Disusun oleh,
Yogi Rizki Saputra (A1B020384)
Ahmad Suandu Surya (A1B020395)
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat Rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia Masa Reformasi” sesuai dengan
waktu yang kami rencanakan.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Sriningsih, SE, ME. sebagai
pengajar mata kuliah Perekonomian Indonesia yang telah membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini.
Dengan menyadari kodrat kita sebagai manusia biasa yang tak pernah luput
dari ke-khilafan, maka kami yakin dalam makalah ini masih terdapat berbagai
kekurangan. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari teman-
teman sekalian untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
4. Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
5. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
6. Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan yang Tidak Sehat
7. Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pemerintahan presiden B.J. Habibie yang mengawali masa reformasi belum
melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik.
4
Rangkuman keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa
pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia
mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai
positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi
moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil.
2. Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF
juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23
tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan
daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus
tertunda.
3. Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor
asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia.
4. Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot
hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada
kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan
yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada
berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain
masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja
BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden
terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.
Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
5
C. Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri ( 23 Juli 2001 – 20 Oktober
2004)
6
D. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ( 20 Oktober 2004 – 20
Oktober 2014 )
7
diantaranya PNPM Mandiri dan Jamkesmas.Pada prakteknya, program-
program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak
kekurangan disana-sini.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi seluruh
sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka
diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam
menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi
pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa
kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah
penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi
39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit
perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana
di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi.
Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya
realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran.
Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di
lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Pada masa pemerintahan Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa
Jokowi merombak struktur APBN dengan lebih mendorong investasi,
pembangunan infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar Indonesia lebih
berdaya saing.
Namun, grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun masa
pemerintahan Jokowi terus berada di bawah pertumbuhan pada era SBY.
Pada 2015, perekonomian Indonesia kembali terlihat rapuh. Rupiah
terus menerus melemah terhadap dollar AS. Saat itu, ekonomi Indonesia
8
tumbuh 4,88 persen. Nilai tukar rupiah yang tahun ini ditargetkan Rp 12.050
per dolar Amerika Serikat (AS). Kenyataannya hingga 24 Oktober, nilai tukar
acuan rupiah yang diperdagangan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
melemah cukup dalam, yakni Rp 15.193 per dolar AS.
Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai terdongkrak tumbuh 5,03 persen.
Dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,17.
Berdasarkan asumsi makro dalam APBN 2018, pemerintah memprediksi
pertumbuhan ekonomis 2018 secara keseluruhan mencapai 5,4 persen. Namun,
pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 ternyata tak cukup menggembirakan, hanya
5,06 persen.
Sementara pada kuartal II-2018, ekonomi tumbuh 5,27 persen
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hanya ada sedikit perbaikan
dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada Senin (5/11/2018), BPS
mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2018
sebesar 5,17 persen, malah melambat lagi dibandingkan kuartal sebelumnya.
Untuk kuartal IV-2018, pertumbuhan ekonomi diprediksi meleset dari
asumsi APBN. Bank Indonesia, misalnya, memprediksi pertumbuhan
Indonesia secara keseluruhan pada 2018 akan berada di batas bawah 5 persen.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada masa reformasi ini perekonomian Indonesia ditandai dengan
adanya krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai
saat ini belum menunjukkan tanda-tanda ke arah pemulihan. Walaupun ada
pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun
1998 dimana inflasi sudah diperhitungkan namun laju inflasi masih cukup
tinggi yaitu sekitar 100%. Pada tahun 1998 hampir seluruh sektor mengalami
pertumbuhan negatif, hal ini berbeda dengan kondisi ekonomi tahun 1999.
Namun sejak masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono,
perekonomian Indonesia mulai membaik. Perekonomian Indonesia boleh
dibilang tengah berada pada masa keemasannya. Krisis global yang terjadi
pada tahun 2008 semakin membuktikan ketangguhan perekonomian
Indonesia. Di saat negara-negara superpower seperti Amerika Serikat dan
Jepang berjatuhan, Indonesia justru mampu mencetak pertumbuhan yang
positif sebesar 4,5% pada tahun 2009.
Pembangunan di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk perbaikan di
segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas.
Pembangunan masih tarik-menarik mana yang harus didahulukan. Namun
setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik
dalam merubah nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan
moral manusia-manusia sebelumnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.csis.or.id/uploaded_file/publications/
perjalanan_reformasi_ekonomi_indonesia_1997-2016.pdf
11