Anda di halaman 1dari 19

INFLASI DI INDONESIA

EKONOMI MONETER

Dosen Pengampu:
Emilda, S.E., M.B.A

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 1
Nama Anggota :
1. Brilliannie Deetha Pertiwi 2020510131
2. Diny Nur Ramadhanty 2020510120
3. Indah Fitri Rahmawati 2020510130
4. Muhammad Ferdy Farizki 2020510037
5. Muhammad Hendra Shaputra 2020510076
6. Pius Ardi Minata 2020510125

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Emilda, S.E., M.B.A
sebagai dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Moneter yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, 15 Desember 2022

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………. 3
BAB I: PENDAHULUAN……………………………………………….... 4
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 5
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 5
BAB II: PEMBAHASAN…………………………………………………. 6
2.1 Pengertian Krisis Moneter dan 6
Inflasi ................................…………………................................................
2.2 Inflasi di Indonesia…………………………….………........................... 9
2.3 Metode Penelitian................……………………………….………......... 13
2.4 Pengaruh Uang Kartal Terhadap Inflasi di Indonesia....................…….. 13
2.5 Pengaruh Inflasi Untuk Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia..............................……………………………………………..…. 13
2.6 Penanggulangan Inflasi di Indonesia..……………………………...…... 14

BAB III: PENUTUP .................................................................................... 18


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 18
3.2 Saran……………………………………………………………………. 18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inflasi merupakan suatu fenomena ekonomi yang sangat menarik untuk dibahas
terutama yang berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap agregat makro ekonomi.
Pertama, inflasi domestik yang tinggi menyebabkan tingkat balas jasa yang riil terhadap
asset finansial domestik semakin rendah ( bahkan seringkali negatif ), sehingga dapat
mengganggu mobilisasi dana domestik dan bahkan dapat mengurangi tabungan domestik
yang menjadi sumber dana investasi. Kedua, dapat menyebabkan daya saing barang
ekspor berkurang dan dapat menimbulkan defesit dalam transaksi berjalan dan sekaligus
dapat meningkatkan hutang luar negeri, inflasi dapat memperburuk distribusi pendapatan
dengan terjadinya transfer sumberdaya dari konsumen dan golongan berpenghasilan tetap
kepada produsen. Keempat, inflasi yang tinggi dapat mendorong terjadinya pelarian
modal keluar negeri. Kelima, inflasi yang tinggi akan dapat mennyebabkan kenaikan
tingkat bunga nominal yang dapat mengganggu tingkat investasi yang dibutuhkan untuk
memacu tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu (Hera Susanti et all,1995). Inflasi juga
merupakan masalah yang dihadapi setiap perekonomian. Sampai dimana buruknya
masalah ini berbeda di antara satu waktu ke waktu yang lain, dan berbeda pula dari satu
Negara ke Negara lain. Tingkat inflasi yaitu presentasi kenaikan harga – harga dalam
suatu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai
dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi.
Dalam perekonomian yang pesat berkembang inflasi yang rendah tingkatannya
yang dinamakan inflasi merayap yaitu inflasi yang kurang dari sepuluh persen setahun.
Seringkali inflasi yang lebih serius atau berat, yaitu inflasi yang tingkatnya mencapai
diatas seratus persen setahun. Pada waktu peperangan atau ketidak setabilan politik,
inflasi dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi yang kenaikan tersebut dinamakan
hiperinflasi (Sukirno,2004).
Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan dijumpai
di hampir semua Negara di dunia. Inflasi adalah kecenderungan dari harga – harga untuk
menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau
4
mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang – barang lain. (Boediono.1995).
Brodjonegoro (2008) menyatakan bahwa permasalahan pertama yang paling kritis dalam
kebijakan moneter adalah kesulitan pengambil kebijakan dalam mengendalikan laju
inflasi.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah berisi pertanyaan-pertanyaan penting yang terkait dengan
sub-bab yang akan dibahas pada BAB II Pembahasan. Rumusan masalah dituliskan
dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Bagaimanakah gambaran inflasi di Indonesia?
b. Apa yang menjadi penyebab dan dampak apa yang ditimbulkan akibat inflasi di
Indonesia?
c. Apa saja yang dilakukan sebagai bentuk penanggulangan terhadap inflasi di
Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan berisi pernyataan-pernyataan penting yang berisi
jawaban dari rumusan masalah. Tujuan penulisan dituliskan dengan poin-poin sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui gambaran inflasi di Indonesia.
b. Untuk mengetahui penyebab dan dampak apa yang ditimbulkan akibat inflasi di
Indonesia.
c. Untuk mengetahui bentuk penanggulangan terhadap inflasi di Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Krisis Moneter dan Inflasi


Apa itu Krisis Moneter? Krisis moneter atau yang juga dikenal sebagai krisis
keuangan, merupakan situasi di mana harga aset mengalami penurunan nilai yang tajam,
bisnis dan konsumen tidak dapat membayar hutangnya, dan lembaga keuangan
mengalami kekurangan likuiditas. Krisis moneter sering dikaitkan dengan kepanikan
dimana investor menjual aset atau menarik uang dari rekening tabungan karena mereka
takut nilai aset tersebut akan turun jika tetap berada di lembaga keuangan. Situasi lain
yang dapat disebut sebagai krisis keuangan termasuk pecahnya gelembung keuangan
spekulatif, kehancuran pasar saham, gagal bayar pemerintah, atau krisis mata uang. Krisis
keuangan mungkin terbatas pada bank atau menyebar ke seluruh ekonomi tunggal,
ekonomi suatu wilayah, atau ekonomi di seluruh dunia. Krisis moneter yang melanda
Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir dua tahun dan
telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena
semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang
menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis
moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang
secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak
tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama,
kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang
melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya.

Sedangkan Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara
umum dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Dimana ditandai dengan jumlah
uang yang beredar lebih banyak daripada barang yang tersedia yang bermula dari
kemerosotan nilai uang yang beredar (Jatuhnya nilai mata uang) karena terlalu banyak
uang yang beredar. Adapun penyabab inflasi antara lain:

1) Meningkatnya biaya produksi


Hal ini terjadi dalam jangka waktu tertentu dan secara terus menerus. Secara
umum, penyebab inflasi akibat kenaikan
6
biaya produksi adalah karena adanya
desakan biaya produksi yang semakin naik. Inflasi ini dapat terjadi kepada negara
yang ekonominya sedang bertumbuh dan berkembang.

2) Tingginya Permintaan
Jika permintaan terhadap sebuah barang atau jasa naik, maka hal itu akan
mengakibatkan penyediaan faktor produksi dan barang menjadi menurun.
Sementara itu, pengganti atau substitusi untuk barang dan jasa tersebut terbatas
bahkan tidak ada. Keadaan yang tidak seimbang itulah yang akan menyebabkan
harga barang dan jasa menjadi naik.

3) Kekacauan Ekonomi dan Politik


Jika sebuah negara dalam kondisi yang tidak aman, maka harga barang di negara
tersebut akan cenderung menjadi mahal. Hal ini juga pernah terjadi di Indonesia.
Tepatnya hal ini terjadi pada tahun 1998 lalu. Pada masa itu, level inflasi di
Indonesia bahkan menyentuh 70 persen. Padahal level inflasi cenderung normal,
antara tiga hingga 4 persen.

4) Utang Nasional
Ketika utang di suatu negara meningkat, maka umumnya pemerintah memiliki
dua opsi. Pertama, pemerintah dapat menaikkan pajak. Kedua pemerintah
mencetak lebih banyak uang untuk melunasi hutang negara tersebut. Jika pajak
mengalami kenaikkan, maka bisnis akan bereaksi. Mereka akan menaikkan
harganya. Hal itu dilakukan untuk mengimbangi kenaikan tarif pajak di
perusahaan tersebut. Jika pemerintah memilih pilihan kedua, maka hal itu akan
berdampak pada peredaran uang di masyarakat. Hal itu akan mengarahkan kepada
kenaikan harga dan devaluasi mata uang.

5) Uang yang beredar lebih banyak daripada barang Jumlah Uang Beredar
Bertambah
Teori ini dikemukakan oleh para kaum klasik. Mereka mengatakan bahwa ada
sebuah keterkaitan antara jumlah uang yang beredar dengan harga-harga barang.
Jika jumlah barang tetap tetapi jumlah uang yang beredar lebih banyak, maka

7
harga akan menjadi mahal. Jika hal tersebut terjadi secara terus menerus, maka itu
dinamakan inflasi.

Terdapat lima faktor utama yang menyebabkan terjadi inflasi, yaitu:

 Kebijakan Moneter: Moneter menentukan pasokan mata uang di pasar.


Kelebihan pasokan uang yang beredar dapat menyebabkan inflasi.
 Kebijakan Fiskal: Hal ini berkaitan dengan pinjaman dan pengeluaran ekonomi.
Utang yang lebih tinggi menyebabkan defisit anggaran. Alhasil, pemerintah akan
mencetak lebih banyak uang dan menimbulkan inflasi.
 Demand-pull Inflasi: Kenaikan harga karena kesenjangan antara permintaan
(lebih tinggi) dan penawaran (lebih rendah).
 Cost-pull Inflasi: Harga barang dan jasa yang lebih tinggi karena peningkatan
biaya produksi.
 Nilai Tukar: Nilai tukar ke pasar luar negeri didasarkan pada nilai dolar.
Fluktuasi nilai tukar berdampak pada tingkat inflasi.

Secara umum, dampak inflasi adalah membuat harga-harga produk mengalami


kenaikan. Secara spesifik, dampak inflasi bagi bisnis sebagai berikut: Dampak inflasi
dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi karena dapat menjadi tanda meningkatnya
permintaan. dampak inflasi selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan biaya karena
permintaan pekerja untuk mendapatkan upah lebih tinggi untuk membeli produk sehari-
hari. Hal ini dapat meningkatkan pengangguran karena perusahaan harus
memberhentikan pekerja untuk mengimbangi pengeluaran. Dampak inflasi lain yaitu
produk dalam negeri mungkin menjadi kurang kompetitif jika inflasi di dalam negeri
lebih tinggi. Hal ini dapat melemahkan mata uang negara.

2.2 Inflasi di Indonesia

Krisis yang dialami oleh Indonesia diawali oleh negara lain yang akibatnya terjadi
penularan ke Indonesia akibat kerjasama yang dilakukan dengan negara tersebut. Seperti
kerjasama antara Indonesia dan Thailand serta Indonesia dan Amerika. Apalagi pada saat
itu fundamental ekonomi Indonesai sedang8 lemah membuat Indonesia lebih mudah
tertular krisis, dari pada negara lain. Penularan ini membuat keterpukurukan ekonomi
yang sangat parah dan berimbas pada sektor lainnnya.Ketidak seimbangan sektor
keungan dan sektor rill juga menvabbakan penularan ini, pasar uang semakin gencar
beroperasi. namun barang dan/atau jasa tidak beroperasi dengan baik. Jalur perdagangan
dan jalur finansial merupakan jalur krisis, karena jalur perdagangan membutuhkan
kerjasama antara kedua negara atau lebih yang saling ketergantngan.
Indonesia yang melakukan kerjasama dengan Amerika melalui kedua jalur ini,
membuat Indonesia mengalami krisis yang berasal dari Amerika. Nilai tukar Indonesia
yang bertumpu pada dolar, dan Kerjasama Keduanya dalam pasar valas membuat harga
saham Indonesia turun akibat dari batuan dana yang diberikan oleh organisasi yang
membantu pemulihan krisis di Amerika. Sama halnya juga dengan Thailand yang
melakukan kerjasama dengan Indonesia, melalui kedua jalur ini. Krisis yang terus
menjalar membuat bank sentral mengambil kebijakan untuk memulihkna krisis, namun
kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan kondisi perekonomian saat itu membuat
krisis semakin parah karena tidak ada catatan kebijakan tersebut dilaksanakan para
periode sebelumnya. Hasilnya, krisis terus merambat di mulai dari krisis di sektor
keungan menjadi krisis ekonomi, krisis sosial, krisis politik, krisis kepemimpinan dan
lainnya. Krisis yang terus terjadi di internal Indonesia itu disebabkan oleh unsur eksternal,
yaitu perubahan sentimen pasar uang secara cepat yang menimbulkan panik finansial.
Panik finansial ini dengan proses penularan (contagion) menjadi krisis. Hal ini akan terus
berputar karena spekulasi yang dilakukan oleh para pihak ketiga yang diakibatkan oleh
moral hazard para ekonomi ini.
Krisis moneter yang yang terjadinya di Indonesia yang ditandai dengan
merosotnya sendi-sendi perekonomian termasuk perbankan yang diakibatkan oleh nilai
tukar rupiah yang jatuh terhadap nilai tukar dollar. Inflasi merupakan salah satu dampak
dari terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda suatu negara. Inflasi adalah
suatu keadaan dimana terjadi kenaikan hargaharga secara tajam (absolute) yang
berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama yang diikuti
dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara (Tajul Kahalwaty,
2000 : 5). Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah
berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni
lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan
meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya
9
disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh
berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi
seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan
terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di
Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei
1998 lalu dan kelanjutannya.

Tahun Persentase
2011 3,79
2012 4,30
2013 8,38
2014 8,36
2015 3,35
2016 3,02
2017 3,61
2018 3,13
2019 2,72
2020 1,68

1.1. Tabel tingkat inflasi di Indonesia 10 tahun terakhir

10
Dari tabel 1.1 menunjukkan tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2011 sebesar 3,79,
terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks
kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 1,62 persen; kelompok makanan
jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,50 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas,
dan bahan bakar 0,28 persen; kelompok sandang 0,20 persen; kelompok kesehatan 0,17
persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,07 persen dan kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan 0,14 persen.
Tahun 2012 meningkat sebesar 4,30, terjadi karena adanya kenaikan harga yang
ditunjukkan oleh kenaikan indeks beberapa kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,20 persen; kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar 0,15 persen; kelompok kesehatan 0,21 persen; kelompok
pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,06 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan
jasa keuangan 0,23 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi
atau penurunan indeks, yaitu: kelompok bahan makanan 0,13 persen dan kelompok
sandang 0,10 persen.
Tahun 2013 tercatat sebagai kasus inflasi tertinggi di Indonesia selama 10 tahun
terakhir yaitu sebesar 8,38 hal ini terjadi dikarenakan` kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) bersubsidi, dengan premium menjadi Rp 6.500/liter dan solar Rp
5.500/liter. BBM memberi andil atas inflasi sebesar 1,17%.
Tahun 2014 sebesar 8,36, terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan
oleh naiknya indeks seluruh kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 3,22
persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 1,96 persen; kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 1,45 persen; kelompok sandang 0,64 persen;
kelompok kesehatan 0,74 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga 0,36
persen; serta transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 5,55 persen.
Tahun 2015 sebesar 3,35, terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan
oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 3,20
persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,50 persen; kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,40 persen; kelompok sandang 0,09 persen;
kelompok kesehatan 0,24 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,06
persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,45 persen.
Tahun 2016 sebesar 3,02, terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan
oleh naiknya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan
11
sebesar 0,50 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,45
persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,18 persen;
kelompok kesehatan sebesar 0,32 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga
sebesar 0,05 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 1,12
persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi, yaitu kelompok
sandang sebesar 0,46 persen.
Tahun 2017 inflasi kembali meningkat sebesar 3,61, inflasi disebabkan oleh
kenaikan harga yang diatur pemerintah (administered prices), berupa kenaikan tarif listrik
900 volt ampere (VA) di awal tahun.
Tahun 2018 inflasi menurun sebesar 3,13,inflasi terjadi karena kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi dengan andil sebesar 0,26%.
Tahun 2019 tingkat inflasi kembali menurun sebesar 2,72 terjadi karena adanya
kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok
pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 0,78 persen; kelompok makanan
jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,29 persen; kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,09 persen; kelompok sandang sebesar 0,05 persen;
kelompok kesehatan sebesar 0,29 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan sebesar 0,58 persen. Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami
penurunan indeks, yaitu: kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,05 persen.
Tahun 2020 tingkat inflasi kembali menurun sebesar 1,68. Inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK) pada 2020 tercatat rendah 1,68% (yoy) dan berada di bawah kisaran
sasaran 3,0±1%. Inflasi yang rendah tersebut dipengaruhi oleh permintaan domestik yang
belum kuat sebagai dampak pandemi Covid-19, pasokan yang memadai, dan sinergi
kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah
dalam menjaga kestabilan harga. Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga
inflasi di kisaran sasarannya 3,0±1% pada 2021.
Tahun 2021 Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh
naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan,
minuman, dan tembakau sebesar 1,61 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar
0,22 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,10
persen; kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar
0,24 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,16 persen; kelompok transportasi sebesar 0,62
persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,10 persen; kelompok
12
penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,24 persen; dan kelompok
perawatan pribadi dan jasa lainnyasebesar 0,25 persen. Kelompok pengeluaran yang
mengalami penurunan indeks,yaitu kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan
sebesar 0,10 persen. Sementara kelompok pendidikan tidak mengalami perubahan.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu masalah jangka panjang yang harus
dilakukan oleh setiap Negara dimana sangat diharapkan terjadinya pertumbuhan ekonomi
yang sangat pesat. Setiap negara mempunyai tujuan yang sama yaitu bagaimana cara
untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan Ekonomi merupakan suatu
proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan
ekonomi menjadi penyebab sehat tidaknya perekonomian suatu Negara dan pertumbuhan
ekonomi menjadi syarat mutlak untuk memajukan dan mensejahterakan bangsa. Bila
suatu negara tidak dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya maka akan
menimbulkan masalah ekonomi dan sosial yang baru seperti tingginya tingkat kemiskinan
yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan produk domestik bruto (PDB).

2.3 Metode Penelitian


Sumber data dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder berupa
laporan Publikasi tahun 2011 -2020. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti
dari sumber yang sudah ada.

2.4 Pengaruh permintaan uang kartal terhadap inflasi


Inflasi yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh kemampuan Bank Indonesia
dalam menangani masalah perekonomian bukan karena jumlah uang beredar. Dan
penelitian yang dilakukan oleh Hutabarat tahun 2005 dalam (Barus & Sugiyanto, 2020)
yang menyatakan bahwa determinan inflasi di Indonesia adalah ekspektasi inflasi yang
masih didominasi oleh inflasi masa lalu, bukan jumlah uang beredar. Riwayat inflasi
Indonesia banyak dipicu oleh inflasi cost-push atau supply shocks yang signifikan dan
sering terjadi, seperti kenaikan harga BBM.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
(Ginting, 2016) yang menyatakan bahwa jumlah uang beredar dan konsumsi memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Dan penelitian yang
dilakukan oleh (Uwazie, Igwemma, & Sola, 2015)
13 yang menyatakan bahwa jumlah uang
beredar berhubungan positif dengan inflasi di Nigeria. Dimana yang menyebabkan inflasi
adalah adanya peningkatan pengeluaran pemerintah dari waktu ke waktu, terutama dalam
usaha yang tidak produktif sehingga cenderung memperbanyak jumlah uang beredar dan
meningkatkan inflasi. Dalam teori kuantitas uang yang dikemukakan oleh Irving Fisher
dijelaskan bahwa dalam keseimbangan, seluruh jumlah uang beredar yang digunakan
dalam kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah output (PT). Berdasarkan
teori ini, pertumbuhan jumlah uang beredar hanya akan mempengaruhi perkembangan
output riil dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka menengah akan mendorong
kenaikan harga (inflasi), dan akhirnya akan menyebabkan penurunan perkembangan
output riil. Dan dalam jangka panjang output riil tidak terpengaruh lagi oleh
perkembangan jumlah uang beredar tetapi akan mendorong kenaikan laju inflasi (Warjiyo,
2003). Namun dalam penelitian ini variabel yang digunakan hanyalah permintaan uang
kartal saja. Uang kartal yang merupakan bagian dari M1 mencerminkan jumlah uang yang
tunai yang ada di masyarakat dan dipergunakan dalam transaksi tunai. Maka dari itu,
penggunaan uang kartal atau fiat money saja belum bisa memberi pengaruh yang
signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Walaupun penggunaan uang secara tunai masih
sangat banyak, namun hal tersebut juga mulai tergantikan dengan penggunaan uang giral
atau pembayaran dalam bentuk non tunai yang semakin meningkat pesat.

2.5 Pengaruh Inflasi Terhadap Perekonomian Indonesia


Inflasi berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
di Indonesia. Tingkat inflasi yang tinggi akan menurunkan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Adanya pengaruh antara inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang
berbanding terbalik atau berlawanan, yaitu jika inflasi meningkat maka pertumbuhan
ekonomi akan menurun dan jika inflasi menurun maka pertumbuhan ekonomi akan
meningkat. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Izzah (2015) membuktikan
bahwa Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jika
inflasi naik maka pertumbuhan ekonomi akan menurun. Inflasi dapat berakibat buruk
sebab kenaikan harga yang terus menerus kemungkinan tidak dapat terjangkau oleh
semua masyarakat. Ketika terjadi inflasi masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak
uang untuk mendapatkan barang yang mereka inginkan. Dalam penelitian ini diperoleh
hasil bahwa inflasi memilki pengaruh yang signifkan dan negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hal yang dapat meningkatkan inflasi di Indonesia salah satunya dikarenakan
14
kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM akan di ikuti oleh meningkatkan harga
barang dan jasa di masyarakat.

2.6 Cara Penanggulangan Inflasi di Indonesia

 Masyarakat:
1. Membeli produk dalam negeri
Membeli produk dalam negeri berpotensi untuk mengatasi inflasi di Indonesia.
Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki banyak produk UMKM berkualitas dalam
berbagai kategori. Oleh karenanya, dengan membeli produk dalam negeri yang dibuat
oleh UMKM, kita bisa berperan untuk menciptakan permintaan barang sehingga
usaha tersebut tetap berjalan sehingga karyawan di dalamnya bisa tetap memiliki
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan.
2. Bijak mengelola pengeluaran
Dengan adanya inflasi, banyak masyarakat pekerja yang mengharapkan
kenaikan penghasilan. Sayangnya, terjadinya inflasi belum tentu bersamaan dengan
kenaikan penghasilan. Oleh karenanya, bijak mengelola pengeluaran bisa jadi cara
mengatasi inflasi di Indonesia yang cukup efektif. Contoh pengelolaan pengeluaran
yang bijaksana adalah dengan mengurangi pengeluaran yang bersifat hiburan dan
belanja mewah di luar kebutuhan.
3. Menabung emas batangan
Emas batangan terkenal sebagai salah satu cara menabung yang stabil menjaga
nilai rupiah. Emas batangan bisa dibeli dan dijual sewaktu-waktu sesuai keinginan
pemiliknya. Kamu bisa membeli emas batangan dalam berbagai ukuran yang tersedia
di toko emas, atau menabung emas dalam bentuk nominal uang tunai di Pegadaian.

 Cara Mengatasi Inflasi di Indonesia yang Bisa Dilakukan Pemerintah


Setelah mengetahui apa yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengatasi inflasi,
tentunya masyarakat wajib mengetahui apa saja peran pemerintah dalam
mengendalikan inflasi. Inilah berbagai kebijakan yang wajib diusahakan pemerintah
agar laju inflasi bisa dikendalikan dengan baik agar tidak mengalami kenaikan.
1. Menetapkan Kebijakan Fiskal

15
Salah satu cara mengatasi inflasi di Indonesia adalah dengan menerapkan
kebijakan fiskal yang dapat mempengaruhi nominal pengeluaran pemerintah.
Kebijakan ini dapat berbentuk dua kegiatan, yaitu:
 Menghemat pengeluaran pemerintah
Alih-alih meminta masyarakat untuk menekan belanja, pemerintah dapat
melakukannya sendiri. Saat pengeluaran negara ditekan, maka jumlah pembelian
produk barang dan jasa akan ikut turun. Demand yang turun akan mampu menekan
laju inflasi.
 Menaikkan tarif pajak
Kenaikan tarif pajak akan turut mengurangi tingkat belanja masyarakat.
Hasilnya, peredaran uang di tengah masyarakat berkurang dan harga barang
berangsur-angsur kembali ke kondisi normal.
2. Menetapkan Kebijakan Moneter
Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan langkah-
langkah yang fokus di bidang keuangan (moneter). Terdapat tiga wujud kebijakan
moneter, seperti :
 Penetapan Persediaan Kas
Bank sentral (dalam kasus ini berarti Bank Indonesia) mengeluarkan kebijakan
untuk meningkatkan batas minimum kas setiap lembaga perbankan di Indonesia.
Alhasil, bank tidak bisa mengeluarkan banyak uang. Tujuan akhirnya adalah
mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
 Diskonto
Bank Indonesia menerapkan kebijakan peningkatan suku bunga. Masyarakat jadi
tergerak untuk menyimpan uang di bank, bukan untuk berbelanja. Akhirnya, uang
yang beredar di masyarakat bisa berkurang.
 Operasi Pasar Terbuka
Bank Indonesia menerapkan kebijakan ini dengan cara menjual surat-surat
berharga kepada publik, contoh yang paling mudah adalah Surat Utang Negara
(SUN). Penjualan surat berharga akan menyerap uang masyarakat dan menekan
peredaran uang. Hasilnya, laju inflasi bisa ditekan.
3. Menetapkan Kebijakan Lainnya
Selain fokus di bidang moneter dan fiskal, masih ada cara mengatasi inflasi lain
yang bisa dilakukan oleh pemerintah, seperti:
16
 Menambah jumlah barang di pasar
Penambahan jumlah barang dapat diwujudkan dengan dua cara. Pertama,
pemberian subsidi atau stimulus agar industri meningkatkan produksi hingga level
tertentu. Kedua, pelonggaran keran impor agar stok barang di pasar meningkat secara
signifikan.
 Menetapkan harga batas atas
Lari inflasi bisa ditekan dengan menetapkan harga maksimal untuk barang-
barang tertentu. Langkah ini bertujuan agar harga tidak semakin naik dan tidak
terkendali. Namun, kebijakan ini rawan memunculkan praktik pasar gelap (black
market).

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Krisis moneter atau yang juga dikenal sebagai krisis keuangan, merupakan situasi
di mana harga aset mengalami penurunan nilai yang tajam, bisnis dan konsumen tidak
dapat membayar hutangnya, dan lembaga keuangan mengalami kekurangan likuiditas.
Krisis moneter sering dikaitkan dengan kepanikan dimana investor menjual aset atau
menarik uang dari rekening tabungan karena mereka takut nilai aset tersebut akan turun
yang diakibatkan oleh Inflasi, sedangkan inflasi sendiri dapat diartikan sebagai kenaikan
harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.
Dimana ditandai dengan jumlah uang yang beredar lebih banyak daripada barang yang
tersedia yang bermula dari kemerosotan nilai uang yang beredar (Jatuhnya nilai mata
uang) karena terlalu banyak uang yang beredar. Inflasi berpengaruh secara signifikan
dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tingkat inflasi yang tinggi
akan menurunkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Adanya pengaruh antara inflasi
terhadap pertumbuhan ekonomi yang berbanding terbalik atau berlawanan, yaitu jika
inflasi meningkat maka pertumbuhan ekonomi akan menurun dan jika inflasi menurun
maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan
pencegahan juga penanggulangan yang dilakukan baik oleh masyarakat juga pemerintah
sebagai komponen utama Indonesia.

3.2 Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan


makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu
penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus
menghasilkan penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, H. (2017). Pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jurnal Pendidikan
Ekonomi (JUPE), 5(3).

Arsyad, Lincoln. 2010. EkonomiPPembangunan. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.

Barro, Robert J. 2013. “Inflation andEEconomic Growth”. Journal Annals of Economics and Finance. Vol.
14 (1): hal. 121-144.

19

Anda mungkin juga menyukai