Disusun oleh :
Kelompok 10
Irwandi (1806101020055)
2021
KATA PENGANTAR
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Sejarah Ekonomi Indonesia. Bahan-bahan yang digunakan didalam
makalah ini kami kutip dari beberapa sumber, yang kemudian kami rangkai
kembali dengan kata-kata yang sesuai kemampuan kami. Dalam penulisan
makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah
ini.
i
DAFTAR ISI
2.1 Keadaan Perekonomian Indonesia Pada Masa Awal Orde Baru ...... 3
2.2 Kebijakan Pemerintah Terhadap Perekonomian Masa Orde Baru .. 4
2.3 Dampak Perekonomian Orde Baru Terhadap Pembangunan Indonesia 5
BAB 3 PENUTUP......................................................................................... 6
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Perekonomian dalam masa Orde Baru terdiri atas beberapa kejadian penting.
Dimulai ketika Soeharto dilantik menjadi Presiden menggantikan Soekarno pada
1967. Masa itu disebut-sebut sebagai masa pemulihan ekonomi. Sebelum peralihan
tongkat kepemimpinan memang tengah terjadi gejolak perekonomian. Pada zaman
Pemerintah Orde Lama tak bisa mengatasi krisis ekonomi yang terjadi di penghujung
1950-an. Imbasnya sempat terjadi meroketnya inflasi (hiperinflasi) yang mencapai
635% pada 1966. Dengan berbegai kebijakan ekonomi, pemerintah Orde Baru
mampu meredam hiper inflasi itu. Franciscus Xaverius Seda (Menteri Keuangan
1966-1968) menjadi aktor utama dari upaya menekan inflasi menjadi 112%. Frans
mengatasi permasalahan ekonomi saat itu dengan cara menerapkan model anggaran
penerimaan dan belanja yang berimbang. Hal itu untuk meredam imbas dari kebijakan
pemerintahan sebelumnya yang rajin mencetak uang. Upaya yang dilakukan
pemerintah Orde Baru terbilang berhasil saat itu. Ekonomi RI mulai stabil. Hingga
pada saat itu Indonesia pernah mendapat julukan sebagai macan Asia. Julukan macan
asia pernah diberikan kepada Indonesia karena keberhasilan repelita dalam
swasambada beras pada tahun 1980. Selain itu sembuhnya perekonomian ketika RI
dibawah pimpinan Soeharto kembali bergabung dengan lembaga pemberi utang dunia
alias International Monetary Fund (IMF) pada 1967. Sejak Indonesia menjadi anggota
IMF indonesia mengalami peristiwa penting lainnya yaitu saat terjadi booming
minyak pada periode 1974 - 1982. Tingginya harga minyak di pasar internasional
membuat pemerintah orde baru mendapatkan pemasukan yang cukup besar. Ini yang
menyebabkan Indonesia masuk dalam organiasasi OPEC (Organization of the
Petroleum Exporting Countries). Besarnya pemasukan negara dari sektor minyak,
membuat pemerintah orde baru memiliki amunisi untuk melakukan pembangunan.
Menurut data sejarah yang dicatat Bank Indonesia (BI), kondisi itu memungkinkan
pemerintah memacu kegiatan pembangunan ekonomi dan melaksanakan program
pemerataan pembangunan lewat penyediaan kredit likuiditas, termasuk pemberian
kredit untuk mendorong kegiatan ekonomi lemah. Namun, pengucuran deras kredit
perbankan tersebut mengakibatkan uang beredar meningkat dalam jumlah yang cukup
3
besar. Akibatnya, tingkat inflasi 1973/1974 melonjak tajam menembus angka 47%.
Pemerintah Orde Baru kembali berbenah diri dengan melakukan program stabilisasi.
Pada 1974/1975 inflasi pun turun menjadi 21%. Hal ini memberi peluang Pemerintah
untuk menurunkan suku bunga deposito dan kredit jangka pendek terutama ekspor
dan perdagangan dalam negeri pada Desember 1974 guna mendorong pertumbuhan
ekonomi. Akan tetapi pelonggaran itu justru menimbulkan tekanan inflatoir sehingga
mengakibatkan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri karena nilai
rupiah menjadi over valued.
1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui bagaimana keadaan Indonesia pada masa awal orde baru.
2. Agar mengetahui apa saja kebijakan pemerintah terhadap perekonomian Indonesia
pada masa orde baru.
3. Agar mengetahui bagaimana dampak dari perekonomian pada masa orde baru
terhadap pembangunan Indonesia.
4
BAB 2
PEMBAHASAN
Pada periode awal orde baru timbul situasi ketidakpastian, keamanan juga tidak
terjamin dan kehidupan ekonomi terganggu. Seperti yang digambarkan oleh Booth
dan McCawley (1990) menunjukkan bahwa pada masa itu tingkat produksi dan
investasi di berbagai sector menunjukkan kemunduran semenjak tahun 1950.
Pendapatan riil perkapita dalam tahun 1966 lebih rendah daripada tahun 1938. Sector
industry menyumbangkan hanya sekitar 10% dan dihadapkan pada masalah
pengangguran kapasitas yang serius. Di awal dasawarsa ini deficit anggaran belanja
negar mencapai 50% dari pengeluaran total Negara, lalu penerimaan ekspor juga
sangat menurun, dan selama tahun 1964-1966 terjadinya hiperinflasi yang melanda
Negara ini dengan berakibat kepada lumpuhnya perekonomian.
Dari beberapa analisis yang telah dilakukan, setidaknya terdapat empat faktor
penting yang menyebabkan terjadinya kemunduran ekonomi pada masa awal orde
baru. Pertama, tidak adanya stabilitas politik Negara. Kedua, orientasi dan prioritas
dalam kebijaksanaan pemerintah terlalu mengejar sasaran-sasaran politik. Ketiga,
hubungan atau relasi dengan luar negeri khususnya dengan Negara-negara Barat tidak
terlalu baik, karena mereka ini dianggap tidak masuk dalam ideologis yang sama.
Hasilnya bantuan ekonomi luar negeri lebih banyak dari Blok Timur, yang oleh
berbagai kelemahan dalam perencanaan dan pelaksanaannya jarang menghasilkan
proyek-proyek yang layak dan produktif. Keempat, kecenderungan ideologis
pemerintah pada masa itu untuk mengatur ekonomi dengan campur tangan langsung
yang luas sekali (ekonomi terpimpin), misalnya untuk menentukan harga, mengatur
produksi, dan impor dengan system lisensi dan sebagainya (Sadli, 1987).
Pada pertengahan tahun 1960an, kondisi ekonomi Indonesia telah mencapai keadaan yang
sangat buruk. Perekonomian Indonesia menderita karena kekacauan politik yang dipicu oleh
Presiden Soekarno, presiden pertama Indonesia. Masalah-masalah ekonomi tidak menjadi
perhatian utama bagi Soekarno yang menghabiskan masa hidupnya untuk berjuang di arena
politik. Beberapa contoh dari kebijakan-kebijakannya yang memberikan dampak negatif pada
perekonomian adalah pemutusan hubungan dengan negara-negara Barat (dan karenanya
mengisolir Indonesia dari ekonomi dunia dan mencegah negara ini dari menerima bantuan-
bantuan asing yang sangat dibutuhkan) dan deficit spending melalui pencetakan uang, yang
menyebabkan hiperinflasi yang berada di luar kendali. Namun, setelah Suharto mengambil
alih kekuasaan dari Soekarno di pertengahan 1960an, kebijakan-kebijakan ekonomi
mengalami perubahan arah yang radikal.
Salah satu tindakan pertama Soeharto setelah mengambil alih pimpinan negara adalah
menugaskan tim penasihat ekonominya, yang terdiri atas kelima dosen FEUI, yaitu
Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Mohammad Sadli, Soebroto, dan Emil Salim untuk
menyusun suatu program stabilisasi dan rehabilitasi. Tujuan utama dari program ini
adalah memulihkan stabilitas makro ekonmi dengan menghentikan hiperinflasi
setinggi 600% yang telah berkecamuk pada akhir masa pemerintahan Soekarno. Alat
kebijakan utama untuk menurunkan laju inflasi adalah anggaran berimbang (balance
budget), artinya pengeluaran pemerintah dibatasi oleh penerimaan pemerintah.
Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka
dalam memberlakukan kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan sebagai
berikut :
6
1. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
2. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasil yang menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
a) Repelita I (1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah
pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Pertumbuhan ekonomi berhasil naik 3 sampai 5,7% sedangkan tingkat inflasi menurun
menjadi 47,8%. Namun, kebijakan pada masa Repelita I dianggap menguntungkan
investor Jepang dan golongan orang-orang kaya saja. Hal ini memicu timbulnya peristiwa
Malapetaka Lima Belas Januari (Malari).
b) Repelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian dan
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
c) Repelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi
Pembangunan dengan menekankan pada azas pemerataan, yaitu: Pemerataan pemenuhan
kebutuhan pokok rakyat, pemerataan kesempatan memperoleh Pendidikan dan pelayanan,
Pemerataan bagi pendapatan, pemerataan kesempatan kerja, pemerataan kesempatan
berusaha, pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, pemerataan
penyebaran pembangunan, pemerataan memperoleh keadilan.
d) Repelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian
menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin sendiri.
e) Repelita V (1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk
memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga
kerja, dan mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri.
f) Repelita VI dimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor ekonomi,
industri, pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.
Sejak awal, pemerintah Orde Baru menyadari bahwa kebijakan anti Barat yang
merupakan suatu ciri mencolok dari pemerintah Soekarno juga telah menimbulkan
kesulitan bagi Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Orde Baru memutuskan untuk
7
meninggalkan kebijakan “memandang ke dalam” (inward-looking policies) yang
hanya membawa kebangkrutan bagi Indonesia dan menggantikannya dengan
kebijakan “memandang ke luar” (out-ward policies). Kebijakan ini dicirikan oleh
kebijakan perdagangan luar negeri dan kebijakan investasi asing yang bersifat lebih
liberal itu artinya, pemerintah Indonesia mulai menerapkan kebijakan yang dapat
menghapus atau mengurangi berbagai rintangan atas perdagangan luar negeri dan
investasi asing.
9
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1
dapat dipertahankan. Di samping itu meningkatnya penyediaan pangan selama
ini mempunyai pengaruh sangat besar terhadap usaha mengurangi jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Strategi yang mendahulukan
pembangunan pertanian disertai dengan pemerataan pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan dasar rakyat, yang antara lain meliputi penyediaan kebutuhan
pangan, peningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan, keluarga
berencana, pendidikan dasar, air bersih, perumahan sederhana dan
sebagainya.
2
DAFTAR PUSTAKA
Udiyana, dkk. 2008. Struktur dan Sistem Pembangunan Ekonomi Indonesia Masa
Orde Baru. Forum Manajemen. Vol. 6. No. 1.