Anda di halaman 1dari 8

Nama : Novia Rizki Ananda

NIM : 1806101020023

1. G30S/PKI

Peristiwa G30S/PKI atau biasa disebut dengan Gerakan 30 September merupakan salah satu
peristiwa pemberontakan komunis yang terjadi pada bulan September sesudah beberapa tahun
Indonesia merdeka. Peristiwa G30S PKI terjadi di malam hari tepatnya pada tanggal 30
September tahun 1965.Dalam sebuah kudeta, setidaknya ada 7 perwira tinggi militer yang
terbunuh dalam peristiwa tersebut. Partai Komunis saat itu sedang dalam kondisi yang amat kuat
karena mendapatkan sokongan dari Presiden Indonesia Pertama, Ir. H Soekarno. Tidak heran jika
usaha yang dilakukan oleh segelintir masyarakat demi menjatuhkan Partai Komunis berakhir
dengan kegagalan berkat bantuan Presiden kala itu.

Sebelum peristiwa 30S PKI terjadi, Partai Komunis Indonesia sempat tercatat sebagai partai
Komunis terbesar di dunia. Hal ini  didukung dengan adanya sejumlah partai komunis yang telah
tersebar di Uni Soviet dan Tiongkok. Semenjak dilakukannya audit  pada tahun 1965, setidaknya
ada 3,5 juta pengguna aktif yang bernaung menjalankan program dalam partai ini. Itu pun belum
termasuk dengan 3 juta jiwa yang menjadi kader dalam anggota pergerakan pemuda komunis. Di
sisi lain, PKI juga memiliki hak kontrol secara penuh terhadap pergerakan buruh, kurang lebih
ada 3,5 juta orang telah ada di bawah pengaruhnya. Belum sampai disitu, masih ada 9 juta
anggota lagi yang terdiri dari gerakan petani dan beberapa gerakan lain. Misal pergerakan
wanita, pergerakan sarjana dan beberapa organisasi penulis yang apabila dijumlahkan bisa
mencapai angka 20 juta anggota beserta para pendukungnya. Masyarakat curiga dengan adanya
pernyataan isu bahwa PKI adalah dalang dibalik terjadinya peristiwa 30 September yang bermula
dari kejadian di bulan Juli 1959, yang mana pada saat itu parlemen telah dibubarkan. Sementara
Presiden Soekarno justru menetapkan bahwa konstitusi harus berada di bawah naungan dekrit
presiden. PKI berdiri dibelakang dukungan penuh dekrit presiden Soekarno. Sistem Demokrasi
Terpimpin yang diusung oleh Soekarno telah disambut dengan antusias oleh PKI.   Karena
dengan adanya sistem ini, diyakini PKI mampu menciptakan suatu persekutuan konsepsi yang
Nasionalis, Agamis dan Komunis dengan singkatan NASAKOM.
Peristiwa G30S PKI bermula pada tanggal 1 Oktober. Dimulai dengan kasus penculikan 7
jendral yang terdiri dari anggota staff tentara oleh sekelompok pasukan yang bergerak dari
Lapangan Udara menuju Jakarta daerah selatan. Tiga dari tujuh jenderal tersebut diantaranya
telah dibunuh di rumah mereka masing-masing, yakni Ahmad Yani, M.T. Haryono dan D.I.
Panjaitan. Sementara itu ketiga target lainya yaitu Soeprapto, S.Parman dan Sutoyo ditangkap
secara hidup-hidup. Abdul Harris Nasution yang menjadi target utama kelompok pasukan
tersebut berhasil kabur setelah berusaha melompati dinding batas kedubes Irak.

G30S PKI bisa berakhir pada jam 7 malam, pasukan pimpinan Soeharto berhasil mengambil
alih atas semua fasilitas yang sebelumnya pernah dikuasai oleh G30S PKI. Jam 9 malam
Soeharto bersama dengan Nasution mengumumkan bahwa sekarang ia tengah mengambil alih
tentara yang pernah dikuasai oleh PKI dan akan tetap berusaha untuk menghancurkan pasukan
kontra-revolusioner demi melindungi posisi Soekarno. Soeharto melayangkan kembali sebuah
ultimatum yang kali ini ditujukan khusus kepada pasukan di Halim. Tak berapa lama kemudian,
Soekarno meninggalkan Halim Perdana Kusuma untuk segera menuju istana Presiden lain yang
ada di Bogor. Ketujuh jasad orang yang terbunuh dan terbuang di Lubang Buaya pada tanggal 3
Oktober berhasil ditemukan dan dikuburkan secara layak pada tanggal 5 Oktober.

2. Supersemar

Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar adalahsurat perintah yang ditanda tangani
oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat ini berisi
perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan
Ketertiban ( Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk
mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu. Tiga orang perwira tinggi yaitu, Mayor
Jendral Basuki Rahmat, BrigadirJendral M.Yusuf, dan Brigadir Jendral Amir Machmud yang
telah diberi izin olehSoeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk menghadap
Presiden Soekarno untuk memohon agar mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan.Adapun
yang merumuskan surat perintah tersebut adalah ketiga perwira tinggi, bersama Brigadir Jendral
Subur (Komandan Pengawal Presiden Cakrabirawa). Setelah ketiga perwira tinggi menghadap
Presiden Soekarno, dan PresidenSoekarno menyerahkan kekuasaan kepada Letnan Jendral
Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan menjamin
keamanan,ketenangan, dan kestabilan jalannya pemerintahan demi keutuhan bangsa dan Negara
Republik Indonesia. Dibuatlah Surat Perintah Sebelas Maret yang dirumuskan oleh ketiga
perwira tinggi dan Brigadir Jendral Subur. Surat tersebut diberikan kepada Jendral Soeharto yang
diberi wewenang oleh Presiden Soekarno untuk mengamankan keadaan.

Setelah surat perintah tersebut diserahkan kepada Jendral Soeharto, Soehartolangsung


melakukan tindakan sesuai permsalahan yang sedang memanas. Keesokanharinya setelah surat
diberikan yaitu pada tanggal 12 Maret, Soeharto langsung membubarkan PKI beserta ormas-
ormasnya. Pada tanggal 18 Maret, Soehartomengamankan 15 orang menteri yang diduga sebagai
anggota PKI. Pada tanggal 27 Maret, Soeharto membentuk Kabinet Dwikora yang
disempurnakan untuk menjalankan pemerintahan yang berisi orang-orang yang tidak terlibat
dalam G 30S/PKI. Setelah semua tugas selesai, rakyat Indonesia meminta Presiden Soekarno
turun dari jabatannya menjadi presiden karena dianggap pro terhadap PKI. Pada tanggal 22
Februari 1967 dengan penuh kebijaksanaan, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada
Jendral Soeharto. Hal itu disambut suka cita oleh semua penduduk di Indonesia dan kekacauan
pun mereda. Pada pemerintahan Presiden Soeharto, lahirlah pemerintahan Orde Baru.Orde Baru
adalah suatu tatanan seluruh perkehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakan kembali
kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

3. Peralihan Kekuasaan Orde lama kepada Orde Baru

Setelah Supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa


transisi. Kepemimpinan Soekarno telah kehilangan supremasinya. MPRS kemudan meminta
Presiden Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan
dengan G 30S/PKI. Memasuki masa-masa terakhir transisi, pemerintah Indonesia menghadapi
masalah nasional yaitu,

1) Berusaha memperkuat pelaksanaan system konstitusional, menegakkan hokum, dan


menumbuhkan kehidupan demokrasi yang sehat sebagai syarat untuk mewujudkan stabilisasi
politik.

2) Melaksanakan pembangunan lima tahun yang pertama sebagai usaha untuk mengisi
kemerdekaan.

3) Tetap waspada dan sekaligus memberantas sisa-sisa kekuatan laten PKI.


Dalam Sidang Umun MPRS tahun 1966. Presiden Soekarno memberikan
pertanggungjawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang menyangkut
peristiwa G 30S/PKI. Namun dalam pertanggungjawabannya itu, Presiden hanya memberikan
amanat seperti dalam siding-sidang lembaga yang berada dalam tanggung jawabnya.
Pidato pertanggungjawaban Presiden tersebut sering dikenal dengan istilah Nawaksara yang
artinya Sembilan pokok masalah. Akan tetapi, dalam sembilan pokok masalah tersebut tidak
menyinggung masalah peristiwa G 30S/PKI sehingga pertanggungjawaban tersebut tidak
lengkap dan MPRS meminta Presiden Soekarno untuk melengkapinya. Pertanggungjawaban
Presiden Soekarno yang ditolak oleh MPRS tersebut diikuti oleh keadaan masyarakat yang
semakin tidak menentu. Soeharto sebagai pengemban Supersemar melakukan Sidang Istimewa
MPRS. Kemudian pada tanggal 7 sampai 12 Maret 1967 berhasil diadakan Sidang Istimewa
MPRS. Dengan ketetapan itu, masa pemerintahan Orde Lama telah berakhir dan digantikan
dengan pemerintahan Soeharto yang ingin menegakkan dan memurnikan pelaksanaan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, yang lebih dikenal dengan istilah Orde Baru,
sehingga dapat dikatakan bahwa Supersemar yang menandai dan menjadi tonggak munculnya
Orde Baru.

Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30 September timbullah reaksi dari berbagai


Parpol,Ormas,Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai politik
seperti IPTKI, NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel
kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta ormas-
ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk Front Pancasila
dan diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ), KAPI ( Ksatuan
Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI
mencetuskan TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) “Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya,
Bersihkan cabinet dari unsur PKI,dan turunkan harga-harga”. Tonggak lahirnya Orde Baru
disimbolkan dalam bentuk Supersemar. Dengan dikeluarkannya Supersemar ini maka kekuasaan
Presiden Soekarno hampir hilang. Sementara itu, Soeharto yang diplot sebagai pemegang amanat
Supersemar semakin kuat posisinya di mata rakyat. Padahal Supersemar sampai sekarang belum
jelas keontetikannya. Akan tetapi Supersemar sudah menjadi sumber hokum yang kuat untuk
melahirkan pemerintahan Orde baru yang ditandai dengan,
1) Pembubaran PKI

Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 1966.


Pembubaran dilakukan oleh Jenderal Soeharto dengan mengeluarkan keputusan No. 1/3/1966.
Pembubaran PKI juga diperkuat dengan Supersemar yang diterima Soeharto dari Presiden
Soekarno. Di samping itu pembubaran PKI juga didukung oleh masyarakat Indonesia.

2) Membersihkan Kabinet dari Unsur PKI

Melalui pengumuman Presiden No. 5 tanggal 18 Maret 1966 yang tertanda Jenderal Soeharto
atas nama presiden dilakukan penangkapan beberapa menteri Kabinet Dwikora yang dianggap
tersangkut dengan PKI. Di antara para menteri yang tertangkap terdapat pula Menteri Luar
Negeri Dr. Subandrio dan kemudian diadili di Mahkamah Luar Biasa.

3) Penataan Lembaga-Lembaga Pemerintahan

Dalam melaksanakan penataan pemerintah Indonesia, pemerintah menunjuk MPRS sebagai


lembaga tertinggi negara. Dengan penunjukan ini, maka MPRS mengeluarkan pernyataan untuk
kembali ke Pancasila dan UUD 1945 sebagai pandangan bangsa Indonesia. Kemudian MPRS
melakukan sidingnya yang ke-4 yakni dari tanggal 20 Juni-5 Juli 1966. Sidang ini dipimpin oleh
Jenderal A.H. Nasution, dan menghasilkan ketetapan-ketetapan penting yang di antaranya adalah
sebagai berikut.

Setelah terbentuk pemerintahan Orde Baru ada beberapa langkah kebijakan yang
dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang dialami oleh Bangsa Indonesia. Kebijakan
yang diambil oleh pemerintah Orde Baru lebih mementingkan perbaikan kehidupan di berbagai
bidang untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Di samping itu, terjadi pula perubahan
system politik dari terpimpin menuju system politik Pancasila yaitu system politik yang
mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Selanjutnya pemerintah Orde Baru juga memajukan
industrialisasi dan perekonomian. Kebijakan yang pertama adalah di bidang perekonomian. Hal
ini dilakukan karena kehidupan ekonomi pasca transisi dari pemerintah Orde Lama ke Orde Baru
sangat memperhatikan yaitu terjadi krisis moneter sehingga menyebabkan inflasi yang cukup
tinggi. Jika hal ini tidak diperbaiki maka harga kebutuhan pokok tidak terjangkau oleh
masyarakat yang nantinya akan menimbulkan masalah oleh pemerintah Orde Baru yaitu
pinjaman lunak dari negara-negara donor. Di samping itu pemerintah juga mengambil kebijakan
perbaikan perekonomian dengan menitikberatkan pada industrilisasi. Industrilisasi yang
dimaksud adalah industry pertanian guna mencapai swasembada pangan. Setelah mengambil
kebijakan strategis di bidang perekonomian kemudian melakukan kebijakan di bidang politik,
sosial, hokum, dan lain sebagainya sampai kehidupan masyarakat Indonesia berjalan lancar.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Orde Baru selalu berpusat pada pemerintah pusat
di Jakarta. Daerah-daerah tidak diberi kesempatan untuk ikut dalam melakukan kebijakan.
Dengan hal tersebut, kebijakan pemerintahan Orde Baru bercirikan sentralisasi. Kebijakan ini
membungkam masyarakat Indonesia sehingga tidak dapat melakukan kritik terhadap pemerintah
Indonesia. Di sisi lain, kebijakan ini juga membawa dampak negative berupa merebaknya KKN
di tubuh pemerintah Indonesia.

Kebijakan pemerintah orde baru adalah kebijakan yang serba hati-hati. Pemerintah orde baru
tidak segan-segan mengadakan penumpasan terhadap para pemberontak. Hal ini telah terjado di
daerah Aceh dimana dilakukan Daerah Operasi Militer (DOM). Pelaksanaan ini sangat represif,
yaitu sering terjadi pelanggaran HAM. Pemerintah orde baru juga melarang segala aktivitas
demonstrasi maupun aktivitas politik lainnya, mencekal media massa yang kritis terhadap
pemerintah, serta selalu menjadikan sesuatu yang berlawanan dengan ideologinya sebagai
penjahat politik dan harus dipenjara. Pemerintahan Soeharto juga membangga-banggakan TNI.
TNI diberi kedudukan yang strategis di dalam kehidupan politik. TNI juga diberi hak untuk
memilih dan menjadi wakil di parlemen. Dengan kebijakan ini maka pemerintah orde baru
tumbuh subur.

Pemegang pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan sentralistik


yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai akibatnya di akhir
pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh bidang pembangunan. Pada akhir
tahu 90-an dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan seiring dengan era reformasi terbuka
kesempatan bagi rakyat untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu . operasi militer
mengerikan yang selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun terbongkar. Presiden
Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka dapat tercapai antara lain berkat
dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-ormasnya simpatisan masyumi. Tetapi ketika
muncul tuntutan dari tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas dari tahanan rezim Orde Lama,
untuk merehabilitasi partainya, Soeharto tegas menolak dengan alasan ”yuridis, ketatanegaraan,
dan psikologi “. Bahkan Soeharto dengan nada yang agak marah, mengaskan, Ia menolak setiap
keagamaan dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud
kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde Baru yang
didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik islam. Pemerintah Orde Baru selama 32
tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekad awalnyamuncul Orde Baru. Pada
awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Latar belakang munculnya
tuntutan Soeharto agar mundur dari jabatannya atau yang menjadi titik awal berakhirnya Orde
Baru. Kronologi jatuhnya pemerintahan Orde Baru berawal dari terpilihnya kembali Soeharto
sebagai presiden melalui sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 1 – 11 Maret 1998,
ternyata tidak menimbulkan dampak positif yang berarti bagi upaya pemulihan kondisi ekonomi
bangsa justeru memperparah gejolak krisis. Dan gelombang aksi mahasiswa silih berganti
menyuarakan beberapa agenda reformasi. Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam
melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa
Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat
dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, keberhasilan ekonomi maupun
infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental ( character building )
para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha /
konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa)

Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan


menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak
mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah
masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Sementara itu, pengaturan
perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem
perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi
ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa
pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat
dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto,
Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya
solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang
dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat. Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan
dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan.
Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para
pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap
tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-
tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri
akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal
18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri.

Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh


masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan
Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak
bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden. Dalam perkembangannya, upaya pembentukan
Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei
1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik
Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J.
Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik
Indonesia yang baru di Istana.

Anda mungkin juga menyukai