Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarga dan para
sahabatnya.
Makalah yang berjudul “Krisis Moneter” ini disusun dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah. Makalah yang bersumber dari media cetak maupun media sosial
lainnya bertujuan untuk menjabarkan tentang permasalahan dan pengertian Krisis
Moneter itu sendiri.
Ungkapan terima kasih penulis hanturkan kepada Pak Muhammad Haikal
selaku dosen penanggung jawab mata kuliah, atas bimbingan dan arahannya, hingga
tersusunnya makalah ini.
Semoga makalah yang penulis susun ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Karena keterbatasan waktu, sumber maupun kemampuan penulis, tentunya ada
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Semoga ke depannya penulis dapat
menjelaskan lebih detail tentang Lingkungan Pendidikan. Tak lupa saran serta kritik
yang membangun senantiasa penulis harapkan dalam perbaikan makalah ini.

Banda Aceh, 3 Mei 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

A. Latar Belakang Krisis Moneter di Indonesia .................................................................. 3

B. Faktor-Faktor khusus Krisis Moneter di Indonesia ........................................................ 5

C. Peran IMF dalam Krisis Moneter yang dihadapi Indonesia ........................................... 7

D. Dampak dari Krisis Moneter di Indonesia .................................................................... 10

BAB III .................................................................................................................................... 15

PENUTUP................................................................................................................................ 15

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah
berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya
kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah
pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena
terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional
yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi
di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir,
hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang
melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya. Krisis moneter
ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat
dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2 dan Hollinger). Yang
dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalahpertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca
pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung
membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar,
realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Lihat Tabel. Namun di
balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik
yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak
efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya
data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar
melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar
negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga
krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun semua kelemahan ini masih
mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak datang
badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada, yang
selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang
mengancam.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang adanya krisis moneter?
2. Apa saja penyebab adanya krisis moneter?
3. Bagaimana peran IMF dalam krisis moneter yang terjadi di Indonesia?
4. Bagaimana dampak dari adanya krisis moneter?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Krisis moneter d Indonesia serta dampak dan
penyebab dari adanya Krisis moneter.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Krisis Moneter di Indonesia


Krisis moneter adalah anjloknya perekonomian suatu negara yang disebabkan
oleh hancurnya suatu sistem pemerintahan yang berdampak besar terhadap suatu
negara. Indonesia selama perkembangannya telah mengalami beberapa fase
pemerintahan. Sebagai negara berkembang, Indonesia sudah sering mengalami krisis
moneter. Krisis moneter yang paling parah terjadi pada pertengahan tahun 1997,
berawal dari melemahnya mata uang Thailand baht terhadap dollar AS. Pada tanggal
14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht terhadap dollar AS mengalami gocangan akibat
para investor asing mengambil keputusan jual karena tidak percaya lagi terhadap
prospek perekonomian dan ketidakstabilan politik negara Thailand.
Sehingga pada tanggal 2 Juli 1997, bank sentral Thailand mengumumkan
bahwa nilai tukar baht dibebaskan dari ikatan dollar AS dan meminta bantuan IMF
(International Monetary Fund). Pengumuman ini menyebabkan nilai baht terdepresiasi
hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dollar AS yang menyebabkan
nilai dollar menguat, yang kemudian berimbas ke rupiah Indonesia. Sebenarnya krisis
yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena dipicu oleh melemahnya nilai mata uang
Thailand baht terhadap dollar AS saja, tetapi juga disebabkan oleh sistem ekonomi yang
dijalankan oleh pemerintah pada saat itu.
Sebelumnya krisis yang terjadi di negara-negara Asia seperti Thailand, Korea
Selatan dan Indonesia sudah dapat diramalkan walaupun waktunya tidak dapat
dipastikan. Hal ini terlihat dari defisit neraca yang terlalu besar dan terus meningkat
pada setiap tahunnya. Selama pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru), Indonesia
menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dengan kembali membaiknya
hubungan politik dengan negara-negara Barat dan adanya kesungguhan pemerintah
untuk melakukan rekontruksi dan pembangunan ekonomi, maka arus modal mulai
masuk kembali ke Indonesia.
Namun disamping kelebihan-kelebihan tersebut, terdapat kekurangan pada
masa pemerintahan Orde Baru. Melaui kebijakan-kebijakannya Indonesia memang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, namun dengan biaya yang sangat

3
mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia
mengalami krisis ekonomi yang diawali dengan krisis pertukaran mata uang terhadap
dollar AS. Kecenderungan melemahnya mata uang rupiah semakin menjadi ketika
terjadinya aksi mahasiswa pada tanggal 12 Mei 1998 yang dikenal dengan Tragedi
Trisakti.
Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini
telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni
lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan
meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya
disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh
berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi
seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan
terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di
Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei
1998 lalu dan kelanjutannya.
Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa
lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud
dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran
secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung
membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar,
realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.
Yang terjadi adalah, mendadak datang badai yang sangat besar, yang tidak
mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada, yang selama bertahun-tahun telah
mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.

INDIKATOR UTAMA EKONOMI INDONESIA 1990 - 1997


1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997
Pertumbuhan ekonomi (%) 7,24 6,95 6,46 6,50 7,54 8,22 7,98 4,65
Tingkat inflasi (%) 9,93 9,93 5,04 10,18 9,66 8,96 6,63 11,60
-
Neraca pembayaran (US$ juta) 2,099 1,207 1,743 741 806 1,516 4,451
10,021
Neraca perdagangan 5,352 4,801 7,022 8,231 7,901 6,533 5,948 12,964

4
-
Neraca berjalan -3.24 -3,122 -2,298 -2.96 -6.76 -7,801 -2,103
4,392
Neraca modal 4,746 5,829 18,111 17,972 4,008 10,589 10,989 -4,845
Pemerintah (neto) 633 1,419 12,752 12,753 307 336 -522 4,102
Swasta (neto) 3,021 2,928 3,582 3,216 1,593 5,907 5,317 -10.78
PMA (neto) 1,092 1,482 1,777 2,003 2,108 4,346 6,194 1,833
Cadangan devisa akhir tahun (US$
8,661 9,868 11,611 12,352 13,158 14,674 19,125 17,427
juta)
(bulan impor nonmigas c&f) 4,7 4,8 5,4 5,4 5,0 4,3 5,2 4,5
Debt-service ratio (%) 30,9 32,0 31,6 33,8 30,0 33,7 33,0
Nilai tukar Des. (Rp/US$) 1,901 1,992 2,062 2.11 2.2 2,308 2,383 4.65
APBN* (Rp. milyar) 3,203 433 -551 -1.852 1,495 2,807 818 456
* Tahun anggaran
Sumber : BPS, Indikator Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia;
World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14
Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
khususnya dollar AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating)
menggantikan sistim managed floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober
1978. Dengan demikian Bank Indonesia tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta
asing untuk menopang nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan
pasar semata. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepat dan tajam dari rata-
rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun
kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.

B. Faktor-Faktor khusus Krisis Moneter di Indonesia


Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama
ini lemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik di atas, tetapi terutama karena
utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah
sektor rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar
AS yang mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya1 . Krisis yang
berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam,

5
akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS
(spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar.
Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah
merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini
bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi
pandang masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai
faktor tersebut menurut urutan kejadiannya :
1. Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang
memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk
secara bebas berapapun jumlahnya.
2. Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga
5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar
nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah
dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif
lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri
yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor.
3. Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan
menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak
tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya
ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
4. Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga Ehrke: 2-3) yang
dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas
cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin
trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah
besar.
5. Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan
pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah
dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada
tanggal 14 Agustus 1997.
6. Defisit neraca berjalan yang semakin membesar yang disebabkan karena laju
peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya
pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat
overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah
dibandingkan dengan produk dalam negeri.

6
7. Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran
dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter
yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar.
8. IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan
yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir
kesepakatan dengan baik.
9. Spekulan domestik ikut bermain (Wessel et al., hal. 22). Para spekulan inipun tidak
semata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim
perbankan untuk bermain.
10. Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas
menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa
menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah.
Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama menunggu pembenahan
yang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah terakumulasi selama bertahun-
tahun masih bisa ditampung oleh masyarakat dan tidak cukup kuat untuk menjungkir-
balikkan perekonomian Indonesia seperti sekarang ini. Krisis pecah karena terdapat
ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah
devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak
terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis
ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja
perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri
terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat
yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik.

C. Peran IMF dalam Krisis Moneter yang dihadapi Indonesia


Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan
karenapemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi.
Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan kepercayaan
pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik. Inti dari setiap
program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial. (Fischer 1998b).
Sementara itu pemerintah Indonesia telah enam kali memperbaharui persetujuannya
dengan IMF, Second Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies
(MEFP) tanggal 24 Juni, kemudian 29 Juli 1998, dan yang terakhir adalah review yang
keempat, tanggal 16 Maret 1999.

7
Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997.
Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang:
1. Penyehatan sektor keuangan;
2. Kebijakan fiskal;
3. Kebijakan moneter;
4. Penyesuaian struktural.
Untuk menunjang program ini, IMF akan mengalokasikan stand-by credit
sekitar US$ 11,3 milyar selama tiga hingga lima tahun masa program. Sejumlah US$
3,04 milyar dicairkan segera, jumlah yang sama disediakan setelah 15 Maret 1998 bila
program penyehatannya telah dijalankan sesuai persetujuan, dan sisanya akan dicairkan
secara bertahap sesuai kemajuan dalam pelaksanaan program. Dari jumlah total
pinjaman tersebut, Indonesia sendiri mempunyai kuota di IMF sebesar US$ 2,07 milyar
yang bisa dimanfaatkan. (IMF, 1997: 1). Di samping dana bantuan IMF, Bank Dunia,
Bank Pembangunan Asia dan negaranegara sahabat juga menjanjikan pemberian
bantuan yang nilai totalnya mencapai lebih kurang US$ 37 milyar (menurut Hartcher
dan Ryan). Namun bantuan dari pihak lain ini dikaitkan dengan kesungguhan
pemerintah Indonesia melaksanakan program-program yang diprasyaratkan IMF.
Sebagai perbandingan, Korea mendapat bantuan dana total sebesar US$ 57 milyar
untuk jangka waktu tiga tahun, di antaranya sebesar US$ 21 milyar berasal dari IMF.
Thailand hanya memperoleh dana bantuan total sebesar US$ 17,2 milyar, di antaranya
US$ 4 milyar dari IMF dan masing-masing US$ 0,5 milyar berasal dari Indonesia dan
Korea.
Karena dalam beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh
pihak Indonesia dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah
negosiasi kedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of
intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50 butir.
Saransaran IMF diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan
cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil (butir 17 persetujuan IMF 15
Januari 1998). Pokokpokok dari program IMF adalah sebagai berikut:
A. Kebijakan makro-ekonomi
- Kebijakan fiskal
- Kebijakan moneter dan nilai tukar
B. Restrukturisasi sektor keuangan
- Program restrukturisasi bank

8
- Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan
C. Reformasi struktural
- Perdagangan luar negeri dan investasi
- Deregulasi dan swastanisasi
- Social safety net
- Lingkungan hidup.
Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai hambatan,
maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan supplementary memorandum pada
tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu matriks. Cakupan
memorandum ini lebih luas dari kedua persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk
adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan
masing-masing program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategi
yang akan dilaksanakan adalah:
1. menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia;
2. memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan;
3. memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang
efisien dan berdaya saing;
4. menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta;
5. kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga ekspor
bisa bangkit kembali.

Ke tujuh appendix adalah masing-masing:


1. Kebijakan moneter dan suku bunga
2. Pembangunan sektor perbankan
3. Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah
4. Reformasi BUMN dan swastanisasi
5. Reformasi struktural
6. Restrukturisasi utang swasta
7. Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.
Prioritas utama dari program IMF ini adalah restrukturisasi sektor perbankan.
Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit murah bagi perusahaan
kecilmenengah dan koperasi dengan tambahan dana dari anggaran pemerintah (butir 16
dan 20 dari Suplemen). Awal Mei 1998 telah dilakukan pencairan kedua sebesar US$
989,4 juta dan jumlah yang sama akan dicairkan lagi berturut-turut awal bulan Juni dan

9
awal bulan Juli, bila pemerintah dengan konsekuen melaksanakan program IMF.
Sementara itu Menko Ekuin/ Kepala Bappenas menegaskan bahwa “Dana IMF dan
sebagainya memang tidak kita gunakan untuk intervensi, tetapi untuk mendukung
neraca pembayaran serta memberi rasa aman, rasa tenteram, dan rasa kepercayaan
terhadap perekonomian bahwa kita memiliki cukup devisa untuk mengimpor dan
memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri” (Kompas, 6 Mei 1998). Pencairan
berikutnya sebesar US$ 1 milyar yang dijadwalkan awal bulan Juni baru akan
terlaksana awal bulan September ini.

D. Dampak dari Krisis Moneter di Indonesia


1. Krisis Ekonomi 1997-1998
Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997 sebenarnya
merupakan bagian dari krisis Finansial Asia (Asian Financial Crisis) yang
merupakan kombinasi yang parah antara perilaku pasar keuangan yang di luar
batas dan kebijakan pemerintah yang lemah.1 Krisis Asia ini berawal dari
Thailand yaitu dengan terpuruknya nilai bath Thailand yang disebabkan oleh
keputusan pemerintah Thailand untuk menerapkan kebijaksanaan sistem
mengambang terhadap nilai tukar bath terhadap dolar Amerika. Para insvestor
baik dari Asia Tenggara maupun dari negara-negara lain mulai menarik
investasi dari kawasan (Malaysia, Singapura, Indonesia dan Filipina) untuk
mengamankan aset-asetnya. Dampaknya sangat jelas yaitu bahwa nilai tukar
mata uang negara-negara ini merosot, pada gilirannya menyebabkan hutang
yang semakin membengkak. Indonesia merupakan negara Asia yang paling
parah terkena krisis 1997 ini. Hal ini antara lain disebabkan oleh struktur
ekonomi Indonesia yang didominasi oleh kekuatan crony capitalism yang
berpusat pada lingkungan kekuasaan.2 Nilai Rupiah anjlok dari sekitar Rp
2.600,00 ke Rp 18.000,00 per dolar Amerika, dari bulan Desember 1997 hingga
1998 angka inflasi mencapai 59,1%. Periode krisis di Indonesia berlangsung
mulai tahun 1997, memasuki tahun baru 1998 harga dolar AS jauh melewati
angka Rp 6.000,00 dan pada 22 Januari 1998 mencapai angka Rp 16.000,00
tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia. Harga-harga barang kebutuhan
pokok antara lain beras, kedelai, gandum, sayuram, buah-buahan dan jasa
transportasi maupun produk-produk industri meningkat drastis. Kemarau
panjang dan tingginya kandungan impor sektor ekonomi Indonesia memaksa

10
pemerintah dan pengusaha untuk mengimpor barang-barang kebutuhan pokok
dan barang-barang input bagi kelangsungan proses produksi. 3 Proses
industrialisasi selama ini yang menggeser sektor pertanian mengakibatkan
berkurangnya produksi bahan-bahan kebutuhan pokok produksi sektor
pertanian, sehingga tahun 1997 Indonesia harus mengimpor beras 9 juta ton,
gula 400 ribu ton, kedelai 1 juta ton, sayuran 130 ribu ton dan buah-buahan 90
ribu ton, padahal pada zaman pendudukan Belanda Indonesia menjadi
pengekspor beberapa komoditi pertanian tersebut.4 Dengan kata lain, tidak saja
sektor industri yang bergantung pada luar negeri tetapi juga beberapa produk
pertanian penting sebagai bahan konsumsi seluruh rakyat Indonesia. Kondisi
krisis ekonomi ini diperparah dengan adanya musim kemarau panjang, yang
kemudian menjadi salah satu faktor yang mempengaruhiproduksi pabrik gula
Sumberharjo. Seperti yang dijelaskan oleh Mari Elka Pangestu yang
mengatakan yang sulit diperkirakan adalah beberapa besar penurunannya, baik
untuk tahun 1997 maupun 1998 karena disamping currency crisis yang tentunya
mempengaruhi kinerja perusahaan, juga mempengaruhi pengeluaran
pemerintah sehingga mempengaruhi pertumbuhan. Selain itu, ada juga faktor
musim kemarau yang mempengaruhi pertanian sehingga agak sulit untuk
diprediksi, walaupun kita bisa mengatakan pada dasarnya pertumbuhan akan
melamban di tahun 1997 maupun 19985 Krisis moneter yang berlangsung sejak
pertengahan Juli 1997 telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan bahkan
menjadi krisis multidimensioanal. Krisis ekonomi tersebut menyebabkan
perekonomian Indonesia mengalami fluktuasi. Berdasarkan laporan Badan
Pusat Statistik (BPS), Pada tahun 1998 perekonomian Indonesia mengalami
pertumbuhan sebesar -13,68%. Padahal tahun-tahun sebelumnya pertumbuhan
selalu positif yakni 4,91% pada tahun 1997, tahun 1996 sebesar 7,82%, tahun
1995 sebesar 8,22% dan 7,54% pada tahun 1994. Pada tahun 1998 tersebut
seluruh sektor mengalami pertumbuhan negatif, kecuali sektor pertanian,
peternakan, perikanan dan kehutanan yang mampu tumbuh sebesar 0,81% dan
sektor listrik, gas dan air minum yang tumbuh sekitar 1,86%.6 Selain itu, sektor
yang mengalami pertumbuhan negatif antara lain sektor pertambangan dan
penggalia sebesar - 3,08%, industri pengolahan sebesar -11,88%.7 Krisis
ternyata juga berpengaruh pada sistem ekonomi pertanian. Jenis tanaman
berumur pendek yang dicatat dalam perkebunan besar adalah tebu, tembakau

11
dan rami. Pada tahun 1998 jenis perkebunan tebu dan rami terjadi penurunan
luas lahan masing-masing sebesar 10% dan 76%, kecuali perkebunan rami
meningkat hanya 4,9 %. Produksi tanaman berumur pendek ini juga mengalami
penurunan, besarnya penurunan produksi yang terjadi adalah 8,7% untuk
perkebunan gula tebu, 29,6% untuk perkebunan tembakau dan 61,5% untuk
perkebunan.
Ada tiga faktor penyebab terjadinya krisis yang terjadi di Indonesia pada
tahun 1998.
Pertama, adalah lemahnya sistem keuangan nasional. Lembaga
keuangan khususnya perbankan dan pasar modal merupakan salah satu saluran
penting pemasukan modal asing ke dalam negeri. Pemasukan modal asing
semakin bertambah besar setelah pemerintah melakukan deregulasi hampir di
seluruh aspek perekonomian nasional sejak dasawarsa 1980-an. Adanya
deregulasi industri perbankan itu tidak diikuti dengan kemampuan pemerintah
untuk mengimplementasikan aturan prudensial yang mengatur
industrikeuangan.
Kedua, yaitu menguatnya nilai riil rupiah. Pemasukan modal asing
dalam jumlah yang semakin bertambah besar telah menguatkan nilai riil rupiah.
Rupiah yang menguat dapat meredam kenaikan tingkat suku bunga di pasar
nasional. Karena tingkat harga komoditi impor menjadi semakin murah,
apresiasi rupiah ikut membantu pengendalian tingkat laju inflasi di dalam
negeri. Tingkat laju inflasi semakin rendah pada periode 1990-1996 karena
besarnya subsidi anggaran pada komoditi yang tingkat harganya dikendalikan
oleh pemerintah. Dengan demikian tingkat laju inflasi yang rendah selama
periode 1990-1996 di masa lalu belum tentu mencerminkan kekuatan
fundamental perekonomian nasional karena mahalnya biaya untuk membayar
pegendalian itu. Di lain pihak, apresiasi nilai tukar riil rupiah menimbulkan dua
efek negatif pada perekonomian nasional.
1) kurs riil rupiah yang menguat itu telah mengurangi daya saing
ekonomi nasional di pasar dunia dan ternyata tingkat laju pertumbuhan nilai
seluruh jenis komoditi ekspor Indoneesia mengalami penurunan sejak tahun
1992. Penurunan tingkat laju nilai ekspor itu terutama terjadi pada komoditi
yang merupakan pengolahan hasil alam (pertanian, pertambangan dan
penggalian, serta industri kayu).

12
2) penguatan nilai tukar rupiah merangsang alokasi faktor-faktor
produksi lebih banyak pada non traded sector.
3) adalah lemahnya bank Indonesia sebagai bank sentral yang tercermin
dari merosotnya kredibilitas lembaga itu maupun tidak berdayanyabank sentral
untuk menjalankan kebijakan moneter.

2. Dampak Krisis Bagi Eksistensi Pabrik Gula Sumberharjo


Tidak ada yang menduga krisis yang melanda Thailand pada pertengahan
tahun 1997 akhirnya menyebar ke seluruh kawasan Asia Tenggara dan termasuk
Indonesia. Pada saat itu kondisi fiskal Indonesia tampak baik-baik saja. Hanya ada
beberapa indikator ekonomi lainnya yang agak merisaukan pada waktu itu, antara
lain membengkaknya defisit transaksi berjalan pada neraca pembayaran dan
menurunnya daya saing ekspor, sehingga ada keyakinan bahwa ekonomi Indonesia
akan bertahan krisis moneter.
Tetapi kenyataannya krisis ekonomi itu menjadi krisis dan membawa
dampak pada bidang-bidang yang lain seperti pertanian dan membawa dampak
pada eksistensi pabrik gula Prof Selo Soemardjan mengatakan, mengingatkan
pemerintah Indonesia harus segera menyelesaikan krisis ekonomi yang telah
membawa dampak negatif amat jauh. Jika krisis ini terus berlanjut, dan rakyat sudah
tidak kuat menahan, pemberontakan bisa saja terjadi. krisis ekonomi di Indonesia
pada awalnya hanya mengganggu bidang-bidang usaha yang bersentuhan
denganurusan dollar. Namun, kemudian krisis ini melebar dan terus sehingga
petani-petani di desa-desa yang awalnya hidup nyaman terteram sebab tidak ad
urusan dengan dollar kini terusik Dampak krisis ekonomi terhadap kinerja pertanian
dapat dilihat dengan indikator harga domestik, total produksi dan employment.
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 telah menyebabkan dampak
positif pada kinerja sektor pertanian, hal itu dapat dilihat dari adanya kenaikan
produksi dan employment pada beberapa sektor pertanian. Namun disisi lain juga
menyebabkan dampak negatif terhadap kinerja sektor pertanian, hal tersebut dapat
dilihat dari adanya kenaikan harga, penurunan produksi dan penurunan employment
pada beberapa sektor pertanian.
Penurunan produksi yang terjadi memang dapat disebabkan langsung oleh
krisis ekonomi, namun hal itu juga bisa terjadi karena faktor-faktor yang tidak
terkait langsung dengan krisis ekonomi. Faktor-faktor tersebut misalnya

13
1) cuaca dan musim yang menyebabkan panen gagal,
2) serangan hama dan penyakit yang menyebabkan produktifitas menurun
3) menurunnya luas lahan yang digunakan untuk usaha tani, sehingga untuk
melihat dampak krisis ekonomi perkebunan dan pabrik gula Sumberharjo ini
harus dilakukan secara hati-hati. Penurunan produksi, produktivitas dan
rendemen tebu pada masa modern

Indonesia sekarang memang amat mengkhawatirkan, sehingga


ketergantungan terhadap gula impor menjadi sesuatu yang tidak dapat terbantahkan.
Produksi gula Indonesia terendah terjadi tahun 1998, sebagai salah satu dampak
dari bencana kekeringan karena pemanasan suhu di Asia Pasifik (El Nino). 21 Pada
pabrik gula Sumberharjo sendiri penurunan luas areal tebu dan produksi terus
terjadi serta memuncak di tahun 1997. Bahkan pada tahun ini pendapatan yang
diperoleh pabrik adalah minus, dalam artian antara biaya yang dikeluarkan dengan
pendapatan yang diperolah tidaklah sebanding. Keadaan lebih parah ketika tahun
1998 pabrik gula Sumberharjo mengeluarkan biaya produksi yang meningkat tajam
dari tahun-tahun sebelumnya. Pasca kebijakan “industri gula terkendali” bibit-bibit
kreasi dan inovasi petani nampak mulai muncul. Menyusul pencabutan Inpres
No.9/1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) tahun 1998. Pengekangan
dalam bentuk “wajib tanam tebu” tidak ada lagi setelah Inpres TRI dicabut.
Komposisi lahan tanaman tebu berbalik arah, jika semula semula Industri gula
BUMN terutama di Jawa ditopang oleh tebu rakyat sekitar 68% di lahan-lahan
sempit milik petani gurem dan hanya 32% bahan baku tebu ditanam pabrik gula
sendiri. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pabrik gula Sumberharjo mendapatkan
pengurangan areal lahan, tak sama seperti tahun-tahun sebelumnya dan terjadilah
penurunan produksi.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Krisis ekonomi yang di alami Indonesia telah berlangsung hampir dua tahun dan
telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin
banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Pada
Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki
inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang
luar yang besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank yang baik. Krisis yang melanda
bangsa Indonesia, menjadi awal terpuruknya sebuah negara dengan kekayaan alam yang
melimpah ini. Dari awal 1998, sejak era orde baru mulai terlihat kebusukannya Indonesia
terus mengalami kemerosotan, terutama dalam bidang ekonomi. Nilai tukar semakin
melemah, inflasi tak terkendali, juga pertumbuhan ekonomi yang kurang berkembang di
negara ini. Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah
merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan
faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang
masing-masing pengamat. Berbagai dampak Krisis Moneter timbul di Indonesia. Krisis
Moneter membawa dampak yang kurang baik bagi Indonesia diantaranya adalah Banyak
perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar upah
para pekerjanya. Sehingga menambah angka pengangguran di Indonesia. Pemerintah
kesulitan menutup APBN.

15
DAFTAR PUSTAKA

Lepi T. Tarmidi, KRISIS MONETER INDONESIA : SEBAB, DAMPAK, PERAN


IMF DAN SARAN, Tulisan ini merupakan revisi dan updating dari pidato
pengukuhan Guru Besar Madya pada FEUI dengan judul “Krisis Moneter Tahun
1997/1998 dan Peran IMF”, Jakarta, 10 Juni 1998/01/05/2018.
Sjahrir, Masuk Krisis Keluar Krisis: Para Tokoh Menggugat. Jakarta: Erlangga 1999.

16

Anda mungkin juga menyukai