Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan

“Sistem Ekonomi Dalam Transisi”

Disusun Oleh :

 Fitriani 1740402024
 Muliana 174040202

Universitas Borneo Tarakan

Fakultas Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembangunan

2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul "Sistem Ekonomi Dalam Masa Transisi" dengan lancar.
Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan 2
yang diampu oleh Ibu Ariani S.E M,Si

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak baik secara materil atau non materil sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

  Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat dirasakan manfaatnya dan dapat
menjadi inpirasi bagi pembaca.

Billahi taufiq wal hidayah

Waasalamualaikum Wr. Wb

   

                                                                                       Tarakan,10 Maret 2019

   

                                                                              Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................. i

Daftar Isi............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah................................................................................................ 1
1.3 Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
1.4 Tujuan Penulisan.................................................................................................... 2
1.5 Manfaat Penulisan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Apa yang melatar belakangi lahirnya masa Pemerintahan Transisi....................... 3
2.2 Bagaimana perekonomian Indonesia pada masa transisi........................................ 3
2.3 Bagaimana biaya social pada masa transisi............................................................ 5
2.4 Bagaimana peran pemerintah dalam menyikapi masa transisi............................... 7
2.5 Bagaimana tujuan ekonomi pada masa transisi...................................................... 9

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan............................................................................................................ 11

Daftar Pustaka................................................................................................................... 12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perlu diketahui bahwa pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu
Negara sangat ditentukan oleh banyak factor, baik internal (domestik) maupun eksternal
(global). Faktor-faktor internal, diantaranya adalah kondisi fisik (termasuk iklim), lokasi
geografi, jumlah dan kualitas sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM)
yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, social dan budaya, sistem politik serta peran
pemerintah di dalam ekonomi. Sedangkan, faktor-faktor eksternal di antaranya adalah
perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, serta keamanan
global.
Akan tetapi, untuk dapat memahami sepenuhnya sifat proses dan pola
pembangunan ekonomi di suatu Negara serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya
selama kurun waktu tertentu atau untuk memahami kenapa pengalaman suatu Negara
dalam membangun ekonominya berbeda dengan Negara lain, maka perlu juga diketahui
sejarah ekonomi dari Negara itu sendiri.
Maka melalui tugas ini kami ingin mengetahui tentang “Perekonomian Indonesia
Pada Masa Transisi”.

2.1 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas maka di rumuskan
permasalahan sebagai berikut: " Bagaimana Perekonomian Indonesia Pada Masa
Transisi? ".

3.1 Rumusan Masalah


Selanjutnya penulis menghasilkan suatu konsekuensi yang terangkum dalam
pertanyaan sebagai berikut :
1.3.1 Apa yang melatar belakangi lahirnya masa Pemerintahan Transisi?
1.3.2 Bagaimana Perekonomian Indonesia pada masa Pemerintahan Transisi?
1.3.3 Bagaimana Biaya sosial pada masa Pemerintahan Transisi?
1.3.4 Bagimana peran pemerintah dalam menyikapi masa transisi?
1.3.5 Bagaimana Tujuan ekonomi pada masa transisi

4.1 Tujuan
Dari perumusan masalah yang dipaparkan diatas maka yang menjadi tujuan dalam
tugas ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Untuk mengetahui latar belakang lahirnya masa Pemerintahan Transisi?
1.4.2 Untuk mengetahui Perekonomian Indonesia pada masa Pemerintahan Transisi?
1.4.3 Untuk mengetahui Biaya sosial pada masa Pemerintahan Transisi?
1.4.4 Untuk mengetahui Bagimana peran pemerintah dalam menyikapi masa transisi?
1.4.5 Untuk mengetahui peran pemerintah dalam menyikapi masa transisi?

5.1 Manfaat
Secara praktis hasil dari tugas ini diharapkan dapat bermanfaat dan dijadikan
bahan masukan untuk berbagai pihak. Manfaatnya antara lain setelah melakukan
presentasi banyak manfaat yang dapat kita ambil salah satunya kita dapat mengetahui
lebih dalam tentang perekonomian Indonesia pada masa Pemerintahan Transisi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Latar Belakang Lahirnya Pemeritahan Masa Transisi


Perekonomian dalam transisi pada umumnya didefinisikansebagai negara-negara
yang telah berpindah dari perekonomiandengan perencanaan terpusat menjadi sistem
perekonomian pasardengan kepemilikan pribadi dari aset-aset dan lembaga-lembagayang
mendukung pasar. Termasuk didalamnya adalah negara-negara bekas Uni Soviet, negara-
negara di Eropa Timur dan Tengahyang pernah memiliki ikatan dengan Uni Soviet dan
negara-negaradi Asia dan Afrika yang baru-baru saja mengalami transformasidalam
sistem ekonominya, seperti RRC, Mongolia, dan Vietnam.
Lahirnya masa transisi ditandai dengan jatuhnya pemerintahan. Pada tanggal 14
dan tanggal 15 Mei 1997 nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS, mengalami suatu
goncangan hebat akibat para investor asing yang mengambil keputusan” jual”. Mereka
mengambil sikap demikian, karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian
negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. Untuk mempertahankan nilai tukar
bath agar tidak jatuh terus, pemerintah Thailand melakukan intervensi dan didukung oleh
intervensi yang dilakukan oleh bank sentral Singapura. Akan tetapi, pada hari Rabu 2 Juli
1997, bank sentral Thailand terpaksa mengumumkan, bahwa nilai tukar baht dibebaskan
dari ikatan dolar AS. Sejak itu nasibnya diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Hari itu
juga pemerintah Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresiasikan
nilai bath sekitar 15-20 persen hingga mencapai nilai terendah, yaitu 28,20 bath per dolar
AS.

2.2. Kondisi Perekonomian Indonesia Pada Masa Transisi


Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa negara
Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997, dari Rp
2.500 menjadi Rp 2.950 per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus dan
pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp 2.682 per dolar
AS sebelum akhirnya ditutup Rp 2.655 per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan
Januaru-Februari sempat menembus Rp 11.000 per dolar AS dan pada bulan Maret nilai
rupiah mencapai Rp 10.550 untuk satu dolar AS.
Nilai tukar rupiah terus melemah, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa
langkah konkret, antaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39 Triliun dalam upaya
mengimbangi keterbatasan anggaran belanja. Pada tanggal 8 Oktober 1997, pemerintah
Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF.
Paket program pemulihan ekonomi yang disyaratkan IMF pertama kali
diluncurkan pada bulan November 1997, bersama pinjaman angsuran pertama senilai 3
miliar dolar AS. Pertama diharapkan bahwa dengan disetujuinya paket tersebut oleh
pemerintah Indonesia, nilai rupiah akan menguat dan stabil kembali. Kepercayaan
masyarakat di dalam dan  luar negeri terhadap kinerja ekonomi Indonesia yang pada
waktu itu terus merosot, membuat kesepakatan itu harus, ditegaskan dalam nota
kesepakatan (Latter of Intent/Lol) yang ditandatangani bersama antara pemerintah
Indonesia dan IMF pada bulan Januari 1998.
Nota kesepakatan itu terdiri atas 50 butir kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
mencakup ekonomi makro (fiskal dan moneter), restrukturisasi sektor keuangan, dan
reformasi structural (Tambunan, 200Gb). Butir-butir dalam kebijaksanaan fiskal
mencakup, selain penegasan tetap menggunakan prinsip anggaran berimbang
(pengeluaran pemerintah sama dengan pendapatannya), juga meliputi usaha-usaha
pengurangan pengeluaran pemerintah, seperti menghilangkan subsidi bahan bakar
minyak (BBM dan listrik, dan membatalkan sejumlah proyek infrastruktur besar, dan
peningkatan pendapatan pemerintah. Usaha- usaha terakhir ini akan dilakukan dengan
berbagai cara, termasuk menaikan cukai terhadap sejumlah barang tertentu, mencabut
semua fasilitas kemudahan pajak, diantaranya penangguhan pajak pertambahan nilai
(PPN), dan fasilitas pajak serta tarif bea masuk yang selama ini diberikan antara lain
kepada industri mobil nasional (Timor), mengenakan pajak tambahan terhadap bensin,
memperbaiki audit PPN, dan memperbanyak obyek pajak.

Pada Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket


bantuan keuangan pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS. Pemerintah juga
mengumumkan pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat sehinnga hal
itu menjadi awal dari kehancuran perekonomian Indonesia.
Krisis rupiah yang akhirnya menjelma menjadi krisis ekonomi memunculkan suatu
krisis politik. Pada awalnya, pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto akhirnya
digantikan oleh wakilnya, yakni B.J. Habibie. Walaupun, Soeharto sudah turun dari
jabatannya tetap saja tidak terjadi perubahan-perubahan nyata karena masih adanya
korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga pada masa Presiden Habibie masyarakat
menyebutnya pemerintahan transisi.

Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik
sebagai berikut:
·   Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari      Rp
2500 menjadi Rp 2650 per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.
·   Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang
kemudian memuncuilkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
·   Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi.
Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga
kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin
menjadi, banyak kerusuhan.

2.3. Tujuan Ekonomi Pada Masa Transisi


Kebijakan ekonomi tentunya mengacu pada tindakan sebuah kebijakan
pemerintah dalam mengambil kebijakan atau keputusan di bidang ekonomi, kebijakan ini
dapat pula mencakup di dalamnya sistem untuk menetapkan sistem perpajakan, suku
bunga dan anggaran pemerintah serta pasar tenaga kerja, kepemilikan nasional, dan
otonomi daerah dari intervensi pemerintah ke dalam perekonomian. Kebijakan ekonomi
merupakan seperangkat perencanaan yang mengacu pada tindakan, pernyataan, dan
pengaturan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengambil keputusan di bidang ekonomi 
dan  menyangkut kepentingan umum. Semua kebijakan ekonomi yang dibuat oleh
pemerintah pasti memiliki tujuannya masing-masing, diantaranya:
1. Untuk mengontrol lajunya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,
2. Untuk meningkatkan kenaikan standar hidup rata-rata, dan
3. Inflasi rendah.
Terkadang kebijakan semacam ini sering dipengaruh juga oleh lembaga-lembaga
internasional seperti International Monetary Fund atau Bank Dunia serta keyakinan
politik dari pihak-pihak yang memegang kekuasaan Negara saat itu.

Adapun kebijakan-kebijakan ekonomi lainnya, seperti :

 Mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi


Tujuan ini dapat dicapai dengan bertambahnya kuantitas dan kualitas factor-faktor
produksi dalam jangka panjang seperti tenaga kerja, modal dan teknologi.
 Mewujudkan keadaan ekonomi yang stabil
Keadaan ekonimi yang stabil dapat dicapai dengan kestabilan tingkat pendapatan dan
penggunaan tenaga kerja yang penuh. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang berusaha
meenambah pengeluaran agregat biasanya hanya mampu mengurangi pengangguran
tetapi tidak selalu dapat mencapai kegiatan perekonomian pada penggunaan tenaga kerja.
 Menghindari inflasi
Tingkat inflasi dapat dikendalikan dengan menjaga kestabilan dalam tingkat harga,
kestabilan ekspor dan impor yang menjamin keamanan neraca pembayaran.
 Penggunaan tenaga kerja penuh tanpa inflasi
Dua tujuan ini sulit diciptakan sekaligus karena bagaikan dua sisi mata uang, apabila
kebijakan pemerintah meningkatkan pengeluaran mungkindapat meningkatkan
kesempatan kerja tetapi tidak menjamin stabilnya harga-harga. Begitu pula sebaliknya.
 Neraca pembayaran yang tidak deficit
Sumber deficit neraca pembayaran Indonesia adalah pada neraca tramnsaksi berjalan dari
jasa dan lalu lintas modalnya minus. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah
disektor keuangan dan perdagangan yang dapat menggairahkab ekspor dan investasi luar
negri.
 Mewujudkan pemerataan dan keadilan pembangunan
Jika pembangunan ekonomi dan hasilnya terdistribusi secara adil kesemua golongan
masyarakat maka kemakmuran dapat dicapai. Namun jika tidak tercapai keadilan, maka
akan muncul berbagai gejolak seperti tuntutan pelaksanaan otonomi khusus dan
keinginan sebagian daerah untuk merdeka.
2.4. Peran Pemerintah Dalam Menghadapi Kebijakan Ekonomi Masa Transisi
Masa transisi yang panjang perlu disikapi dengan melihat kebijakan ekonomi apa
yang bisa mengeluarkan rakyat dari jebakan masa transisi. Jebakan transisi
menumbuhkembangkan birokrasi yang kurang peka terhadap kesulitan ekonomi rakyat.
Untuk itu perlu adanya lembaga di luar birokrasi yang mampu memberikan pencerahan
ekonomi seperti halnya kemunculan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa
memberikan sedikit pencerahan dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.  
Zakat adalah potensi yang selama ini belum tergarap secara optimal.
Sosialisasinya masih sangat minim. Meskipun masyarakat Indonesia adalah mayoritas
muslim, namun kesadaran dan pengetahuan tentang kewajiban zakat relatif masih kurang.
Di tengah carut marut masa transisi, sosialisasi zakat perlu diperkuat agar terjadi
distribusi aset dalam skala ekonomi yang besar. Untuk itu perlu dibuat lembaga yang
menangani zakat yang anggotanya diseleksi dan diuji kelayakan dan kepatutan di depan
DPR agar didapatkan personil yang mampu mengelola masalah zakat dengan baik serta
mendapatkan dukungan dari pemerintah baik berupa dana maupun lainnya.
Di masa transisi ini, di tengah dominannya masalah politik, perhatian kepada
orang miskin masih kurang. Ini dapat dilihat dari kebijakan ekonomi yang tercermin di
APBN. Maka mau tak mau perlu ada dana yang berasal dari luar APBN. Zakat adalah
salah satu sumber dana yang potensial. Sumber dana lain tentunya ada juga, namun perlu
ada pihak yang mengemukakan hal ini agar publik dan pemerintah mengetahuinya.
Zakat adalah salah satu bentuk redistribusi aset yang memiliki nilai spriritual.
Dengan jumlah orang Islam yang besar, potensi zakat juga besar. Penyaluran zakat yang
berskala ekonomi akan membantu pemberdayaan orang miskin sehingga mereka bisa
mandiri dan melepaskan ketergantungan dari bantuan zakat. Dengan demikian kelak
mereka bisa menjadi pembayar zakat. Jika ini sudah terjadi, pada gilirannya akan
membantu kebijakan ekonomi pemerintah.
Di masa transisi ini, kebijakan ekonomi pemerintah lebih mengharapkan adanya
investasi dari luar yang akan mendatangkan devisa, modal serta memberi peluang kerja
kepada rakyat. Sayangnya, iklim investasi di Indonesia saat ini masih kurang menarik
dibanding negara Asia Tenggara lainnya. Dengan adanya kebijakan zakat, jelas akan
membantu pemerintah. Pemerintah perlu juga didorong agar komisi zakat nasional bisa
memberikan hasil yang signifikan bagi pengurangan angka kemisknan dan memberikan
efek muliplier bagi ekonomi.
Menyikapi masa transisi yang panjang ini, kemiskinan harus mendapat perhatian.
Upaya pemerintah keluar dari krisis masih didominasi dominannya konflik kepentingan
sehingga kepentingan nasional tidak berada di depan. Inilah yang menyebabkan
berlarutnya masa transisi. Zakat adalah posisi yang masih belum digarap dengan baik dan
dalam skala ekonomi, padahal ia tidak berbenturan dengan konflik kepentingan. Hanya
saja diperlukan orang-orang yang mau menggerakkan hal ini, termasuk
menyampaikannya kepada pemerintah. Dan jutaan rakyat miskinpun menanti tangan-
tangan yang tulus ikhlas mengangkat mereka dari kesengsaraan yang berkepanjangan.
Tangan yang di atas sangat dinantikan perannya untuk membantu tangan yang di bawah
agar keberkahan turun di muka bumi.
Sebagian orang meyakini bahwa demokrasi dapat mengurangi bahkan
memberantas kemiskinan. Namun di Indonesia, demokrasi yang kian mekar belum
menunjukkan ke arah tersebut, bahkan timbul berbagai paradoks. Vietnam yang komunis,
perekonomiannya mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik. Namun demikian,
pilihan terhadap demokrasi yang sudah terlaksanan jangan sampai menghambat usaha-
usaha pengoptimalan zakat. Bahkan sebaliknya, momentum demokratisasi harus mampu
menjadi alat mengintensifkan pengurusan zakat dan permasalahannya.
Para pemimpin umat mesti menyikapi masa transisi ini dengan memberi perhatian
yang besar kepada masalah kemiskinan. Masa transisi yang panjang yang diwarnai
konflik kepentingan akan menjauhkan perhatian kepada masalah kemiskinan. Para
pemimpin umat dapat memanfaatkan momentum demokrasi sebagai upaya pemihakan
kepada rakyat miskin yang tidak hanya bertambah jumlahnya, akan tetapi semakin sulit
memenuhi kebutuhan primernya.
Menyikapi masa transisi yang panjang hendaknya dengan mencari solusi yang
bisa dimanfaatkan, disamping mengkritisi kebijakan ekonomi yang kadang jauh dari
keberpihakan terhadap kesejahteraan rakyat.
2.5. Biaya Social Pada Masa Transisi
Biaya sosial yang didapat rakyat semakin besar jika masa transisi semakin lama.
Pada saat ini saja sudah dapat disaksikan betapa besarnya penderitaan rakyat akibat
berbagai kebijakan ekonomi yang dihasilkan di masa transisi. Keluarga yang
mendaftarkan diri sebagai keluarga miskin bertambah menjadi 10 juta keluarga. Setelah
melalui verifikasi pemerintah, hanya 2,5 juta keluarga yang berhak menerima bantuan
langsung tunai (BLT). Sebelumnya sudah ada 15 juta keluarga yang menerima BLT.
Dengan demikian total keluarga yang akan mendapat BLT adalah 17,5 juta. Jika yang 15
juta ditambahkan dengan 10 juta keluarga yang mengusulkan mendapat BLT maka akan
ada 25 juta keluarga miskin di Indonesia. Jika diasumsikan setiap keluarga terdiri dari 4
orang maka jumlah orang miskin adalah sebesar 100 juta jiwa.  
Sementara jumlah keluarga yang berada di atas kriteria keluarga miskin
jumlahnya juga tidak sedikit. Disamping itu kriteria keluarga miskin juga masih bisa
diperdebatkan mengingat selama ini pengertian miskin oleh pemerintah belum sesuai
dengan realitas di masyarakat. Keluarga miskin dicirikan dengan rumah kayu atau non
tembok dan tidak memiliki televisi. Padahal keluarga yang rumahnya tembok dan
memiliki televisi banyak juga yang tergolong miskin karena mereka tidak mampu
menyekolahkan anak-anaknya dan sulit memenuhi biaya kesehatan serta sulit memnuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Paradoks antara perkembangan demokrasi dan peningkatan jumlah penduduk
miskin adalah hasil dari semakin panjangnya masa transisi yang harus dilalui bangsa
Indonesia. Tidak pernah terpikirkan kapan bisa berakhir. Hal ini juga sangat tergantung
kepada pemerintah karena konsekuensi dari pemilihan periden langsung adalah
timbulnya hak presiden menjabarkan visi pemerintahannya. Jika pemerintah terjebak
kepada dinamika politik yang berkembang, maka bisa diramalkan transisi akan lebih
panjang. Ini mengakibatkan tumpulnya kepekaan terhadap kesulitan ekonomi rakyat.   
Memburuknya kinerja ekonomi, suburnya praktik korupsi, dan suasana politik
yang centang perenang selama 10 tahun reformasi memaksa rakyat kembali berpaling
pada Soeharto. Baik tidak baik, Soeharto lebih baik. Semiskin-miskinya era soeharto,
rakyat tidak pernah antre minyak tanah dan minyak goreng serta kesulitan membeli tahu
dan tempe. Tetapi Soeharto berhasil membangun pertanian dan manufaktur. Ia mampu
membalikan posisi Indonesia sebagai Importir beras terbesar di dunia menjadi eksportir
beras. Pembangunan sistematis terarah lewat pelita demi pelita berhasil menurunkan
angka kemiskinan, buta, kematian dan laju pertumbuhan penduduk.

 
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa transisi yang panjang perlu disikapi dengan melihat kebijakan ekonomi
apa yang bisa mengeluarkan rakyat dari jebakan masa transisi. Jebakan transisi
menumbuhkembangkan birokrasi yang kurang peka terhadap kesulitan ekonomi rakyat.
Fanatik yang berusaha menggulingkan pemerintahan mengatas-namakan
demokrasi hanya akan mengulang krisis yang terjadi pada masa transisi pasca reformasi
1998. Setiap rezim pemerintahan memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing
tetapi apabila masyarakat tidak mau menerima kelemahannya dan terus menuntut
pergantian dalam pemerintahan, program ekonomi yang telah direncakan tidak akan
berjalan efektif dan kepentingan politik dalam pemerintahan akan makin memanas.
Belum lagi adanya biaya sosial yang harus ditanggung dalam masa transisi.
Ketidak jelasan sistem politik-ekonomi Indonesia dalam masa transisi
merupakan kelemahan Indonesia dalam menghadapi perkembangan dunia saat ini. Jika
ditanya apa sistem politik-ekonomi Indonesia, orang menjawab bukan marksis, bukan
sosialis, bukan ini dan bukan itu. Sistem politik dan ekonomi Indonesia selama ini tidak
jelas karena terus berubah di setiap pergantian pemimpin. Hal inilah yang menurutnya
membuat perkembangan ekonomi Indonesia tidak bisa berkembang cepat. Sementara
negara lain sedang sibuk mengembangkan ilmu pengetahuannya, Indonesia justru terus
mengalami perubahan sistem politik dan ekonomi yang terus berubah di tiap
pemerintahan.
Daftar pustaka

http://rizkyderrmawan.blogspot.com/2015/04/sistem-perekonomian-indonesia-pada-masa.html (dicari
tanggal 09 mar 2019 / 00:27)

http://hanitasali.blogspot.com/2015/04/sejarah-ekonomi-indonesia-pada-masa.html (dicari tanggal 09


mar 2019 / 00:27)

https://www.coursehero.com/file/17768931/kuliah-3-sistem-ekonomi-indonesia-b/ (dicari tanggal 09


mar 2019 / 00:27)

Anda mungkin juga menyukai