Oleh :
1. Fitra Anggraeni ( 1807810070077)
2. Mohammad Adi Wijaya ( 1807810070075)
3. Ahmad Ruj’a (2007810070005)
Office Management
STIE Dharma Negara Businees School
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas segala berkat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dampak Sistem
& Krisis Moneter Internasional Terhadap Indonesia”.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
memberikan dukungan dan motivasi. Kami meminta maaf jika dalam
penulisan makalah ini terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan.
Kami berharap agar makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan bagi pembaca.
Kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat
menyempurnakan makalah ini.
2. Rumusan Permasalahan
3. Tujuan Penulisan
menurut Bank Indonesia dan Sumber Lain Awal Juli 1997, adanya
gejolak nilai tukar dan bersama dengan itu, pemerintah
melakukan pengetatan likuiditas. Kondisi ini memunculkan
krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional,
terutama setelah pencabutan ijin usaha 16 bank pada tanggal 1
November1997. Hal ini berdampak buruk yang memicu
terjadinya depresiasi kepercayaan terhadap perbankan.
Sebagai manifestasi krisis kepercayaan masyarakat tersebut,
terjadi penarikan dana secara besar-besaran. Indonesia, Pada Juli,
sebagai akibat Thailand mengambangkan baht, sementara
otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8
persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus.
Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar
dengan pertukaran floating-bebas sehingga rupiah jatuh lebih
dalam. Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank
Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997terpaksa membebaskan
nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollar AS, dan
membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating)
menggantikan sistem managed floatingyang dianut pemerintah sejak
devaluasi Oktober 1978. Dengan demikian Bank Indonesia tidaklagi
melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang nilai tukar
rupiah, sehingga nilaitukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata.
Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepatdan tajam dari rata-
rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari
1998,namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp
8.000 awal Mei 1999.
Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya
membeli saham besar-besarandimingimingi keuntungan yang besar
yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatifstabil
kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar. Spekulan
domestik ikutbermain. Para spekulan inipun tidak semata-mata
menggunakan dananya sendiri, tetapi jugameminjam dana dari sistem
perbankan untuk bermain.
Banyak bank yang mengalami kesulitan likuiditas yang
disusul dengan kelangkaanlikuiditas perekonomian secara
keseluruhan (liquidity crunch). Keadaan semakin diperparahdengan
melambungnya suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) hingga
mencapai 300% pertahun. Perbankan (systemic risk) dan besarnya
risiko yang ditanggung masyarakat (economic cost).Selain itu,
keputusan likuidasi itu juga merupakan hasil evaluasi dan rekomendasi
IMF yangdituangkan ke dalam Letter of Intent (LoI) antara pemerintah
dengan IMF pada tanggal 31Oktober 1997. Kesepakatan dengan IMF ini
yang juga merupakan tahapan awal pelaksanaanreformasi ekonomi
dan perbankan yang tertuang dalam Memorandum of
Economic andFinancial Policies yang ditandatangani pada awal
November 1997. Program reformasi tersebutjuga telah mendapat
dukungan teknis dan keuangan dari Bank Dunia, ADB, dan negara-
negarasahabat lainnya. Namun, upaya yang semula dimaksudkan
untuk memulihkan kepercayaan kepadaperbankan itu ternyata
oleh masyarakat ditanggapi secara negatif. Masyarakat
melakukanpenarikan dan pengalihan dana secara besar-besaran
(bank run), sehingga sejumlah bankmengalami mismatch dan terus
mengalami saldo negatif (saldo debet) pada gironya di Bank Indonesia.
Pada sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah secara tajam juga
membawa hikmah. Secaraumum impor barang menurun tajam
termasuk impor buah, perjalanan ke luar negeri danpengiriman anak
sekolah ke luar negeri, kebalikannya arus masuk turis asing akan
lebihbesar, daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan
impor rendah meningkatsehingga bisa menahan impor dan merangsang
ekspor khususnya yang berbasis pertanian,proteksi industri dalam
negeri meningkat sejalan dengan merosotnya nilai tukar
rupiah,pengusaha domestik tidak lagi meminjam dana dari luar negeri.
Hasilnya adalah perbaikandalam neraca berjalan.
Petani yang berbasis ekspor penghasilannya dalam rupiah
mendadak melonjak drastis,sementara bagi konsumen dalam negeri
harga beras, gula, kopi dan sebagainya ikut naik.Sayangnya ekspor yang
secara teoritis seharusnya naik, tidak terjadi, bahkan cenderungsedikit
menurun pada sektor barang hasil industri. Meskipun penerimaan
rupiah petanikomoditi ekspor meningkat tajam, tetapi penerimaan
ekspor dalam valas umumnya tidakberubah, karena pembeli di luar
negeri juga menekan harganya karena tahu petani dapatuntung besar,
dan negara-negara produsen lain juga mengalami depresiasi dalam nilai
tukarmata uangnya dan bisa menurunkan harga jual dalam nominasi
valas. Hal yang serupa jugaterjadi untuk ekspor barang manufaktur,
hanya di sini ada kesulitan lain untuk meningkatkanekspor, karena ada
masalah dengan pembukaan L/C dan keadaan sosial-politik yang
belummenentu sehingga pembeli di luar negeri mengalihkan pesanan
barangnya ke negara lain.Namun secara keseluruhan dampak
negatifnya dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebihbesar dari
dampak positifnya.
2.Sektor Sosial Masyarakat
Menurut Data Strategis BPS persentase penduduk miskin tercatat
pada tahun 1998sebanyak 24,23 persen (49,5 juta orang).
Meningkatnya jumlah penduduk miskin tidakterlepas dari jatuhnya
nilai tukar rupiah yang tajam, yang menyebabkan
terjadinyakesenjangan antara penghasilan yang berkurang karena
PHK atau pengeluaran yangmeningkat tajam karena tingkat inflasi
yang tinggi. Semakin tingginya pengangguran tinggipula tingkat
kriminalitas yang terjadi.
3.Sektor Pemerintahan