Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

EKONOMI MONETER
“KRISIS MONETER”

Disusun oleh: Kelompok 2

Ahmad Irfan : 1901348


Iqhwan Al Mahdi : 1901345
Sutriani : 1901340
Wira Rahayu : 1901355
Ririn Sry Rahayu: 1901373

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) AMKOP
2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, penulis menyampaikan puji syukur kepada Allah

Subhanahu Wa Ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan

makalah Ekonomi Moneter yang berjudul “Krisis Moneter” di Sekolah Tinggi

Ilmu Ekonomi (STIE) Amkop. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada

Bapak Muhammad Dedy Miswar, S.E.,M.M., dosen mata kuliah Eknomi Moneter

yang telah memberikan arahan dan materi sehingga penulis dalam membuat

makalah ini.

Penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam penulisan makalah ini,

untuk itu disampaikan permohonan maaf dan kami harapkan saran serta kritik

yang membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah penulis dimasa yang

akan datang.

Besar harapan kami agar makalah ini dapat berguna secara luas, serta

bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya kepada penulis

sendiri.

Makassar, 15 Juli 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................1
B. TUJUAN...............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. PENGERTIAN KRISIS MONETER..................................................................2
B. DAMPAK KRISIS MONETER..........................................................................2
C. PENYEBAB KRISIS MONETER......................................................................3
D. CIRI-CIRI KRISIS MONETER.........................................................................5
E. KRISIS MONETER DI INDONESIA................................................................6
BAB III...........................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
A. KESIMPULAN...................................................................................................13
B. SARAN................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Krisis moneter adalah krisis keuangan yang menerpa beberapa wilayah hampir

di seluruh Asia Timur. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1997 silam dan tengah

mengakibatkan kepanikan.

Tak hanya itu, krisis moneter yang menimpa hampir seluruh Asia Timur ini

bahkan menyebabkan ekonomi dunia akan runtuh akibat terjadinya penularan

keuangan. Pada saat itu, hampir seluruh negara di bagian Asia Timur, tak terkecuali

Indonesia terpukul oleh fenomena krisis moneter sehingga perekonomian dan usaha di

Indonesia terkena dampaknya.

Perlu diketahui bahwa krisis moneter ini tak terjadi begitu saja tanpa adanya

sebab dan akibat serta mempunyai dampak dan ciri. untuk itu makalah berikut akan

menjelaskan lebih dalam terkait penyebab dan dampak terjadinya krisis moneter.

B. TUJUAN
Berikut beberapa tujuan mempelajar krisis moneter :
a. Agar dapat memahami dan mengetahui penyebab terjadinya krisis moneter

b. Agar dapat memahami dampak dan ciri-ciri krisis moneter

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KRISIS MONETER

Krisis moneter adalah keadaan dimana nilai instrumen keuangan dan aset

menurun secara signifikan. Akibatnya, pemerintah dan seluruh sektor bisnis

mengalami kesulitan memenuhi kewajiban keuangan mereka, dan lembaga keuangan

kekurangan uang tunai atau aset yang dapat dikonversi untuk mendanai proyek

ataupun untuk mendanai kebutuhan yang sifatnya urgent. Investor kehilangan

kepercayaan pada nilai aset dan pendapatan mereka sehingga menarik modal, disisi

lain bank sentral negara mulai kekurangan atau tidak memiliki cadangan devisa yang

cukup untuk mempertahankan nilai tukar sehingga nilai mata uang anjlok.

B. DAMPAK KRISIS MONETER

Krisis moneter adalah krisis keuangan yang menerpa beberapa wilayah hampir

di seluruh Asia Timur. Krisis moneter ini menyebabkan dampak yang kurang baik

bagi negara yang tertimpa krisis dan biasanya diakibatkan lantaran kurs nilai tukar

valas khususnya dolar AS yang tinggi sehingga nila mata uangnya jatuh.

Adanya hal tersebut membuat banyak sekali perusahaan yang terpaksa

menghentikan karyawannya dengan alasan lantaran tak dapat membayar upah. Selain

itu pemerintah akan kesulitan dalam menutup APBN. Harga barang naik cukup tinggi

sehingga masyarakat sangat sulit mendapat kebutuhan pokok. Utang luar negeri

melonjak dengan harga bbm yang terus naik. Ketika krisis, banyak perusahaan yang

meminjam uang pada perusahaan negara asing dengan bunga yang tinggi pula.

2
C. PENYEBAB KRISIS MONETER

Beberapa negara yang mengalami krisis moneter akan biasanya disebabkan

oleh beberapa faktor, yakni:

1) Terjadinya kesenjangan produktifitas lantaran melemahnya alokasi aset atau faktor

produksi

2) Struktur dalam sektor produksi yang tak seimbang.

3) Stok utang luar negeri swasta yang besar serta berjangka pendek. Yang pada

nantinya kondisi tidak akan stabil. Hal tersebut bisa terjadi karena para menteri di

bidang ekonomi maupun perbankan memiliki rasa terlalu percaya diri dengan

syarat utang swasta.

4) Melemahnya sistem perbankan di suatu negara. Sehingga membuat masalah utang

swasta eksternal dapat beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.

5) Ketergantungan pada utang luar negeri yang berkaitan dengan perilaku pelaku

bisnis cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing.

6) Perubahan politik yang tidak jelas maka akan menjadi persoalan dalam segi

ekonomi.

7) Berkembangnya situasi politik yang menghangat sehingga berakibat dan

berdampak besar pada perekonomian.

3
Jika berbicara tentang krisis moneter yang terjadi di Indonesia, secara umum

penyebabnya sebagai berikut :

1) Rupiah Anjlok

Tahun 1997 bisa jadi awal indikasi terjadinya krisis moneter 1998, dimulai

dari bulan Agustus nilai mata uang rupiah terus terjun bebas dan mencapai nilai

terendah di bulan berikutnya, September. Hanya dalam jangka waktu setahun, yang

awalnya kedudukan nilai mata uang rupiah berada di angka Rp 2.380 per satu

dolarnya, mengalami penurunan hingga 600 persen. Puncaknya pada bulan Juli

1998, nilai mata uang rupiah benar-benar terpuruk, titik tukar rupiah ke dalam

dolar mencapai Rp 16.650. Meski pada 31 Desember 1998 nilai rupiah mulai

bangkit dan dihargai Rp 8.000 per dolarnya, hal ini tak banyak memberi pengaruh

sebab ekonomi rakyat sudah kadung terpuruk.

2) Membengkaknya utang luar negeri

Selain anjloknya nilai mata uang rupiah pada 1997 sampai 1998, krisis

moneter tersebut juga dipicu oleh membengkaknya angka utang luar negeri oleh

swasta. Yakni, pada Maret 1998, 72,5 miliar dolar AS dari 138 miliar dolar AS

merupakan utang swasta yang dua dari tiga utang tersebut merupakan utang jangka

pendek yang jatuh tempo masa tenggat pembayaran di tahun tersebut. Sementara

cadangan devisa senilai 14.44 miliar dolar AS yang dimiliki Indonesia jauh dari

kata cukup untuk membayar utang, apalagi beserta bunganya. Faktor utang luar

negeri yang membengkak itulah yang menjadi salah satu penyebab perekonomian

Indonesia mendapatkan tekanan berat.

3) Krisis kepercayaan

Kebijakan pemerintah dalam menangani krisis keuangan yang dinilai plintat-

plintut menyebabkan kepercayaan masyarakat dan pasar mulai runtuh. Ditambah

4
lagi dengan kondisi kedua Presiden Soeharto yang kian memburuk membuat

suksesi mengalami ketidakpastian. Akibatnya investor asing enggan memberikan

bantuan finansial secara cepat. Hal inilah yang juga menjadi sebab krisis moneter

1998.

4) Paket Solusi IMF yang Berujung Kegagalan

IMF sebagai organisasi dana moneter internasional sempat memberikan

sejumlah solusi untuk membantu Indonesia menanggulangi krisis moneter dengan

menawarkan paket reformasi keuangan. Ali& alih-alih solusi tersebut membawa

dampak yang bagus, paket reformasi keuangan yang dianjurkan IMF malah

membuat nasabah memutuskan untuk menarik dana besar-besaran. Kondisi ini

makin memperparah krisis ekonomi 1998, sebab membuat bank-bank memberikan

pinjaman secara terbatas, di sisi lain Bank Indonesia juga harus menggelontorkan

banyak dan krisis moneter terus berlanjut dan makin parah.

D. CIRI-CIRI KRISIS MONETER

Ciri-ciri negara yang mengalami krisis moneter antara lain :

1) Mempunyai jumlah utang luar negeri yang sangat besar

2) Negara akan mendapati dan mengalami inflasi yang tidak dapat terkontrol

3) Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang

4) Tingkat suku bunga yang melambung diatas kewajaran.

5
E. KRISIS MONETER DI INDONESIA

Ekonomi Indonesia sedang berada dalam puncaknya di pengujung 1996.

Hampir semua indikator kemakmuran terpenuhi: Pertumbuhan ekonomi

mengesankan, inflasi terkendali, investasi mengalir deras, ekspor tumbuh pesat,

kemiskinan berkurang, dan cadangan devisa terus meningkat. Puja-puji terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalir, termasuk dari lembaga-lembaga keuangan

internasional seperti Bank Dunia. Namun semua itu kemudian terguncang dalam

waktu satu malam, ditandai dengan krisis Thailand pada juli 1997 kemudian berimbas

juga ke Indonesia.

Pada saat tekanan terhadap rupiah Indonesia akhirnya terlalu kuat, rupiah

diputuskan untuk diambangkan bebas (float freely) pada bulan Agustus 1997. Dan

sejak saat itu mulailah terjadi depresiasi yang sangat signifikan. Pada tanggal 1

Januari 1998, nilai nominal rupiah hanya 30 persen dari nilai yang pernah dicapai

pada bulan Juni 1997. Pada tahun-tahun sebelum tahun 1997 banyak perusahaan

swasta di Indonesia yang memperoleh pinjaman luar negeri jangka pendek yang tidak

dilindungi terhadap gejolak nilai tukar (unhedged) dalam mata uang dolar Amerika,

dan utang sektor swasta yang sangat besar ini ternyata menjadi bom waktu yang

menunggu untuk meledak.

Berlanjutnya depresiasi rupiah hanya memperburuk situasi secara drastis.

Perusahaan-perusahaan di Indonesia berlomba-lomba membeli dolar sehingga

menimbulkan lebih banyak tekanan terhadap rupiah dan memperburuk situasi utang

yang dimiliki oleh para perusahaan. Dapat dipastikan bahwa perusahaan-perusahaan

di Indonesia (termasuk bank-bank, beberapa di antaranya diketahui sangat lemah

sekali) akan menderita kerugian yang amat besar. Persediaan devisa menjadi langka

karena pinjaman-pinjaman baru untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak

6
diberikan oleh kreditur asing. Karena tidak mampu mengatasi krisis ini maka

pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencari bantuan keuangan dari Dana

Moneter Internasional (IMF) pada bulan Oktober 1997.

IMF tiba di Indonesia dengan paket bailout sebesar USD $43 milyar untuk

memulihkan kepercayaan pasar terhadap rupiah Indonesia. Sebagai imbalannya IMF

menuntut beberapa langkah reformasi keuangan yang mendasar: penutupan 16 bank

swasta, penurunan subsidi pangan dan energi, dan menyarankan agar Bank Indonesia

untuk menaikkan iklim suku bunga. Akan tetapi paket reformasi ini ternyata gagal.

Penutupan 16 bank (beberapa diantaranya dikendalikan oleh kroni Presiden Suharto)

memicu penarikan dana besar-besaran pada bank-bank lain. Milyaran rupiah ditarik

dari tabungan, sehingga membatasi kemampuan bank untuk memberikan pinjaman

dan memaksa Bank Indonesia untuk memberikan kredit dalam jumlah besar kepada

bank-bank yang masih ada untuk mencegah krisis perbankan yang semakin parah.

Selain itu, IMF tidak pernah berusaha untuk mengekang sistem patronase yang

dimiliki Suharto dan yang merusak perekonomian negara dan juga merusak program

IMF. Sistem patronase ini adalah alat yang dijalankan oleh Suharto untuk

mempertahankan kekuasaan; dalam imbalan atas dukungan politik dan keuangan dia

memberikan jabatan yang kuat kepada para keluarga, teman dan musuh (sehingga

menjadi kroni). Perkembangan lain yang berdampak negatif terhadap Indonesia

menjelang akhir tahun 1997 adalah kekeringan parah yang disebabkan oleh El Nino

(sehingga menyebabkan kebakaran hutan dan hasil panen yang buruk) dan

peningkatan spekulasi tentang memburuknya kesehatan Suharto (sehingga

menyebabkan adanya ketidakpastian politik). Maka, secara bertahap, Indonesia

sedang menuju terjadinya krisis politik.

7
Kesepakatan kedua dengan IMF diperlukan karena ekonomi masih tetap saja

memburuk. Pada bulan Januari 1998 rupiah kehilangan setengah nilainya hanya

dalam rentang waktu lima hari saja dan ini menyebabkan masyarakat berusaha

menimbun makanan. Kesepakatan kedua dengan IMF ini berisi 50 pokok program

reformasi, termasuk pemberian jaring pengaman sosial, penghapusan secara perlahan

subsidi-subsidi tertentu untuk masyarakat dan menghentikan sistem patronase Suharto

dengan cara mengakhiri monopoli yang dijalankan oleh sejumlah kroninya.

Namun, keengganan Suharto untuk melaksanakan program reformasi

struktural ini dengan patuh justru menambah buruk situasinya. Di sisi lain IMF

dikritik karena dinilai terlalu memaksakan banyak program reformasi dalam waktu

yang terlalu singkat sehingga memperburuk keadaan perekonomian Indonesia. IMF

memang membuat kesalahan pada saat melakukan pendekatan awal dalam krisis

Indonesia namun lembaga ini akhirnya menjadi sadar bahwa kunci utama untuk

mengatasi krisis adalah untuk memulai kembali aliran modal swasta ke Indonesia.

Agar hal ini terwujud maka sistem patronase harus dipecah.

Kesepakatan ketiga dengan IMF ditandatangani pada bulan April 1998.

Perekonomian Indonesia dan indikator-indikator sosial masih menunjukkan tanda-

tanda mengkhawatirkan. Namun kali ini IMF lebih fleksibel dalam tuntutannya

dibanding sebelumnya. Misalnya, subsidi pangan yang besar untuk rumah tangga

berpenghasilan rendah diberikan dan defisit anggaran dibiarkan melebar. Akan tetapi

IMF juga menyerukan privatisasi badan milik negara, tindakan cepat untuk

melakukan restrukturisasi perbankan, pembuatan hukum kepailitan baru dan

pengadilan baru untuk menangani kasus-kasus kepailitan. IMF juga bersikeras untuk

terlibat lebih dekat dalam memantau pelaksanaan program-programnya karena

8
pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya

berkomitmen untuk melaksanakan agenda reformasi.

Sementara itu, kekuatan-kekuatan sosial juga sedang bekerja. Aksi

demonstrasi dan kritik yang ditujukan terhadap pemerintah Suharto semakin

meningkat setelah ia terpilih kembali sebagai presiden dan membentuk kabinet baru

pada bulan Maret 1998. Kabinet baru yang provokatif ini berisi sejumlah anggota

yang berasal dari kelompok kroninya dan oleh karenanya tidak mampu berbuat

banyak untuk memulihkan kepercayaan terhadap pasar Indonesia. Setelah pemerintah

memutuskan untuk mengurangi subsidi BBM pada awal bulan Mei, kerusuhan

berskala besar terjadi di Medan, Jakarta dan Solo. Meskipun IMF telah memberikan

waktu kepada Suharto sampai dengan Oktober untuk mengurangi subsidi secara

bertahap, ia memutuskan untuk melakukan semuanya sekaligus, mungkin karena

terlalu meremehkan dampaknya atau terlalu percaya diri dengan kekuasaannya

sendiri.

Ketegangan mencapai puncaknya setelah empat orang mahasiswa Indonesia

tewas waktu melakukan demonstrasi di sebuah universitas lokal di Jakarta. Diduga

penembakan tersebut dilakukan oleh pasukan tentara khusus ('tragedi Trisakti').

Beberapa hari berikutnya Jakarta dilanda kerusuhan sangat buruk. Seperti yang

pernah terjadi sebelumnya, etnis Tionghoa - yang sudah lama dibenci karena dianggap

kaya - banyak menjadi sasaran dalam kerusuhan ini. Toko-toko dan rumah-rumah

milik warga Tionghoa dibakar dan banyak perempuan China diperkosa secara brutal.

Setelah kerusuhan redam, lebih dari seribu orang tewas dan ribuan bangunan hancur.

Pada tanggal 14 Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan ketika

semua politisi menolak untuk bergabung dengan sebuah kabinet baru yang

9
dibentuknya. Krisis finansial telah sepenuhnya berubah menjadi krisi sosial dan

politik.

Bacharuddin Jusuf Habibie, wakil presiden dalam kabinet terakhir Suharto

maka - berdasarkan hukum - menggantikan Suharto sebagai presiden Indonesia

berikutnya, beralih kepada sosok teknokrat ekonomi untuk mengatasi krisis finansial

yang sedang berlangsung. Hal ini mengakibatkan dibuatnya perjanjian keempat

dengan IMF. Perjanjian ini ditandatangani pada bulan Juni 1998 dan memungkinkan

terjadinya defisit anggaran yang lebih longgar sementara dana baru dialirkan ke dalam

perekonomian.

Dalam jangka waktu beberapa bulan ada beberapa tanda pemulihan. Nilai

tukar rupiah mulai menguat sejak pertengahan Juni 1998 (waktu terjun bebas ke

angka Rp 16,000 per US dolar) menjadi Rp 8,000 per US dolar pada bulan Oktober

1998, inflasi membaik secara drastis, saham-saham di Bursa Efek Indonesia mulai

bangkit dan ekspor non-migas mulai hidup kembali menjelang akhir tahun. Sektor

perbankan (pusat dari krisis ini) masih rapuh karena adanya jumlah kredit bermasalah

yang sangat tinggi dan bank-bank masih tetap sangat ragu-ragu untuk meminjamkan

uang. Selain itu, sektor perbankan telah menyebabkan peningkatan utang pemerintah

secara tajam dan utang-utang ini terutama disebabkan oleh penerbitan obligasi untuk

restrukturisasi perbankan. Namun demikian, meskipun rapuh, perekonomian

Indonesia mulai membaik secara bertahap selama tahun 1999, sebagian disebabkan

oleh membaiknya lingkungan internasional yang menyebabkan kenaikan pendapatan

ekspor.

Menarik untuk menanyakan apakah krisis seperti itu dapat terjadi lagi di

Indonesia di masa yang akan datang. Kemungkinannya kecil. Pertama, perlu

ditekankan bahwa krisis keuangan Asia paling buruk melanda Indonesia

10
dibandingkan semua negara lain yang terkena dampaknya karena yang terjadi di

Indonesia tidak hanya krisis ekonomi. Awalnya yang terjadi adalah krisis finansial

namun berkembang dan akhirnya diperparah menjadi krisis politik dan sosial yang

sangat buruk di mana pemerintah tidak bersedia untuk melaksanakan reformasi

ekonomi yang sangat dibutuhkan melainkan justru berusaha untuk melindungi

kekuasaan mereka. Mengingat bahwa iklim politik yang tertib dan kondusif sangat

penting untuk membangun kepercayaan investor, ketidakpastian dan ketegangan

dalam perpolitikan di Indonesia membuat banyak investor pergi. Demikian juga

setelah Suharto jatuh, ketidakpastian politik membuat banyak investor (baik asing

maupun domestik) untuk tidak atau belum masuk kembali ke pasar Indonesia.

Akan tetapi saat ini, Indonesia sedang menuju demokrasi yang benar,

meskipun ini adalah suatu proses yang juga disertai dengan berbagai hambatan.

Pemerintahan otoriter yang pernah berkuasa selama beberapa decade telah mematikan

aktivitas politik masyarakat dan lembaga-lembaga politik hingga batas-batas tertentu.

Butuh waktu sebelum negara ini dapat meninggalkan sebutan negara 'demokrasi

cacat’ ('flawed democracy') yang diukur oleh Unit Kecerdasan Ahli Ekonomi untuk

Indeks Demokrasinya. Akan tetapi pemilihan umum yang adil dan bebas memberikan

kepastikan bahwa ada dukungan yang lebih besar bagi pemerintah selama periode

Reformasi dibandingkan masa sebelumnya. Keputusan untuk memilih presiden secara

langsung oleh rakyat Indonesia merupakan salah satu keputusan yang penting secara

psikologis. Meskipun demikian, perlu digarisbawahi bahwa iklim politik di Indonesia

lebih rapuh (dengan kata lain kurang stabil) dibandingkan dengan demokrasi yang

sudah lama dibangun karena banyak kelompok (yang visinya berbeda) mencoba

membangun posisi mereka pada demokrasi yang masih belum matang. Laporan lebih

lengkap tentang topik ini silakan kunjungi bagian Reformasi.

11
Faktor penting lainya yang sangat memperburuk krisis keuangan di Indonesia

adalah sektor keuangan Indonesia yang sudah dalam keadaan yang sangat buruk

sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh budaya patronase dan korupsi yang tidak

memiliki model pengawasan yang baik. Bahkan Bank Indonesia tidak tahu tentang

arus uang (sehingga menyebabkan timbulnya utang swasta jangka pendek yang sangat

besar) yang masuk ke Indonesia dan menyebabkan terjadinya 'ekonomi gelembung'

('bubble economy'). Budaya patronase dan korupsi (serta kurangnya kepastian hukum)

sangat menghambat fungsi ekonomi yang efisien dan merupakan bom waktu yang

bisa meledak setiap saat.

Namun setelah krisis berakhir, pemerintah-pemerintah Indonesia berikutnya

telah membuat langkah-langkah keuangan yang bijak untuk memastikan agar krisis

serupa tidak terjadi kembali. Pengawasan terhadap likuiditas sektor perbankan

sekarang ketat dan transparan, 'uang panas' ('hot money') ditangani secara lebih hati-

hati (misalnya dengan membatasi utang jangka pendek), dan rasio utang pemerintah

terhadap PDB lebih rendah (sekitar 25 persen dan menunjukkan tren menurun)

dibandingkan kebanyakan negara-negara ekonomi maju. Pada saat krisis tahun 2008

melanda, Indonesia terkena kembali arus keluar kapital yang besar namun mampu

menjamin ekonomi yang stabil karena fundamental ekonomi yang baik. Bahkan

selama krisis 2008-2009 Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang kuat dengan

pertumbuhan PDB sebesar 4.6 persen terutama didukung oleh konsumsi domestik.

Tetapi skandal-skandal korupsi di Indonesia masih tetap lanjut mengisi

halaman surat kabar. Korupsi dan pengelompokan modal pada sekelompok elit kecil

masih menjadi masalah serius di negeri ini dan dapat menghambat pertumbuhan

ekonomi yang efisien, baik dan adil. Terutama korupsi politik menyebar luas dan

sering kali digunakan politisi untuk mencari keuntungan dalam sektor bisnis nasional.

12
13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan yang dipaparkan pada makalah ini, dapat disampaikan
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1) Krisis moneter adalah keadaan dimana nilai instrumen keuangan dan aset
menurun secara signifikan
2) Penyebab terjadinya krisis moneter ada banyak, namun penyebab utama
adalah turunnya nilai mata uang, utang yang membengkak, melemahnya
sektor perbankan dan adanya krisis kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
3) Indonesia telah mengalami 3 kali krisis moneter sampai saat ini yakni era
Presiden Suharto (19987-1998), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2008)
dan Joko Widodo (2020).

14
B. SARAN
Semoga dengan selesainya makalah ini, diharapkan penulis dan para pembaca
khususnya mahasiswa STIE Amkop dapat memahami terkait krisis moneter. Kami
selaku penulis memohon kritik dan saran dari para pembaca mengenai makalah kami
demi perbaikan untuk kedepannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adytya, Billy. 2012. “Krisis Moneter adalah Krisis Keuangan, Ketahui Dampak, Ciri Hingga
Penyebabnya”, (Daring), (https://www.merdeka.com/trending/krisis-moneter-adalah-
krisis-keuangan-ketahui-dampak-ciri-hingga-penyebabnya-kln.html?page=4 diakses
pada 15 Juli 2021)

Jamzuri, Maesaroh. 2020. “Krisis Keuangan Asia di Indonesia”, (Daring),


(https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/ekonomi/krisis-keuangan-
asia/item246?, diakses pada 15 Juli 2021)

Muhid, Hendrik Khoirul. 2021. “23 Tahun Reformasi: 4 Penyebab Utama Krisis Moneter
1998, Nilai Mata Uang Anjlok”, (Daring), (https://bisnis.tempo.co/read/1461833/23-
tahun-reformasi-4-penyebab-utama-krisis-moneter-1998-nilai-mata-uang-
anjlok/full&view=ok, diakses pada 15 Juli 2021)

16

Anda mungkin juga menyukai