBI memunculkan beberapa ketentuan baru bahwasanya akan dihadirkan
Kembali Dewan Moneter dengan nama yang baru yaitu Dewan Kebijakan Ekonomi Makro.
Dibentuknya Lembaga ini sangat cukup untuk dikatakan bahwa Lembaga tersebut merupakan
wujud intervensi pemerintah kepada BI. Intervensi yang diwarnai dengan berbagai macam
kepentingan ini dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja dari BI. Sama halnya dengan
intervensi yang dilakukan pemerintah dalam kasus krisis ekonomi tahun 1998, sangat
ditakutkan Ketika Indonesia akan menghadapi krisis-krisis ekonomi yang mungkin akan
menerjang negara Indonesia. Dalam hal lain, Indonesia dengan KSSK sebenarnya telah siap
untuk menghadapi krisis-krisis yang dimungkinkan akan datang. KSSK dengan sumbernya
Undang-Undang No 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
Keuangan diharapkan untuk mampu melakukan pencegahan dan penanganan permasalahan
bank sistemik sebagai bagian penting dari sistem keuangan. Dalam Pembentukan dewan
Kebijakan Ekonomi Makro seharusnya dilakukan dengan pemahaman yang lebih dalam agar
terhindar dari segala kepentingan politik yang dapat mengacaukan susunan bank sentral di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Lepi Tarmidi, 2001. Krisis Moneter Indonesia :Sebab, Dampak, Peran IMF dan
Saran. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Perry Warjiyo dan Solikin, 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: Pusat
Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia.

JURNAL DAN MAKALAH

Lely Savitri Dewi, 2008. “Kajian Independensi Bank Indonesia dalam Kedudukannya
sebagai Bank Sentral Menurut Tinjauan Hukum Berdasarkan UUBI Nomor 3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia”, Coopetition, 9(1), 44.

Nasution, “Lessons from the Recent Financial Crisis in Indonesia”. makalah pada
“1997 Economics Conference”, diselenggarakan bersama oleh USAID, ACAES, LPEM-
FEUI, Jakarta, 17-18 Desember.

Nurhayani, 2006. “Upaya Penyelesaian BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)”.


Lex Jurnalica, 4(1). 28-37.

Saridawati, 2015. “Analisis Peran Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI) Rate
Terhadap Nilai Tukar US$ dan Inflasi”, Moneter, 2(1), 133..
Selena Riri Blandina, Alvin Noor Fitrian, Wulan Septiyani, 2020 “Strategi
Menghindarkan Indonesia dari Ancamanan Resesi Ekonomi di Masa Pandemi”, Efektor
7(2), 183.
Paramita Prananingtyas, 2017. “Analisis Yuridis Tugas Komite Stabilitas Sistem
Keuangan Dalam Pencegahan Krisis Sistem Keuangan di Indonesia”, Diponegoro Private
Law Review, 1(1), 7.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-


undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis


Sistem Keuangan
DATA ELEKTRONIK

What is an economic crisis? Definition and examples. Diakses pada 16 April 2021,
dari https://marketbusinessnews.com/financial-glossary/economic-crisis/.
Maulana Adieb, (2021). Ditakuti oleh Semua Negara, Apa Penyebab Terjadinya
Krisis Ekonomi?. Diakses pada 16 April 2021, dari https://glints.com/id/lowongan/krisis-
ekonomi/#.YH3DopMzafQ.
Nurul Qomariyah Pramisti, (2020). Krisis Moneter 1997/1998 adalah Periode
Terkelam Ekonomi Indonesia. Diakses pada 16 April 2021, dari https://tirto.id/f6YV

Permata Adinda, (2020). Jika Ada Dewan Moneter di Atas Bank Indonesia, Apa
Dampaknya? Diakses pada 18 April 2021, dari https://asumsi.co/post/jika-ada-dewan-
moneter-di-atas-bank-indonesia-apa-dampaknya

Agung Sandy Lesmana, (2020). Ekonom: Wacana Dewan Moneter Bentuk


Pemerintah Emosional. Diakses pada 18 April 2021, dari
https://www.suara.com/bisnis/2020/09/15/181413/ekonom-wacana-dewan-moneter-bentuk-
pemerintah-emosional

Dewan Moneter, Panglima Ekonomi Indonesia”. Diakses pada 18 April 2021, dari
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200901162403-8-183642/dewan-moneter-panglima-
ekonomi-indonesia

Anda mungkin juga menyukai