Anda di halaman 1dari 26

ORGANISASI GLOBAL DAN REGIONAL

APEC, OPEC, MEE, GATT

Disusun guna memenuhi tugas mata Pelajaran Sejarah

KELAS : XII IPS 1

Disusun Oleh :

KELOMPOK 6

Ketua : Raynaldi Salman E.P (24)

Anggota : 1. Luh Putu Mayda Arsinta (16)

2. Nabila Vinsky Astari (19)

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 JEMBER

2017
2.1 APEC (Asia Pacifc Economic Cooperation)

APEC, singkatan dari Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja sama Ekonomi


Asia Pasifik, adalah forum ekonomi 21 negara di Lingkar Pasifik yang bertujuan untuk
memperkuat pertumbuhan ekonomi, mempererat komunitas dan mendorong perdagangan
bebas di seluruh kawasan Asia-Pasifik. Pada tahun 1989, para pemimpin negara –
negara yang terletak dilingkar luar Samudra Pasifik mengadakan pertemuan
multilateral dan mendeklarasikan berdirinya APEC ( Asia Pasific Economic
Cooperation). Visi APEC adalah untuk mengurangi tarif dan hambatan
perdagangan lain di wilayah Asia Pasifik, menciptakan ekonomi yang efisien dan
meningkatkan ekspor. Visi APEC tercantum dalam ”Deklarasi Bogor”, yaitu
bahwa negara yang sudah pada tingkat industrialisasi (negara – negara maju) akan
mencapai sasaran perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka (liberalisasi)
paling lambat tahun 2010, dan wilayah yang tingkat ekonominya sedang
berkembang paling lambat tahun 2020. Dari segi organisasi, APEC merupakan
organisasi terbesar di dunia. Organisasi APEC beranggotakan 21 negara.
Anggota-anggota negara tersebut adalah :
a. Australia, m. Cina,
b. Brunei Darussalam, n. Hongkong,
c. Kanada, o. Taipei,
d. Indonesia, p. Meksiko,
e. Jepang, q. Papua Nugini,
f. Korea, r. Cile,
g. Malaysia, s. Peru,
h. New Zealand, t. Russia,
i. Filiphina, u. Vietnam,
j. Singapura,
k. Thailland,
l. Amerika Serikat,
APEC memiliki kekuatan ekstra besar yang tidak dimiliki organisasi serupa di
dunia ini dalam konteks perekonomian. APEC berpenduduk 2,3 miliar jiwa dari 6
miliar jiwa penduduk dunia. Setengah dari perdagangan dunia terjadi di APEC.
Sebesar 18 triliun dollar AS Product Domestic Bruto (PDB) dunia dari total 30
triliun dollar lebih PDB dunia ada di APEC.
Anggota APEC merupakan negara yang berada di lingkar luar Samudra
Pasifik, yaitu Amerika Serikat, Australia, Brunei Darussalam, Cile, Cina, Filipina,
Hong Kong, Indonesia, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko,
Papua Nugini, Peru, Rusia, Selandia Baru, Singapura, Taiwan, Thailand, dan
Vietnam. Lima dari sepuluh negara yang memiliki kekuatan perekonomian
terbesar di dunia ada di APEC, yakni Amerika Serikat, Jepang, Cina, Kanada, dan
Meksiko. Sejak digelarnya APEC Economic Leaders Meeting (AELM) di Seattle,
AS tahun 1993, setiap tahun dilahirkan deklarasi atau kesepakatan bersama di
antara para pemimpin negara–negara anggota APEC. Bagi Indonesia, organisasi
APEC menjadi momentum bagus untuk memanfaatkan kerjasama ekonomi
regional serta memasukkan kepentingan nasional, demi memajukan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat. Namun, demikian untuk mampu mewujudkan tujuan
APEC yang tertuang dalam Deklarasi Bogor tidaklah mudah, melihat dari kondisi
ekonomi rakyat Indonesia yang kurang begitu memuaskan. Selain itu dengan
adanya deklarasi tersebut liberalisasi perdagangan mengharuskan ekspor kita
diturunkan. Konsekuensinya, barang dari luar negeri mengalir deras di pasaran.
Agar hal seperti itu tidak terus – menerus menggerogoti produk lokal, pemerintah
harus bergerak cepat dalam meningkatkan dan mendorong usaha/ produk lokal
agar tidak terjajah oleh produk asing.

Gambar 2.1 Negara-negara anggota APEC


2.1.1 Latar Belakang APEC

APEC (Asia Pasific Economic Cooperation) merupakan wadah kerja sama


negara – negara di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi. APEC resmi
terbentuk pada bulan November 1989 di Canberra, Australia. Pembentukan forum
ini merupakan usulan mantan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke, yang
merupakan kelanjutan dari berbagai usulan dan upaya untuk mengadakankerja
sama ekonomi regional Asia Pasifik. Ada dua faktor yang mendorong lahirnya
APEC, yaitu :
a. Adanya kekhawatiran akan gagalnya perundingan putaran Uruguay yang dapat
berakibat meningkatnya proteksionisme dan munculnya kelompok – kelompok
perdagangan, seperti Pasar Tunggal Eropa dan Pasar Bebas Amerika Serikat.
b. Perubahan besar di bidang politik dan ekonomi yang sedang terjadi dan
berlangsung di Uni Soviet dan Eropa Timur.
Dua faktor inilah yang melatarbelakangi kelahiran APEC, suatu forum kerja sama
internasional yang dimaksudkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di
kawasan Asia Pasifik, terutama di bidang perdagangan dan investasi.
Keanggotaannya bersifat terbuka dan kegiatannya lebih menekankan pada kerja
sama di bidang ekonomi. Dengan kata lain, forum ini pada dasarnya ingin
membentuk sebuah blok terbuka yang keanggotaannya bersifat suka rela, dengan
fokus perhatian pada masalah ekonomi, bukan politik. Empat tahun setelah
pendiriannya pada tahun 1989, para pemimpin negara – negara anggota APEC
mulai menggelar dialog intensif dan setahun setelah mendirikan sekretariat pada
tahun 1992 APEC mulai dengan tahap pembentukan visi. Pada pertemuan para
pemimpin ekonomi anggota APEC (AELM) yang pertama di Blake Island,
Seattle, AS.
APEC menetapkan visi bahwa kawasan yang mewakili (saat itu) populasi 40
% dari penduduk dunia, dan Produk Nasional Bruto (PNB) mencapai sekitar 55 %
PNB dunia, siap memainkan peranan penting dalam perekonomian dunia.
Berkaitan dengan ini, APEC mendukung sepenuhnya sistem perdagangan
multilateral serta yakin bahwa perdagangan dan investasi bebas akan mampu
mengantarkan Asia Pasifik menjadi kawasan yang memiliki peran penting dalam
perekonomian dunia. Liberalisasi perdagangan dan investasi merupakan sasaran
utama APEC dan hal ini menjadi sangat jelas sejak Deklarasi Bogor tahun 1994,
ketika para pemimpin APEC menetapkan sasaran perdagangan bebas dan
investasi untuk negara maju tahun 2010 dan negara berkembang 2020. Sejak
digelarnya AELM di Seattle, AS tahun 1993, setiap tahun dilahirkan deklarasi
atau kesepakatan bersama di antara para pemimpin negara – negara anggota
APEC.

2.1.2 Tujuan dibentuknya APEC


a. Untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran untuk kawasan dan
memperkuat komunitas Asia-Pasifik.
b. Bekerja untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya di seluruh
kawasan Asia-Pasifik
c. Menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan dapat meningkatkan ekspor.
d. Terwujudnya perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di Asia-Pasifik
pada 2010 untuk negara-negara industri dan pada 2020 untuk negara-negara
berkembang.
Tujuan ini diadopsi oleh pemimpin pada pertemuan 1994 di Bogor,
Indonesia. Perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka membantu
pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan
kesempatan yang lebih besar untuk perdagangan dan investasiinternasional.
Sebaliknya, proteksionisme membuat harga tinggi dan mendorong inefisiensi
dalamindustri tertentu. Perdagangan bebas dan terbuka membantu menurunkan
biaya produksi dan dengandemikian mengurangi harga barang dan jasa sebuah
manfaat langsung bagi semua.APEC juga bekerja untuk menciptakan lingkungan
bagi gerakan yang aman dan efisien dari barang, jasa dan masyarakat
di seluruh perbatasan di kawasan tersebut melalui penyelarasan kebijakan
dankerjasama ekonomi dan teknis.

2.1.3 Deklarasi APEC


1. Blake Island, Seattle, AS tahun 1993
Para pemimpin APEC berhasil menciptakan visi ekonomi (Economic Vision
of APEC Leaders). Dalam pertemuan ini disepakati untuk menciptakan sistem
perdagangan yang lebih terbuka di Asia Pasifik. Cara yang akan ditempuh adalah
dengan menetapkan kerangka kerja sama perdagangan, investasi, dan pengalihan
teknologi, termasuk permodalan. Para pemimpin APEC menegaskan bahwa
liberalisasi perdagangan dan investasi adalah dasar identitas dan aktivitas APEC.
2. Bogor, Indonesia tahun 1994
Pada pertemuan di Bogor disepakati bahwa negara yang sudah pada tingkat
industrialisasi (negara – negara maju) akan mencapaisasaran perdagangan dan
investasi yang bebas dan terbuka (liberalisasi) paling lambat tahun 2010, dan
wilayah yang tingkat ekonominya sedang berkembang paling lambat tahun 2020.
Sehubungan dengan ini, para pemimpin ekonomi APEC sepakat untuk
memperluas dan mempercepat program permudahan perdagangan dan investasi di
kalangan APEC. Selain itu, disepakati peningkatan kerja sama pembangunan
diantara anggota melalui program pengembangan sumber daya manusia,
pengembangan pusat – pusat pengkajian APEC dan kerja sama di bidang IPTEK
(termasuk alih teknologi). Deklarasi Bogor dikenal sebagai Deklarasi Tekad
Bersama (Declaration of Common Resolve).
Pada pertemuan di Osaka disepakati (Osaka Declaration), bahwa APEC
mulai melangkah ke tahap aksi dengan tiga pilar, yaitu perdagangan dan investasi,
fasilitas serta kerja sama ekonomi dan teknik. Prinsip – prinsip untuk memandu
pencapaian liberalisasi dan fasilitasi meliputi konsistensi dengan WTO,
komparabilitas, nondiskriminasi, transparasi, komprehensivitas, standstill. Pada
pertemuan di Osaka juga disepakati untuk menyusun agenda Rencana Aksi
Individual dan Rencana Aksi Kolektif yang akan dibahas pada pertemuan
berikutnya di Manila.
4. Teluk Subic, Filipina tahun 1996
Pada pertemuan di Filipina disepakati untuk menciptakan liberalisasi
perdagangan dan investasi yang lebih progresif dan komprehensif guna mencapai
tujuan Deklarasi Bogor. Para pemimpin APEC merekomendasikan diadakannya
Rencana Aksi Individual masing – masing negara anggota untuk membahas dalam
pertemuan di Vancouver, Kanada. Selain itu disepakati pula untuk memfasilitasi
dunia usaha dalam melakukan transaksi bisnis baik di dalam maupun antar
anggota ekonomi APEC. Kesepakatan yang dicapai di Filipina ini disebut sebagai
Rencana Aksi Manila untuk APEC (Manila Action Plan for APEC/ MAPA).
5. Vancouver, Kanada tahun 1997
Pada pertemuan ini disepakati penerapan paket EVSL atau liberalisasi
sektoral sukarela secara dini sebagai wujud Rencana Aksi Individual. Adapun
sektor – sektor yang disetujui untuk diliberalisasi secara dini adalah ikan dan
produk ikan, produk kehutanan, peralatan kedokteran, energi, mainan, permata
dan perhiasan, produk kimia, telekomunikasi serta peralatan pengaman
lingkungan, dan produk penunjangnya. Dan sejumlah sektor yang ditolak
liberalisasi lainnya adalah sektor otomotif, produk pesawat terbang sipil, pupuk,
karet, dan karet sintetis, minyak, dan produk minyak dan makanan.
6. Kuala Lumpur, Malaysia tahun 1998
Salah satu keputusan penting yang dihasilkan di Kuala Lumpur (Cyberjaya
Declaration) adalah kesepakatan mendesak Negara industri maju untuk
membenahi institusi keuangannya (peraturan yang menyangkut keuangan).
Seperti diketahui pada pertengahan tahun 1997, beberapa negara di kawasan Asia
dilanda krisis keuangan dan salah satu faktor yang memungkinkan hal itu terjadi
adalah kelemahan peraturan atau kebijakan keuangan di negara maju. Selain itu
negara maju diminta untuk lebih transparan menyangkut standar internasional
bagi institusi keuangan swasta yang terlibat langsung dalam pergerakan arus
modal internasional. Pada pertemuan kali ini juga para pemimpin APEC
mengharapkan agar lembaga keuangan internasional dapat dan mampu
menyajikan data yang lebih obyektif. Selanjutnya para pemimpin ekonomi APEC
sepakat untuk meningkatkan upaya-upaya inovatif dalam rangka pemulihan arus
masuk modal. Hal ini akan diupayakan melalui kerja sama dengan lembaga
multilateral seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.

7. Auckland, Selandia Baru tahun 1999


Pada pertemuan Selandia Baru disepakati bahwa untuk mempercepat
pemulihan ekonomi dapat dan akan dilakukan melalui peningkatan komitmen
liberalisasi dengan antara lain penghapusan hambatan perdagangan, baik tarif
maupun nontarif. Selain itu disepakati bahwa untuk memperkuat sistem ekonomi
pasar di antara negara anggota, perlu membentuk pusat jaringan usaha kecil
menengah (UKM).

2.1.4 Manfaat bagi Negara Indonesia


Bagi Indonesia, KTT APEC adalah momentum untuk meningkatkan
kerjasama ekonomi yang sesuai dengan konsep MP3EI (Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dan 4 kebijakan ekonomi
nasional. Titik beratnya adalah untuk membuka akses terhadap arus investasi guna
memacu pencapaian target pembangunan dalam MP3EI maupun mendorong
perluasan akses pasar untuk produk Indonesia yang kerap berbenturan dengan
kebijakan proteksi sejumlah negara APEC. Hal ini penting bagi kebutuhan modal
pembangunan maupun peningkatan produktifitas industri dalam negeri, serta
menutup celah defisit perdagangan internasional. Perlu diketahui bahwa realisasi
MP3EI untuk sektor rill dan infrastruktur sejak tahun 2011 hingga pertengahan
2013 mencapai Rp 647,46 T, 36% berasal dari investasi swasta nasional dan
asing. Sementara itu, untuk tahun 2015 sudah direncanakan (pipeline) dalam
MP3EI mencapai Rp 4.481 T terdiri dari 1.568 proyek, baik sektor rill Rp 2.177 T
(583 proyek), maupun infrastruktur Rp 2.304 T (terdiri dari 985 proyek). Proyeksi
itu tentu membutuhkan arus investasi yang besar dan kerjasama kawasan yang
lebih erat dan saling menguntungkan, dan tentu akan menjadi daya tarik tersendiri
bagi negara anggota APEC untuk meningkatkan investasinya di Indonesia.
Perdagangan bebas kawasan memang dapat menjadi peluang sekaligus
tantangan. Di satu sisi dapat membuka pasar bagi industri dalam negeri yang
semakin meningkat. Namun, di sisi lain apabila Indonesia tidak menyiapkan diri
dengan baik, tentu akan dapat menjadi jajahan produk asing yang dapat
menghancurkan kemampuan produktif dalam negeri. Tugas pemerintah yang
penting dan harus dilakukan adalah merubah persepsi masyarakat atau rakyat
Indonesia yang menganggap produk luar / asing lebih menarik, walaupun
kualitasnya belum tentu lebih baik dari produk lokal. Serta meningkatkan dan
mendorong UKM di daerah–daerah.
2.1.5 Dampak APEC bagi Perekonomian Indonesia
Dampak Positif APEC bagi Perekonomian Indonesia :
1. Menuju gerbang masyarakat Indonesia yang menganut Liberalisasi
Perdagangan.
2. Peningkatan Human and Capacity Building.
3. Sumber peningkatan potensi ekonomi perdagangan dan investasi Indonesia.
Dampak Negatif APEC bagi Perekonomian Indonesia :
1. Membajirnya produk impor di Indonesia.
2. Banyak pengusaha local yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing
dengan produk impor.
3. Sifat masyarakat Indonesia yang konsumerisme.
4. Kesenjangan social yang semakin Nampak karena menganut paham liberalisasi
perdagangan.

2.2 OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries)


OPEC adalah suatu organisasi antarpemerintah (intergovernmental
organization) yang didirikan oleh Iran, Irak, Kuwait, Saudi Arabia, dan
Venezuela. Dalam pembuatannya, inisiatif Menteri Energi dan Tambang dari
Venezuela, Juan Pablo Pérez Alfonso, dan dari Saudi Arabia, Abdullah Al-Tariki.
Lalu pemerintah dari Irak, Iran, Kuwait, Saudi Arabia, dan Venezuela bertemu di
Baghdad untuk mendiskusikan cara untuk meningkatkan harga dari minyak
mentah yang diproduksi oleh negara-negara tersebut. Pertemuan di Baghdad pada
September 1960 tersebut terjadi ketika adanya transisi dari ranah politik dan
ekonomi internasional, dengan dekolonisasi yang luas dan banyaknya negara-
negara yang baru merdeka didalam dunia yang sedang berkembang. OPEC
terbentuk ketika sebagian besar dari pasar minyak internasional terpisah dari
ekonomi dengan perencanaan terpusat (centrally planned) dan didominasi oleh
perusahaan-perusahaan multinasional. OPEC muncul dengan pernyataan
kebijakannya yaitu semua negara memiliki hak untuk melaksanakan kedaulatan
terhadap sumber daya alamnya. OPEC awalnya memiliki markas di Jenewa,
Swiss lalu pindah ke Wina, Austria pada tanggal 1 September 1965.
Venezuela adalah negara pertama yang memprakarsai pembentukan OPEC
dengan mendekati Iran, Gabon, Libya, Kuwait, dan Saudi Arabia pada tahun
1949, menyarankan mereka untuk menukar pandangan dan mengeksplorasi jalan
lebar dan komunikasi yang lebih dekat antara negara-negara penghasil minyak.
Pada 10–14 September 1960, atas gagasan dari Menteri Pertambangan dan Energi
Venezuela, Juan Pablo Pérez Alfonzo dan Menteri Pertambangan dan Energi
Saudi Arabia, Abdullah Al Tariki meminta pemerintahan Irak, Persia, Kuwait,
Saudi Arabia, dan Venezuela bertemu di Baghdad untuk mendiskusikan cara-cara
untuk meningkatkan harga dari minyak mentah yang dihasilkan oleh masing-
masing negara. Dalam Konferensi Baghdad ini OPEC didirikan dan dicetuskan
oleh satu hukum tahun 1960 yang dibentuk oleh Presiden Amerika, Dwight
Eisenhower yang mendesak kuota dari impor minyak Venezuela dan Teluk Persia
seperti industri minyak Kanada dan Mexico. Eisenhower membentuk keamanan
nasional dan akses darat persediaan energi pada waktu perang. Presiden
Venezuela yang menurunkan harga dari minyak dunia di negara ini, Romulo
Betancourt bereaksi dengan berusaha membentuk aliansi dengan negara-negara
produsen minyak sebagai satu strategi untuk melindungi otonomi dan profabilitas
dari minyak Venezuela. Sebagai hasilnya, OPEC didirikan untuk menggabungkan
dan mengkoordinasi kebijakan-kebijakan dari negara-negara anggota sebagai
kelanjutan dari yang telah dilakukan.

2.2.1 Latar Belakang OPEC


Berdirinya OPEC dipicu oleh keputusan sepihak dari perusahaan minyak
multinasional, The Seven Sisters pada tahun 1959/1960 yang menguasai industri
minyak dan menetapkan harga di pasar internasional. Perjanjian “The Tripoli-
Teheran Agreement” antara OPEC dan perusahaan-perusahan swasta tersebut
pada tahun 1970, menempatkan OPEC secara penuh dalam menetapkan pasar
minyak internasional. OPEC dibentuk sebagai jawaban atas jatuhnya harga
minyak di pasaran dunia. Kondisi ini terjadi akibat dari perusahaan minyak
raksasa seperti British Petroleum (BP), Shell, Exxon Mobil, Texaco, Socal, dan
Gulf menurunkan harga minyak dunia sehingga limpahan minyak negara- negara
konsumen. Harga minyak tidak lagi ditentukan oleh negara-negara pengekspor
melainkan ditetapkan oleh negara-negara konsumen. Hal inilah yang membuat
harga minyak dunia jatuh pada pasar minyak dunia sebelum dibentuknya
organisasi OPEC. Jika dikaitkan dengan asumsi strukturalis dimana aktor
utamanya adalah The Seven Sisters merasa bahwa merekalah yang berkuasa atas
eksploitasi yang dilakukan. Eksploitasi yang dilakukan oleh The Seven Sisters
berhubungan juga dengan teori strukturalisme tentang “core-periphery state”.
Contohnya Exxon Mobil yang dimiliki oleh Amerika Serikat.
Amerika Serikat melalui Exxon Mobil melakukan eksploitasi ini dengan
mengambil sumber daya alam (resources), dan juga mendapatkan energi. Mereka
menguasai 90% ekspor minyak mentah ke pasar dunia dengan mengendalikan
setiap jalur pipa yang penting di dunia, seperti Pipeline TransArabian 753 mil dari
Qaisuma di Arab Saudi ke Laut Mediterania, yang dimiliki oleh Exxon, Chevron,
Texaco, dan Mobil. Exxon memiliki jalur pipa antarprovinsi sepanjang 100 mil di
Kanada dan juga pipa sepanjang 143 mil di Venezuela. Jalur pipa sepanjang 799
mil di Alaska dimiliki oleh British Petroleum dan Exxon. Dengan mengontrol
arteri yang penting, mereka dapat membatasi aliran minyak, membatasi pasokan.

2.2.2 Tujuan dibentuknya OPEC


OPEC telah menerapkan berbagai strategi dalam mencapai tujuannya. Dari
pengalaman tersebut OPEC akhirnya menetapkan tujuan yang ingin dicapainya
yaitu preserving and enhancing the role of oil as a prime energy source in
achieving sustainable economic development melalui:
1.   Koordinasi dan unifikasi kebijakan perminyakan antar negara anggota
2.   Menetapkan strategi yang tepat untuk melindungi kepentingan negaraanggota
3.   Menerapkan cara-cara untuk menstabilkan harga minyak di pasar internasional
sehingga tidak terjadi fluktuasi harga
4.   Menjamin income yang tetap bagi negara-negara produsen minyak
5.   Menjamin suplai minyak bagi konsumen
6.   Menjamin kembalinya modal investor di bidang minyak secara adil.

2.2.3 Negara Anggota OPEC


OPEC memiliki 14 negara anggota sebelum Gabon (1975–1995) dan
Indonesia (Desember 1962–Mei 2008) keluar. Pada Mei 2008, Indonesia
mengumumkan bahwa mereka telah mengajukan surat untuk keluar dari OPEC
pada akhir 2008 mengingat Indonesia telah menjadi importir minyak sejak 2003
dan tidak mampu memenuhi kuota produksi yang telah ditetapkan.Hingga saat ini,
OPEC terdiri dari 12 negara anggota yaitu:
1. Afrika; Aljazair (1969), Angola (1 Januari 2007), Libya (Desember 1962), dan
Nigeria (Juli 1971)
2. Asia; Arab Saudi (negara pendiri), Iran (negara pendiri), Irak (negara pendiri),
Kuwait (negara pendiri), Qatar (Desember 1961), dan Uni Emirat Arab
(November 1967)
3. Amerika; Ekuador (1973–1993, kembali menjadi anggota sejak tahun 2007),
dan Venezuela (negara pendiri)

Gambar 2.2 Negara-negara anggota OPEC


2.2.4 Badan Utama OPEC
Organisasi OPEC terdiri dari 4 badan utama yaitu Konferensi OPEC, Dewan
Gubernur, Sekretariat, beserta dengan badan-badan lainnya yang berada di bawah
badan utama sesuai dengan struktur OPEC.
1. Konferensi
Konferensi mempunyai kekuasaan tertinggi dalam menentukan kebijakan.
2. Dewan Gubernur
Terdiri dari gubernur yang dipilih oleh masing-masing anggota OPEC untuk
duduk dalam dewan yang bersidang sedikitnya dua kali dalam setahun. Tugas
dewan gubernur adalah sebagai berikut:a.Melaksanakan keputusan konferensi
b. Mempertimbangkan dan memutuskan laporan-laporan yang disampaikan
sekretaris jenderal
c. Memberikan rekomendasi dan laporan kepada pertemuan konferensi OPEC
d. Mempertimbangkan semua laporan keuangan dan menunjuk seorang auditor
untuk masa tugas selama 1 tahun
e. Menyetujui penunjukkan direktur-direktur divisi dan kepala bagian yang
diusulkan negara anggota
f. Menyelenggarakan pertemuan extraordinarydan mempersiapkan agenda sidang
g. Membuat anggaran keuangan organisasi dan menyerahkannya kepada sidang
konferensi setiap tahun
3. Sekretariat
Sekretariat merupakan pelaksana eksekutif organisasi sesuai dengan status
dan pengarahan dari dewan gubernur.Sekretaris Jenderal adalah wakil resmi dari
organisasi yang dipilih untuk periode 3 tahun dan dapat diperpanjang satu kali
untuk periode yang sama. Dalam melaksanakan tugasnya sekjen bertanggung
jawab kepada dewan gubernur dan mendapat bantuan dari para kepala divisi dan
kepala bagian.

2.2.5 Manfaat OPEC


Manfaat OPEC adalah mengendalikan harga minyak mentah dunia di antara
sesama anggotanya yang merupakan negara-negara pengimpor minyak, agar harga
minyak mentah dunia tidak dikendalikan/diambil alih oleh pihak-pihak tertentu
yang bisa jadi akan merugikan negara pengimpor minyak atau negara lainnya.

3.3 MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa)


Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community
(EEC) didirikan pada tahun 1957 berdasarkan perjanjian antarnegara Eropa Barat
di Roma Italia. Tujuannya adalah menyusun dan melaksanakan politik
perdagangan bersama dan mendirikan daerah perdagangan bebas di Eropa. Selain
itu, MEE juga mengadakan kerja sama dibidang perdagangan dengan negara-
negara ASEAN termasuk Indonesia. Setelah Uni Eropa (UE) dibentuk tahun
1993, MEE disatukan dan berganti nama menjadi Masyarakat Eropa (EC). Pada
tahun 2009, semua lembaga ME dileburkan menjadi Uni Eropa. Negara yang
tergabung dalam MEE adalah Belanda, Luxemburg, Italia, Inggris, Irlandia,
Denmark, Yunani, Spanyol, Portugal, Austria, Finlandia, dan Swedia.

3.3.1 Latar Belakang MEE


Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Eropa mengalami kemiskinan dan
perpecahan. Usaha untuk mempersatukan Eropa sudah dilakukan. Namun,
keberhasilannya bergantung pada dua negara besar, yaitu Prancis dan Jerman
Barat. Pada tahun 1950 Menteri Luar Negeri Prancis, Maurice Schuman
berkeinginan menyatukan produksi baja dan batu bara Prancis dan Jerman dalam
wadah kerja sama yang terbuka untuk negara-negara Eropa lainnya, sekaligus
mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Keinginan itu terwujud dengan
ditandatanganinya perjanjian pendirian Pasaran Bersama Batu Bara dan Baja
Eropa atau European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam negara, yaitu
Prancis, Jerman Barat (Republik Federal Jerman-RFJ), Belanda, Belgia,
Luksemburg, dan Italia. Keenam negara tersebut selanjutnya disebut The Six
State. Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara The Six State membentuk
pasar bersama yang mencakup sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina, pada
tanggal 1 Juni 1955 menunjuk Paul Henry Spaak (Menlu Belgia) sebagai ketua
komite yang harus menyusun laporan tentang kemungkinan kerja sama ke semua
bidang ekonomi. Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan yang lebih
mengintegrasikan Eropa, yaitu:
1. Membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi
Eropa (MEE);
2. Membentuk European Atomic Energy Community (Euratom) atau Badan
Tenaga Atom Eropa.
Rancangan Spaak itu disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan
kedua perjanjian itu mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958. Dengan demikian,
terdapat tiga organisasi di Eropa, yaitu ECSC, EEC (MEE), dan Euratom (EAEC).
Pada konferensi di Brussel tanggal 22 Januari 1972, Inggris, Irlandia, dan
Denmark bergabung dalam MEE. Pada tahun 1981 Yunani masuk menjadi
anggota MEE yang kemudian disusul Spanyol dan Portugal. Dengan demikian
keanggotaan MEE sebanyak 12 negara. MEE merupakan organisasi yang
terpenting dari ketiga organisasi tersebut. Bukan saja karena meliputi sektor
ekonomi, melainkan juga karena pelaksanaannya memerlukan pengaturan
bersama yang meliputi industri, keuangan, dan perekonomian.

3.3.2 Tujuan dibentuknya Organisasi MEE


MEE menegaskan tujuannya, antara lain:
1. Integrasi Eropa dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, memperbaiki
taraf hidup, dan memperluas lapangan kerja,
2. Memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas serta
keseimbangan perdagangan antarnegara anggota,
3. Menghapuskan semua rintangan yang menghambat lajunya perdagangan
internasional,
4. Meluaskan hubungan dengan negara-negara selain anggota MEE.
Untuk mewujudkan tujuannya, MEE membentuk Pasar Bersama Eropa (Comman
Market ), keseragaman tarif, dan kebebasan bergerak dalam hal buruh, barang,
serta modal.
3.3.3 Struktur Organisasi MEE
1. Majelis Umum (General Assembly) atau Dewan Eropa (European
Parliament)
Keanggotaan Majelis Umum MEE berjumlah 142 orang yang dipilih oleh
parlemen negara anggota. Tugasnya memberikan nasihat dan mengajukan usul
kepada Dewan Menteri dan kepada Komisi tentang langkah-langkah kebijakan
yang diambil, serta mengawasi pekerjaan Badan Pengurus Harian atau Komisi
MEE serta meminta pertanggungjawabannya.
2. Dewan Menteri (The Council)
Dewan Menteri MEE mempunyai kekuasaan tertinggi untuk merencanakan
dan memberikan keputusan kebijakan yang diambil. Keanggotaannya terdiri atas
Menteri Luar Negeri negara-negara anggota. Tugasnya menjamin terlaksananya
kerja sama ekonomi negara anggota dan mempunyai kekuasaan membuat suatu
peraturan organisasi. Ketuanya dipilih secara bergilir menurut abjad negara
anggota dan memegang jabatan selama enam tahun.
3. Badan Pengurus Harian atau Komisi (Commision)
Keanggotaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE terdiri atas
sembilan anggota yang dipilih berdasarkan kemampuannya secara umum dengan
masa jabatan empat tahun. Komisi berperan sebagai pemegang kekuasaan
eksekutif dan badan pelaksana MEE. Di samping itu komisi juga mengamati dan
mengawasi keputusan MEE, memperhatikan saran-saran baru, serta memberikan
usul dan kritik kepada sidang MEE dalam segala bidang. Hasil kerjanya
dilaporkan setiap tahun kepada Majelis Umum (General Assembly).
4. Mahkamah Peradilan (The Court of Justice)
Keanggotaan Mahkamah Peradilan MEE sebanyak tujuh orang dengan masa
jabatan enam tahun yang dipilih atas kesepakatan bersama negara anggota.
Fungsinya merupakan peradilan administrasi MEE, peradilan pidana terhadap
keanggotaan komisi, dan peradilan antarnegara anggota untuk menyelesaikan
perselisihan yang timbul di antara para negara anggota. Peradilan konstitusi
berfungsi untuk menyelesaikan konflik perjanjian internasional. Untuk
melancarkan aktivitasnya, Masyarakat Ekonomi Eropa membentuk beberapa
organisasi baru, yaitu:
a) Parlemen Eropa (European Parliament);
b) Sistem Moneter Eropa (European Monetary System);
c) Unit Uang Eropa (European Currency Unit);
d) Pasar Tunggal (Single Market).
Menurut perhitungan suara referendum Prancis yang diselenggarakan pada
tanggal 20 September 1992 tentang perjanjian Maastrich, menunjukkan bahwa
50,95% pemilih menyatakan setuju. Untuk mendirikan organisasi-organisasi
tersebut pada tanggal 7 Februari 1992 di Maastrich, Belanda diadakan pertemuan
anggota MEE. Hasil pertemuan itu dituangkan dalam sebuah naskah
perjanjian yang disebut The Treaty on European Union (TEU) atau Perjanjian
Penyatuan Eropa yang telah ditandatangani oleh Kepala Negara/Pemerintah di
Maastrich, Belanda. Referendum dimaksudkan untuk mendapatkan persetujuan
dari 12 negara anggota Masyarakat Eropa, yakni Inggris, Jerman, Prancis,
Belanda, Belgia, Luksemburg, Italia, Irlandia, Denmark, Portugal,
Spanyol, dan Yunani.

3.3.4 Perubahan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) menjadi Uni Eropa


(UE)
Maastrich, ke–12 negara anggota Masyarakat Eropa dipersatukan dalam
mekanisme Kesatuan Eropa, dengan pelaksanaan secara bertahap. The Treaty on
European Union mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1993, setelah
diratifikasi oleh semua parlemen anggota masyarakat Eropa. Mulai tahun 1999,
Masyarakat Eropa hanya mengenal satu mata uang yang disebut European
Currency Unit (ECU) atau (European Union – EU). Beberapa bentuk perjanjian
yang pernah dilakukan MEE harus mengalami beberapa kali amandemen. Hal itu
berkaitan dengan bertambahnya anggota. Kenggotaan Uni Eropa terbuka bagi
semua negara dengan syarat:
1. Negara tersebut berada di kawasan Benua Eropa;
2. Negara tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, penegakan
hukum, menghormati hak asasi manusia (HAM), dan bersedia menjalankan
segala peraturan perundang-undangan Eropa.
Pada tahun 2004 keanggotaan Uni Eropa berjumlah dua puluh lima negara.
Sepuluh negara yang menjadi anggota baru Uni Eropa sebelumnya berada di
wilayah Eropa Timur. Negara anggota Uni Eropa yang baru itu adalah Republik
Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik
Slovakia, dan Slovenia. Pada tahun 2007, Bulgaria dan Rumania juga diharapkan
bergabung dengan Uni Eropa. Sementara itu, permintaan Turki untuk menjadi
anggota Uni Eropa masih ditangguhkan. Hal itu disebabkan Turki belum
melaksanakan perubahan (reformasi) politik dan ekonomi di dalam negerinya
Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik Slovakia, dan Slovenia. Pada
tahun 2007, Bulgaria dan Rumania juga diharapkan bergabung dengan Uni Eropa.
Sementara itu, permintaan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa masih
ditangguhkan. Hal itu disebabkan Turki belum melaksanakan perubahan
(reformasi) politik dan ekonomi di dalam negerinya. Tujuannya MEE menjadi
Uni Eropa untuk meningkatkan jangkauan kerjasama dari kerjasama ekonomi ke
bidang-bidang politik luar negeri dan keanggotaan lebih terbuka, khususnya untuk
negara-negara yang ada di Eropa. Dalam perjanjian Maastricht, Uni Eropa
memiliki 3 pilar, yaitu :
1. Pilar ekonomi : Pasar Tunggal Eropa menuju Uni Ekonomi dan Moneter
2. Pilar Politik : Berdasarkan pada kebijakan luar negeri dan keamanan bersama
3. Pilar Sosio-Hukum: Menyangkut peradilan dan masalah dalam negeri

4.4 GATT (General Agreement on Tariffs and Trade atau GATT)


General Agreement on Tariffs and Trade atau GATT) adalah suatu
perjanjian multilateral yang mengatur perdagangan internasional. Berdasarkan
pidatonya, tujuan perjanjian ini adalah "pengurangan substansial atas tarif dan
hambatan perdagangan lainnya dan penghapusan preferensi, berdasarkan asas
timbal balik dan saling menguntungkan." Perjanjian ini dinegosiasikan selama
Konferensi Perdagangan dan Ketenagakerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
merupakan hasil dari kegagalan negosiasi antarbangsa untuk menciptakan
Organisasi Perdagangan Internasional (International Trade Organization atau
ITO). GATT ditandatangani oleh 23 negara di Jenewa, Swiss, pada tanggal 30
Oktober 1947 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1948. GATT berlaku
hingga penandatanganan Perjanjian Putaran Uruguay oleh 123 negara di
Marrakesh, Maroko, pada tanggal 14 April 1994, yang menetapkan berdirinya
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO) pada
tanggal 1 Januari 1995. Naskah asli GATT (GATT 1947) masih berlaku dalam
kerangka kerja WTO, berdasarkan perubahan GATT 1994.

4.4.1 Latar Belakang GATT

The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) atau (Persetujuan


Umum Mengenai Tarif Perdagangan) adalah suatu perjanjian internasional yang
sejarah lahirnya bertepatan dari sejarah lahirnya ITO (Internasional Trade
Organization). Tujuannya antara lain sebagai forum yang membahas dan
mengatur masalah perdagangan dan ketenagakerjaan internasional. GATT sendiri
merupakan bagian dari perjanjian internasional di bidang perdagangan
internasional yang mengikat lebih dari 120 negara. Keseluruhan negara
memainkan peranan sekitar 90 persen dari produk dunia. Tujuan dari persetujuan
ini adalah untuk menciptakan suatu iklim perdagangan internasional yang aman
dan jelas bagi masyarakat bisnis, serta suatu iklim perdagangan internasional,
serta untuk menciptakan liberalisasi perdagangan yang berkelanjutan di dalam
penanaman modal, lapangan kerja dan penciptaan iklim perdagangan yang sehat.
Dengan tujuan demikian, sistem perdagangan yang diupayakan GATT adalah
sistem yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di
seluruh dunia.

Dasar pemikiran penyusunan GATT adalah kesepakatan yang memuat hasil-


hasil negosiasi tarif dan klausul-klausul perlindungan (protektif) guna mengatur
komitmen tarif. GATT karenanya dirancang sebagai suatu persetujuan tambahan
yang posisinya dibawah piagam ITO. Tetapi tidak dirancang sebagai organisasi
internasional. Menyadari piagam ITO tidak diratifikasi oleh negara pelaku utama
perekonomian dunia, negara-negara mengambil inisiatif untuk memberlakukan
GATT melalui “Protocol of Provisional Appliacation” (PPA) yang ditandatangani
oleh 22 negara anggota asli GATT pada akhir tahun 1947. sejak itulah GATT
kemudian diberlakukan dan perjalanan sejarah menunjukkan GATT bahkan
berubah menjadi organisasi internasional. GATT menyelenggarakan putaran-
putaran perundingan untuk membahas isu-isu perdagangan dunia. Sejak berdiri
tahun 1947, GATT telah menyelenggarakan 8 (delapan) putaran putaran terakhir
di Uruguay Round berlangsung dari 1986 – 1994 yang dimulai dari kota Jenewa,
Swiss. Oleh karena merupakan organisasi internasional. GATT membentuk
struktur kelembagaan yang ditetapkan dalam konferensi-konferensinya. Yaitu,
membentuk Sekretariat (di Jenewa, Swiss), Sekretariat Eksklusif (yang kemudian
diganti menjadi Direktur Jenderal), Komisi dan Consultative group yang semua
berfungsi melaksanakan dan membahas masalah – masalah yang timbul dalam
perundingan konferensi GATT.

4.4.2 Tujuan dibentuknya GATT

Tujuan utama GATT dapat dilihat pada Preambulenya. Pada pokoknya ada
empat tujuan yang hendak dicapai GATT, yaitu :

1. Meningkatkan taraf hidup manusia;


2. Meningkatkan kesempatan kerja;
3. Meningkatkan Pemanfaatan kekayaan alam dunia; dan
4. Meningkatkan produksi dan tukar – menukar barang.
Dalam mencapai tujuan, GATT memiliki 3 (tiga) fungsi utama: Pertama, sebagai
suatu perangkat ketentuan-ketentuan aturan Multilateral yang mengatur tindak
tanduk perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan
perangkat ketentuan perdagangan (The rules of the road for trade). Kedua,
sebagai suatu forum atau wadah perundingan-perundingan perdagangan. Disini
diupayakan agar praktek perdagangan dapat dibebaskan dari rintangan – rintangan
yang menganggu liberalisasi perdagangan. Dan aturan atau praktek perdagangan
yang demikian menjadi jelas, baik melalui pembukaan pasar nasional atau melalui
penegakan dan penyebarluasan pemberlakuan peraturannya. Ketiga, GATT adalah
sebagai pengadilan internasional dimana para anggotanya menyelesaikan sengketa
dagangnya dengan anggota – anggota GATT lainnya.

4.4.3 Keanggotaan GATT


Negara anggota GATT adalah anggota WTO. Perlu dikemukan disini bahwa
istilah anggota pada GATT bukan “member”, tetapi “Contracting Party”. Hal ini
merupakan konsekuensi dari status GATT yang sifatnya, dengan meninjau sejarah
berdirinya, “organisasi”. Cara menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal 33
GATT. Cara pertama, berlangsung dengan proses pengujian dan perundingan
yang panjang oleh Dewan GATT pada saat menerima permohonan aksesi. Badan
ini membuat putusan suatu kelompok kerja (working party) yang bertugas
menganalisa kebijakan perdagangan dan kemungkinan kebijakan perdagangan
Negara pemohon di masa datang. Hasil dari perundingan tersebut dilaporkan oleh
kelompok kerja kepada Dewan. Persyaratan-persyaratan yang disahkan Dewan
kemudian menjadi bahan pemungutan suara yang mana 2/3 dari semua anggota
harus menyetujuinya. Pada tahap ini negara baru tersebut dapat menandatangani
protokolnya dan untuk diratifikasi oleh perundang-undangan nasionalnya. Cara
kedua lebih sederhana menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXVI, yaitu
terhadap negara–negara yang menjadi negara merdeka dari penjajahan dan yang
telah menunjukkan kemandiriannya dalam melaksanakan hubungan–hubungan
komersial eksternalnya (luar negerinya).

4.4.4 Perjanjian Akhir Putaran Uruguay GATT


Putaran Uruguay adalah putaran yang paling kompleks dari 7 putaran yang
ada sebelumnya yang dilaksanakan oleh 108 negara, yang bukan saja
merundingkan masalah-masalah tradisional seperti market access saja, akan tetapi
lebih luas dan juga membahas hal-hal baru dalam perdagangan sebagai akibat
majunya perdagangan dan perkembangan ekonomi yang cepat. Ada 15 masalah
yang dirundingkan, dan dari 15 masalah tersebut telah dihasilkan sebanyak 28
persetujuan yang disepakati dalam putaran Uruguay, sebagaimana melaksanakan
komitmen yang telah disepakati dalam putaran Tokyo tahun 1979, terutama
kesepakatan mengenai non tariff barier. Selanjutnya, diadakan pertemuan tingkat
menteri Contracting Parties GATT di Punta del Este, Uruguay pada tanggal 20
September 1986 untuk meluncurkan putaran perundingan perdagangan multi
lateral. Dari putaran ini terbentuk struktur perundingan, terdiri dari tiga badan
utama: Pertama, The Trade Negotiation Committee (TNC) yang bertujuan untuk
mengawasi seluruh jalannya putaran perundingan. Kedua, The Group of
Negotiation on Goods (GNG), yang bertujuan untuk mengawasi semua subyek
pembahasan kecuali jasa, Ketiga, The Group of Negotiation of Service (GNS),
yang bertujuan untuk mengawasi perundingan di bidang jasa. Ada empat tujuan
utama yang hendak dicapai dalam putaran Uruguay ini:
1. Menciptakan perdagangan bebas yang akan memberi keuntungan bagi semua
negara khususnya negara berkembang, memberi peluang bagi produk ekspor
dalam memasuki pasar melalui penurunan dan penghapusan tarif, pembatasan
kuantitatif, dan ganjalan-ganjalan tindakan non tarif lainnya,
2. Meningkatkan peranan GATT dan memperbaiki sistem perdagangan
multilateral berdasarkan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan GATT yang
efektif dan dapat dipaksakan,
3. Meningkatkan ketanggapan sistem GATT terhadap perkembangan situasi
perekonomian dengan mempelancar penyesesuaian struktural, mempererat
hubungan GATT dengan organisasi-organisasi internasional yang relevan
mengingat prospek perdagangan di masa yang akan datang, termasuk
tumbuhnya produk-produk teknologi tinggi,
4. Mengembangkan suatu bentuk kerjasama pada tingkat nasional dan
internasional untuk mempererat hubungan antara kebijaksanaan perdagangan
dengan kebijaksanaan ekonomi guna memperbaiki system moneter
internasional, arus aliran keuangan dan sumber-sumber investasi ke negara
sedang berkembang. Pada waktu putaran Uruguay diluncurkan tahun1986, dan
direncanakan rampung tahun 1991, Arthur Dunkel seorang arsitek dari
perjanjian GATT Direkrtur Jenderal GATT, jauh-jauh hari sudah
mengantisipasi masalah-masalah hukum yang timbul. Insiatif ini berwujud
dengan dikeluarkannya rancangan Akhir Perjanjian Putaran Uruguay tahun
1991. baru pada bulan Desember 1993 rancangan ini menjadi Perjanjian Akhir.

4.4.5 Bentuk Perdagangan GATT


GATT selalu megupayakan terciptanya perdagangan bebas dunia yang
didasarkan pada ketentuan–ketentuan yang disepakati bersama. Latar belakangnya
dari suatu konsep keunggulan komparatif. Maksudnya, bahwa negara menjadi
makmur melalui konsentrasi terhadap produk apa yang bsia diproduksi oleh
negara tersebut dengan sebaik-baiknya. Untuk mendapatkan hasil yang sebaik-
baiknya itu, maka produk tersebut harus dapat menembus bukan saja pasar dalam
negeri tetapi juga pasar dunia. Namun demikian, keberhasilan perdagangan
tersebut bersifat tidak langgeng. Kompetisi dalam produk tertentu dapat berdiri
antara satu negara dengan Negara lain, perusahaan satu dengan perusahaan lain,
ketika terjadi perubahan di pasar terkait atau terciptanya teknologi baru yang
membuat satu produk menjadi lebih murah harganya dan lebih baik kualitasnya.
Kebijakan perdagangan seperti proteksi impor atau subsidi dari pemerintah hanya
akan membuat suatu perusahaan menjadi tidak efektif, dan produk-produknya
menjadi tidak menarik. Hal ini, pada akhirnya, akan berakibat pada ditutupnya
perusahaan tersebut, meskipun ada proteksi dan subsidi yang diberikan kepada
perusahaan itu. Secara keseluruhan, apabila pemerintah terkait melaksanakan
kebijakan perdagangan demikian maka pasar luar negeri dan ekonomi dunia akan
menyusut.

4.4.6 Prinsip-Prinsip GATT


1. Prinsip Most Favoured-Nation
Prinsip ini merupakan kebijakan yang menyatakan bahwa perdagangan
dilaksanakan atas dasar non-diskriminatif. Semua anggota terikat untuk
memberikan perlakuan yang sama terhadap negara-negara lain dalam pelaksanaan
dan kebijakan impor dan ekspor serta hal-hal yang menyangkut biaya-biaya
lainnya. Semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara
menikmati keuntungan dari suatu kebijakan perdagangan. Namun demikian,
prinsip ini mendapat pengecualian, khususnya dalam kepentingan negara yang
sedang berkembang, seperti pemberian preferensi-preferensi tariff dari negara-
negara maju kepada produk impor dari negara sedang berkembang atau negara-
negara miskin dengan pemberian fasilitas sistem preferensi umum (Generalised
System of Preferences).
2. Prinsip National Treatment
Produk dari satu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara
lainnya harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri, baik dari
segi pajak ataupun dari segi pungutan-pungutan lainnya. Ia berlaku pula terhadap
pengaturan perundang-undangan yang mempengaruhi penjualan, pembelian,
pengangkutan, distribusi, atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri.
3. Prinsip Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif
Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apapun,
misalnya penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor
atau ekspor, pengawasan, pembayaran produk-produk impor atau ekspor, pada
umumnya dilarang sesuai dengan pasal IX GATT. Hal ini disebabkan karena
praktek demikian bisa mengganggu praktek perdagangan normal.
4. Prinsip Perlindungan melalui Tarif
Pada prinsipnya, GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap
industri domestik melalui tarif (menaikkan tingkat tarif bea masuk) dan tidak
melakukan upaya-upaya perdagangan lainnya (non tariff commercial measures).
5. Prinsip Resiprositas
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT. Prinsip ini tampak
pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tarif yang
didasarkan kepada timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.

4.4.7 Penyelesaian Sengketa menurut GATT


Ketentuan GATT mengenai penyelesaian sengketa ini, pertama-tama
menekankan pada pentingnya konsultasi yang dilakukan di antara para pihak yang
bersengketa. Konsultasi tersebut bisa berupa perundingan informal maupun
formal seperti melalui saluran diplomatik. Ada dua alternatif yang dapat dilakukan
oleh para pihak yang bersangkutan. Pertama, si termohon menerima dilakukannya
perdamaian, maka para pihak menyelesaikan sengketanya dalam keadaan damai,
dan dalam waktu 60 hari sejak permohonan berkonsultasi diterima oleh pihak
lainnya dikeluarkan putusan perdamaian tersebut. Alternatif ke-dua, apabila si
termohon menolak permohonan perdamaian yang diajukan, maka pemohon dapat
memohonkan suatu panel atau badan pekerja (working party) pada pengadilan
GATT, untuk menyelesaikan sengketanya. Pembentukan panel ini dianggap
sebagai upaya terakhir suatu penyelesaian sengketa dalam GATT. Namun
demikian, ketentuan GATT masih mengizinkan para pihak untuk sepakat mencari
alternatif penyelesaian lainnya yang masih memungkinkan, yaitu jasa baik,
konsiliasi, dan mediasi. Ketiga bentuk alternative itu pada pokoknya bersifat
sama, yaitu mengundang pihak ke-tiga yang netral untuk menyelesaikan sengketa
mereka. Dalam kasus pisang antara masyarakat eropa (ME) melawan negara-
negara Amerika Latin, mereka menggunakan saluran jasa baik untuk
menyelesaikan sengketa tersebut.
ME (masyarakat ekonomi) dan negara-negara Amerika Latin sepakat
meminta Direktur Jendral GATT untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Perkembangan lain yang lahir dari hasil perjanjian dibolehkan upaya hukum
banding, yaitu lembaga yang akan menerima keberatan salah satu pihak dalam
sengketa dan dibentuk panel yang terdiri dari 7 orang. Mereka bertugas selama 4
tahun. Setiap kali ada permohonan banding maka 3 orang anggota akan
menanganinya. Mereka adalah orang-orang yang diakui otoritasnya, ahli dalam
hukum perdagangan internasional dan masalah-masalah GATT. Mereka adalah
orang-orang privat atau swasta, yang tidak terikat oleh tugas atau hubungan kerja
apapun dengan pemerintahnya atau pemerintah tertentu. Proses pemeriksaan
banding tidak boleh lebih dari 60 hari sejak para pihak memberi tahukan secara
formal keinginannya untuk banding. Hasil pemeriksaan dilaporkan dan disahkan
oleh Badan Pemeriksa Sengketa (BPS).

Anda mungkin juga menyukai